Anda di halaman 1dari 33

EFUSI PLEURA

Dita Ayu Pertiwi


FAA 114 016
• Pleura  Membran serosa tipis namun kuat, terdiri dari serat elastic,
kolagen, pembuluh darah dan pembuluh limfatik.
• Pleura
-Parietalis  Dinding dada, Diagfragma, Mediastinum
-Visceralis  Paru - paru
Pleura parietal dan visceral
berisi  1 lapis mesotel (yg
produksi cairan),
membrane basalis,
pembuluh darah, limfe 
Sifat semipermeabel
• Efusi pleura  adanya penumpukan cairan yang berlebih
pada rongga pleura Normalnya Cairan 10-20 ml u/
pelumas  cairan berlebih  tidak bisa diserap o/
pembuluh drainatik limfe di pleura.
• Efusi pleura dapat berupa cairan purulen mengandung pus,
disebut empiema atau piotoraks, hemotoraks jika rongga
pleura berisi darah, dan kilotoraks jika berisi cairan limfe.
• Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit  tapi bisa
merupakan sign dari suatu penyakit
Etiologi
• Neoplasma  Baik primer / hasil metastasis
• Kardiovaskular  CHF, Emboli Pulmo, Perikarditis, dekom kordis
• Problem pada abdomen  Ascites, Pankreatitis
• Infeksi --> TBC, Pneumonia
• Dll  SLE, Reumatik, Sindrom Nefrotik, CKD, Uremik Syndrome
Klasifikasi
• Efusi Pleura Transudat / Hydrothorax  Exmp : CHF, Hipoalbumin,
Atelektasis
• Efusi Pleura eksudat  Exmp : Pneumonia, penurunan drainase
limfatik,pleuritis, CA
Manifestasi Klinis
OBJEKTIF

• Subjektif
-Dyspneu
-Batuk
-Nyeri Dada

Bila ada infeksi, terdapat friction rub, atelektasis kompresif (kolaps


paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas bronkus
Pemeriksaan dalam keadaan
berbaring dan duduk akan
berbeda. Karena cairan akan
berpindah tempat.
Bagian yang sakit  kurang
bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan
vocal), pada perkusi didapati
daerah pekak,
Keadaan duduk  permukaan
cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
Segitiga Garland  daerah yang pada
perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu.
Segitiga Grocco-Rochfusz  daerah
pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain,
pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki. Pada
permulaan dan akhir penyakit
terdengar krepitasi pleura.
Pemeriksaan Penunjang

Pada kasus dengan jumlah


cairan sedikit, USG Thorax
 u/ memastikan cairan
dan penanda lokasi

u/ analisis cairan pleura


apakah jenis Transudat/
Eksudat. Pada stadium
lanjut  Pemeriksaan PA
LLD PA
Analisis Makroskopis
TATA LAKSANA
Torakosintesis
Alat
1. Sarung tangan steril
2. Spuit 5 cc dan 50 cc
3. Kateter vena nomor 16
4. Three way stopcock
5. Blood set
6. Lidocain 2%
7. Alkohol 70 %
8. Betadine
9. Kasa steril
10.Plester Pungsi pleura (torakosintesis) merupakan
tindakan invasif dengan insersi jarum melalui
11.Beberapa tabung/spuit untuk dinding toraks untuk mengeluarkan cairan
pemeriksaan spesimen. dari rongga pleura. Tujuan diagnostic 
mendapatkan spesimen cairan pleura untuk
pemeriksaan. Tujuan terapeutik 
mengurangi tekanan mekanik terhadap paru
Teknik
• Pasien diinstruksikan posisi duduk bila memungkinkan atau setengah duduk,
menghadap sandaran kursi dengan lengan berada di atas sandaran kursi.
• Tentukan tempat aspirasi dengan pemeriksaan fisik dan dengan bantuan foto toraks.
• Memberi tanda daerah yang akan dipungsi di linea aksilaris posterior, khususnya
tempat insersi di bawah batas redup pada pemeriksaan perkusi, di ruang interkostal,
tepi atas iga.
• Desinfeksi dengan kasa steril yang diberi betadine, dari arah dalam ke luar, lalu ulangi
dengan alkohol 70%. Pasang duk steril dengan lubang pada tempat yang akan
dipungsi.
• Anastesi lokal dengan lidocain 2% 2-4 cc dengan spuit 5 cc, diinfiltrasikan anestesi
lokal intradermal, tunggu sesaat kemudian lanjutkan ke arah dalam hingga terasa
jarum menembus pleura.
• Jika jarum telah menembus rongga pleura lalu dilakukan aspirasi di dalam kavum
pleura sampai spuit penuh, kemudian spuit dicabut.
• Luka bekas tusukan segera di tutup dengan kasa betadine.
• Selanjutkan tusukkan kateter vena nomor 16 di tempat tusukan jarum anastesi lokal dan
apabila telah menembus pleura, maka maindrain (piston) jarum dicabut.
• sambungkan bagian pangkal jarum dengan threeway stopcock (stopkran) dan spuit 50 cc
(untuk aspirasi).
• Dilakukan aspirasi sampai cairan memenuhi spuit 50 cc.
• Ujung threeway stopcock yang lain dihubungkan dengan blood set (untuk pembuangan).
• Dilakukan penutupan kran aliran threeway stopcock ke rongga pleura.
• Cairan dalam spuit dibuang melalui aliran blood set.
• Kran threeway stopcock kembali di putar ke arah rongga pleura dan dilakukan aspirasi
kembali 50 cc.
• Dilakukan evakuasi sampai jumlah cairan maksimal 1500 cc.
• Setelah selesai evakuasi kateter vena dicabut dan luka bekas tusukan ditutup dengan kasa
steril yang telah diberi betadine.
• Spesimen kemudian diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan.
Komplikasi Torakosintesis
• Pneumotoraks.
• Hematotoraks.
• Infeksi.
Hentikan sementara tindakan torakosentesis Dilanjutkan lagi 30 mt
kemudian / keesokan harinya
WSD
(Water Sealed Drainage)

