(pasal 2)
Tugas Instalasi Farmasi di RS
a. pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis
Pakai;
dan
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi.
Pelayanan Farmasi Klinik meliputi:
a. Pengkajian dan pelayanan Resep;
b. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. Rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. Konseling
f. Visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. Dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD);
Pasal 6 berbunyi:
1. Penyelenggaraan Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit harus
menjamin ketersediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan
terjangkau.
2. Penyelenggaraan Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit melalui
sistem satu pintu.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan
kefarmasian termasuk pembuatan formularium,
pengadaan, dan pendistribusian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui
Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Dengan
demikian semua Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung
jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit, sehingga
tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di
Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh
Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Kasus - kasus
1. Nyonya S yang baru saja melahirkan, mengalami koma selama dua
hari, setelah diadakan pemeriksaan ternyata pasien tersebut salah
mengkonsumsi obat. Seharusnya pasien mendapatkan obat
methylergotamin yang salah satu fungsinya yaitu untuk mengontrol
pendarahan pada melahirkan atau persalinan dan mempercepat
kembalinya kandungan (uterus) ke keadaan normal, sedangkan obat
yang diberikan oleh apotek yaitu obat yang mengandung
glibenclamide sebagai antidibetik yaitu menurunkan kadar gula
darah. Pasien mengalami koma karena tubuh pasien tidak dapat
mengatasi dengan cara mengeluarkan hormon yang menaikan gula
darah karena pasien bukan penderita diabetes. Dalam kasus ini,
apoteker telah melanggar pasal 3 ayat 3 Permenkes no 58 tahun 2014
tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
2. Rumah Sakit (RS) Permata, Kota Bekasi, Jawa Barat, mengakui ada
kelemahan saat melakukan verifikasi pembelian vaksin dari CV Azka
Medical. Manajer Pelayanan Medis Permata Bekasi Siti Yunita
mengatakan, telah terjadi kelalaian pada bagian farmasi rumah sakit
tersebut.