Anda di halaman 1dari 24

Kolaborasi Dalam

Keperawatan
 Keperawatan sebagai profesi memiliki body of
knowledge yang jelas berbeda dengan profesi lain,
altruistik, memiliki wadah profesi, memiliki standard
dan etika profesi, akontabilitas, otonomi, dan
kesejawatan (Leddy & Pepper, 1993).

 Perawat juga diharuskan akuntabel terhadap praktik


keperawatan yang berarti dapat memberikan
pembenaran terhadap keputusan dan tindakan yang
dilakukan dengan konsekuensi dapat digugat secara
hukum apabila tidak melakukan praktik keperawatan
sesuai dengan standar profesi, kaidah etik dan moral.
 Tumpang tindih pada gray area bagi berbagai
jenis dan jenjang tenaga keperawatan
maupun dengan profesi kesehatan lainnya
merupakan hal yang sering sulit untuk
dihindari dalam praktik, terutama terjadi
dalam keadaan darurat maupun karena
keterbatasan tenaga di daerah terpencil. •
gray area Perawat – Farmasi - Dokter
 Dalam keadaan darurat, perawat yang dalam tugasnya
sehari-hari berada disamping klien selama 24 jam, sering
menghadapi kedaruratan klien, sedangkan dokter tidak
ada.
 Dalam keadaan seperti ini perawat terpaksa harus
melakukan tindakan medis yang bukan merupakan
wewenangnya demi keselamatan pasien. •
 Tindakan ini dilakukan perawat tanpa adanya delegasi
dan protapnya dari pihak dokter dan atau pengelola RS.
 Keterbatasan tenaga dokter terutama di Puskesmas yang
hanya memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai
pengelola Puskesmas, sering menimbulkan situasi yang
mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan.
 Berdasarkan kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah
bekerja bersama khususnya dalam usaha penggabungan
pemikiran.

 Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu


proses berfikir dimana pihak yang terklibat memandang aspek-
aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi
dari perbedaan tersebut dan keterbatasan padangan mereka
terhadap apa yang dapat dilakukan.

 American Medical Assosiation (AMA), 1994, Kolaborasi adalah


proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktek
bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam
batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-
nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap setiap
orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan
masyarakat
Manfaat kerja sama terkait dengan keberhasilan pasien
(Knaus, Draper, Wagner, & Zimmerman, 1986),

 Mengurangi lama rawat inap (Rubenstein,


Josephson, & Weiland, 1984),
 Penghematan biaya (Barker, Williams, &

Zimmer , 1985),
 Meningkatkan dan mempertahankan

kepuasan kerja perawat (Baggs & Ryan,


1990),
 Meningkatkan kerja sama tim (Abramson &

Mizrahi 1996).
Manfaat dari kolaborasi
 Pendekatan yang baik untuk mempersiapkan
perawatan pasien, organisasi yang
memuaskan, mendidik profesional kesehatan
masa depan, dan melakukan penelitian
kesehatan.
 Kerjasama yang efektif dipengaruhi

pembentukan kolaborasi termasuk waktu,


status, nilai-nilai organisasi, kolaborasi
peserta, dan jenis masalah.
 Kolaborasi sebagai proses dinamis yang dihasilkan dari
perkembangan kelompok(Gray, 1989) dan hasil yang
dicapai, menghasilkan sebuah sintesis dari beberapa
pandangan yang berbeda

 (Cary, 1996) lebih akurat lagi mencerminkan realitas yang


berkembang dalam kolaborasi yaitu kemitraan dan timnya.

