Anda di halaman 1dari 46

ANTIBIOTIK

ANGGOTA

1. Siti Ainun Nurrohmah 1913206044


2. Sherly Ayuramadasari 1913206043
3. Yuliana Hasyim putri Wulandari 1913206047
4. Syavira Milenia Tasya 1913206045
5. Chantieka Dyah Juliardanie 1913206049
6. Putri Mifta 1913206040
7. Zunka arida 1913206048
8. Windu handaru 1913206046
9. Putri qurotul uyun 1913206041
10. Ratih 1913206042
1. GOLONGAN DAN JENIS OBAT

A. Penggolongan Antibiotik berdasarkan Aktivitasnya.

● Berdasarkanluas aktivitasnya kerjanya antibiotik dapat digolongkan menjadi:


Zat-zat dengan aktivtasnya sempit [ Narrow Spectrum]
● Zat yang aktif terutama terhadap satu atau beberapa jenis bakteri saja [bakteri
gram positif dan bakteri gram negatif]. Contohnya erytromicin, kanamicin,
clyndamicin [hanya terhadap bakteri gram positif]. Streptomycin, gentamisin,
[hanyaterhadap bakteri gram negatif].
Zat-zat dengan aktivitasnya luar [Broad Spectrum]
● Zat yang berkhasiat terhadap semua jenis bakteri baik jenis bakteri gram positif
dan bakteri gram negatif. Contohnya ampisillin, sefalosporin, dan kloramfenicol.
1. Golongan penisillin
Antibiotik pertama yang di temukan oleh Alexander Fleming tahun 128 di London yang satu
dekade kemudian dikembangan oleh Florey untuk penggunaan sistemik dengan menggunakan biakan
Penisilium notatum. Akibat penggunaan penisilin dalam jumlah besa pada saat perang dunia ke II,
kemudian digunakan Penisilium chrysogenumyang dapat menghasilkan penisilin lebih banyak.
Sekarangdibuat secara semi sintetis. Penisilin termasuk antibiotik golongan betalactam karena
mempunyai rumus bangun dengan struktur seperti cincin β lactam yang merupakan syarat mutlak untuk
menunjukkan khasiatnya.Jika cincin terbuka oleh enzim β lactamase [penislinase dan cefalosporinase]
maka khasiat obat anti bakteri [ aktivitas ] antibakteri/antibiotik penisilin menjadi lenyap.

 Mekanisme kerja
Penisilin menghambat pembentukan atau sintes dinding sel yang tidak sempurna maka
bertambahnya plasma atau air yang terserap dengan jalan osmosis akan menyebabkan dinding sel pecah
sehingga bakteri menjadi musah.
 Resistensi
Pemakaian yang tidak tepat dapat menyebabkan bakteri terutama golongan Stafilococus dan
Bacteri E. Colimenjadi resisten terhadap penisillin.
> Resistensi bakteri ini terbentuk dengan cara :
Bakteri membentuk enzim β laktam atau bakteri mengubah bentuknya menjadi bakteri huruf L yaitu
bentuk bakteri tanpa dinding sel. Bakteri bentuk L dapat menimbulkan infeksi kronis misalnya infeksi
paru-paru dan saluran kemih, karena lama berkembangnya. Bakteri semacam ini dengan mudah dapat
dimatikan dengan kotrimoksazol atau tertasiklin.
 Derivat atau turunan penisilin
Berdasarkan perkembangannya, terbentuk derivat-derivat penisilin seperti :
A. Penisilin spectrum sempit
1. Benzil Penisilin= Penisilin G
Tidak tahan asam lambung, sehingga pemberian secara oral akan diuraikan oleh asam lambung,
karena penggunaanya secara injeksi atau infus intra vena.
2. Penisilin V = Fenoksimetil Penisilin
Penisilin ini tahan asam lambung, pemberiannya sebaiknya dalam keaadan sebelum makan.
3. Penisilin tahan penisilinase
Derivat ini hampir tidak terurai oleh penisilinase tapi aktivitasnya lebih ringan dari penisilin G dan
penisilin . Umumnya digunakan untuk kuman-kuman yang resisten terhadap obat-obat tersebut
contohnya kloksasilin, diklosasilin,flukloksasiline.
B. Penisiline spectrum luas
1. Ampisilin
Spectrum kerjanya meliputi banyak kuman gram positif dan gram negatif yang tidak peka terhadap
penisilin G. Khasiatnya terhadap kuman-kuman gram positif lebih ringan daripada penisilin specrum
sempit. Banyak digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi atau peradangan pada salura
pernafasan, saluran pencernaan, dan saluran kemih.
2. Amoksilin
Spektrum kerjanya sama dengan ampisilin, tetapi absorbsinya lebih cepat dan lengkap. Banyak
digunakan terutama pada bronkitis menahun dan infeksi saluran kemih.
2. Golongan Sefalosporin
   Sefalosporin diperoleh dari biakan Chepalosorinum acremonium. Sepperti halnya penisilin,
daya antimikrobanya terletak pada cincin β laktam, dengan mekanisme kerja berdasarkan peringatan
sintesis dinding sel.Walaupun aktivitasnya luas, namun sefalosporin bukan merupakan obat pilihan
pertama untuk penyakit manapun, karena masih terdapat obat-obat lain yang kurang lebih sama
khasiatnya danjauh lebih murah harganya.Efek samping yang terpenting pada penggunaan oral
berupa gangguan lambung-usus dan reaksi-reaksi alergi seperti penisilin, yakni rash, urticaria,
anafilakis. Alergi silang sering terjadi dengan derivat penisilin. Pada penggunaan i.v sering terjadi
tromboflebitis dan nyeri di tempat suntik. Aktivitasnya bersifat bakterisid dengan spectrum kerja luas
terhadap banyak kuman gram positif dan negatif, temasuk E Coli, Klebsiella dan Proteus.
3. Golongan Aminoglikosida
 
