Anda di halaman 1dari 20

GHOZWUL FIKRI DAN CUCI

OTAK PENYESATAN UMAT ISLAM


Sumber : Buku Pemikiran Islam Ilmiah Menjawab Tantangan Zaman – Buku I (Iskandar Al-
Warisy Dkk)
Pengertian
Cuci Otak Ghozwul Fikri

Mencuci  membersihkan sesuatu (misal : piring)


Al-Ghozwu  penjajahan / penyerangan
dari sesuatu (misal : debu)
Otak  alat berpikir manusia (dimaksudkan Al-Fikru  pikiran
informasi yang terdapat pada otak) Ghozwul Fikri = penjajahan alam pikiran
Cuci Otak = membersihkan alat berpikir manusia
(otak) dari informasi-informasi yang sudah terdapat
dalam otak.
Latar Belakang
Dahulu Barat menjajah secara fisik, menguras sumber daya alam, kini
penjajahan bukan fisik lagi, melainkan menjajah pikiran.

Adanya anggapan / Barat dianggap telah melakukan cuci otak dalam berbagai bidang (seni,
tudingan pihak yang budaya, ilmu pengetahun, dll) melalui berbagai macam media (TV, koran,
melakukan Ghozwul radio, majalah, film dll).
Fikri terhadap umat
Islam adalah orang
Barat
Hasil dari cuci otak  pola pikir umat Islam jadi kebarat-baratan karena
terjajah oleh orang Barat

Bila pola pikir menjadi kebarat-baratan, maka akan membentuk perilaku


& akhlak umat Islam jadi kebarat-baratan. Karena itu dengan sendirinya
umat Islam menjadi kafir.
• Untuk membendung arus Ghozwul Fikri, sebagian ulama melarang banyak hal yang berasal dari
Barat (produk Barat). Ada predikat yang melekat untuk setiap yang berasal dari Barat seperti
“tidak nyunnah” (biasanya untuk hal-hal yang bersifat teknis operasional, misal : mode pakaian,
alat makan, cara makan, dll). sedangkan untuk hal yang bersifat konseptual (misal : ilmu
pengetahuan, epistemology dll) yang berasal dari Barat, predikatnya adalah kafir.

• Orang-orang yang menggunakan atau menerima produk Barat tersebut dikatakan telah terkena
Ghozwul Fikri.
Masalah
1 2

Ghozwul Fikri dianggap sebagai suatu kejahatan Apa Hakikat dari Ghozwul Fikri ?
karena Ghozwul Fikri identik dengan upaya Ghozwul Fikri sebenarnya mengandung
“pembaratan”. Karena Barat itu kafir, maka arti yang luas dan mendasar. Ghozwul

pembaratan itu identik dengan pengkafiran. Fikri tidak terbatas pada penjajahan
pemikiran oleh Barat.
Yang menjadi masalah, benarkah tiap-tiap
perilaku Barat senantiasa kafir, dimana umat
Islam diharamkan untuk menirunya ?
Pembahasan 1
• Pembaratan = menjadikan orang berpikir dan berperilaku seperti orang-orang Barat.

• Cara berpikir seperti itu bisa menyebabkan kesesatan bagi umat, sebagian bangsa Barat kafir karena
melakukan tindakan tertentu seperti tidak mengakui Allah sebagai Illah, tidak mengakui Nabi Muhammad
SAW sebagai Rasul Allah, tidak mengakui kebenaran Al-Qurán. Namun bukan berarti semua pemikiran
dan perilaku yang dilakukan oleh orang Barat merupakan tindakan kekafiran atau semua halnya pasti
negatif.

• Bukan akhirnya jika bangsa Barat kafir maka segala yang diperbuat dan yang ditemukan bangsa Barat
adalah kesalahan. Cara berpikir seperti ini adalah cara berpikir subyektif yang tidak berpijak pada
kenyataan (fakta).
Cara berpikir ini jelas ditentang oleh Islam, ada di dalam QS. Al-Maidah (5) : ayat 8

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah
(5) : 8)

Penulis melihat justru banyak sekali perbuatan Barat yang ”Islami”, kemenangan Barat saat ini adalah
akibat perbuatan-perbuatan yang dilakukan barat secara Islami, diantaranya adalah pengamatan dan
penemuannya atas hukum yang berlaku di alam semesta (contoh : penemuan teori gravitasi, hukum
kekekalan energi, dll) sehingga mereka lebih banyak mengetahui hukum-hukum alam yang telah ditentukan
Allah SWT di alam ini (baik eksakta maupun sosial).
Bahwa ada tindakan-tindakan Barat yang bukan merupakan Ghozwul Fikri. Dengan pemahaman seperti
ini, maka tidak setiap yang dilakukan Barat adalah bernilai negatif (kafir).

Dampak yang terjadi apabila umat Islam memiliki pandangan bahwa setiap yang berhubungan dengan
barat adalah Ghozwul Fikri yang membawa kekafiran :

1. Umat Islam tidak mampu melihat benar dan salah secara obyektif (sesuai fakta)

2. Melestarikan kejahiliyahan

3. Ketertinggalan ilmu pengetahuan, kekalahan umat Islam dalam merebut khalifah fil ardh

4. Hilangnya potensi-potensi perjuangan, generasi yang memiliki potensi ilmu dan iman tidak bisa
berkembang (karena dikungkung oleh konsep yang keliru)
Pembahasan 2
• Ghozwul Fikri sebenarnya mengandung arti yang luas dan mendasar. Ghozwul Fikri tidak terbatas pada
penjajahan pemikiran oleh Barat.

• Ghozwul Fikri merupakan bentuk perbudakan manusia yang satu atas manusia yang lain, dimana
kebenaran diidentikkan dengan manusia tertentu merupakan keadaan manusia terjajah
pemikirannya (Ghozwul Fikri)

• Manusia dengan potensi-potensi dasar yang dimilikinya (akal, panca indera, petunjuk wahyu) merupakan
makhluk yang relatif, makhluk yang tidak selalu benar dalam menyimpulkan fakta yang diketahuinya
(bisa benar dan bisa salah). Walau demikian, dengan potensi tersebut sebenarnya setiap manusia mampu
mencapai kebenaran.
Akan tetapi bila kebenaran itu diidentikkan pada manusia tertentu (padahal manusia tidak selau
benar). Maka hal ini merupakan tindakan yang salah dan sesat.

Ghozwul fikri terjadi ketika seseorang mengikuti pikiran orang lain

secara subyektif (mengikuti pikiran seseorang bukan karena ide orang

tersebut benar akan tetapi ide tersebut menjadi benar karena yang

mengungkapkan adalah orang tertentu).


Beberapa Kisah Ghozwul Fikri yang diceritakan dalam Al-Qurán

Pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Musa


Pada Umat Nasrani dan Yahudi
Ghozwul Fikri ini terjadi oleh penguasa
Mereka memutlakkan ayat penafsiran para
(Namrudz dan Firaun) yang merasa dirinya
ulamanya tentang kitab Allah (QS. At-
memiliki kebenaran mutlak yang harus diikuti
Taubah (9) ayat 31).
oleh rakyatnya.

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka
mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-
Taubah (9) ayat 31).
Setiap Nabi dan Rasul diutus Allah untuk menegakkan tauhid di muka bumi ini, tiada Ilah selain Allah.
Salah satu konsekuensi logis dari pernyataan tersebut adalah setiap manusia merupakan satu derajat, tidak ada
seorang manusia pun yang mutlak benar secara keseluruhan, tidak ada penjajahan manusia satu atas manusia
yang lain. Subjek yang mutlak hanyalah Allah SWT.

Membebaskan pikiran manusia dari belenggu penjajahan manusia yang lain, menundukkan manusia pada
kebenaran merupakan misi dasar yang diemban para Nabi dan Rasul. Melaksanakannya berarti jihad fi
sabilillah dan apabila mati dalam menegakkannya berarti mati syahid. Dari misi dasar Rasul yang seperti itu
tentu kita melihat betapa bahayanya Ghozwul Fikri ini bagi peradaban manusia.

Bagi para mukmin yang mencintai kebenaran, keadilan dan kedamaian, menghapuskan Ghozwul Fikri
ini merupakan tugas suci yang harus ditegakkan.
Identifikasi Ghozwul Fikri
Ada ciri-ciri khas dari pelaku Ghozwul Fikri :

1. Dalam menilai / menyimpulkan sesuatu menggunakan landasan subyektif (kebenaran ditentukan


oleh siapa yang berbicara), tidak obyektif (berdasarkan fakta).

