Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Luka bakar atau combustio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti
terkena air panas (scald), koboran api di tubuh (flame), jilitan api ke tubuh
(flash), tersentuh benda panas (contact), akibat serangan listrik, akibat bahan-
bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat rendah.1,2
Luka bakar akibat terkena air panas merupakan penyebab tersering
sedangkan penyebab kedua terbanyak merupakan luka bakar yang disebabkan
oleh api. Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka
morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan tempat
kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di
rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain.3
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Jenis
yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Trauma termal menimbulkan morbiditas
dan moratalitas yang cukup tinggi. Pada laporan kasus kali ini kita akan
membahas tentang seorang laki-laki berusia 26 tahun yang datang ke RSUD
Palembang BARI dengan keluhan Kulit wajah, leher, punggung, kedua tangan,
dan kedua kaki melepuh karena terbakar api sejak 1 jam sebelum masuk rumah
sakit.
Menguasai prinsip-prinsip dasar resusitasi awal pada penderita trauma dan
menerapkan tindakan sederhana pada saat yang tepat dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Prinsip yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi
akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta mempertahankan
hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan. Dokter penolong juga
harus waspada dalam melaksanakan tindakan untuk mencegah penyulit trauma
termal. Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan penderita dari lingkungan yang
berbahaya juga merupakan prinsip utama pengelolaan trauma termal. 1,4

1
BAB II
LAPORAN KASUS

1. Identifikasi Pasien
Nama : Tn. Ahmad Hidayatullah
Tanggal Lahir : 1 Januari 1992
No. RM : 56. 86. 93

2. Anamnesis
Keluhan Utama
Kulit wajah, leher, punggung, kedua tangan, dan kedua kaki melepuh
karena terbakar api sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan
Nyeri pada daerah luka di wajah, leher, punggung, kedua tangan, dan
kedua kaki.

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak ± 1 jam yang lalu pasien sedang menonton TV di rumahnya tiba-tiba
dari belakang adik ipar pasien menumpahkan bensin ke tubuh pasien dan
langsung membakar pasien dengan menggunakan korek api. Pelaku melakukan
tidakan tersebut karena dendam kepada pasien. Saat api menyambar pasien
langsung berguling-guling dilantai untuk mematikan api tersebut dan langsung
melepaskan pakaian kaos lengan pendek dan celana pendek yang ia kenakan.
Setelah api padam pasien langsung dibawa keluarganya ke Rumah Sakit
Umum Palembang BARI. Pasien mengeluh adanya nyeri didaerah luka bakar,
nyeri dirasakan seperti menyengat dirasakan terus menerus dan tidak menjalar.
Riwayat pingsan (-), sesak napas (-) mual (-), muntah (-), Riwayat kontak
cairan kimia (-), riwayat tersengat listrik (-).

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat Hipertensi (-), Alergi (-), Diabetes Melitus (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat :
Hipertensi (-), Alergi (-), Diabetes Melitus (-).

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4,V5,M6
Primary survey
A : Bebas, bulu hidung tidak terbakar
B : Spontan, frekuensi nafas 22x/menit, reguler, kedalaman cukup
C : CRT < 2 detik, tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi
110x/menit, temperature 36,8 ºC
D : GCS 15, E4M6V5

Secondary survey
1. Pemeriksaan Kepala:
Normocepali, rambut hitam, tampak rambut terbakar, pada wajah terdapat
luka bakar grade IIa
2. Pemeriksaan Mata:
Eksoftalmus (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor, refleks cahaya (+/+), subkonjungtiva bleeding (-/-), Raccon eye
(-/-), penglihatan kabur tidak ada, gerakan bola mata ke segala arah dan
simetris, lapangan penglihatan baik.
3. PemeriksaanTelinga
Liang telinga normal, serumen (-/-), sekret (-/-), nyeri tekan (-/-), gangguan
pendengaran (-), battle sign (-/-), terdapat luka bakar grade Iia

3
4. Pemeriksaan Hidung
Deformitas (-),nafas cuping hidung (-/-), sekret (-), Epistaksis (-), mukosa
hiperemis (-) bulu hidung terbakar (-)
5. Pemeriksaan Mulut dan Tenggorokan
Bibir sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-), gusi
hiperemis (-), uvula ditengah
6. Pemeriksaan Leher
JVP 5-1 H2O. Tumor (-), terdapat luka bakar grade IIa
7. Pemeriksaan Thorax
a. Paru
- Inspeksi : statis kanan sama dengan kiri, dinamis: tidak ada
Yang tertinggal, sela iga melebar (-), retraksi
intercostae (-), benjolan (-)
- Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, benjolan (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan kiri, batas paru
hepar ICS V linea midclavicula dextra
- Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar (-/-),wheezing (-/-)
b. Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak, vonsure cardiac (-)
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : Atas : ICS II linea sternalis sinistra
Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra
Kiri bawah : ICS VI linea midclavicula sinistra
- Auskultasi: HR: 110x/menit,BJ I & II (+) N, murmur (-), Gallop (-)
8. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi : datar, lemas, caput medusa (-), spider naevi(-), hematom
(-)
b. Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar lie tidak teraba
c. Perkusi : Tympani (+), shifting dullness(-) undulasi (-)
d. Auskultasi : Bising usus (+) 18 x/menit
9. Pemeriksaan punggung
Luka bakar grade IIa