 Golongan ini ditemukan dalam rangka mencari anti mikroba untuk mengatasi kuman gram negatif.
Tahun 1943 berhasil diisolasi Streptonmyces griseus yang menghasilkan yang suatu turunan
streptomisin, yang aktif terutama terhadap mikroba gram negatif termasuk terhadap basil
tuberkulosis. Kemudian ditemukan lagi berbagai antibiotik lain yang bersifat mirip streptomisin
sehingga antibiotik ini dimasukan dalam satu kelompok yaitu antibiotik golongan aminoglikosida.
Golongan ini mempunyai 2 atau 3 gugusan amino pada rumus molekulnya. Mekanisme kerjanya
dengan mengikatkan diri pada ribosoma sel-sel bakteri, sehingga biosintesa proteinnya dikacaukan.
Penggolongan Berdasarkan rumus kimianya digolongan menjadi stretomisin, neomisin, kanamisin,
gentamisin, framisetin.
4. Golongan Kloramfenikol

  Kloramfenikol diisolasi pertania kali pada tahun 1974 dari Streptomyces venezuelae.Merupakan
antibiotik dengan spectrum luas dan memiliki daya antimikroba yang kuat maka penggunaan ohat ini
meluas dengan cepat sampai tahun 1950 ketika diketahui bahwa obat ini dapat menimbulkan anemia
aplastik yang fatal. karna Karena toksisitasnya, penggunaan sistemik sebaiknya dicadangkan untuk
infeksi berat akibat Haemophilus influenzae, demam tifoid, meningitis, abses otak dan infeksi berat
lainnya. Bentuk tetes mata sangat bermanfaat untuk konjungtivitis bakterial.Kloramfenikol
uterupakan kristal putih yang sangat sulit larut dalam air (1: 400) dan rasanya sangat pahit, maka
untuk anak-anak digunakan bentuk esternya yaitu, K-Palmitat dan K Stearat/ ràr-Suksinat yang tidak
pahit rasanya dan dibuat dalam bentuk suspensi. Dalam tubuh bentuk ester akan diubah menjadi
kloramfenikol aktif. Mekanisme kerjanya merintangi sintesis protein bakteri.
5. Golongan Tetrasiklin

 Antibiotik golongan Tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin yang dihasilkan oleh
streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasilin dari steptomyces rimosus. Tetrasiklin
sendiri dibuat secara semi sintesis dari klortetrasiklin. Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan
spektrum luas, bersifat bakteriostatik dan mekanisme kerjanya dengan jalan menghambat sintesa
protein bakteri. Penggunaan saat ini berkurang karena masalah resistensi.
 Sifat Kimia
Berwarna kuning, bersifat amfotermdan mudah terurai oleh cahaya menjadi anhidro dan epi
tetrasiklin yang toksis untuk ginjal. Tetrasiklin yang telah mengalami penguraian mudah dilihat dari
sediaan nya yang berwarna kuning tua sampai coklat tua. Tetrasiklin harus disimpan ditempat yang
kering, Terlindung dari cahaya. Dengan logam bervalensi 2 dan 3 (Ca, Mg, Fe) membentuk kompleks
yang inaktif, maka tetrasiklin tidak boleh diminum bersama dengan susu dan obat-obat antasida karna
sangat banyak mengandung kalsium.
6. Golongan Makrolida

Kelompok antibiotik ini terdiri dari eritromisin dan spiramisin


 Eritromisin
Dihasilkan oleh streptomyces erithreus. Berkhasiat sebagai bakteriostatik, dengan mekanisme kerja
merintangi sintesis protein bakteri. Abtibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam (mudah terurai oleh
asam lambung) dan kurang stabil pada suhu kamar. Untuk mencegah pengrusakan oleh asam lambung
maka dibuat tablet salut selaput atau yang digunakan jenis esternya (stearat dan estolat). Karena memiliki
spektrum antibakteri yang hampir sama dengan penisilin, maka obat ini digunakan sebagai alternatif
pengobatan pengganti penisilin, bagi yang sensitif terhadap penisilin.
 Spiramisin
Spektrum kegiatan nya sama dengan eritromisisn, hanya lebih lemah. Keuntungannya adalah daya
penetrasi ke jaringan mulut,, tenggorokan dan saluran pernafasan lebih baik dari Eritromisin.
7. Golongan Rifampisin dan Asam Fusidat
 Rifampisin
Antibiotik yang dihasilkan dari streptomyces mediterranei.Berkhasiat bakteriostatik terhadap
mikrobaterium tuberculosa dan lepra.Penderita dengan pengobatan rifampisin perlu diberitahubakwa obat
ini dapat menyebabkan warna merah pada urin,dahak,keringat dan air mata,juga pemakai lensa kontak
dapat menjadi merah permanen.
 Asam Fusidat.
Dihasilkan oleh jamur antara lain Fusidum coccineum.Merupakan satu-satunya antibiotik dengan
rumus steroid.Aktifitasnya mirip penisilin tetap lebih sempit.Berkhasiat bakteriostatik berdasarkan
penghambat sintesis protein bakteri.Khususnya dianjurkan pada radang sumsum tulang,biasanya obat ini
dikombinasikan dengan eritromysin atau penisilin.
2. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI
1. Ampisilin
 Indikasi : Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronkitis kronis,
salmonelosis, gonorrhoe.
 Kontra indikasi : Hipersensitiv terhadap penisilin.

2. Amoksisilin
 Indikasi : Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronkitis kronis,
salmonelosis, gonorrhoe, profilaksis endokarditis dan terapi 
 Kontra indikasi : Hipersensitiv terhadap penisilin.

3. Co amoxiclav
 Indikasi : Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronkitis kronis,
salmonelosis, gonorrhoe, profilaksis endokarditis dan terapi 
 Kontra indikasi : Hipersensitiv terhadap penisilin.
4. Sefaklor
 Indikasi : Infeksi bakteri garam positif 
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap sefalosporin, porfiria.

5. Cefadroxil
 Indikasi : Infeksi bakteri garam positif 
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap sefalosporin, porfiria.

6. Cefotaxim
 Indikasi : Infeksi bakteri garam positif 
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap sefalosporin, porfiria.

7. Streptomisin
 Indikasi : Penderita TB, meningitis, penyakit diseminata, dan terapi infeksi yang resisten terhadap obat lain.
 Kontra indikasi : Ibu hamil, pasien usia lanjut, orang dewasa yang memiliki ukuran tubuh kecil,dan pasien dengan
gangguan fungsi ginjal.

