Anda di halaman 1dari 26

HUBUNGAN

KUALITATIF
STRUKTUR-
AKTIVITAS
TIM KIMIA
MEDISINAL
FFS
UHAMKA
MATERI
1. Aktivitas obat
a. fase farmakokinetik
b. aktivitas intrinsik
c. in vitro dan in vivo
d. senyawa multipoten
2. Hubungan struktur aktivitas
3. Pengukuran kuantitatif aktivitas biologis
AKTIVITAS OBAT
Fasa III
Fasa II
Ketersediaan biologis Distribusi,
Absorbsi metabolisme, ekskresi
Darah pH 7,4

Ketersediaan farmasetik
Kadar senyawa
Saluran cerna aktif
Lambung pH 1-3
Usus pH 5-8

Kelarutan Interaksi
Fasa IV
Fasa I obat-reseptor
Dispersi molekul

Rangsangan

Senyawa Respon
Fasa V
aktif efek

Bentuk sediaan Efek biologis


AKTIVITAS PADA FASE
FARMAKOKINETIK
 Faktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetik
adalah:
 Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti: CIS, CES
(plasma darah, cairan interstitial, CSF) dan berbagai fasa lipofil
dalam tubuh.

 Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis


yang dapat berikatan dengan obat

 Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis

 Dosis dan sediaan obat, transpor antar kompartemen seperti


proses absorbsi, bioaktivasi, biodegradasi dan ekskresi, yang
menentukan lama obat di dalam tubuh
AFINITAS & AKTIVITAS
INTRINSIK
 Molekul obat harus mengandung bagian yang
bebas untuk menunjang interaksi obat-
reseptor.
 Parameter induksi efek pada reseptor
spesifik adalah sbb:
 Afinitas: ukuran kemampuan obat untuk
mengikat reseptor. Sangat tergantung pada
struktur molekul obat dan sisi reseptor
 aktivitas intrinsik: ukuran kemampuan obat
untuk memulai timbulnya respon biologis.
Merupakan karakteristik dari senyawa agonis
AKTIVITAS PADA PERCOBAAN IN
VIVO DAN IN VITRO
 Pada percobaan in vivo:
 aktivitasbiologis ditentukan oleh banyak kondisi (biologi,
biokimia, biofisika).
 Hubungan struktur-aktivitas sering tidak memuaskan
karena banyaknya perbedaan tiap individu  karantina
untuk meminimalkan perbedaan
 Pada percobaan in vitro:
 Menggunakan organ terisolasi, pengaruh transpor,
perubahan kimia, metabolisme dan ekskresi minimal dan
distribusi menjadi sederhana  hubungan struktur-
aktivitas menjadi lebih jelas
 Diperoleh info tentang: sifat fisika kimia obat yang
berperan dalam aktivitas, bagian struktur molekul yang
berinteraksi dengan reseptor, dan penyebab dari efek
AKTIVITAS SENYAWA
MULTIPOTEN
 Beberapa senyawa dari satu turunan obat
dapat menunjukkan aktivitas biologis yang
bermacam-macam.
 Contoh: turunan fenilalkilamin ex: efedrin,
fenilefrin, isoprenalin dan deoksiepinefrin
menunjukkan adanya perbedaan variasi
aktivitas adrenergik, yaitu:
AKTIVITAS ADRENERGIK
 Senyawa adrenergik dengan aktivitas tidak
langsung seperti efedrin, bekerja dengan
melepaskan norepinefrin dari tempat
penyimpanan di ujung saraf
 Senyawa adrenergik dengan aktivitas
langsung yang dibedakan menjadi 3
kelompok yaitu, senyawa α-adrenergik
(fenilefrin), β-adrenergik (isoprenalin) dan
pemblok adrenergik (propranolol)
VARIASI KOMPONEN PADA SENYAWA
MULTIPOTEN DISEBABKAN OLEH:
 Interaksi obat dengan tipe reseptor yang
berbeda, ex: prometazin (turunan fenotiazin)
dapat menimbulkan efek antihistamin,
antikolinergik dan pemblok α-kolinergik karena
bagian strukturnya dapat berinteraksi dengan
tipe reseptor yang berbeda
 Tipe molekul yang berbeda molekul obatnya
sendiri menimbulkan efek dan metabolitnya
juga dapat menimbulkan efek yang lain, ex:
asetaminofen (analgesik), di dalam tubuh
dimetabolisme menjadi p-aminofenol
(methemoglobin)
CON’T…
 Aspek yang mendasar dari satu tipe unit aksi
farmakologis, ex: penghambat sekresi HCl dan
gerak lambung, aktivitas midriatik,
penghambatan pada sekresi air ludah dan
keringat dari senyawa kolinergik. efek-efek
tersebut praktis tidak dapat dipisahkan.
 Perbedaan distribusi, ex; aktivitas senyawa
pemblok adrenergik dan antihistamin pada SSP
akan hilang karena pembentukan senyawa
turunan amonium kuarterner yang mudah
terionisasitidak dapat melewati BBB tidak
dapat mencapai titik aksinya pada SSP
HUBUNGAN STRUKTUR-
AKTIVITAS
 Hubungan sifat fisika kimia dan aktivitas
 Perubahan struktur pada gugus nonkritik (bukan
gugus fungsi) tidak mengubah aktivitas obat pada
uji in vitro.

