PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penyusun
dan pembaca mengenai Eritroderma dan sebagai salah satu syarat agar bisa mengikuti
ujian akhir di KSM Kulit dan Kelamin RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada hari Sabtu, 7 Agustus 2021, pukul 14.00 WIB dengan
pasien sendiri (auto-anamnesis) di Ruang Perawatan Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
3
dan keluhan membaik pasien diperbolehkan pulang. Namun setelah beberapa minggu
kemudian keluhan pasien kambuh kembali, kemudian pasien berobat ke dokter lagi
kemudian diberikan obat namun keluhann tidak membaik dan mata dan badan pasien
menjadi kekuningan. Pasien dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam dan obat untuk
keluhan kulit pasien dihentikan dan hanya fokus ke pengobatan penyakit kuning pada
pasien.
Demam (+), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah atau diare. Makan dan minum
rutin, BAB rutin setiap hari, BAK tidak ada keluhan.
4
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 112/70 mmHg
Laju nadi : 79 x/menit,tunggal regular, kuat angkat
Laju napas (RR) : 20x/menit, pernapasan thorako-abdominal
Suhu : 36,6 oC di axilla
d. Pemeriksaan Generalisata
1. Kepala : Normocepal (+)
2. Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+, refleks cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, edema
periorbital -/-,
3. Hidung : Simetris, Sekret minimal
4. Mulut : Labium oris pucat (-), sianosis (-), edema labia (+), lidah pucat
(-), atrofi papil lidah (-), faring hiperemis (-), tonsil T2-T2.
5. Leher : ■ Tekanan vena jugularis (JVP) normal
■ Pembesaran kelenjar getah bening (-)
■ Pembesaran tiroid (-)
6. Thorax
Pulmo
Inspeksi Simetris, ketertinggalan gerak (-).
Palpasi Fremitus vokal kanan = kiri, ekspansi dada kiri = kanan
Perkusi Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar di ICS V linea midclavicularis dextra
Batas paru-lambung di ICS VI linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi Suara dasar paru +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Cor
Inspeksi Thrill (-)
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V di LMCS
5
Perkusi Batas kiri di ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas dextra di linea sternalis dextra
Pinggang jantung di ICS II linea sternalis sinistra
Batas bawah di ICS VI linea sternalis sinistra
Auskultasi S1-S2 tunggal dan regular, murmur (-), gallop (-)
Heart rate = 79x/menit, tunggal regular, kuat angkat
7. Abdomen
Inspeksi Tampak datar, distensi (-) ikterik (+)
Auskultasi Bising usus 8x/menit (normal)
Palpasi Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi Timpani
8. Ekstremitas
Extremitas superior dextra Extremitas superior sinistra
Akral hangat, CRT <2 detik Akral hangat, CRT <2 detik
CRT < 2” CRT < 2”
Pucat palmar (-) Pucat palmar (-)
Claw hand (-) Claw hand (-)
Motorik : 5 Motorik : 5
9. Status Dermatologis
b. Pemeriksaan Imaging
Rontgen Thorax : Jantung dan Paru tidak tampak kelainan
USG Abdomen : Hepatosplenomegali ringan, Hydrops dengan sludge gall
bladder e.c kolesistitis akut
2.6. Tatalaksana
Inj. Metilprednisolon 1/3-0-0
PO Ceterizine 2 x 10 mg
Wajah : Betametason Cream + VA 2 dd u.e
Badan : Desoximetason Cream + VA 2 dd u.e
8
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah)
+ derma, dermatos (skin = kulit). Eritroderma adalah kelainan kulit yang
ditandai dengan adanya eritema universalis (90-100%), biasanya disertai
adanya skuama. Bila eritemanya antara 50-90% dinamai dengan pre-
eritroderma. Pada definisi tersebut yang mutlak harus ada ialah eritema,
sedangkan skuama tidak selalu terdapat, misalnya pada eritroderma karena
alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, baru
kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama. Pada eritroderma
yang kronik, eritroderma tidak begitu jelas, karena bercampur dengan
hiperpigmentasi. Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit
kulit yang telah ada sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis
10
spongiotik lainnya), reaksi hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi,
antibiotika, calcium channel blocker, dan bahan topikal), penyakit sistemik
termasuk keganasan, serta idiopatik (20%).
Eritroderma, disebut juga sebagai dermatitis eksfoliatif,
diperkenalkan pertama kali oleh Hebra pada 1868, merupakan kelainan kulit
inflamasi yang ditandai kulit eritem generalisata dan skuama yang luas
melibatkan 90% luas permukaan kulit. Eritroderma dan dermatitis eksfoliatif
merupakan satu perjalanan klinis, yakni tahap awal berupa kulit eritem
generalisata yang kemudian diikuti dengan pengelupasan kulit. Kata
‘eksfoliasi’ berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun
kadang-kadang tidak begitu terlihat, dan kata ‘dermatitis’ digunakan
berdasarkan terdapatnya reaksi eksematus.6
3.2. Epidemiologi
Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari
100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun
paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-
rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. Insiden
eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal
tersebut seiring dengan meningkatnya insidens psoriasis.
3.3. Etiologi
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik,
perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan. Pada banuyak
kasus eritroderma umumnya disebabkan kelainan kulit yang ada sebelumnya
(misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell lymphoma (CTCL)
atau reaksi obat. Identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu
dari sekian banyak kelainan kulit. 7 Penyakit kulit yang dapat menimbulkan
eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%, dermatitis spongiotik 20%,
11
alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary 5%.8
Secara morfologis gambaran eritroderma menyerupai beberapa kelainan
kulit dan penyakit sistemik, begitu pula akibat alergi obat-obatan tertentu,
berikut
Klasifikasi Eritroderma:
1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik.
Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat
menyebabkan eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang),
penisilin, barbiturat. Insiden ini dapat lebih tinggi karena kebiasaan
masyarakat sering melakukan pengobatan sendiri dan pengobatan secara
tradisional.9 Waktu mulainya obat masuk ke dalam tubuh hingga timbul
penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya
adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk ke dalam tubuh lebih
dari satu diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering
menyebabkan alergi.
12
memberi kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang
tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus
dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh (termasuk
pemeriksaan laboratorium dan foto thorax), untuk melihat adanya infeksi
penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada kalanya terdapat leukositosis
namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi bakterial yang
tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati.2
3.4. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui secara pasti.
Patogenesis eritroderma berkaitan dengan patogenesis penyakit yang
mendasarinya, dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang menjadi
eritroderma, atau perkembangan eritroderma idiopatik de novo tidaklah
sepenuhnya dimengerti. Penelitian terbaru imunopatogenesis infeksi yang
dimediasi toxin menunjukkan bahwa lokus patogenesitas
staphilococcus mengkodekan superantigen. Lokus-lokus tersebut mengandung
gen yang mengkodekan toxin dari toxic shock syndrome dan
staphylococcal scalded-skin syndrome. Kolonisasi staphylococcusa ureus
atau antigen lain merupakan teori yang mungkin saja seperti toxic shock
syndrome toxin-1, mungkin memainkan peranan pada patogenesis eritroderma.
Pasien-pasien dengan eritroderma biasanya mempunyai kolonisasi S. aureus
sekitar 83% dan pada kulit sekitar 17%, bagaimanapun juga hanya ada satu dari
pasien yang memiliki toxin S. aureus yang positif.
13
Dalam mempelajari patogenesis dari eritroderma membutuhkan
pengetahuan biologi normal dari epidermis. Seperti pada jaringan lainnya,
epidermis melakukan regenerasi secara rutin yang terjadi pada membrana
basalis, dan sel-sel ini berubah menjadi struktur keratin yang utuh melalui
proses selama 10-12 hari. Pada umumnya, sel-sel ini membutuhkan tambahan
sekitar 12-14 hari lagi di stratum korneum sebelum sel ini dilepaskan.3
Berdasarkan penelitian, jumlah skuama yang hilang pada manusia normal
antara 500-1000 mg/hari. Pengelupasan keratin paling banyak terjadi pada
telapak tangan, kulit kepala, dan dahi (kurang lebih 2-3,5 gr/m2 per 24 jam)
dan paling sedikit pada dada, lengan bawah dan tungkai bawah (0,1 gr/m2 per
24 jam). Karena tubuh mengkatabolisme 50-60 gr protein per hari,
pengelupasan kulit yang fisiologis ini berperan penting dalam metabolisme
protein secara keseluruhan.3
Patogenesis eritroderma masih menjadi perdebatan. Penelitian terbaru
mengatakan bahwa hal ini merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks
antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2,
IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor nekrosis faktor, dan
interferon-γ.19 Pada eritroderma terjadi peningkatan laju pengelupasan
epidermis. Meskipun beberapa peneliti memperkirakan sekitar 100 gr
epidermis hilang setiap harinya, tetapi pada beberapa literatur menyatakan
bahwa hanya 20-30 gr yang hilang. Pada skuama penderita eritroderma
ditemukan peningkatan jumlah asam nukleat dan hasil metabolismenya,
penurunan jumlah asam amino, dan peningkatan jumlah protein bebas.3
Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan,
perluasanpenyakit kulit dan penyakit sistemik) adalah berupa pelebaran
pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi
pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat
sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan
menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat
terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang
14
makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan
meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu.
Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan
peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi
meningkat sebanding laju metabolisme basal.2,3
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih
sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia
dengan berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama
gammaglobulin merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi,
kemungkinan disebabkan oleh pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler.2
Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku berupa
kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan
kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan
– bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif.9
Pada eritroderma ec alergi obat berbeda dengan eritroderma pada
umumnya yang biasanya disertai dengan eritem dan skuama. Pada
eritroderma ec alergi obat terlihat adanya eritem tanpa adanya skuama.
Skuama justru baru akan timbul pada stadium penyembuhan. 2
15
bervariasi, dari putih hingga kekuningan. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah
lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yang
disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia,
perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Pada eritroderma, skuama tidak selalu terdapat,
misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama,
skuama kemudian timbul pada stadium penyembuhan timbul.6,10
Sumber: www.your-doctor.net/dermatology_atlas
Kulit kepala dapat terlibat, yang akan meluas ke folikel rambut dan matriks
kuku. Kurang lebih 25% dari pasien mengalami alopesia, dan pada banyak kasus, kuku
akan mengalami kerapuhan sebelum lepas seluruhnya. Telapak tangan dan kaki
biasanya ikut terlibat, namun jarang mengenai membran mukosa. Sering terjadi pula
bercak hiper dan hipopigmentasi. Pada eritroderma kronis, eritema tidak begitu jelas
karena bercampur dengan hiperpigmentasi.2,6
Epidermis berukuran tipis pada awal proses penyakit dan akan terlihat dan
terasa tebal pada stadium lanjut. Kulit akan terasa kering dengan krusta berwarna
16
kekuningan yang disebabkan serum yang mengering dan kemungkinan karena infeksi
sekunder. Pada beberapa kasus, manifestasi klinis yang muncul pada eritroderma yang
akut menyerupai nekrolisis epidermal toksik, walaupun secara patofisiologi sangat
berbeda.6
Pada eritroderma karena penyakit kulit, penyakit sistemik dan obat- obatan,
sering dijumpai kelainan-kelainan yang mendasarinya, yang membantu dalam
menegakan diagnosis. Sering ditemukan plak psioriasis yang masih tersisa; papul atau
lesi oral likenplanus; gambaran pulau yang khas dari pitiriasis rubra; dan lesi papular
dari drug eruption.6 Gejala dari penyakit yang mendasari ini sering sulit ditemukan dan
harus diperiksa dengan cermat.3
Pasien mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi
hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh
pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik. Eritroderma akibat alergi
obat secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat
penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit
hanya eritem saja, setelah penyembuhan barulah timbul skuama.2,3 Pada eritroderma
akibat alergi obat, dapat disertai edema pada wajah dan leher.12,13
17
Gambar 3. Eritroderma karena alergi obat (gambar kiri); Red Man
Syndrome (gambar kanan)
Sumber: www.your-doctor.net/dermatology_atlas
3.6. Diagnosis
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah
ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan kuning-kemerahan
di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi, erosi, dan
ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa
skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma. Dengan beberapa
biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.2,6
18
3.7. Diagnosis Banding
Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma :
1. Dermatitis Atopik
19
dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra- existing, pruritus
yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sedangkan pada gambaran histologi
terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel, dermal eosinofil dan parakeratosis.3,8
2. Psoriasis
3. Dermatitis seboroik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin, didapatkan penurunan
hemoglobin, peningkatan eosinofil, dan peningkatan leukosit (pada infeksi
sekunder). Kadar imunoglobulin dapat meningkat, khususnya IgE. Albumin serum
menurun dan gamma globulin meningkat relatif. Didapatkan pula
ketidakseimbangan elektrolit karena dehidrasi.6
Pasien dengan eritrodetma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari
ketidakseimbangan nitrogen: edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya masa otot.
Beberapa penelitian menunjukan terdapat perubahan keseimbangan nitrogen dan
potasium ketika laju pembentukan skuama mencapai 17 gr/m2 per 24 jam.
2. Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu
mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi
kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi
proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi
edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.2
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin
pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti
bandlike limfoid infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuklear
atipikal dan Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom Sezary sering
menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin
21
kadang-kadang menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma.2
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit
menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan
gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis
papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada
pemfigus foliaseus, akantosis superficial juga ditemukan. Pada eritroderma
ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang
dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya. 2
3.9. Tatalaksana
22
3.10. Prognosis
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. EF berusia 22 tahun rujukan dari Sampit dengan keluhan muncul
bercak merah disertai rasa gatal dan kulit mengelupas sejak kuraang lebih 3 bulan yang
lalu. Awalnya pasien hanya mengeluh bercak kemerahan pada kulit tangan lalu pasien
berinisiatif meminum obat CTM dan Lerzin namun keluhan tidak membaik, lalu
kemudian pasien berobat ke mantri di sekitar rumah pasien kemudian pasien disuntik
dan diberikan obat minum namun pasien lupa nama obatnya, bebrapi hari kemudian
pasien keluhan pasien bertambah berat, meluas ke seluruh tubuh disertai kulit
mengelupas dan bertambah gatal, leher pasien membengkak dan pasien merasa sesak
nafas. Kemudian pasien dibawa ke rumah sakit dan dirawat selama kurang leabih 1
minggu, setelah kondisi pasien pulih dan keluhan membaik pasien diperbolehkan
23
pulang. Namun setelah beberapa minggu kemudian keluhan pasien kambuh kembali,
kemudian pasien berobat ke dokter lagi kemudian diberikan obat namun keluhann tidak
membaik dan mata dan badan pasien menjadi kekuningan. Pasien dirujuk ke dokter
spesialis penyakit dalam dan obat untuk keluhan kulit pasien dihentikan dan hanya
fokus ke pengobatan penyakit kuning pada pasien.
Demam (+), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah atau diare. Makan dan minum
rutin, BAB rutin setiap hari, BAK tidak ada keluhan.
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, cuaca atau benda
tertentu. Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit khusus
seperti asma, jantung dan diabetes melitus disangkal. Riwayat mengonsumsi obat CTM,
Lerzin, injeksi obat dari mantri dan obat minum. Pasien mengaku mandi 2-3 kali sehari
dengan sabun dan air bersih. Pasien menggunakan air sumur bor didekat rumahnya
untuk mandi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan patch eritema disertai skuama, berbatas tegas,
multiple kasar, berwarna putih, dan terdistribusi menyeluruh pada regio generalisata.
24
Tatalaksana pada pasien
Inj. Metilprednisolon 1/3-0-0
PO Ceterizine 2 x 10 mg
Wajah : Betametason Cream + VA 2 dd u.e
Badan : Desoximetason Cream + VA 2 dd u.e
Selain pemberian tatalaksan farmakologi berupa obat injeksi, oral dan obat topikal.
Pada pasien harus menghentikan penggunaan obat yang memicu munculnya keluhan
pada pasien.
Prognosis
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang
mendasarinya. Pada kasus ini karena adanya alergi obat, maka dapat membaik
setelah penggunaan obat dihentikan dan diberikan terapi yang sesuai.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pasien Tn. EF berusia 22 tahun, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang didiagnosa dengan Eritroderma e.c Drug Allergy. Pada pasien
ini diberikan terapi berupa injeksi Metilprednisolon, Ceterizin oral dan obat tokial
berupa Betametason Cream untuk wajah dan Desoximetason Cream untuk badan.
Prognosis pada pasien ini baik apabila obat yang memicu keluhan dihentikan dan
diberikan terapi yang sesuai.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
11. Schön MP, Boehncke WH. Psoriasis. N Engl J Med 2005;352:1899-912.
27