8. Neomisin
 Indikasi : Dosis untuk pemberian secara oral
 Kontra indikasi : Penyakit inflamasi atau ulseratif saluran pencernaan Obstruksi usus.
9. Gentamisin
 Indikasi : Infeksi bilier, pielonefritis dan prostatitis akut, endokarditis karena Streptococcus viridans atau
Streptococcus faecalis (bersama penisilin), pneumonia nosokomial, terapi tambahan pada meningitis karena listeria.
 Kontra indikasi : Kehamilan, miastenia gravis.

10. Thiampenicol
 Indikasi : Infeksi yang disebabkan oleh Salmonella sp
 Kontra indikasi : Gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat

11. Kloramfenicol
 Indikasi : Infeksi yang disebabkan oleh Salmonella sp
 Kontra indikasi : Hipersensitif, ibu hamil, menyusui, porfiria

12. Farsycol
 Indikasi : Infeksi Dermatitis.
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap kloramfenikol, gangguan faal hati berat, gangguan ginjal berat.

13. Doxycycline
 Indikasi : Infeksi saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih, dan infeksi jerawat
 Kontra indikasi : Hipersensitif
14. Oxytetracyline
 Indikasi : Pengobatan infeksi kulit
 Kontra indikasi : Hipersensitif

15. Tetrasiklin
 Indikasi : Infeksi saluran napas dan genital oleh micoplasma
 Kontra indikasi : Dapat memicu gagal ginjal untuk itu sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan penyakit ginjal

16. Erytromisin
 Indikasi :Infeksi saluran nafas, kulit dan jaringan lunak, infeksi karena kuman yang peka terhadap erythromycin
 Kontra indikasi : Hipersensitivitas, cisaprid, Gangguan fungsi hati berat.

17. Azitromycin
 Indikasi : Infeksi saluran napas atas & bawah, kulit & struktur kulit, servisitis non GO krn Chlamydia trachomatis
 Kontra indikasi : Hipersensitif, pasien dengan kerusakan hati

18. Spiramisin
 Indikasi : Tonsilitis, otitis media, sinusitus dan infeksi sal nafas lainnya
 Kontra indikasi : Hipersensitif
19. Rifampisin
 Indikasi : TBC,lepra,meningitis
 Kontra indikasi : Hipersensitivitas terhadap rifampicin atau komponen

20. Asam fusidat


 Indikasi : Infeksi saluran pernapasan,radang sumsum tulang belakang
 Kontra indikasi : Jangan menggunakan asam fusidat jika mempunyai kondisi medis alergi

21. Ciprofloxacin
 Indikasi : Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif dan Gram negatif, infeksi pada saluran kemih,
saluran cerna, termasuk demam tifoid
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap Ciprofloxacin dan Fluoroquinolon lain. Hamil dan menyusui

22. Ofloxacin
 Indikasi : Infeksi saluran nafas bawah dan kulit, infeksi campuran pada uretra
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap golongan kuinolon

23. Lincomycyn
 Indikasi : Infeksi Gram positif serius & berat yang disebabkan oleh organisme yang rentan terhadap Linkomisin
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap Lincomycin atau Clindamycin, Gangguan fungsi hati dan ginjal
24. Sulfadiazin
 Indikasi : Nocardiosis, limfogranuloma venereum dan meliodosis, pencegahan pada demam rematik apabila
Penisilin G dan Eritromisin tidak dapat digunakan
 Kontra indikasi : Penderita yang peka terhadap Sulfonamida, penderita dengan kerusakan ginjal, wanita hamil
danmenyusui, bayi berusia kurang dari 2 bulan

25. Sulfacetamid
 Indikasi : Infeksi mata bakteri
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap sulfacetamid

26. Cotrimoxsazole
 Indikasi : Infeksi saluran napas, ginjal, infeksi saluran kemih, infeksi GI, kulit dan kelamin, septikemia
 Kontra indikasi : Hipersensitif, gangguan hati dan ginjal, wanita hamil, menyusui
3. DOSIS TERAPI, DOSIS MAXIMUM, BENTUK
SEDIAAN
1. Ampisilin
 Dosisi : Dewasa 250-1000 mg, 4 kali sehari.
 Sediaan : Ampisilin (generik), kapsul 250mg, kaptab 500mg, serbuk injeksi, sirup kering.

2. Amoxicillin
 Dosis : Dewasa 250 sampai 500 mg tiap 8 jam.Anak 20 mg/kgBB/hari terbagi tiap 8 jam.Infeksi
berat diberikan dosis ganda.Jika akut diberikan dalam 2 sampai 3 g dosis tunggal.
 Sediaan : Amoksilin (generik),kapsul 250mg,kaptab 500mg,serbuk injeksi,sirup kering.

3. Co amoxiclav
 Dosis : 125-500 mg tiap jam (tergantung usia dan tingkat infeksi)
 Sediaan : Co amoksiklav (generik),kapsul,tablet
4. Sefaklor
 Dosisi : 250 mg setiap 8 jam,dosis ganda bila infeksi berat,maksimal 4 gram sehari;ANAK di atas 1 bulan,
20mg/kgBB sehari dalam 3 dosis terbagi.
 Sediaan : injeksi, kapsul 250 mg, 500 mg; sirup 125 mg/5 ml, 250 mg/5 ml,tablet 375 mg, 500 mg, 750 mg
5. Cefadroxil
 Dosisi : infeksi ringan : 2 kali sehari 500 mg. Infeksi sedang-berat : 1-2 gram sebagai dosis tunggal atau dalam
dosis terbagi.
 Sediaan : kapsul

6. Cefotaxim
 Dosisi : tersedia dalam bentuk larutan cefotaxime injeksi 20mg/mL40mg/mL,bubuk injeksi 500mg 1g 2g 10g
250 mg setiap 8 jam, dosis ganda bila infeksi berat, maksimal 4 gram sehari.
Sediaan : larutan,intravena (IV): 1 g, 2 g,larutan,suntikan:500 mg, 1 g, 2 g, 10 g
7. Streptomisin
 Dosisi : Dewasa:15 mg/kg sebagai dosis tunggal setiap hari,Anak:20-40 mg/kg sebagai dosis tunggal setiap hari.
 Sediaan : suntik