 Gugusyang besar dan bersifat nonpolar pada


molekul obat dapat ditoleransi asal tidak
menggannggu ikatan obat-reseptor. Gugus yang
besar meningkatkan lipofilitas dan kemampuan
senyawa membentuk ikatan hidrofob 
mempengaruhi potensi obat
HUBUNGAN STRUKTUR KIMIA DAN
AKTIVITAS BOLOGIS OBAT DENGAN
TEMPAT AKSI YANG SAMA
1. Hubungan langsung antara struktur dengan
aktivitas berdasarkan interaksi gugus-gugus
senyawa agonis pada tempat aksi yang sama.

 Contoh: obat-obat agonis α-adrenergik, β-adrenergik,


parasimpatomimetik /muskarinik, perangsang
ganglionik/nikotinik, histaminergik, vitamin dan
analognya, hormon.

 Biokatalisseperti vitamin, hormon, efektor alosterik,


sistem reseptor AND-mARN dan senyawa
neurotransmitter dapat dikategorikan sebagai senyawa
agonis
2. Hubungan struktur dengan aktivitas berdasarkan
pada interaksi senyawa antagonis dan senyawa
agonis pada tempat aksi yang sama sehingga
menghasilkan hambatan kompetitif atau
antagonis kompetitif
 Contoh: senyawa pemblok α-adrenergik,
antihistamin dan antikolinergik.
 Struktur senyawa agonis dan antagonis kompetitif

Hubungan kimianya dapat diperkirakan karena


berinteraksi dengan reseptor yang sama.
 Substrat dan penghambat enzim

Tempat aksi pada enzim mempunyai


karakteristik tertentu yang berarti bahwa tidak
semua molekul senyawa atau substrat dapat
berinteraksi dengan tempat aksi pada enzim
CONTOH SENYAWA YANG BEKERJA PADA
RESEPTOR YANG SAMA
BIOKATALIS MIMETIK ANTAGONIS KOMPETITIF

Asam p-aminobezoat Asam 6-aminonikotinat 2-metil p-aminobenzoat

Isoprenalin
Epinefrin Propranolol

Histamin Betazol
Antazolin
AKTIVITAS CAMPURAN ISOMER OPTIS
DIBANDING AKTIVITAS SATU ISOMER MURNI

 Campuran dari 2 isomer optis mungkin terdiri


dari campuran:
a. Senyawa aktif dan tidak aktif
b. 2 senyawa yang berbeda aktivitas atau
potensinya
c. Senyawa agonis dan antagonis kompetitif
d. Senyawa agonis dan parsial agonis
PENGUKURAN KUANTITATIF
AKTIVITAS BIOLOGIS
 Ada 3 tipe pengukuran kuantitatif pada efek obat
terhadap hewan coba, yaitu:
1. Efek individu, dengan mengukur dosis efektif individu
Contoh: pemberian obat hipnotik dengan dosis ditingkatkan
secara bertahap sampai terjadi efek tertidur
2. Efek bertingkat, mengukur efek obat terhadap tiap
individu dengan dosis bertingkat
Contoh: pemberian obat anabolik dengan dosis yang bervariasi
dilihat kenaikan BB
3. Efek kuantal, mengukur respon “semua atau tidak”
dari suatu kelompok dengan menentukan % respon
Contoh: menentukan ED50, LD50 suatu obat terhadap hewan
coba
1. Dosis efektif median (ED50) dan dosis letal medium (LD50)
konsep yang paling penting mengenaio efek terapi adalah fenomena variasi
biologis.
Variasi biologis dalam aktivitas obat merupakan sebab yang paling
penting mengapa pengobatan harus individualistik dan treatmen diatur
sesuai kebutuhan individu pasien. Hal tersebut juga menjelaskan bahwa
tidak ada generalisasi tentang keefektifan atau keamanan obat dapat
disimpulkan atas dasar uji coba klinik dengan jumlah sampel yang kecil.
nilai ED50 berbeda-beda untuk setiap cara pemberian, bila espons kuantal
adalah kematian, maka ED50 menjadi LD50 atau dosis kematian untuk 50%
hewan coba.