 Gray (1989) mengeksplorasi kolaborasi sebagai suatu


proses dalam tiga tahap: pengaturan masalah, penentuan
arah, dan strukturisasi. Selama fase-menetapkan masalah
stakeholder bernegosiasi hak mereka untuk berpartisipasi
 Perjanjian tentang masalah / tindakan dan sumber
daya apa yang diperlukan untuk mengatasi itu
dibentuk selama fase pengaturan arah. Selama fase
strukturisasi, perjanjian tersebut dilaksanakan
dengan mengalokasikan peran, tanggung jawab,
dan sumber daya. • Konsep kolaborasi diperoleh
dengan mengintegrasikan pandangan berorientasi
hasil Follett (1940) Pandangan berorientasi proses-
Gray (1989). Memperkuat definisi kolaborasi
dengan memperhatikan jenis masalah, tingkat
saling ketergantungan, dan mencari jenis hasil.
 Kolaborasi merupakan proses komplek
membutuhkan sharing pengetahuan yang sengaja
direncanakan menjadi tanggung jawab bersama
untuk merawat pasien. kadangkala terjadi dalam
hubungan yang lama antara tenaga profesional
kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005). • Bekerja
bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari
kolaborasi yang digunakan  menggambarkan
hubungan perawat dan dokter --- Kesetaraan dapat
terwujud  individu yang terlibat merasa dihargai
serta terlibat secara fisik dan intelektual saat
memberikan bantuan kepada pasien.
 Kolaborasi merupakan proses komplek
membutuhkan sharing pengetahuan yang sengaja
direncanakan menjadi tanggung jawab bersama
untuk merawat pasien. kadangkala terjadi dalam
hubungan yang lama antara tenaga profesional
kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005). • Bekerja
bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari
kolaborasi yang digunakan  menggambarkan
hubungan perawat dan dokter --- Kesetaraan dapat
terwujud  individu yang terlibat merasa dihargai
serta terlibat secara fisik dan intelektual saat
memberikan bantuan kepada pasien
 Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung
pada berapa kriteria : (1)adanya rasa saling
percaya dan menghormati, (2)saling
memahami dan menerima keilmuan masing-
masing (3)memiliki citra diri positif
(4)memiliki kematangan professional yang
setara(yang timbul dari pendidikan dan
pengalaman), (5)mengakui sebagai mitra
kerja bukan bawahan,dan (6)keinginan untuk
bernegoisasi (Hanson &Spross,1996).
 Bagaimana bisa berkolaborasi secara lebih
efektif ? Ada sepuluh pelajaran penting dapat
memberikan beberapa arahan untuk
menempatkan kolaborasi dalam praktek.
 1. Kenalilah dirimu sendiri. Setiap orang membawa
satu set kebiasaan, nilai-nilai, & asumsi unt semua
situasi, memiliki peta / mental model dlm pemikiran 
menciptakan makna untuk hal-hal yang dialami. Model
mental  memahami dunia dng memilih informasi
berdasarkan pengetahuan, keterampilan, pengalaman
& nilai-nilai Kebutuhan kebersamaan,tapi
kenyataannya setiap orang didasarkan pada persepsi
yang dikembangkan sendiri. Diperlukan berkomunikasi
secara teratur untuk mencapai kesepakatan,
mencerminkan kompleksitas keterampilan dan upaya
yang diperlukan untuk kolaborasi yang efektif.
 2. Memahami values & mengelola perbedaan
keragaman. ( Tannen, 1990). Aset penting
dlm proses kolaboratif yang efektif dan hasil
kolaboratif. Komunikasi gender menjadi
elemen penting utk memahami keragaman
jika upaya kolaboratif harus diperkuat.
Umumnya, pria lebih berorientasi tugas dan
wanita lebih berorientasi hubungan
 3. Mengembangkan keterampilan resolusi konflik
yang konstruktif Dlm kolaborasi --- konflik dan
memperdalam pemahaman dan kesepakatan
Mendorong Perawat belajar mengelola konflik dan
negosiasi Konflik mendominasi,menjadi kendala
untuk kerjasama yang efektif ( Abramson &
Rosenthal, 1995) Banyak profesional belum
disosialisasikan untuk memahami aspek-aspek
positif yang berpotensi konflik dan mengakui bahwa
hubungan afektif yang positif dan konflik sama-
sama penting untuk pengambilan keputusan yang
efektif ( Amason, 1996).
 4. Gunakan kemampuan untuk menciptakan situasi win-
win Perilaku,kekuatan dominan tidak kompatibel
dengan integrasi berbagai perspektif, sulitnya
pemecahkan masalah yang kompleks.
Dominan,memunculkan ketidak percayaan, bertahan
dengan harga diri,maka konflik terjadi berkelanjutan.
Raven dan Kruglanski (1970 ) mempelajari bagaimana
dua pihak mencoba untuk mempengaruhi satu sama
lain selama konflik. Sebaliknya apabila kedua belah
pihak secara efektif melaksanakan rujukan ( goodwill )
maka akan terjadi kolaborasi yang baik. Kolaborasi
terlaksana baik pada model kekuatan bersama ( Gray,
1994).
 5. Keutamaan Interpersonal dan Proses
Keterampilan. Interpersonal dan keterampilan
organisasi diperlukan untuk kolaborasi.
Atribut interpersonal yang penting : a.
kompetensi klinis, kerjasama dan fleksibilitas
(Trickett & Ryereson Espino, 2004), b.
kepercayaan diri dan ketegasan ( Keenan,
Cooke, & Hillis, 1998) c. kesabaran untuk
mendengarkan pemikiran satu sama lain dan
kemampuan untuk mengambil risiko ( Stoep,
Williams, Green, & Trupin, 1999)
 6. Memahami bahwa kolaborasi adalah
sebuah perjalanan Waktu dan usaha sehari-
hari yang diperlukan untuk mengidentifikasi
dan berhasil terlibat dalam peluang
kerjasama. kerjasama antar lembaga ( Trikett
& Ryerson, 2004) dan laporan dari kemitraan
perawat- dokter ( Coeling & Wilcox, 1994
 7. Manfaatkan semua forum multidisiplin.
Pengambilan keputusan bersama adalah salah satu
dimensi ciri khas praktek kolaboratif. Coombs
(2003) menunjukkan beberapa strategi perawat
dapat digunakan untuk memanfaatkan pengaruh
mereka di forum struktural. Pertama, secara fisik
hadir di dalam lingkaran diskusi, perawat manajer
dapat mendukung staf, staf terutama junior, hadir.
Kedua, secara mental hadir dan siap,serta proaktif.
Ketiga, memahami dan menggunakan waktu dalam
proses kelompok untuk membangun kemitraan.
 8. Meyakini bahwa kolaborasi dapat terjadi
secara spontan. Kolaborasi adalah suatu
kondisi saling menentukan bahwa dapat
terjadi secara spontan jika faktor-faktor yang
tepat berada pada situasi yang tepat/sesuai
Kadang-kadang mencoba untuk membuat
kolaborasi terjadi melalui struktur seperti
pertemuan satgas, tapi kurang bermanfaat
(Mintzberg et al., 1996).
 9. Keseimbangan otonomi dan kesatuan dalam hubungan
kolaboratif Belajar dari keberhasilan dan kegagalan kolaborasi
mencari umpan balik dan mengakui kesalahan untuk
keseimbangan dinamis Hampden-Turner (1970) mendefinisikan
sebagai sinergi keseimbangan optimal antara individualisme dan
integrasi. Terlalu banyak otonomi dan individualisme dapat
menyebabkan isolasi, namun terlalu banyak integrasi dapat
menyebabkan difusi

 10. Ingat kolaborasi tidak diperlukan untuk semua keputusan


Kolaborasi bukanlah obat mujarab, juga tidak selalu diperlukan
dalam segala situasi. Pemecahan masalah yang kompleks dan
rumit, seperti tantangan yang berkaitan dengan kecanduan
narkoba atau perawatan sakit kronis ( Trickett & Ryerson Espino,
2004)
 • Kolaborasi merupakan hubungan kerja
sama antara anggota tim dalam memberikan
asuhan kesehatan. Pada kolaborasi terdapat
sikap saling menghargai antar tenaga
kesehatan dan saling memberikan informasi
tentang kondisi klien demi mencapai tujuan
(Hoffart & Wood, 1996; Wlls, Jonson & Sayler,
1998).

Anda mungkin juga menyukai