8. Neomisin
 Dosisi : oleskan di bagian yang ingin diobati, sebanyak 2 kali sehari.Teteskan 1-2 kali pada mata yang terinfeksi
 Sediaan : Tetes dan salep mata, tetes telinga, salep, krim, gel, serbuk.
9. Gentamisin
 Dosisi : Dosis dewasa gentamicin untuk infeksi bakteri adalah sebanyak 1.5-2 mg/kg loading dose, diikuti 1-1.7
mg/kg IV atau IM setiap 8 jam atau 5-7 mg/kg IV setiap 24 jam.
 Sediaan : Injeksi gentamicin Sulfate dalam 0.9% tersedia dalam ukuran dan konsentrasi 60 mg,80 mg,100 mg,120
mg.Sementara itu,gentamicin salep tersedia dalam ukuran 15 gram setiap 1 gram salep mengandung 1,0 mg gentamicin
10. Thiampenicol
 Dosisi : 1,5 gram setiap hari yang dibagi menjadi beberapa dosis sesuai dengan anjuran dokter.DM 3 gram/hari
untuk infeksi yang berat.
 Sediaan : Kapsul 250 mg dan 500 mg,tablet 1 gram,obat yang dilarutkan (puyer).
11. Kloramfenicol
 Dosisi : Dewasa 50 mg/kgBB per hari,dibagi dalam 4 dosis,dosis dapat dinaikkan hingga 100 mg/kgBB per
hari.Anak-anak 25-50 mg/kgBB per hari,dibagi dalam 4 dosis,dosis dapat dinaikkan hingga 100 mg/kg per hari.
 Sediaan : tablet,kapsul,sirup
12. Farsycol
 Dosisi :dws,anak-anak dan bayi>2 minggu:50mg/KgBB dlm dosis terbagi sehari 3-4.Bayi<2 minggu:25mg/KgBB
dlm dosis terbagi
 Sediaan :kapsul
13. Doxycycline
 Dosisi : Dosis doxycycline oral 200 mg pada hari pertama terapi (diberikan 100 mg setiap 12 jam atau 50 mg
setiap 6 jam).
 Sediaan : Tablet dan kapsul
14. Oxytetracyline
 Dosisi :oleskan sehari 2-3 kali pada bagian kulit yg sudah dibersihkan
 Sediaan :Tube 5gram

15. Tetrasiklin
 Dosisi : infeksi bakteri dewasa: 250-500 mg,tiap 6 jam.Dosis maksimum adalah 4 g per hari.Anak-anak ≥ 12
tahun.Dosis maksimum adalah 2 g per hari.
 Sediaan : kapsul, salep, suntik

16. Erytromisin
 Dosisi :dws 300mg tiap 6jam,anak 30-50mg/kgBB sehari dlm 3-4 dosis
 Sediaan :Tablet

17. Azitromycin
 Dosisi : dewasa (termasuk usia lanjut) STD 1 g dosis tunggal oral.Semua indikasi lainnya 500 mg 1 x/hari selama
3 hari.Anak 10 mg/kg BB/hari dosis tunggal selama 3 hari.
 Sediaan : tablet, kapsul, suspensi, tetes mata, dan suntik.
18. Spiramisin
 Dosisi : oral (tablet,kapsul,sirup) 1-2 gram 2 kali sehari,atau 500 mg – 1 gram 3 kali sehari,injeksi:500 mg setiap 8
jam sekali
 Sediaan : tablet (125 mg,250 mg,dan 500 mg),kapsul (750.000 IU dan 1.500.000 IU),sirup (merek Rovadin 100 ml,
per 5 ml mengandung spiramycin 125 mg),injeksi.
19. Rifampisin
 Dosisi : Dewasa 8-12 mg/kgBB per hari. Anak-anak: 10-20 mg/kgBB per hari.
 Sediaan : kapsul

20. Asam fusidat


● Dosisi : Dewasa >50kg: 500mg 3x sehari. Dapat ditingkatkan sampai 3x1gr,Dewasa <50kg: 6-7mg/kg 3x sehari.
Anak: 20mg/kg per hari dibagi dalam 3x pemberian
 Sediaan : tablet

21. Ciprofloxacin
Dosisi : Melalui infus: gunakan sebanyak 400 mg IV setiap 12 jam,melalui mulut: gunakan 500 mg dengan mulut
setiap 12 jam.
 Sediaan : tablet dan cair

22. Ofloxacin
 Dosisi :dws 200-400mg tiap 12 jam
 Sediaan :Tablet

23. Lincomycyn
 Dosisi :Dws 500mg tiap 6-8jam,anak dan bayi>1bln:30-60mg kgBB/hari dibagi dlm 3-4 dosis
 Sediaan :kapsul
24. Sulfadiazin
 Dosisi : dewasa 2-4 g sebagai dosis awal. Dilanjutkan dengan tambahan 2-4 g per hari.
 Sediaan : tablet

25. Sulfacetamid
Dosisi : larutan 10%,15%,atau 30% sulfacetamide:1-2 tetes ke kantong konjungtiva pada mata yang sakit,setiap 2-3
jam.Salep 10% sulfacetamide dioleskan sekitar (sekitar setengah inci) ke mata yang terinfeksi,setiap 3-4 jam serta sebelum
tidur.
 Sediaan : larutan,salep

26. Cotrimoxsazole

 Dosisi : dewasa dan anak usia diatas 12 tahun: sehari 2 x 2 tablet, selama 10-14 hari.Anak-anak: 8 mg/kgBB
trimetoprim dan sulfametoksazol 40 mg/kgBB dalam 1 dosis.
 Sediaan : tablet
4. MEKANISME KERJA OBAT
Mekanisme kerja antibiotik yaitu :

 Menghambat sintesa dinding sel, akibatnya pembentukan dinding sel yang tidak sempurna
dan tidak dapat menahan tekanan osmosa dari plasma, akhirnya sel akan pecah [ contohnya
golongan penisilin dan sefalosporin].
 Menghambat sintesa membran sel, molekul lioprotein dari membran sel dikacaukan
pembentukannya,hingga bersifat lebih permeable akibatnya zat-zat penting dari isi sel dapat
keluar [ golongan polopeptida].
 Menghambat sintesa protein sel, akibatnya sel tidak sempurna terbentuk [ kloramfenicol,
tetrasiklin].
 Mengambat pembentukan asam-asam inti [DNA dan RNA] akibatnya sel tidak dapat
berkembang [ rifampicin]
5. ADME OBAT
1. Ampicilin

 Absorpsi : plasma puncak: 1-2 jam (oral)


 Ketersediaan hayati: 30-40%
 Distribusi : protein terikat: 15-25%
 cairan blister dan jaringan, empedu, dan CSF dengan meninges yang meradang
 Metabolisme : hati

2. Amoksisilin

 Absorpsi : cepat diserap


 bioavailabilitas: 74-92%
 waktu plasma puncak: 2 jam (kapsul); 3,1 jam (tab rilis diperpanjang); 1 jam (suspensi)
 Distribusi : sebagian besar cairan tubuh dan tulang, CSF <1%
 protein terikat: 17-20%
 Metabolisme : hati
3. Co amoxiclav
 ADME obat :-

4. Sefaklor
 Absorbsi : Konsentrasi serum puncak: ~ 7 mcg / mL (dosis 250 mg); ~ 13 mcg / mL (dosis 500 mg); 23 mcg / mL (dosis 1
gram)
 Efek untuk makanan : Konsentrasi puncak yang dicapai adalah 50-75% dari yang diamati ketika diberikan pada subjek
puasa dan umumnya muncul dari 0,75-1 jam kemudian

5. Cefadroxil
 Absorpsi: cepat & terserap dengan baik secara oral
 Distribusi: melintasi plasenta
 Vd: 0,31 L / kg
 Metabolisme: hepatik minimal

6. Cefotaxim
 Absorpsi : Penyerapan Waktu plasma puncak: IM, 30 menit
 Distribusi: didistribusikan secara luas ke jaringan tubuh dan cairan, termasuk cairan berair, cairan asites dan prostat,
tulang, menembus CSF ketika meninges meradang Banyak didistribusikan jaringan dan cairan tubuh, termasuk aqueous
humor, cairan asites dan prostat, dan tulang; menembus CSF ketika meninges meradang.
7. Streptomisin
 ADME obat :-

8. Neomisin
 Absorpsi : oral, perkutan: buruk (3%)
 Metabolisme : sedikit hati
 Ekskresi: tinja: 97% dari dosis oral sebagai obat tidak berubah
 urin: 30-50% dari obat yang diserap sebagai obat yang tidak berubah

9. Gentamisin
 Absorbsi : waktu plasma puncak: IM (30-90 mnt); IV (30 menit setelah infus 30 menit)
 Distribusi : gentamisin melintasi plasenta; difusi relatif dari darah ke CSF minimal walaupun dengan peradangan.Rasio
CSF ​terhadap darah: mening normal (minimal); meninges meradang (10-30%)
 Protein terikat : <30%
 Ekskresi: urin (70% pulih sebagai obat tidak berubah pada pasien dengan NRF)

10. Thiampenicol
 ADME obat :-
11. Kloramfenicol
 Distribusi: ke sebagian besar jaringan & cairan tubuh; mudah melintasi plasenta; memasuki ASI CSF: rasio level darah:
meninges normal: 66%; meninges meradang:> 66%
 Ekskresi: urin: 5-15%
 tinja: 4%
 Metabolisme: luas hati (90%) menjadi metabolit tidak aktif, terutama oleh glukuronidasi; kloramfenikol palmitat
dihidrolisis oleh lipase dalam saluran GI ke dasar aktif; kloramfenikol natrium suksinat dihidrolisis oleh esterase menjadi
basa aktif.

12. Farsycol
 ADME obat :-

13. Doxycycline
 Absorpsi: oral: hampir lengkap; berkurang 20% ​karena makanan atau susu
 waktu serum puncak: berkurang pada pH tinggi
 bioavailabilitas: berkurang pada pH tinggi
 Distribusi: protein terikat 90%
 metabolisme: hati

14. Oxytetracyline
 ADME obat :-
15. Tetrasiklin
 absorpsi: penyerapan: 75% (PO)
 waktu plasma puncak: 2-4 jam (PO)
 Distribusi: jumlah kecil muncul dalam empedu, difusi reatif dari darah ke CSF: rasio level darah: meninges meradang:
25%
 protein terikat: 65%
 Ekskresi: urin (60% sebagai obat tidak berubah); tinja (sebagai bentuk aktif)

16. Erytromisin
 ADME obat :-

17. Azitromycin
 ADME obat :-

18. Spiramisin
 ADME obat :-

19. Rifampisin
 ADME obat :-

20. Asam fusidat


 ADME obat :-
21. Ciprofloxacin
 Absorpsi: bioavailabilitas (PO): ~ 50-85%
 Distribusi: didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh; konsentrasi jaringan seringkali melebihi konsentrasi serum,
terutama pada ginjal, kantong empedu, hati, paru-paru, jaringan ginekologi, dan jaringan prostat; konsentrasi cairan
serebrospinal (CSF) adalah 10% pada meninges noninflamed dan 14-37% pada peradangan. meninges, melewati plasenta,
memasuki ASI
 terikat protein; 20-40%
 Metabolisme: dimetabolisme di hati
 inhibitor enzim: CYP1A2
 Ekskresi: urin (30-50%), tinja (15-43%)

22. Ofloxacin
 Absorpsi: diserap dengan baik; makanan hanya menyebabkan sedikit perubahan
 bioavailabilitas: 98%
 Distribusi: protein terikat: 32%
 Ekskresi: urin (hingga 80% tidak berubah; <5% metabolit); tinja 4-8%
23. Lincomycyn
 ADME obat
 Absorpsi : aksi bioavailabilitas: 20-30%
 Waktu puncak plasma: 2-4 jam (PO); 30-60 mnt (IM) Konsentrasi plasma puncak: 1,8-5,3 mcg / mL (500 mg PO); 9.3-
18.5 mcg / mL (600 mg IM) Distribusi : Didistribusikan di banyak jaringan tubuh dan cairan (termasuk cairan peritoneum,
cairan pleural, cairan sinovial, tulang, empedu, mata humor berair), buruk di CSF (tetapi di hadapan meninge yang
meradang, difus konsentrasi rendah), mudah melintasi plasenta, didistribusikan dalam susu Protein Bound: 5 mcg / mL:
72%, 1 mcg / mL: 57%
 Metabolisme : hepatik

24. Sulfadiazin
 Absorpsi : diserap dengan baik
 Distribusi: sulfadiazine didistribusikan ke sebagian besar jaringan tubuh; tampaknya melintasi membran sel secara bebas.
 pada konsentrasi plasma 100 mcg / mL
 Batas Protein: sekitar 32-56%

25. Sulfacetamid
 ADME obat :-

26. Cotrimoxsazole
 ADME obat :-
6. EFEK SAMPING DAN CARA MENANGANI
Penggunaan antibiotik tanpa resep dokter atau dengan dosis yang tidak tepat dapat menggagalkan pengobatan dan menimbulkan
bahaya seperti : 
● Sensitasi/hipersensitif
● Banyak obat setelah digunakan secara loka dapatmengakibatkan kepekaan yang berlebihan, kalau obatyang sama kemudian
diberikan secara oral atau disuntikkan maka ada kemungkinan teerjadi reaksi hipersensitif atau alergi seperti gatal-gatal di kulit
kemerah-merahan, bentol-bentol atau lebih hebat lagi dapat terjadi syok,contohnya penisilin dan kloramfenikol, guna mencegah
bahaya ini maka sebaiknya salep-salep menggunakan antibiotikyang tidak diberikan secara sistemis [oral dan suntikan].
● Resistensi
● Jika obat dgunakan dengan dosis yang terlalu rendah, atau waktu terapi kurang lama, maka hal ini dapat menyebabkan terjadiya
reistensi artinya bakteri tidak peka lagi
● terhadap obat yang bersangkutan. Untuk mencegah resistensi, dianjurkan menggunakan kemoterapi dengan dosis yang tepat atau
dengan menggunakan kombinasi obat.
● Super infeksi
● Yaitu infeksi sekunder yang timbul selama pengobatan dimana sifat dan penyebab infeksi berbeda dengan penyebab infeksi yang
pertama. Supra infeksi terutama tejadi pada penggunaan antibiotika board spectrum yang dapat mengganggu keseimbangan
antara bakteri di dalam usus saluran pernafasan dan urogenital.
● Spesies mikroorganisme yang lebih kuat atau resistrn akan kehilangan saingan, dan berkuasa menimbulkan infeksi baru misalnya
timbul jamur Minella albicans dan Candida albicans. Selain antibiotik obat yang menekan sistem tangkis tubuh yaitu
kortikosteroid dan imunosupressiva lainnya dan dapat menimbulkan supra infeksi. Khususnya, anak-anak dan orang tua sangat
mudah terjangkit supra infeksi.
1. Ampisilin
 Efek samping : Mual, diare, ruam, kadang-kadang kolitis.
 Cara menangani : Apabila diresepkan ampisilin sirup kering, campurkan serbuk dengan air putih sebanyak yang sudah
ditentukan. Beri tahu dokter apabila memiliki alergi terhadap obat-obat-obatan tertentu, terutama antibiotik penisilin
lainnya dan sefalosporin.

2. Amoksisilin
 Efek sampin : Mual, diare, ruam, kadang-kadang kolitis.
 Cara menangani : Jika menjalani vaksinasi beri tahu dokter karena obat ini dapat menghambat kerja vaksin, terutama
vaksin tifoid. Berhati-hatilah jika alergi terhadap obat seperti penisilin atau bahan tertentu.

3. Co amoxiclav
 Efek samping : Mual, diare, ruam, kadang-kadang kolitis.
 Cara menangani : Jika alergi terhadap obat cara mengatasi nya dengan mandi air hangat untuk reaksi gatal yang
ditimbulkan dan kompres es dibagian yang alergi terhadap obat. Jika terjadi efek samping konvulsi/kejang pindahkan
posisi penderita ke area lebih aman.

4. Sefaklor
 Efek samping : Diare dan kolitis, mual muntah, sakit kepala.
 Cara menangani : Jika diare disertai dengan muntah, sebaiknya mengganti, kekurangan asupan ketiga zat tersebut dengan
cara minum air putih sedikit demi sedikit dengan jeda waktu paling tidak 10 menit sekali daripada minum air segelas
5. Cefadroxil
 Efek samping : Diare dan kolitis, mual muntah, sakit kepala.
 Cara menangani : Berhati-hati dalam menggunakan cefadroxil jika menderita gangguan ginjal.

6. Cefotaxim
 Efek samping : Diare dan kolitis, mual muntah, sakit kepala.
 Cara menangani : Hindari mengonsumsi atau menggunakan obat lain (termasuk suplemen dan produk herba).
Berhati-hati bagi yang menderita kelainan darah, gangguan sumsum tulang, diare, gangguan irama jantung, gangguan
pencernaan.

7. Streptomisin
 Efek samping : sakit kepala, vertigo, mual dan muntah.
 Cara menangani : Hindari menggunakan streptomisin setelah diberikan obat bius atau obat pelemas otot (misalnya
baclofen). Berhati-hati jika menderita riwayat vertigo, myasthenia gravis, dan gangguan ginjal.

8. Neomisin
 Efek samping :Tanda reaksi alergi seperti ruam, gatal-
gatal, kulit kemerahan, bengkak, dengan atautanpa demam, mengi, sulit bernapas, pembengkakan pada mulut, wajah, lida
h, atau tenggorokan.
 Cara menangani : Hindari pemberian imunisasi tau vaksinasi selama pemakaian neomisin. Berhati-hati dalam
menggunakan obat ini jika sedang mengalami fungsi ginjal, penyakit hati, gangguan usus, gangguan pendengaran.
9. Gentamisin
 Efek samping : gangguan keseimbangan dan pendengaran tok sis terhadap ginjal.
 Cara menangani : Hindari pemakaian jika sedang hamil. Berhati-hati bagi lansia, pengguna softlens, penderita gangguan
ginjal, gangguan hati, asma, alergi terhadap sulfit.

10. Thiampenicol
 Efek samping:
Gangguan saluran pencernaan, sepertimual, muntah, diare, radang pada lidah, dansariawan, Kelainan darah, seperti anemia aplastik 
dan penurunan jumlah trombosit(trombositopenia), Sakit kepala., Depresi, Peradangan saraf mata.
 Cara menangani : Berhati-hati untuk pemakaian obat dalam jangka panjang karena dapat menyebabkan timbulnya infeksi jamur
dan bakteri. Hindari mengonsumsi jika memiliki alergi terhadap obat ini.

11. Kloramfenicol
 Efek samping : Kerusakan sumsum tulang belakang, mual muntah diare, sakit kepala, neuritis optis, neuritis perifer.
 Cara menangani : Berhati-hati menggunakan obat ini jika mempunyai riwayat kelainan pada darah. Waspada bagi penderita
penyakit hati, penyakit ginjal, penderita kanker yang sedang mengalami kemoterapi.

12. Farsycol
● Efek samping : Gatal, iritasi lokal, rasa seperti terbakar.
● Cara menangani : Jangan gunakan obat ini untuk infeksi ringan. Jangan memakai lensa kontak selama pengobatan untuk
infeksi mata. Konsultasikan ke dokter jika sedang mengonsumsi resep atau nonprescription obat, persiapan herbal atau suplemen
makanan, alergi terhadap obat-obatan atau makanan, memiliki anemia, masalah sumsum tulang, penyakit hati, masalah ginjal
13. Doxycycline
 Efek samping : Mual dan diare ringan, Sakit perut, Ruam kulit ringan atau gatal.
 Cara menangani : Jangan mengonsumsi doxycycline bersamaan dengan antasida, obat pencahar, maupun suplemen
yang mengandung zat besi, magnesium, kalsium atau zinc.

14. Oxytetracyline
 Efek samping : Nafsu makan menurun, mual,muntah, diare, gangguan penglihatan, tekanan darah meningkat.
 Cara menangani : Pengobatan harus dihentikan apabila gejala meningkatnya tekanan intrakarnial muncul. Pasien
yang sedang menjalani pengobatan dengan isotetrinoin tidak boleh mengonsumsi obat ini.

15. Tetrasiklin
 Efek samping : mual, muntah-muntah,  diare karena adanya perubahan pada flora usus.
 Cara menangani : Beri tahu dokter jika akan menjalani operasi termasuk operasi gigi. Jika terjadi reaksi alergi atau
overdosis segera temui dokter.

16. Erytromisin
 Efek samping : Diare, Gangguan perut, seperti nyeri dan kram, Kehilangan nafsu makan, Mual, Muntah.
 Cara menangani : Tidak boleh dikonsumsi bersama dengan obat cisapride, simvastatin, lovastatin, dan ergotamine.
Hati-hati jika menderita kelainan detak jantung, porfiria, myasthenia gravis, dan masalah pada organ ginjal serta hati.
17. Azitromycin
 Efek samping : Sakit kepala, Mual, Muntah, Sakit perut, Diare.
 Cara menangani : Berhati-hati jika menderita gangguan otot, kelainan detak jantung, serta gangguan ginjal dan hati.
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis segera temui dokter.

18. Spiramisin
 Efek samping : Gatal, Kolitis pseudomembran, Ruam kulit, Urtikaria, Reaksi alergi berat (anafilaktik), Kesemutan,
Gangguan saraf,Aritmia.
 Cara menangani : Beri tahu dokter jika sedang menggunakan obat-obatan lain termasuk suplemen dan produk herba.
Hati-hati bagi penderita gangguan hati, gangguan saluran empedu, dan aritmia.

19. Rifampisin
 Efek samping : Mual,muntah,diare,pusing,gangguan penglihatan.
 Cara menangani : Waspadai penggunaan obat ini bersama dengan obat antivirus ritonavir dan darunavir. Hindari
penggunaan Rifampisin bersama vaksinasi yang berasal dari bakteri yang dilemahkan, seperti vaksin tifus.

20. Asam fusidat


 Efek samping : Mual, muntah, diare, pusing, gangguan penglihatan.
 Cara menangani : Jika terjadi gangguan pencernaan pada efek samping yang ditimbulkan obat oral dan intravena cara
mengatasi nya secara mandiri dengan banyak minum air putih dan menjaga pola makan serta mengubah kebiasaan pola
tidur yang baik
21. Ciprofloxacin
 Efek samping : Sakit maag, Mual dan muntah, Diare, Sakit kepala, Sulit tidur.
 Cara menangani : Berhati-hati bagi penderita gangguan ginjal, tendonitis, penyakit jantung, aritimia dapat
menyebabkan kejang-kejang.

22. Ofloxacin
 Efek samping : Mual dan muntah, Nafsu makan berkurang, Perut kembung.,Diare, Kram perut, Sakit kepala, Pusing,
Insomnia.
 Cara menangani : Hindari konsumsi ofloxacin pada pasien myasthenia gravis, karena memicu perburuhan. Beri tahu
dokter jika sedang menggunakan obat-obatan lain, termasuk suplemen dan produk herba.

23. Lincomycyn
 Efek samping : Peradangan pada lidah, Mual, Muntah, Nyeri perut, Infeksi usus, Diare, Nyeri pada dubur dan BAB
tidak tuntas (tenesmus).
 Cara menangani : Beri tahu dokter jika memiliki riwayat kolitis ulseratif, asma, dan gangguan ginjal atau hati.