Alat
1. Sarung tangan steril
2. Spuit 5cc Steril
3. Duk steril dengan lubang ditengah
4. Pisau bedah steril
5. Klem arteri lurus ukuran 15-17 m
steril
6. Needle holder dan jarum jahit kulit
steril
7. Benang ukuran 4 x 25cm
8. Selang untuk drain steril. (Dewasa
minimal 8 mm anak 6mm)
9. Lidokain untuk anastesi lokal
Teknik
• Bila mungkin, pasien dalam posisi duduk. Bila tidak, dalam posisi setengah
duduk,, atau tiduran dengan miring ke sisi yang sehat
• Tentukan tempat pemasangan WSD. Bila disebelah kanan, di sela iga VII atau VIII.
Kalau di kiri, di sela iga VIII atau IX linea aksilaris posterior atau kira – kira sama
tinggi dengan sela iga angulus inferior scapula. Bila dada di bagian depan, pilih
sela iga ke II garis midklavikula kanan atau kiri.
• Tentukan kira – kira tebal dinding thorax.
• Secara steril, berikan tanda pada selang WSD dari lubang terakhir selang WSD
tebal dinding thorax (misal dg ikatan benang)
• Cuci tempat yg akan dilakukan pemasangan WSD dan sekitarnya dengan
antiseptic lalu tutup dengan duk steril
• Anastesi daerah tempat masuknya selang WSD secara infiltrate dan ‘block’
• Insisi kulit subkutis dan otot dada di tengah sela iga
• Irisan diteruskan secara tajam menembus pleura
• Dengan klem arteri urus lubang diperlebar secara tumpul
• Selang WSD di klem dengan klem arteri dan dorong masuk ke rongga pleura
• Fiksasi selang WSD sesuai tanda pada selang WSD
• Daerah luka dibersihkan dan beri zalf agr kedap udara
• Selang WSD disambung dengan botol SD steril
• Bila mungkin dengan continuous suction dengan tekanan -24 sampai -32 cm
H2O
Perawatan WSD
• Luka WSD
Ganti Verband 3 hari sekali
Beri Zalf steril
• Perawatan selang dan botol WSD
1. Cairan diganti setiap hari. Diukur dan dicatat berapa cairan yang keluar
2. Cairan di botol WSD adalah cairan antiseptic
3. Lihat dan catat apakah ada undulasi atau gelembung udara keluar dari WSD atau
tidak setiap hendak mengganti
4. Penggantian botol harus ‘tertutup’ u/ mencegah udara masuk ke rongga pleura
yaitu dg meng-klem selang atau melipat dan diikat dg karet
5. Perhatikan sterilitas botol saat mengganti
6. Perhatikan kesealamatan kerja diri sendiri dg memakai sarung tangan
• Paru
1. Dg WSD diharapkan paru mengembang
2. Kontrol pengembangan paru dg pemeriksaan fisik dan radiologic
3. Latihan napas ekspirasi dan inspirasi dalam
4. Latihan batuk yang efisien
5. Pemberian antibiotika
6. Ekspektoran  cukup OBH
• Dinyatakan berhasil bila
1. Paru mengembang penuh
2. Darah tidak keluar lagi dari WSD
3. Tidak ada pus dari selang WSD
• Mengangkat WSD
1. Sediakan alat untuk mengangkat jahitan kulit yang steril
2. Kain ksa steril
3. Zalf steril
4. Teknik :
- Angkat jahitan
- Pada waktu pasien ekspirasi dalam dan menahannya, WSD diangkat dengan
menutup kain kasa steril yang mengandung zalf steril
• Dikatakan baik apabila
1. KU memungkinkan
2. Kontrol hari 1-2 pasca pengangkatan WSD paru tetap mengembang penuh
3. Tanda – tanda infeksi/ empyema tidak ada
Komplikasi pemasangan WSD
• Perdarahan intercostal
• Emfisema
• Kerusakan pada saraf interkosta
• Pneumothoraks recurrent
• Nyeri daerah pemasangan WSD saat bius lokal habis
• Infeksi
Komplikasi Efusi Pleura
• Infeksi
• Fibrosis Paru
Diagnosis Banding
1. Tumor paru
- Sinus tidak terisi
- Permukaan tidak concaf tetapi sesuai bentuk tumor
- Bila tumor besar dapat mendorong jantung
2. Pneumonia
- Batas atas rata / tegas sesuai dgn bentuk lobus
- Sinus terisi paling akhir
- Tidak tampak tanda pendorongan organ
- Air bronchogram ( + )
3. Pneumothorak
4. fibrosis paru
Prognosis
• Tergantung penyakit yang mendasari, pada kasus tertentu, dapat
sembuh sendiri setelah diberi pengobatan adekuat terhadap penyakit
dasarnya
DAFTAR PUSTAKA
• Lorraine W. Penyakit Paru Restriktif. Dalam : Price, Sylvia A, Lorraine
W, et al. Editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Ed.
6. Jilid.2. Kedokteran EGC ; Jakarta: 2005.
• Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta : Binarupa Aksara Publishing.

Anda mungkin juga menyukai