Anda di halaman 1dari 12

Latar Belakang

Berdasarkan hasil Riskesdas Tahun 2018, prevalensi merokok pada penduduk umur 10 tahun menurut
provinsi sebanyak 28,8 %, dengan provinsi terbanyak ialah Jawa Barat (32 %) dan provinsi paling sedikit
ialah Bali (23,5 %). Prevalensi merokok menurut umur 10-18 tahun adalah sebanyak 9,1%, meningkat
dari data Riskesdas sebelumnya yaitu pada tahun 2013 sebanyak 7,2 %. Prevalensi merokok di Sumatera
Utara saat ini adalah sebanyak 27,2 % menurun dari sebelumnya pada Riskesdas Tahun 2013 sebanyak
28,4% (Riskesdas, 2018). Kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau
lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok.
Pemerintah berupaya untuk merumuskan berbagai regulasi dan kebijakan yang dapat
diimplementasikan dalam menanggulangi dampak bahaya rokok, diantaranya melalui Undang-Undang
Kesehatan No.36 Tahun 2009 pasal 115 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Pemerintah daerah wajib
menetapkan kawasan tanpa rokok didaerahnya”. Berdasarkan kebijakan tersebut, salah satu kebijakan
yang wajib diimplementasikan oleh seluruh daerah di Indonesia adalah menetapkan Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) yang dapat dimulai dari institusi kesehatan, pendidikan dan tempat-tempat umum lainnya.
Dalam hal ini beberapa wilayah di Indonesia telah menerapkan kawasan tanpa rokok (KTR), misalnya :
Kota Bandung dengan Perda No. 03 Tahun 2005, Kota Palembang dengan Perda No. 07 Tahun 2009,
Kota Surabaya dengan Perda No.05 tahun 2008, Peraturan Walikota (Perwali) No. 25 Tahun 2009
Provinsi D.I Yogyakarta dengan Peraturan Gubernur Provinsi Yogyakarta No. 42 Tahun 2009, Kota Medan
dengan Perda No. 3 Tahun 2014.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan
atau area yang dinyatakan dilarang untuk
kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi,
menjual, mengiklankan, dan/atau
mempromosikan produk tembakau
Landasan hukum. Peraturan kebijakan yang terkait atau berhubungan
dengan kebijakan KTR di Sekolah ialah:
• UU RI No 36 2009 pasal 113-116 berisikan tentang kesehatan.
• UU RI Tahun 2009 berisikan Perlindungan, Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
• UU RI No 23 2002 berisikan perlindungan anak.
• UU RI No 39 1999 berisikan hak asasi manusia.
• UU RI No 23 1997 berisikan pengelolaan lingkungan hidup.
• PP RINo 19 2003 berisikan pengamanan rokok bagi kesehatan.
• PPRI No41 1999 berisikan pengendalian pencemaran udara.
• Perintah Menpendikbud RI No 4/U/1997 barisikan lingkungan sekolah
bebas rokok.
Tujuan
Tujuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah :
• •Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian
dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup
sehat.
• •Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal.
• •Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas
dari asap okok.
• •Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.
• •Mewujudkan generasi muda yang sehat.
Sasaran
Sasaran Kawasan Tanpa Rokok adalah di tempat
Proses Belajar Mengajar
• •Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat
proses belajar mengajar.
• •Peserta didik/siswa.
• •Tenaga kependidikan (guru).
• Unsur sekolah lainnya (tenaga administrasi,
pegawai di sekolah)
Manfaat
• Penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan
upaya perlindungan untuk
• masyarakat terhadap risiko ancaman
gangguan kesehatan karena lingkungan
• tercemar asap rokok.
Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah
Petugas kesehatan melaksanakan advokasi kepada pimpinan/pengelola tempat proses belajar
mengajar dengan menjelaskan perlunya Kawasan Tanpa Rokok dan keuntungannya jika dikembangkan
Kawasan Tanpa Rokok di area tersebut. Dari advokasi tersebut akhirnya pimpinan/pengelola tempat
belajar mengajar setuju untuk mengembangkan Kawasan Tanpa Rokok. Contoh tempat proses belajar
mengajar adalah sekolah, kampus, perpustakaan, ruang praktikum dan lain sebagainya.
 
Yang perlu dilakukan oleh pimpinan/pengelola untuk mengembangkan Kawasan Tanpa Rokok
adalah sebagai berikut :
• Analisis Situasi
• Pembentukan Komite atau Kelompok
• Membuat Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
• Penyiapan Infrastruktur
• Sosialisasi Penerapan Kawasan Tanpa Rokok
• Penerapan Kawasan Tanpa Rokok
• Pengawasan dan Penegakan Hukum
• Pemantauan dan Evaluasi
INDIKATOR
Indikator Input
• Adanya kebijakan tertulis tentang KTR.
• Adanya tenaga yang ditugaskan untuk memantau KTR di tempat proses belajar mengajar.
• Adanya media promosi tentang larangan merokok/KTR.
Indikator Proses
• Terlaksananya sosialisasi kebijakan KTR baik secara langsung (tatapmuka) maupun tidak langsung (melalui
media cetak, elektronik)
• Adanya pengaturan tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan KTR.
• Terpasangnya pengumuman kebijakan KTR melalui poster, tanda larangan merokok, mading, surat edaran,
pengeras suara.
• Terpasangnya tanda KTR di tempat proses belajar mengajar.
• Terlaksananya penyuluhan KTR dan bahaya merokok dan etika merokok
Indikator Output
• Lingkungan tempat proses belajar mengajar tanpa asap rokok.
• Siswa yang tidak merokok menegur siswa yang merokok di lingkungan KTR.
• Perokok merokok di luar KTR.
• Adanya sanksi bagi yang melanggar KTR.
EVALUASI
EVALUASI 4-6 BULAN
• Adanya tanda Kawasan Tanpa Rokok yang dipasang
• Adanya media promosi Kawasan Tanpa Rokok.
EVALUASI JANGKA PANJANG 1-3 TAHUN
• Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok diterima dan dilaksanakan oleh
pimpinan dan karyawan/guru/dosen/siswa.
• Dipatuhi dan dimanfaatkannya fasilitas yang mendukung Kawasan
Tanpa Rokok.
• Tidak ada penjual rokok di sekitar tempat proses belajar mengajar.
• Karyawan /guru/dosen/siswa yang tidak merokok bertambah banyak.
• Semua karyawan/guru/dosen/siswa tidak merokok di Kawasan Tanpa
Rokok.
Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di SD

Anda mungkin juga menyukai