24. Sulfadiazin
 Efek samping : Sakit kepala, Mual dan muntah, Diare, Kehilangan nafsu makan, Kulit menjadi sensitif terhadap
cahaya, Reaksi alergi.
 Cara menangani : Berhati-hati jika menderita asma, gangguan hati, gangguan ginjal, kelainan darah, kekurangan
asam folat. Sulfadiazin dapat mengganggu kinerja obat bius dan vaksin tifus.
25. Sulfacetamid
 Efek samping : Iritasi lokal, Rasa tersengat atau terbakar yang bersifat sementara.
 Cara menangani : Hentikan penggunaan produk ini dan segera beri tahu dokter Anda jika salah satu efek samping
yang jarang namun serius ini terjadi

26. Cotrimoxsazole
 Efek samping : Nafsu makan turun, Muntah, Pusing berputar, Kejang, Neuropati perifer, Eritema multiformis,
Hiperkalemia, Ruam, Mual.
 Cara menangani : minum Vitamin C dapat membantu bila ada reaksi alergi pada cotrimoksazol. Periksa ke dokter
jika kulit menjadi pucat atau berwarna kuning, atau jika mengalami sakit tenggorokan, demam, atau ruam, bahkan setelah
beberapa minggu penggunaan cotrimoksazol.
7. INTERAKSI OBAT
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obatlain yang
diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interksi harus selaludipertimbangkan dalam klinik,
manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaanatau hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat
membawa pengaruh yang merugikan,beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan,
misalnya sajaperistiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akanmenghambat sekresi
penisilin di tubuli ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin danmempertahankan penisilin lebih lama
dalam tubuh.
Secara umum suatu interaksi obat dapat digambarkan sebagai suatu interaksi antar suatu obat dan unsurlain
yang yang dapat mengubah kerja salah satu atau keduanya, atau menyebabkan efek samping takdiduga.Pada
prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting:

● Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat.
 
● Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius,karena
meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu. Risiko kesehatan dari Interaksi obat inisangat
bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimialain
baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan.
 
● Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas:

1. Interaksi secara kimia / farmasetis
2. Interaksi secara farmakokinetik
3. Interaksi secara fisiologi
4. Interaksi secara farmakodinamik.

 Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu obat inkompatibel denganobat
lainnya. Pencampuran obat yang inkompatibel akan mengkibatkn inaktivasi obat.
 Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi,biotransformasi /
metabolisme, atau ekskresi obat lain.
 Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obatmerubah aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah dari
tempat aksinya.
 interaksi secara farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain pada atau dekat
sisireseptornya.
INTERAKSI OBAT ANTIBIOTIK

1. Penisilinn
 Berikut ini adalah beberapa interaksi yang dapat terjadi apabila penisilin digunakan dengan obat lain:
Meningkatkan kadar obat dalam darah, jika digunakan dengan probenecid,Meningkatkan risiko timbul
ruam, jika digunakan dengan allopurinol. Dapat mengurangi efektivitas vaksin BCG (vaksin untuk tuberkulosis).

2. Sefalosporin
 Teofilin : Sefalosporin akan meningkatkan tingkat atau efek teofilin dg mempengaruhi metabolisme enzim
hati CYP1A2 metabolisme. Hindari atau gunakan obat alternative. Penggunaan Bersama teofilin dengan
Sefalosporin telah menurunkan batas teofilin dan meningkatkan kadar plasma dan gejala toksisitas reaksi
serius dan fatal mencakup serangan jantung, kejang, status epilepticus, dan gagak nafas. Jikan penggunaan
bersamaan tidak dapat dihindari, pantau kadar teofilin dan dosis disesuaikan dg kebutuhan.
3. Aminoglikosida
 Aminoglikosida dengan vankomisin (vanciocin),
Efek samping merugikan dari masing-asing obat dapat meningkat.. Akibatnya pendengaran dan ginjal dapat
rusak secara permanen. Vankomisin adalah antibiotika yang digunakan untuk enterocolitis.
 Aminoglikosida dengan antibiotika sefalosporin
Efek samping merugikan dari masing-asing obat dapat meningkat. Akibatnya ginjal mungkin rusak. Gejala yg
dilaporkan : pengelaran air, kemih berkurang, ada darah dalam air kemih, rasa haus yg berlebihan, hilang nafsu
makan, lemah, pusing, mengantuk, dan mual.

4. Sulfonamide
 Sulfonamide dengan esterogen (hormone wanita)
Efek esterogen dapat berkurang. Esterogen diberikan pada pasien yang kekurangan esterogen selama mati haid
dan sesudah histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena pembengkakan payudara saat melahirkan karena ibu
tidak menyusui bayinya dan untuk mengobati amenore., akibatnya gangguan yang diobati mungkin tidak dapat
terkendali dg baik.
 Sulfonamide dengan metanamin ( hipres, mandelamine), Kombinasi ini dapat menyebabkan kristahuria ( kristal
dlm air kemih ), Metenamin adalah anti biotika yang digunakan pada infeksi saluran kemih.
5. Fluoroquinolone
 Fluoroquinolone dengan theophylin.
Fluoroquinolone akan meningkatkan level atau efek dari theophilin dengan memengaruhi metabolisme enzim
hati CYP1A2. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Penggunaan teofilin dan siprofloksasin secara bersamaan telah
menurunkan clearance teofilin dan meningkatkan kadar plasma serta gejala toksisitas. Reaksi serius dan fatal
mencakup henti jantung, kejang, status epileptikus, dan gagal napas. Jika penggunaan bersamaan tidak dapat
dihindari, pantau kadar teofilin dan sesuaikan dosis sesuai kebutuhan.

6. Tetrasiklin
 Tetrasiklin dengan amoksisilin.
Tetrasiklin akan mengurangi efek amoksisilin oleh antagonisme farmakodinamik. Hindari atau Gunakan Obat
Alternatif. Tetrasiklin dapat mengganggu aksi bakterisida penisilin. Pantau penurunan efek terapi penisilin jika
digunakan bersamaan dengan tetrasiklin.
7. Kloramfenikol
 Chloramphenicol dengan ceftriaxone
Clorampenicol mengurangi efek ceftriaxone oleh antagonisme farmakodinamik. Gunakan Perhatian / Monitor.
agen bakteriostatik dapat menghambat efek agen bakterisida

8. Makrolida
 Azytromicin dengan digoxin
Azitromisin akan meningkatkan level atau efek digoxin dengan mengubah flora usus. Berlaku hanya untuk bentuk oral
dari kedua agen. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif.

9. Rifampicin
 Rifampicin dan glibenklamid
Rifampisin memiliki efek penurunan efektivitas obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, contohnya
glibenklamid. Rifampisin dan Glibenklamid berinteraksi satu sama lain. Rifampisin adalah obat yang memiliki efek yang
kuat menginduksi sekresi enzim mikrosom hati. Penggunaan Rifampisin ternyata memberikan efek negatif pada upaya
kendali gula darah yang tepat. Modifikasi pada dosis terapi dibutuhkan untuk mencapai kadar gula darah yang diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai