Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN KEPERAWATAN

KOLABORASI DALAM KEPERAWATAN

Disusun Oleh : Kelompok 2


1. Arlaida Anggistina
2. Astri Fatma Putri
3. Aulia Nurul Latifah
4. Ayunda Intan Wahyuni

5. Citra Insania Utami


6. Desi Prihartini
7. Dewi Anjarwati

8. Dhava Titania
9. Dhona Novia
10. Dian Setia

Tingkat : 2A

Dosen Pengampu : Azwaldi, APP, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KOLABORASI DALAM KEPERAWATAN

Pendahuluan
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk
menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian
banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip
yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan,
tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan
untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini.
Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision (1977) yang dikutip
Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian
ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.
Berdasarkan kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama
khususnya dalam usaha penggambungkan pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukanan oleh Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses
berfikir dimana pihak yang terklibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu
masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan padangan
mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
American Medical Assosiation (AMA), 1994, setelah melalui diskusi dan
negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan professional dokter dan perawat,
mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai berikut ; Kolaborasi adalah proses dimana
dokter dan perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling
ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-
nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi
untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat. (www.nursingword.org/readroom,)
Koaborasi (ANA, 1992), hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam
memeberikan pelayanan kepada pasien/klien adalah dalam melakukan diskusi tentang
diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi atau
komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan
atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan
kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan
yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang
baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai
upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan
yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga
profesional kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005). Bekerja bersama dalam
kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan
hubungan perawat dan dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue kesetaraan
yang dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat terwujud jika individu yang terlibat
merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat memberikan bantuan
kepada pasien.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik
bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek
profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara
dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan
bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup
praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain
yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
Kolaborasi di Rumah Sakit
Kolaborasi merupakan hubungan kerja sama antara anggota tim dalam
memberikan asuhan kesehatan. Pada kolaborasi terdapat sikap saling menghargai antar
tenaga kesehatan dan saling memberikan informasi tentang kondisi klien demi mencapai
tujuan (Hoffart & Wood, 1996; Wlls, Jonson & Sayler, 1998).

Hubungan kolaborasi di Rumah Sakit :

Dokter Perawat Ahli Gizi

Fokus
Klien/
Pasien

Laboratorium dll

Administrasi IPSRS
Radiologi

Tim Kerja di Rumah Sakit :


 Tim satu disiplin ilmu:
- Tim Perawat
- Tim dokter
- Tim administrasi
- dll

 Tim multi disiplin :


- Tim operasi
- Tim nosokomial infeksi
- dll
Anggota Tim Interdisiplin
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang
mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi
baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan
kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi,
pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi
hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling
menghargai antar sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif.
Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien
sebagai pusat anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim.
Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting
antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah
penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian
obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya
sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan
kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang
efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan
koordinasi seperti skema di bawah ini.
Communications
Responsibility
Autonom
y

Cooperatio
Ele
n
Common
purpose Efective
Collaboration

Assertiveness
Coordination

Mutuality

men Kunci Efektifitas Kolaborasi

Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa
beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika
individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif
menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai.
Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan
harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota
bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan
issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian
anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang
dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang
berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional,
kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas
menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-
masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung
jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia
mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara
orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap
anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa
pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung
jawab, terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan
terjadi.

Dasar-dasar kompetensi koaborasi :


 Komunikasi
 Respek dan kepercayaan
 Memberikan dan menerima feed back
 Pengambilan keputusan
 Manajemen konflik

Komunikasi sangat dibutuhkan daam berkolaborasi karena kolaborasi


membutuhkan pemecahan masalah yang lebih kompleks, dibutuhkan komunikasi efektif
yang dapat dimengerti oleh semua anggota tim. Pada dasar kompetensi yang lain,
kualitas respek dapat dilihat lebih kearah honor dan harga diri, sedangkan kepercayaan
dapat dilihat pada mutu proses dan hasil. Respek dan kepercayaan dapat disampaikan
secara verbal maupu non verbal serta dapat dilihat dan dirasakan dalam penerapannya
sehari-hari.Feed back dipengaruhi oleh persepsi seseorang, pola hubungan, harga diri,
kepercayaan diri, kepercayaan, emosi, lingkunganserta waktu, feed back juga dapat
bersifat negatif maupun positif. Dalam melakukan kolaborasi juga akan melakukan
manajemen konflik, konflik peran umumnya akan muncul dalam proses. Untuk
menurunkan konflik maka masing-masing anggota harus memahami peran dan
fungsinya, melakukan klarifikasi persepsi dan harapan, mengidentifikasi kompetensi,
mengidentifikasi tumpang tindih peran serta melakukan negosiasi peran dan tanggung
jawabnya.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan
untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
- Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian unik profesional.
- Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
- Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
- Meningkatnya kohesifitas antar profesional
- Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
- Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang
lain.

Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kreiteria yaitu (1) adanya
rasa saling percaya dan menghormati, (2) saling memahami dan menerima keilmuan
masing-masing, (3) memiliki citra diri positif, (4) memiliki kematangan profesional
yang setara (yang timbul dari pendidikan dan pengalaman), (5) mengakui sebagai mitra
kerja bukan bawahan, dan (6) keinginan untuk bernegosiasi (Hanson & Spross, 1996).
Inti dari suatu hubungan kolaborasi adalah adanya perasaan saling tergantung
(interdependensi) untuk kerja sama dan bekerja sama. Bekerja bersama dalam suatu
kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan proses
koordinasi pekerjaan agar tujuan auat target yang telah ditentukan dapat dicapai. Selain
itu, menggunakan catatan klien terintegrasi dapat merupakan suatu alat untuk
berkomunikasi anatar profesi secara formal tentang asuhan klien.

Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :


 Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
 Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
 Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
 Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang tergabung
dalam tim.
Model Praktek Kolaborasi :
 Interaksi Perawat-Dokter, dalam persetujuan pratek
 Kolaborasi Perawat – Dokter, dalam memberikan pelayanan
 Tim Interdisiplin atau komite

Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika


hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi
justru menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi
memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat
diperoleh persepsi yang sama.
Kolaborasi dan model interdisiplin merupakan fondasi dalam memberikan asuhan
keperawatan yang bermutu tinggi dan hemat biaya. Melalui pemanfaatan keahlian
berbagai anggota tim untuk berkolaborasi, hasil akhir asuhan kesehatan dapat
dioptimalkan Hickey, Ouimette dan Venegoni, 1996)
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “apa diagnosa
pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran seperti ini sudah
terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan secara tepat bagaimana
pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus berkembang.
Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina dalam masalah etika,
pencatatan riwayat medis, pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien.
mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial
perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan – pasien.
Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat, pekerja
sosial atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang mereka berbagi
lingkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya
sebagai rekanan/sejawat/kolega. (Siegler dan Whitney, 2000)
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir; apa masalah pasien ini? Bagaimana
pasien menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya? Dan apa yang dapat diberikan
kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien,
merencanakan intervensi, melaksanakan rencana, mengevaluasi hasil dan menilai
kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan.
Inilah yang dijadikan dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh
disiplin ilmu yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan
yang mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien.
Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek
rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja diunit
perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar merawat, menjalankan prosedur
dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan
yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga
profesional kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005).
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik
bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek
profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara
dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan
bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup
praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain
yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan
dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi
profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter
menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah
untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik
keperawatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai
tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi
perawat juga harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat
mengantisipasi perubahan. (www. kompas.com.)
Pertemuan profesional dokter-perawat dalam situasi nyata lebih banyak terjadi
dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat menjadi fasilitator
demi terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan menerapkan sistem atau
kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai profesi kesehatan. Pencatatan
terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama, dan pengembangan tingkat pendidikan
perawat dapat juga dijadikan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara dokter-
perawat dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa kedokteran, dengan tujuan
mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah dilakukan kepada pasien. Dokter dan
perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan pasien secara efektif.
Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk menanamkan sejak dini
pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses penyembuhan pasien. Kegiatan ronde
bersama dapat ditindaklanjuti dengan pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus
tertentu sehingga terjadi trasnfer pengetahuan diantara anggota tim.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut
perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien
secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team
dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status
kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara
efektif.
Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan
profesional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan
dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis
atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat.

Perawat sebagai Kolaborator


Sebagai seorang kolaborator, perawat melakukan kolaborasi dengan klien, pper
group serta tenaga kesehatan lain. Kolaborasi yang dilakukan dalam praktek di lapangan
sangat penting untuk memperbaiki. Agar perawat dapat berperan secara optimal dalam
hubungan kolaborasi tersebut, perawat perlu menyadari akuntabilitasnya dalam
pemberian asuhan keperawatan dan meningkatkan otonominya dalam praktik
keperawatan. Faktor pendidikan merupakan unsur utama yang mempengaruhi
kemampuan seorang profesional untuk mengerti hakikat kolaborasi yang berkaitan
dengan perannya masing-masing, kontribusi spesifik setisp profesi, dan pentingnya
kerja sama. Setiap anggota tim harus menyadari sistem pemberian asuhan kesehatan
yang berpusat pada kebutuhan kesehatan klien, bukan pada kelompok pemberi asuhan
kesehatan. Kesadaran ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman setiap anggota terhadap
nilai-nilai profesional.
Menurut Baggs dan Schmitt, 1988, ada atribut kritis dalam melakukan kolaborasi,
yaitu melakukan sharing perencanaan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah,
membuat tujuan dan tanggung jawab, melakukan kerja sama dan koordinasi dengan
komunikasi terbuka.

Penutup
Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan
harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat
menyatakan lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki
kompetensi profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi
kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Banyaknya faktor yang berpengaruh
seperti kerjasama, sikap saling menerima, berbagi tanggung jawab, komunikasi efektif
sangat menentukan bagaimana suatu tim berfungsi. Kolaborasi yang efektif antara
anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang
berkualitas.
DAFTAR REFERENSI

Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating for


Optimal Health, Second Editions. Apleton and Lange. Prenticehall. USA

Dochterman , Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN. 2001 Current Issue in Nursing. 6th
Editian . Mosby Inc.USA

Sitorus, Ratna, DR, S.Kp, M.App.Sc. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di
Rumah Sakit : Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan
Keperawatan di Ruang Rawat. EGC. Jakarta

Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD, RN., FAAN , alih bahasa Indraty
Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter ; Perawatan Orang Dewasa dan Lansia,
EGC. Jakarta

www. Nursingworld. 1998.: Collaborations and Independent Practice: Ongoing Issues for
Nursing.

www. Kompas.com/kompas-cetak/ 2001. Diskusi Era Baru: Perawat Ingin Jadi Mitra
Dokter.

www.pikiran-rakyat.com/cetak. 2002 : Hak dan Kewajiban Rumah Sakit. www.


nursingworld. Sieckert. 2005 Nursing - Physician workplace Collaboration.

www.nursingworld. Canon. 2005. New Horizons for Collaborative Partnership.


www. Nursingworld. Gardner. 2005. Ten Lessons in Collaboration.

Anda mungkin juga menyukai