2. Perkiraan ED50 atau LD50 dengan kertas grafik logaritma probit


Litchfied dan Fertig (1941) telah memperkenalkan cara grafik untuk
menggambarkan kurva dosis-efek, yang kemudian disederhanakan oleh
Miller dan Tainter (1944) untuk menghitung perkiraan nilai ED50 atau LD50
dengan menggunaan kertas grafik logaritma probit. Sebagai absis adalah
skala logaritma dari dosis dan sebagai ordinat adalah skala probit atau lebih
baik dengan skala persen nonlinier terkoreksi yang sesuai dengan skala
probit.
Untuk menghitung nilai Ed50 dan LD50 dengan analisis probit
juga dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan
komputer program finey atau program analisis probit pada
SPSS.

3. Tetapan afinitas pA2 dan pD2


aktivitas biologis pada umumnya dinyatakan dalam pA2 dan dan
pD2 dan kedua nilai tersebut sangat berguna untuk membandingkan
kurva dosis respon dari senyawa yang berhubungan. pA2 sebagai
antagonis dan pD2 sebagai agonis

[A2]
pA2=-log[B]+{ ____-1}
[A1]
[A2]
PA2=-LOG[B]+{ ____-1}
[A1]
KET :
[A1]= dosis senyawa agonis yang memberikan efek 50% dari
respons biologis maksimal

[A2]= dosis senyawa agonis yang memberikan efek 50% dari


respons biologis maksimal dengan adanya senyawa antagonis

pD2 dapat dihitung dari efek penekanan pada kurva dosis respon
akibat adanya senyawa antagonis, melalui persamaan sebagai
berikut :
E A maks
pD2=-log[B]-log { -1 }
E A maks - E AB Maks

E A maks = respons biologis maksimal senyawa agonis


E AB Maks= respons biologis maksimal senyawa agonis dengan
adanya senyawa antagonis

Antagonis kompotitif akan mengakibatkan pergeseran paralel pada


kurva dosis-respons, sedang antagonis nonkompotitif kemungkinan
menyebabkan pergeseran nonparalel atau penekanan kurva dosis-
respons.
4. Aktivitas intrinsik dan pD2
Aktivitas instrinsik senyawa agonis (aE) dapat ditentukan
melalui persamaan sebagai berikut :
aE = E A maks / E maks

E A maks : efek maksimal dari senyawa agonis yang diuji

E maks : efek maksimal dari senyawa pembanding, diuji pada


organ yang sama
 pD2 didefenisikan untuk senyawa agonis, yaitu logaritma
negatif molar dosis senyawa agonis yang memberikan efek
50% atau setengah dari respons biologis maksimum pada
sistem reseptor-efektor.
 pD10 adalah dosis agonis yang dapat memberikan efek
sepersepuluh dari respons biologis maksimum.
Σ tikus
Dosis Σ tikus
kelompok yang %kematian %koreksi
(mg/kg) yang mati
hidup
1 1000 10 0 100 97,5
2 700 6 4 60 60
3 500 4 6 40 40
4 350 0 10 0 2,5
5 250 0 10 0 -

CONTOH: PENENTUAN LD50


AKUT ALKALOIDA BELAFOLIN
LATIHAN SOAL
 Hasil uji kontraksi usus halus tikus dengan agonis
asetilkolin sbb:
Dosis(mM) efek (%)
10-8 10
6.10-8 25
2.10-7 40
10-7 65
4.10-6 90
6.10-6 100
10-5 100
tentukan ED50 dan pD2 (agonis)
23
 Jika pada usus halus yang sama diberikan antagonis,
kemudian agonis sampai dosis yang memberikan
respon 100%. Tentukan PA2 (- log dosis yang
diperlukan untuk melipat duakan dosis agonis agar
diperoleh 50% efek agonia
Dosis anatagonis dosis agonis efek (%)
10-8 3. 10-6 0
10-5 40
3.10-5 70
10-4 100
10-7 10-5 0
3.10-5 20
10-4 45 3.10-4 100
24
JAWABAN
 Penentuan ED50 dan pD2
Dosis(mM) efek (%) dosis total log dosis
10-8 10
6.10-8 25
2.10-7 40
10-7 65
4.10-6 90
6.10-6 100
10-5 100

25
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai