Penegakan Hukum Dalam Bidang Kehutanan - Kelompok 4
Penegakan Hukum Dalam Bidang Kehutanan - Kelompok 4
HUKUM KEHUTANAN
DAN PERKEBUNAN
PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG KEHUTANAN
KELOMPOK 4
HUKUM
Sejak tiga dekade terakhir ini kawasan hutan di Indonesia mengalami
degradasi yang sangat serius dari segi kuantitas maupun kualitasnya.
Pengelolaan dan pemanfaatan hutan harus sesuai dengan peruntukannnya,
sangat dikhawatirkan di era saat ini perorangan ataupun korporasi banyak
melakukan eksploitasi hutan secara besar-besaran, illegal logging,
pembakaran hutan, dan sebagainya yang telah merusak kawasan hutan.
BELAKANG
Untuk itu perlu adanya penegakan hukum untuk menjerat para pelaku
perusakan hutan. Indonesia telah memiliki regulasi terkait itu, yakni
tertuang dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (yang kemudian
LATAR
Pasal 50 (2) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan disebutkan bahwa
kerusakan hutan adalah terjadinya perubahan fisik hutan, sifat fisik atau hayatinya yang
menyebabkan hutan terganggu atau tidak dapat berperan sesuai fungsinya. Untuk mengatasi
kerusakan tersebut maka dibuat regulasi untuk menjerat pelakunya, ini merupakan sebuah
penegakan hukum terhadap bidang kehutanan. Kegiatan perusakan yg terjadi dihutan sangat
beragam, kegiatan yang dilarang dalam bidang kehutanan diatur dalam Undang-Undang No. 41
tahun 1999 tentang Kehutanan yang kemudian di ubah dalam UU No. 11 tahun 2020 tentang
Cipta Kerja, lalu pada Undang-Undang No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan. Selain itu terdapat ketentuan pidana dalam UU tersebut.
KEGIATAN YANG DILARANG DAN KETENTUAN PIDANA DALAM BIDANG KEHUTANAN
KEGIATAN YANG DILARANG DAN KETENTUAN PIDANA DALAM BIDANG KEHUTANAN
CONTOH KASUS DAN PENEGAKANNYA
Ketentuan hukum pidana yang dapat diberlakukan terhadap pelanggaran illegal logging,
melalui penerapan sanksi menurut UU yaitu bedasarkan Pasal 18 PP No. 28 Tahun 1985 dan
Pasal 78 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yakni Barang siapa dengan sengaja
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c,
barang siapa dengan sengaja memanen, menebang pohon, memungut, menerima, membeli,
Illegal Logging
menjual, menerima tukar, menerima titipan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau
patut diduga berasal dari kawasan hutan, diancam dengan hukuman penjara paling lama
sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Ketentuan
lain yang dapat dijeratkan pada kejahatan illegal logging ialah Kitab Undang Undang Hukum
Pidana (KUHP). Adapun pasal-pasal KUHP yang dapat dikenakan kepada kejahatan illegal
logging salah satunya adalah pengrusakan barang (Pasal 406- 412 KUHP) dengan ancaman
pidana penjara paling lama 5 tahun.
EFEKTIVITAS
HUKUM Efektivitas hukum dapat diartikan sebagai keberhasilan suatu aturan hukum sesuai
dengan tujuan, diberlakukan, serta dibentuknya aturan hukum itu sendiri. Dalam
penegakan hukum di bidang kehutanan, dapat dikatakan bahwa belum maksimal
memerangi kasus-kasus yang terjadi dikawasan hutan. Berdasarkan Data Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 15 September 2019 menunjukan jumlah
titik panas atau hotspot di Kalimantan Tengah terdapat sebanyak 954 titik api. Total
lahan yang terbakar sejak Januari hingga Agustus 2019 seluas 328.724 hektare. Dari
luas tersebut, 27 persen di antaranya adalah lahan gambut. Selebihnya, lahan mineral.
Hal tersebut menunjukan bahwa masih banyak tindakan pembakaran hutan yang
dilakukan oleh masyarakat maupun perusahaan. Artinya kepatuhan terhadap hukum oleh
masyarakat masih kurang sehingga kasus-kasus serupa masih terjadi.
EFEKTIVITAS HUKUM MENURUT SOERJONO SOEKANTO
KELOMPOK 4
THANK YOU. ANY QUESTION?