2. Pelaku Ghozwul Fikri biasanya tidak bersedia /takut konsepnya dikritik oleh orang lain. Hal ini
dikarenakan ia merasa konsep yang diyakininya sudah benar secara mutlak, atau ia takut kalau
ternyata konsepnya salah. Keadaan ini nampak dari perilakunya, misalkan : takut ditanya, bahkan
ada yang sampai mengharamkan bertanya, takut diuji/berdiskusi.

3. Pola-pola kajian doktriner yang menekankan umat untuk percaya (tanpa berpikir kritis tentang benar
atau salahnya kajian yang diberikan)
4. Pelaku Ghozwul fikri tidak mengajarkan berpikir kritis bahkan mungkin mengharamkannya. Dengan
demikian umat mudah dijajah.

5. Menentang orang-orang yang berusaha membebaskan umat dari Ghozwul Fikri yang sebenarnya.
Sejarah banyak mencatat hal ini antara lain :

 Nabi Ibrahim dituduh menyesatkan umat oleh penguasa dan ulama pada jamannya walau
mereka tidak mampu menggugurkan argumentasi Nabi Ibrahim.

 Nabi Muhammad SAW juga demikian oleh penguasa Quraisy dan ulama ahli kitab.

 Cukup banyak ulama (orang-orang berilmu) yang dikejar-kejar dan karya (kitab)nya dibakar
tanpa diberi kesempatan untuk membuktikan argumentasinya dan membuktikan siapa yang
benar/salah.
Sebab-sebab Melakukan Ghozwul Fikri
1. Ketidaktahuan tentang Ghozwul Fikri

2. Kekeliruan dalam berpikir

3. Akibat terkena Ghozwul Fikri, dia meneruskannya kepada orang lain

4. Maksud-maksud politis. Untuk meruntuhkan penjajahan, ditanamkan kebencian yang mendalam


terhadap penjajah tersebut tapi dengan cara yang keliru secara tidak sadar telah membebaskan umat
dari penjajah yang satu untuk kemudian terbelenggu oleh penjajah yang lain.

5. Menuruti hawa nafsu (untuk mendapatkan harta, kekuasaan, dan lain-lain)

6. Niat menghancurkan Islam.


Pemecahan Masalah
Diantara langkah-langkah yang ditempuh untuk menghapuskan Ghozwul fikri adalah :

 Menanamkan kesadaran dan kemauan yang tinggi kepada umat untuk mencintai dan tunduk kepada
kebenaran, kritis dalam menerima atau menolak ide-ide yang masuk. Terbuka terhadap ide-ide kebenaran,
lapang dada menerima kebenaran.

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
(Qs. Al-Maidah (5) : ayat 8)
 Pendidikan (tarbiyah) yang diberikan kepada umat Islam harus mengandung nafs (ruh) pembebasan
Ghozwul Fikri antara lain : Mendidik umat supaya mampu berpikir mandiri. Tiap diri bertanggung jawab
atas perbuatannya masing-masing

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.“ (QS. Al-Isra’ (17) : Ayat 36).

 Menggunakan pikiran yang murni (akal) tanpa dipengaruhi oleh hawa nafsu dalam memutuskan /
menyimpulkan sesuatu.

“Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang
akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun.”
(QS. Ar-Rum (30) : Ayat 29)
 Melatih/membiasakan umat berpikir kritis, memberikan pengetahuan cara berpikir yang benar (logika).

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia,
mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-
orang yang lalai.”
(QS. Al-A’raf (7) : Ayat 179).
Dari uraian diatas semoga kita terbebas dari pengaruh Ghozwul Fikri serta
tidak menjadi pelaku Ghozwul Fikri dan kita bisa lebih kritis tentang kajian-
kajian yang membahas Ghozwul Fikri akan tetapi akibat ketidakpahamannya
terhadap hakikat Ghozwul Fikri, secara tidak sadar mereka telah/sedang
melakukan Ghozwul Fikri dan menjadi penentang kebenaran.
Materi ini disiapkan Instruktur tanpa bermaksud mengurangi substansi isi dari artikel aslinya
yang berjudul “Ghozwul Fikri dan Cuci Otak Penyesatan Umat Islam” dalam Buku Pemikiran
Islam Ilmiah Menjawab Tantangan Zaman – Buku I | Penulis Materi : Iskandar Al-Warisy

Anda mungkin juga menyukai