4
10. Pemeriksaan Genitalia
Dalam batas normal

11. Ekstremitas
Ekstremitas superior terdapat luka bakar grade IIa dan ekstremitas
inferior terdapat luka bakar grade IIa-IIb, ikterik (-) eritem (+), nyeri otot
dan sendi (-),gerakan ke segala arah, kekuatan (+) 5, jari tabuh (-), eutoni,
atrofi (-), tremor (-), edema pada kedua lengan dan tangan(-), teraba
lembab,hiperpigmentasi (-), jari tabuh (-), edema (+)

Pemeriksaan VAS pada Tn. A

VAS Tn. A 4 maka digolongkan nyeri sedang


BB : 80 kg
TB : 170 cm

Status lokalis
Aborescent mark (-)
Regio capitis dan colli anterior et posterior
 Inspeksi : Tampak luka bakar grade II A 6% , hiperemis (+), edema (+) bulla (+)
 Palpasi : Nyeri tekan (+)
Regio Trunkus anterior et posterior
 Inspeksi : Tampak luka bakar grade IIA 16%, hiperemis (+), edema (+) bulla (+)
 Palpasi : Nyeri tekan (+)
Regio ekstremitas superior dextra et sinistra
 Inspeksi : Tampak luka bakar grade IIA 14%, hiperemis (+), edema (+) bulla (+)
 Palpasi : Nyeri tekan (+)

5
Regio ekstremitas inferior dextra et sinistra
 Inspeksi : Tampak luka bakar grade II A-II B 17% , hiperemis (+), edema (+)
bulla (+)
 Palpasi : Nyeri tekan (+)

Kepala dan leher :6%


Trunkus anterior :2%
Trunkus posterior : 14 %
Esktremitas atas kanan :7%
Ekstremitas atas kiri :7%
Ekstremitas bawah kanan : 6 %
Ekstremitas bawah kiri : 11 %
Genitalia :0%+
Total : 53 %

6
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Diperiksa 8 Juli 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 12,4 gr/dl 12-14 gr/dl
Leukosit 20.300/ul 5.000 – 10.000/ul
Trombosit 341.000/ul 15.000 – 400.000/ul
Hematokrit 37% 40-48 %
Hitung jenis
 Basofil 0% 0-1 %
 Eosinofil 2% 1-3%
 Batang 2% 2-6%

 Segmen 74 % 50 – 70 %

 Limfosit 16 % 20 – 40 %

 Monosit 7% 2- 8 %

Waktu perdarahan 2 detik 1-6 detik


Waktu pembekuan 10 detik 10-15 detik
Glukosa sewaktu 153 mg/dl <180 mg/dl
Ureum 24 mg/dl 20-40 mg/dl

7
Kreatinin 0,6 mg/dl 0,6-1,1 mg/dl
Na 129 mmol/dl 135-155 mmol/dl
K 3,1 mmol/dl 3,6-6,5 mmol/dl

5. Diagnosis
Diagnosis Banding
Combustio et causa termal
Combustio et causa zat kimia
Combustio et causa listrik
Combustio et causa radiasi

Diagnosis Kerja
Combustio grade IIa-IIb 53 % et causa termal

6. Tatalaksana
Non Farmakologi
 Merendam daerah luka bakar dalam air atau menyiraminya dengan air
mengalir selama ± 15 menit.
 O2 2-4 tpm via Nasal Kanul
 Kompres luka dengan menggunakan NaCl
 Pemberian cairan intravena menggunakan rumus baxter :
% luka bakar x BB x 4 ml
53% x 80 x 4 ml = 16.960 ml (separuh 8 jam pertama, separuh 16 jam
selanjutnya)
Maka, IVFD RL bolus cepat 8.480 ml untuk 8 jam pertama, 8.480 ml
untuk 16 jam berikutnya.
 Monitor resusitasi dengan memasang kateter. Urin (0,5-1 cc/kgBB/jam) =
40-80 cc/ jam.
 Edukasi pasien untuk sering menggerakkan atau melatih persendian yang
terkena lukar bakar agar tidak terjadi kontraktur.

8
Farmakologi
 Silver Sulphadiazine 10 mg
 Inj. cefriaxone 1x2 mg IV
 Inj. Ketorolac 2x30 mg IV

7. Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal 9 Juli 2018
Subjektif :
Nyeri di daerah terbakar yaitu di kulit wajah, leher, punggung, kedua tangan, dan
kedua, pusing.
Objektif :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Temperatur : 38,7oC
Nadi : 98 x/menit
RR : 22 x/m
Status lokalis : Hiperemis (+) sebagian, edema (+), Bulla (+)
Asessment :
Combustio grade IIa-IIb 53 %
Plan :
- Bed rest total
- Burnazin krim
- Inj. Ketorolac 30 mg IV
- Inj. Cefriaxone 1 gram IV

9
Tanggal 10 Juli 2018
Subjektif :
Nyeri di daerah terbakar yaitu di kulit wajah, leher, punggung, kedua tangan, dan
kedua, pusing.
Objektif :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Temperatur : 36,8oC
Nadi : 74 x/menit
RR : 20 x/m
Status lokalis : Hiperemis (+) sebagian, edema (+), Bulla (-)
Asessment :
Combustio grade IIa-IIb 53 %
Plan :
- Bed rest total
- Burnazin krim
- Inj. Ketorolac 30 mg IV
- Inj. Cefriaxone 1 gram IV

Tanggal 11 Juli 2018


Subjektif :
Nyeri di daerah terbakar yaitu di kulit wajah, leher, punggung, kedua tangan, dan
kedua, pusing.
Objektif :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Temperatur : 36,7oC
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/m
Status lokalis : Hiperemis (+) berkurang, edema (-), Bulla (-), kropeng (+)

10
Asessment :
Combustio grade IIa-IIb 53 %
Plan :
- Bed rest total
- Burnazin krim
- Inj. Ketorolac 30 mg IV
- Inj. Cefriaxone 1 gram IV

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1. Anatomi dan Fisiologi Kulit 2,5


Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar
dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang
dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi.
Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak,
umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis,
labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal
terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.

Gambar 3.1 Anatomi kulit

Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan
luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm

12
sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau
korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Kulit sangat kompleks,
elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh.

a) Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler.Terdiri
dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit,
Langerhans dan merkel.Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai
tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki.Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit.Terjadi
regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas
sampai yang terdalam):
1. Stratum Korneum.
Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum.
Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak
kaki dan telapak tangan.Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum.
Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah
dan sitoplasma terisi oleh granula keratohialin yang mengandung
protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum.
Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek
abrasi.Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan
tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak
tonofibril.Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai
lapisan Malfigi.Terdapat sel Langerhans.

13
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum).
Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam
pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui
setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak,
usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung
melanosit.

Fungsi epidermis adalah sebagai proteksi barier, organisasi sel,


sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi
(melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).

b) Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering
dianggap sebagai “True Skin”.Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong
epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis.Tebalnya
bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
 Lapisan papiler :tipis mengandung jaringan ikat jarang.
 Lapisan retikuler :tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang
dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat
dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali
dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan
dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit
terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah.Dermis juga
mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat.Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya
derivat epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis adalah sebagai struktur penunjang, mechanical
strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.

14
c) Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri
dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan
keadaan nutrisi individu.Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis
untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis adalah melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

Fungsi kulit adalah sebagai berikut :


1. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi,
misalnya zat-zat kimiawi terutama yang bersifat iritan, misalnya lisol,
karbol, asam, dan alkali. Gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi,
sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri
maupun jamur.
2. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan
uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi
respirasi. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel
menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar.
3. Fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi
atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat, dan
amonia. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan ini
selalu meminyaki kulit jua menahan evaporasi air yang berlebihan
sehingga kulit tidak menjadi kering.
4. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis
dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan–badan
ruffinidermis dan sukutis.

15
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan
ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah
kulit.
6. Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak
di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di
bawahnya dibawa oleh sel melanofag.
7. Fungsi Kreatinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama
yaitu keratinosit, sel langerhans, melanosis.
8. Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.

3. 2. Definisi dan Etiologi Luka Bakar 4


Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan
morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus
sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun
zat kimia. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi
oleh derajat panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke
tubuh (flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau
kontak dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas
dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radioaktif. Luka bakar kimia biasanya disebabakan oleh asam kuat atau
alkali yang biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.

16
3. Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan
terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada
jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun
ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif
untuk keperluan terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat
terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka
bakar radiasi.

Gambar 3.2 Tipe luka bakar


(Dikutip dari : Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus)

17
3. 3. Klasifikasi Luka Bakar
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar..4,6
1. Berdasarkan kedalamannya.
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya
pajanan suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka.
Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga
memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang
terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron,
selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi
lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar,
yaitu luka bakar derajat I, II, atau III:
 Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan
banyak jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar
derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara
sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan
keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar
derajat I adalah sunburn.

Gambar 3.3 Luka bakar derajat 1

18
 Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis
namun masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi
dan epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar
sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya
jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang
berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan
permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar
derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema
dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang
menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.

Gambar 3.4 Luka bakar derajat II

 Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin
organ atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa
jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan,
sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan
cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula,
karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan
sudah tidak intak.

19
Gambar 3.5 Luka bakar derajat III

 Luka bakar derjat IV


Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ
dibawah kulit seperti otot dan tulang.

Gambar 3.6 Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman

20
2. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan
mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin
kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas
seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka
bakar, yaitu:
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien.
Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh.
Luas luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II
atau III.
 Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa Pada dewasa
digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri,
paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki
kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus
ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada
orang dewasa.

Gambar 3.7 rule of nine pada orang dewasa

21
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki
lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil
berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

Gambar 3.7 rule of nine pada bayi, anak, dan dewasa

 Metode Lund dan Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi
massa tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk
estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia
tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat
menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai
14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap
tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai
nilai dewasa.

22
Gambar 3.8 Tabel Lund and Browder

3. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn


Association:
1. Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat II < 5%
b. Luka bakar derajat II 10% pada anak
c. Luka bakar derajat II < 2%
2. Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%
3. Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih

23
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan
genitalia/perineum.
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

3. 4. Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut mengalami destruksi,
sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan
oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat evaporasi yang berlebihan,
masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan
pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.4
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan
terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat,
dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan
produksi urin berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal
terjadi setelah delapan jam.4
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap
panas yang terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga.4
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin
tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas,
bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma.
Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat
meninggal. Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan

24
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini di
tandai dengan meningkatnya diuresis 4
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan
mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak
tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal,
pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman
penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita
sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi
kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat
berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai
antibiotik.4
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif
yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat
terjadi invasi kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat
menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal
sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi
enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah.4
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah
terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang
mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula
derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada
pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis
sehingga jaringan yang didarahinya nanti.4
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan
kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka
bakar demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman gram
positif, seperti stafilokokus atau basil gram negatif lainnya, dapat terjadi
penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus

25
infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman
yang menyebar di darah.4
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat
sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai
dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel
basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II
yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku
dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh
sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi
dapat berkurang atau hilang.4
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase
mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.Stres
atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan
gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai
tukak Curling.4
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit
yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh
pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh
karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan
menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat
yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat,
terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin
mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh
luasnya luka bakar.4

 Fase luka bakar


Luka bakar adalah cidera sistemik yang kompleks mengikuti kulit
yang terpapar energi panas. Mengikuti cidera panas, kulit mengalami tiga

26
urutan fase cidera: cidera fisik, cidera biokimia dan respon penolakan
jaringan nekrotik.7
Fase cidera fisik meliputi cidera langsung dan tidak langsung.
Segera setelah permukaan kulit terpapar sumber panas, cidera langsung
yang dihasilkan adalah nekrosis dari kulit yang berhubungan, dimana
disebut sebagai “directphysical thermal injury‟. Meskipun sumber panas
penyebab cidera langsung telah dihilangkan, panas tidak dapat hilang
dengan segera dari kulit.Panas yang tersisa berlanjut menghasilkan efek
panas yang kumulatif yang menyebabkan timbulnya cidera panas
sekunder pada kulit.Cidera sekunder biasanya berlangsung sekitar 6-12
jam. Hal ini disebut sebagai “indirect physical injury phase”.7
Cidera biokimia lokal dimulai dalam 1 jam sejak terkena panas dan
sampai dengan kira-kira 72 jam pasca luka bakar. Hal ini berlangsung
melalui fase reaksi biokimia panas dan fase reaksi radang biokimia pada
urutan waktu.Pada 1-2 jam pasca cidera luka bakar, terjadi peningkatan
permiabilitas kapiler yang signifikan pada jaringan yang cidera,
meskipun jaringan masih sehat, berdekatan dengan jaringan nekrosis
yang disebabkan oleh cidera panas langsung. Hal ini menghasilkan
eksudasi cairan intravaskuler ke arah permukaan luka dan ruang
interstisial selama iskemia jaringan terjadi. Secara bersamaan, jaringan
yangcidera tetapi masih sehat dan sel di daerah lesi, akan timbul edema
dalam kaitannya dengan kelainan metabolik. Pada waktu bersamaan,
kapiler yang permiabel melepas banyak substansi kimia dimana tidak
hanya di daerah local cidera dan merusak daerah sekeliling yang tidak
cidera, tetapi juga hasil cidera yang sistemik sesudah itu. Meskipun hal
ini tidak diketahui dengan pasti apasubstansi kimia tersebut, tampak
didalamnya adalah histamin, 5-HT, ion hidrogen, kinin, bradikinin dan
lainnya. Fase ini disebut sebagai “thermal biochemicalreaction phase‟.7
Dalam 2 jam kemudian, reaksi biokimia panas
berlanjutmempengaruhi jaringan sehat di daerah cidera menyebabkan
rangkaian reaksiradang. Permulaan reaksi patologik radang pada daerah
cidera mungkin dihasilkanpada cidera patologik yang spektrum

27
penuh.Sebagai contoh, reaksi radangmengaktivasi sistem koagulasi darah
untuk mempengaruhi thrombosismikrosirkulasi yang progresif, dimana
mungkin menyebabkan nekrosis padacidera tetapi juga jaringan sehat dan
mungkin juga menghasilkan pada iskemikdan nekrosis anoxic pada
jaringan yang tidak cidera disekitarnya. Proses inimungkin berakhir
dalam 72 jam pasca luka bakar dan proses ini disebut sebagai
“biochemical inflammatory reaction phase”.7
Dalam 72 jam pasca luka bakar, jaringan luka memasuki fase
reaksi penolakan, dimana respon jaringan sehat yang menyebabkan
kehancuran dari jaringan nekrosis dan sel pada daerah lesi yang
berhubungan. Biasanya bercampur dan luas, proses reaksi ini utamanya
terkandung tiga patogenesis: (1) disintegrasi histiosit nekrotik pada
cidera yang berhubungan; (2) regenerasi histiosit sehat daerah lesi yang
berhubungan; (3) infeksi mikroba pada cidera yang berhubungan.
Disamping reaksi radang, disintegrasi histiosit nekrotik mungkin
mempengaruhi pencairan sel pada cidera yang berhubungan dan sangat
penting, akumulasi hasil pencairan sel berlanjut dengan bertambahnya
jaringan cidera.7
Sementara itu, sisa jaringan sehat pada cidera yang berhubungan
mulai regenerasi dengan sendirinya ketika jaringan yang rusak menjadi
substansi yang destruktif yang tidak menguntungkan bagi lingkungan
untuk regenerasi sel, dengan demikian dapat mempengaruhi inflamasi
yang serius. Kombinasi dua patogenesis diatas mengganggu habitat flora
normal di kulit dan menyebabkan destruksi mikroba di daerah cidera,
dimana keduanya selanjutnya akan menyebabkan kerusakan menjadi
lebih buruk dan mungkin suatu saat menghasilkan cidera sistemik. Proses
ini disebut sebagai “rejection injury of necrotic tissues” dan ini adalah
akhir dari cidera primer pada luka bakar.7

28
 Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar : 7
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan
sumber panas dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang
irevisibel disebabkan oleh koagulasi constituent proteins.
2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini
mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit
sehingga penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas
kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir
dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi,
jaringannya masih viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini
kecuali jika terjadi sepsi berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.

Gambar 3.9 Zona luka bakar dan efeknya terhadap resusitasi


adekuat dan inadekuat.

29
 Respon Sistemik
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat
terjadinya luka bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai
30% luas permukaan tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai
efek sistemik tersebut berupa: 4
1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas
vaskuler yang menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari
intravaskuler ke interstitial. Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah
splanchnic dan perifer. Kontratilitas miokardium menurun,
kemungkinan adanya tumor necrosis factor-α (TNF-α). Perubahan ini
disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan
hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan
bronkokontriksi, dan pada luka bakar yang berat dapat timbul
Respiratory Distress Syndrome (RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga
3 kali lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi
splanchnic menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral
secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan mempertahankan
integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang
mempengaruhi sistem imun humoral dan seluler

Gambar 3.10 Respon sistemik terjadi setelah luka bakar

30
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan
epitel akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator
proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-
system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena
gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan
sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi
(sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.4

3. 5. Kriteria Perawatan Luka Bakar


Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association
yang digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus
di unit luka bakar adalah seperti berikut 3,8
1. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur
kurang dari 10 tahun atau lebih dari 50 tahun.
2. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia
lainnya.
3. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, amlat
kelamin, perineum, atau sendi utama.
4. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada
semua kelompok usia.
5. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
6. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya
yang bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan,
atau mempengaruhi kematian.
7. Luka bakar kimia.
8. Trauma inhalasi

31
9. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana
luka bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan
mortalitas.
10. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit
perawatan anak yang berkualitas maupun peralatannya.
11. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti
sosial, emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada
anak.

3. 6. Penatalaksanaan3,4
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar
di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya
adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan
memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau
menempel pada kulit tidka bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat
disiramkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air
dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan
vasokonstriksi.

Primary Survey
 Airway, yakni membebaskan jalan nafas agar pasien dapat tetap bernafas
secara normal jika terdapat sumbatan jalan nafas
 Breathing, mengecek kecepatan pernafasan yakni sekitar 20 x/ menit
 Circulation, melakukan palpasi pada nadi untuk mengecek pulsasi yang
pada orang normal berkisar antar 60 – 100 x/ menit
 Disability
o Periksa kesadaran.
o Periksa ukuran pupil.
 Environment
o Jaga pasien dalam keadaan hangat.

32
Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering and comforting. Untuk pertolongan pertama
dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan
pada fasilitas kesehatan
 Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan
pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk
sampai pada fase cleaning.
 Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan
menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia
(penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua).
Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar –
Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap
memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk
luka yang terlokalisasi – Jangan pergunakan es karena es menyebabkan
pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan
memperberat derajat luka dan risiko hipotermia – Untuk luka bakar
karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air
mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka
bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru
disiram air yang mengalir.
 Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi
rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses
penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
 Chemoprophylaxis : Pemberian krim silver sulvadiazin untuk
penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial.
Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan
hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
 Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan
derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa
atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah
pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi
akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega,

33
minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan
meningkatkan risiko infeksi.
 Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.

Tentukan luas luka bakar


Telah dibahas sebelumnya.

Resusitasi cairan (jika berindikasi)


Resusitasi cairan diindikasikan bila luas luka bakar > 10% pada
anak-anak atau > 15% pada dewasa. Tujuan resusitasi cairan pada syok luka
bakar adalah:
 Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
 Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak
diperlukan.
 Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk
menjamin survival seluruh sel
 Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus


ditentukan secara teliti. Kemudian, jumlah cairan infus yang akan diberikan
dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung jumlah cairan ini.3
Cara Evans adalah sebagai berikut : 1) luas luka (%) x berat badan
(kg) menjadi ml NaCl per 24 jam ; 2) luas luka (%) x berat badan (kg)
menjadi plasma per 24 jam. Keduanya merupakan pengganti cairan yang
hilang akibat udem. Plasma dibutuhkan untuk mengganti plasma yang
keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis sehingga
mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah
keluar; 3) sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan
2.000 cc glukosa 5% per 24 jam.3

34
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari kedua.Penderita mula-mula dipuasakan karena peristaltis
usus terhambat pada keadaan prasyok, dan mulai diberikan minum segera
setelah fungsi usus normal kembali. Kalau diuresis pada hari ketiga
memuaskan dan penderita dapat minum tanpa kesulitan, infus dapat
dikurangi, bahkan dapat dihentikan.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah
menggunakan rumus Baxter, yaitu
% x BB x 4 ml
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam.Hari pertama terutama diberikan elektrolit, yaitu
larutan ringer-laktat karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan
setengah cairan hari pertama.Pemberian cairan dapat ditambah jika perlu,
umpamanya bila penderita dalam keadaan syok, atau jika diuresis kurang.
Tekanan darah kadang sulit diukur dan hasilnya kurang dapat
dipercaya. Pengukuran produksi urin tiap jam merupakan alat monitor yang
baik untuk menilai volume sirkulasi darah. Pemberian cairan cukup untuk
dapat mempertahankan produksi urin 1,0 mL/kgBB/jam pada anak-anak
dengan berat badan 30 kg atau kurang, dan 0,5-1 ml/kgBB/jam pada orang
dewasa.
Resusitasi luka bakar yang ideal adalah mengembalikan volume
plasma dengan efektif tanpa efek samping. Kristaloid isotonic, cairan
hipertonik, dan koloid telah digunakan untuk tujuan ini, namun setiap cairan
memiliki kelebihan dan kekurangan. Tak satupun dari mereka ideal, dan tak
ada yang lebih superior dibanding yang lain.
1. Kristaloid isotonik
Kristaloid tersedia dan lebih murah dibanding alternative lain.
Cairan RL, cairan Hartmann (sebuah cairan yang mirip dengan RL) dan
NaCl 0,9% adalah cairan yang sering digunakan. Ada beberapa efek
samping dari kristaloid: pemberian volume NaCl 0,9% yang besar
memproduksi hyperchloremic acidosis, RL meningkatkan aktivasi

35
neutrofil setelah resusitasi untuk hemoragik atau setelah infus tanpa
hemoragik. RL digunakan oleh sebagian besar rumah sakit mengandung
campuran ini. Efek samping lain yang telah didemonstrasikan yaitu
kristaloid memiliki pengaruh yang besar pada koagulasi.
Meskipun efek samping ini, cairan yang paling sering digunakan
untuk resusitasi luka bakar di Inggris dan Irlandia adalah cairan
Hartmann (unit dewasa 76%, unit anak 75%). Sedangkan RL
merupakan tipe cairan yang paling sering digunakan di US dan Kanada.
2. Cairan hipertonik
Pentingnya ion Na di patofisiologi syok luka bakar telah
ditekankan oleh beberapa studi sebelumnya. Na masuk ke dalam sel
shingga terjadi edema sel dan hipo-osmolar intravascular volume
cairan. Pemasangan infus cairan hipertonik yang segera telah
dibuktikan meningkatkan osmolaritas plasma dan membatasi edema sel.
Penggunaan cairan dengan konsentrasi 250 mEq/L, Moyer at al. mampu
mendapatkan resusitasi fisologis yang efektif dengan total volume yang
rendah dibandingkan cairan isotonic pada 24 jam pertama. Namun
Huang et al. menemukan bahwa setelah 48 jam pasien yang diterapi
dengan cairan hipertonik atau RL memberikan hasil yang sama. Mereka
juga mendemonstrasikan bahwa resusitasi cairan hipertonik
berhubungan dengan peningkatan insidens gagal ginjal dan kematian.
Saat ini, resusitasi dengan cairan hipertonik menjadi pilihan menarik
secara fungsi fisiologis sesuai teorinya, tetapi memerlukan pemantauan
ketat dan resiko hipernatremi dan aggal ginjal menjadi perhatian utama.
3. Koloid
Kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar komparemen
vaskular memberikan kontribusi pada pembentukan edema. Kebocoran
kapiler bisa bertahan hingga 24 jam setelah trauma bakar. Peneliti lain
menemukan ekstravasasi ekstravasasi albumin berhenti 8 jam setelah
trauma bakar. Koloid sebagai cairan hiperosmotik, digunakan untuk
meningkatkan osmolalitas intravascular dan menghentikan ekstravasasi
kristaloid.

36
Obat-Obatan
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah
infeksi.Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif
terhadap pseudomonas.Bila ada infeksi, antiobiotik diberikan berdasarkan
biakan dan uji kepekaan kuman.3 Obat supportif diatas diberikan secara
rutin.Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak stress) dan
antipiretik diberikan bila suhu tinggi.
Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan , salep atau krim.
Antibiotik dapat diberkan dalam bentuk sediaan kasa (tulle). Antiseptik
yang dipakai adalah yodium povidon atau nitras argenti 0,5%. Kompres
nitras argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik
untuk membunuh kuman. Obat ini mengendap sebagai garam sulfida atau
klorida yang berwarna hitam sehingga mengotori semua kain. Obat lain
yang banyak dipakai adalah zilversulfadiazin, dalam bentuk krim 1%. Krim
ini sangat berguna karena bersifat bakteriostatik , mempunyai daya tembus
yang cukup efektif tehadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi,
dan aman. Krim ini dioleskan tanpa pembalut dan dapat dibersihkan dan
diganti setiap hari.

Kebutuhan nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT).
Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60%
karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili
usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat
membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negative pada fase katabolisme, yaitu sebanyak
2.500-3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.

37
Ada pun kebutuhan nutrisi pada penderita luka bakar :
 Minuman diberikan pada penderita luka bakar :
- Segera setelah peristaltis menjadi normal
- Sebanyak 25ml/kgbb/hari
- Sampai diuresis sekurang-kurangnya mencapai 30ml/jam
 Makanan diberikan oral pada penderita luka bakar:
- Segera setelah dapat minum tanpa kesulitan
- Sedapat mungkin 2500kalori/hari
- Sedapat mungkin mengandung 100-150 gr protein/hari
 Sebagai tambahan diberikan setiap hari :
- Vitamin A, B, dan D
- Vitamin C 500 mg
- Fe sulfat 500 mg
- Antasida

Terapi pembedahan pada luka bakar


1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan
debris (debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari
(biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini
adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat.
Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses
inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan
proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi
edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat
mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun
menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan
semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu
yang diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi
komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini

38
didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic”
(lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-
mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya
proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka.
Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan
tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan
resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan
menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut
membuat tindakan eksisi semakin sulit.

Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan


pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk
mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan
ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan
“split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan
mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Eksisi dini
diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior.
Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan
dari metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan
waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka

39
3. 7. Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi
dan grafting. Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS,
sepsis dan MODS. Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat
terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus
menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena
perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering
terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada
fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa
jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit dapat
menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi
memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan
tindakan bedah.1

3. 8. Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti
infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini
dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat
dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut.
Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus,
pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut.1,4

40
BAB IV
PEMBAHASAN

Tn. A, usia 26 tahun datang ke IGD RSUD Palembang Bari dengan keluhan
kulit wajah, leher, punggung, kedua tangan, dan kedua kaki melepuh dan nyeri
karena terbakar api sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien sedang
menonton TV di rumahnya tiba-tiba dari belakang adik ipar pasien menumpahkan
bensin ke tubuh pasien dan langsung membakar pasien dengan menggunakan
korek api. Pelaku melakukan tidakan tersebut karena dendam terhdap pasien. Saat
api menyambar pasien langsung berguling-guling dilantai untuk mematikan api
tersebut. Setelah api padam pasien langsung dibawa keluarganya ke Rumah Sakit
Umum Palembang BARI. Pasien mengeluh adanya nyeri didaerah luka bakar,
nyeri dirasakan seperti menyengat dirasakan terus menerus dan tidak menjalar.
Adanya nyeri menandakan luka bakar derajat II yaitu lesi melibatkan epidermis
dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel vital yang bisa
menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Gambaran luka bakar berupa gelembung
atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan
permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri. Riwayat pingsan (-), sesak napas (-)
mual (-), muntah (-) menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami keracunan CO.
Riwayat kontak cairan kimia (-), riwayat tersengat listrik (-) menunjukkan luka
bakar yang dialami pasien bukan luka bakar akibat zat kimia ataupun listrik. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan pada regio kepala dan leher, trunkus anterior
posterior, Esktremitas atas kanan kiri , dan Ekstremitas bawah kanan kiri tampak
kesan luka bakar, nyeri (+), edema (+), eritema (+), bulla (+). Pada pemeriksaan
penunjang ditemukan leukositosis, hematokrit menurun, neutrofil segmen
meningkat, hiponatremi dan hipokalemi.
Pasien datang masih dalam fase akut luka bakar. Maka perlu diperhatikan
ABCD dari pasien. Airway : Bebas, bulu hidung tidak terbakar, Breathing :
Spontan, dada simetris, frekuensi nafas 22x/menit, reguler, kedalaman cukup, Rh
-/-, Wh -/-, bunyi pernapasan vesikuler, tipe pernapasan thoracoabdominal,
Circulation : CRT < 2 detik, tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi

41
110x/menit, temperature 36,8 ºC, Disability : GCS 15, E4M6V5, pupil isokor. Bulu
hidung tidak terbakar menunjukkan bahwa tidak terjadi trauma inhalasi. Tanda-
tanda hambatan jalan nafas seperti sesak, stridor dan suara serak tidak ditemukan
pada pasien. Hal ini juga menyingkirkan terjadinya edema laring yang bisa
menimbulkan gejala hambatan jalan nafas. Pernafasan yang normal menandakan
bahwa tidak ada eskar yang melingkar yang dapat menghalangi pergerakan
pasien. Tekanan darah meningkat dan takikardi menandakan bahwa pasien
mengalami gangguan kadiovaskular, dimana terjadi peningkatan permeabilitas
vaskuler yang menyebabkan protein keluar dan cairan dari intravaskular ke
intertitial dan terjadi vasokontriksi pembuluh darah perifer dan menyebabkan
takikardi.
Pada tubuh ditemukan luka bakar di region kepala dan leher 6 %, trunkus
anterior 2 %, trunkus posterior 14 %, esktremitas atas kanan 7 %, ekstremitas atas
kiri 7 %, ekstremitas bawah kanan 6 %, dan ekstremitas bawah kiri 11 %. Kesan
luka bakar nyeri (+), edema (+), eritema (+), bulla (+). Luas luka ditentukan
menurut diagram rules of nine dari Wallace. Total luas luka bakar mencapai 53 %
dengan grade II A – II B, sehingga digolongkan ke dalam luka bakar berat.
Luka bakar pada pasien ini digolongkan luka bakar derajat II A – II B
sebab kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi
inflamasi akut dan proses eksudasi, ditemukan bula, dasar luka berwarna merah
atau pucat dan nyeri akibat iritasi ujung saraf sensorik. Luka bakar pada pasien
tidak digolongkan dalam derajat I sebab pada luka bakar derajat I kelainannya
hanya berupa eritema, kulit kering, nyeri tanpa disertai eksudasi. Luka bakar juga
tidak digolongkan dalam derajat III sebab pada luka bakar derajat III dijumpai
kulit terbakar berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih rendah (cekung)
dibandingkan kulit sekitar dan tidak dijumpai rasa nyeri/hilang sensasi akibat
kerusakan total ujung serabut saraf sensoris.
Edema dan bulla terjadi akibat adanya gangguan vaskularisasi yang
menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat, tekanan osmotik koloid menurun
sehingga air, protein yang terkandung dalam vaskular berpindah ke jaringan
interstisial. Hiperemis terjadi akibat adanya peningkatan aliran darah pada zona
ini, dimana belum terjadi kerusakan jaringan namun tubuh sudah mempersiapkan

42
untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan dengan meningkatkan aliran darah
pada daerah ini.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, tidak ditemukan tanda-tanda sindrom
kompartemen, seperti pain, pallor (pucat), paralisis (kelemahan), pulselessness
(denyut nadi melemah). Dimana Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi
dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial pada kompartemen osteofasial
yang tertutup akibat meningkatnya permeabilitas kapiler akibat terpajan suhu
tinggi yang menyebabkan terjadinya perpindahan cairan yang berasal dari jaringan
interstisial. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan
oksigen jaringan.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis. Peningkatan
leukosit ini disebabkan oleh reaksi inflamasi pada fase akut luka bakar.
Hiponatremi dan hipokalemi pada pasien ini akibat permeabilitas kapiler
meningkat, tekanan osmotik koloid menurun sehingga air, protein yang
terkandung dalam vaskular berpindah ke jaringan interstisial.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama ± 15
menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi
berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses
ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan
mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu, merendam
bagian yang terbakar selama ± 15 menit pertama dalam air sangat bermanfaat
untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan tidak meluas.
Resusitasi cairan perlu dilakukan karena luka bakar mencapai 53%,
menggunakan rumus Baxter, maka kebutuhan cairan dapat dihitung :
% luka bakar x BB x 4 ml = 53% x 80 x 4 ml = 16.960 ml
dari total cairan yang harus diberikan dalam 24 jam pertama, dibagi dalam dua
pemberian yaitu cairan pada 8 jam pertama dan 16 jam kedua. Karena resusitasi
seharusnya dimulai sejak terjadinya trauma bakar sedangkan pasien datang ke
rumah sakit 1 jam setelah kejadian, sehingga tersisa 7 jam dari yang seharusnya 8
jam pertama untuk melakukan resusitasi 8.480 cc diberikan pada 7 jam pertama
kemudian 8.480 cc yang diberikan pada 16 jam selanjutnya.

43
Cairan yang digunakan yaitu Ringer Laktat (RL). Hal yang dimonitor
selama resusitasi yaitu output urin 0,5 – 1 mL/kg BB/jam dan tanda-tanda vital.
Kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar kompartemen vaskular
memberikan kontribusi pada pembentukan edema. Kebocoran kapiler bisa
bertahan hingga 24 jam setelah trauma bakar. Sehingga pemberian koloid tidak
dianjurkan pada 24 jam pertama.
Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar. Luka bakar dibersihkan dengan
air hangat yang mengalir. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menurunkan suhu
di daerah cedera, sehingga dapat menghentikan proses kombusio pada jaringan.
Kemudian diberikan krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi. Untuk
menutup luka, digunakan kasa lembab steril menggunakan cairan NaCl untuk
mencegah penguapan. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam.
Cefriaxone diberikan sebagai antibiotic. Diberikan antibiotik pada luka
bakar karena luka bakar yang tidak steril diakibatkan oleh kontaminasi pada kulit
mati, yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan
mempermudah infeksi. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal
dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas
dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Selain pemberian antibiotik,
pasien juga diberikan analgetik golongan NSAID untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan oleh pasien.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Moenadjat,Y. Resusitasi Luka Bakar. Dalam: Moenadjat Y, editor. Luka


bakar Masalah dan Tatalaksana. Edisi ke-4. FKUI: Jakarta. 2009. hal. 1-13,
113-75
2. Holmes JH, Heimbach DM. Burns. In: Brunicardi CF, Andersen DK, Billiar
TR, Duno DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwart’z Manual of Surgery.
8th Ed. McGRAW-HILL: New York. 2006. hal. 139-64
3. Jenkins, A. Emergent Management of Thermal Burns. [online]. 2018 Juli 20..
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/769193-
overview#showall
4. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Luka. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
2006. EGC: Jakarta. hal.73-81
5. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam :
Surabaya Plastic Surgery. Hal 178
6. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. hal 245-259
7. Xu, R.X. 2004. Burns regenerative medicine and therapy. Reinhardt Druck,
Basel. Switzerland. Hal : 13-16
8. Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH,
Beasley RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spoor SL. Grabb and
Smith’s Plastic Surgery. 6th Ed. Wolters Kluwer/Lippincott Williams &
Wilkins: Philadelphia. 2007. hal. 132-49

45

Anda mungkin juga menyukai