Anda di halaman 1dari 5

Teks Cerita Sejarah

Orientasi
Setelah Proklamasi, 17 Agustus 1945. Perang gerilya adalah perang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi, berpindah-pindah dan penuh
kecepatan. Gerilya merupakan salah satu strategi perang dalam
perjuangan para pejuang dalam rangka merebut dan mempertahankan
kemerdekaan bangsa Indonesia.
Peristiwa
Perang gerilnya dipimpin oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. Perang gerilya terjadi
di Yogyakarta saat Agresi Militer Belanda II pada 1948. Pada waktu itu Yagyakarta
menjadi ibu kota Indonesia setelah Jakarta dikuasai Belanda. Belanda kembali masuk ke
Indonesia terutama di Pulau Jawa pada 14 Desember 1948.

Kedatangan Belanda untuk melumpuhkan dan menghancurkan semangat militer


Indonesia. Berbagai serangan dilakukan oleh pasukan Belanda. Di Yogyakarta, serangan
dilancarkan di Pangkalan Udara Maguwo, kemudian berlanjut lewat serangan darat. Pada
19 Desember 1948, Yogyakarta mampu dilumpuhkan dan dikuasai pasukan Belanda.

Pada 22 Desember 1948, Jenderal Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk gerilya.


Selama gerilya Jenderal Soedirman dan pasukan berjalan untuk berpindah-pindah tempat.
Mereka berjalan cukup jauh dengan menyeberangi sungai, gunung, lembah, dan hutan.
Para pejuang juga melakukan penyerangan ke pos-pos yang dijaga Belanda atau saat konvoi.
Gerilya yang dilakukan pasukan Indonesia merupakan strategi perang untuk memecah
konsentrasi pasukan Belanda. Kondisi itu membuat pasukan Belanda kewalahan.

Agresi Militer Belanda II membuat situasi Yogyakarta sangat tidak kondusif. Sri Sultan
Hamengku Buwono IX sebagai raja Keraton Yogyakarta Hadiningrat mengirimkan surat kepada
Jenderal Sudirman untuk meminta izin diadakan serangan.

Setelah perancanaan yang matang, 1 Maret 1949 pagi hari, serangan besar-besaran yang
serentak dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Fokus utama penyerangan di ibu kota
Indonesia, Yogyakarta.

Pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB, sewaktu sirine dibunyikan serangan dilakukan di segala
penjuru kota. Pasukan Indonesia berhasil menguasai Kota Yogyakarta selama 6 jam.
Reorientasi
Serangan yang terjadi pada 1 Maret akhirnya didirikan Monumen
Serangan Umum 1 Maret. Monumen itu merupakan salah satu
landmark dan cagar budaya Kota Yogyakarta. Monumen itu juga untuk
mengingatkan tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajah.

Anda mungkin juga menyukai