UNDANG-UNDANG
PERATURAN
PEMERINTAH
* Permenkes :
26 / I/ 1981 Pengelolaan dan Perijinan Apotik
Menkes/PER/
244 /Menkes/Per/ V/ 1990 Ketentuan dan Tata cara
Pemberian Izin Apotik
919 /Menkes/Per/ X/ 1993 Kriteria Obat Yang Dapat
Diserahkan Tanpa Resep
922 /Menkes/Per/ X/ 1993 Ketentuan dan Tata cara
Pemberian Izin Apotik
924 /Menkes/Per/ X/ 1993 Daftar Obat Wajib Apotik No.2
284 /Menkes/Per/ III 2007 Apotek Rakyat
APOTIK
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) = K
278 /Menkes/SK/ V 1981 Persyaratan Apotik
Surat Edaran Dirjen POM No. 336/SE/77 tgl 4 mei 1977 Ttg
Salinan resep narkotika
Narkotika & Psikotropika
Permenkes
28 /Menkes/PER/ I/ 1978 Penyimpanan Narkotika
688 /Menkes/PER/ VII/ 1997 Peredaran Psikotropika
Permenkes Obat Tradisional
246 /Menkes/Per/ V/ 1990 Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradicional
760 /MEN.KES/PER/ IX/ 1992 Fitofarmaka
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) = K
397b /MEN.KES/SK/ VII 1991 Larangan Beredar Obat Tradisional Yang Tidak
Terdaftar
761 /MENKES/SK/ IX 1992 Pedoman Fitofarmaka
661 /MENKES/SK/ VII 1994 Persyaratan OT
Keputusan Dirjen POM no. Tatacara Produksi OT Dari Bahan Alam Dalam sediaan
6605/D/SK/X/84 Bentuk Kapsul atau tablet
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Permenkes
UNDANG-UNDANG
PERATURAN
PEMERINTAH
PERATURAN
DAERAH
UNDANG-UNDANG TERKAIT
APOTEK
1. UU Obat Keras (St. No.419 tgl 22 Desember 1949)
2. UU 3 Th 1953 tentang Pembukaan Apotek (Lembaran Negara Th
1953 No 18);
3.UU No 7 Th 1963 tentang Farmasi (LN Th 1963 No. 81,
Tambahan LN No2580)
4.UU No. 23 Th 1992 Tentang : Kesehatan
(mencabut UU No 3 th 1953 dan UU No 7 th 1963)
5. UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
6. UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika
7.UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
8.6. UU No. 29 Tahun 2004 tentang: Praktik Kedokteran
9.UU No. 36 Th 2009 Tentang : Kesehatan
(mencabut UU 23 th 1992)
Peraturan Pemerintah
1. PP No. 20 Tahun 1962 tentang: Lafal Sumpah/JanjiApoteker
2. PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotik
3. PP No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26
tahun 1965 tentang Apotik
4. PP No. 32 Tahun 1996 tentang: Tenaga Kesehatan
5. PP No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan
6. PP No.51 tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian
Peraturan Menteri Kesehatan
1.Reglement D.V.G. (St. 1882 No.97, sebagaimana dirobah terakhir menurut
St.1949 No.228) tentang Menjalankan Peracikan Obat
2. Permenkes No.28/Menkes/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika
3. Permenkes No.26/Menkes/Per/I/1981 tentang Pengelolaan dan Perizinan
Apotik
4. Permenkes No.244/Menkes/Per/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik
5. Permenkes No. 918/ Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
6. Permenkes No. 919/ Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat Yang Dapat
Diserahkan Tanpa Resep
7. Permenkes No. 922/ Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik
8. Permenkes No. 924/ Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar OWA No.2
9. Permenkes No. 925/ Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan Golongan
Obat No. 1
10. Permenkes No. 688/Menkes/PER/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika
11. Permenkes No. 284 tahun 2007 ttg APOTEK RAKYAT
12. Permenkes No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 Ttg PEDAGANG BESAR FARMASI
13. Permenkes No 889 thn 2011 ttg Registrasi Ijin Kerja, Ijin Praktek Tenaga
Kefarmasian
Keputusan Menteri Kesehatan
1. Kepmenkes No.278/Menkes/SK/V/1981 tentang Persyaratan Apotik
2. Kepmenkes No.279/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Perizinan Apotik
3. Kepmenkes No.280/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pengelolaan Apotik
4. Kepmenkes No.347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik
5. Kepmenkes No. 1176/ Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar OWA No. 3
6. Kepmenkes No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tttg: Registrasi dan Praktik
Bidan
7. Kepmenkes No.1191/Menkes/PSK/IX/2002 ttg Perubahan atas
Kepmenkes No.918/Menkes/Per/X/1993 ttg Pedagang Besar Farmasi
8. Kepmenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002 ttg Perubahan atas
Permenkes No. 922/ Menkes/Per/X/1993 ttg Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik
9. Kepmenkes No.: 679/MENKES/S/IV/2003 ttg: Registrasi dan Izin Kerja
Asisten Apoteker
Tata Cara Perijinan
dan Pengelolaan
APOTEK
PP 25 tahun 1980
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan apotik
adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran obatkepada masyarakat.
2. Pasal 2
Tugas dan fungsi apotik adalah :
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan ;
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan
bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bah an obat
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harusmenyebarkan
obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
PP 25 tahun 1980
Pasal 3
Setelah mendapat izin Menteri Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, apotik dapat diusahakan oleh :
a. Lembaga atau instansi Pemerintah dengan tugas
pelayanan kesehatan di Pusat dan di Daerah ;
b. Perusahaan milik Negara yg ditunjuk oleh pemerintah ;
c. Apoteker yang telah mengucapkan sumpah dan
telahmemperoleh izin kerja dari Menteri Kesehatan.
PERMENKES
NO. 922/MENKES/PER/X/1993
a. Apotik adalah suatu tempat, tertentu
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
dan penyaluran perbekalan farmasi kepada
masyarakat.
b. Apoteker adalah mereka yang berdasarkan
peraturan perundang- undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
PP25 tahun 1980 Ttg APOTEK
• Menjadi dasar hukum perijinan apotek
sebelum diberlakukannya PP51/2009
• PP 25 tahun 1980 dicabut oleh PP51
tahun 2009
• Sampai sekarang masih mnggunkanan
turunan PP25/1980 karena aturan
teknis PP 51 belum diterbitkan.
PERMENKES
NO. 922/MENKES/PER/X/1993
Ketentuan dan Tata cara Pemberian Ijin
Apotek
Sekarang masih berlaku dan jadi
dasar pemberian ijin apotek,
sepanjang tidak diubah oleh
Kepmenkes 1332/2002 ttg
Perubahan atas Permenkes
922/1993
PERMENKES NO. 922/MENKES/PER/X/1993TENTANG
KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN
APOTIK
PASAL 4
Izin Apotik diberikan oleh Menteri.
(2) Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin
Apotik kepada Dirjend.
(3) Dirjend melimpahkan wewenang pemberian izin
Apotik kepada Kepala Kantor Wilayah.
(4) Kepala Kantor Wilayah wajib melaporkan pelaksanaan
pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan
pencabutan Izin Apotik sekali setahun kepada Dirjend.
(5) Dalam melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut
dalam ayat (3), Kepala Kantor Wilayah tidak diizinkan
mengadakan pengaturan yang membatasi pemberian izin.
PERMENKES NO. 922/1993
PERSYARATAN APOTEKER PENGELOLA APOTIK
Pasal 5
Untuk menjadi APA harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Ijazahnya telah terdaftar pada Depkes.
b. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apt.
c. Memiliki Surat izin Kerja dari Menteri.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan
mental untuk meiaksanakan tugasnya, sebagai Apt.
e. Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan
tidak menjadi APA di Apotik iain
PERMENKES NO. 922/1993
PERSYARATAN APOTIK (Pasal 6)
(1) Untuk mendapatkan izin Apotik, Apt atau Apt
yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang
telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi
dan perbekalan lainnya yg merupakan milik sendiri
atau milik pihak lain.
(2) Sarana Apotik dapat didirikan pada lokasi yang
sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya
di luar sediaan farmasi.
(3) Apotik dapat melakukan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
Pengelolaan
(Pasal 10 Permenkes 922/Menkes/Per/X/1993)
• Pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau
bahan obat;
Pengadaan penyimpanan, penyaluran dan
penyerahan perbekalan farmasi lainnya;
• Pelayanan Informasi mengenai perbekalan
farmasi.
Perizinan Apotik
(Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002)
• Diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
• Persyaratan :
• Bangunan
• Sarana
• Ruangan
• Kelengkapan bangunan
• Perlengkapan
• Tenaga Kesehatan
• APA
• Apt. Pendamping
• AA
APOTEKER
Pemahaman pasal:
•Keputusan MK ini memperkuat pasal 108 dari UU 36/09 (dan juga keberadaan PP
51/2009) bahwa Praktik Kefarmasian diakui dan
• Dilaksanakan oleh Tenaga Kefarmasian
• Dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa, dokter, dokter gigi dan
perawat dapat melakukan secara terbatas
67
•Hanya tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan yang memiliki
kekuatan hukum mengikat dalam menjalankan praktik kefarmasian dan
•Tenaga kesehatan dokter, dokter gigi, perawat secara terbatas yang
melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam
keselamatan jiwa 68
PP 51 tahun 2009
Pasal 1 Poin 1
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional.
Pasal 1 Poin 4
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
PP51/2009
Pasal 4
Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:
a. memberikan perlindungan kepada pasien dan
masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan
sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta peraturan perundangan-undangan;
dan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien,
masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
PP51/2009
Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik
profesi kefarmasian secara baik.
Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa
petunjuk operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan
Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau
penyaluran, dan pelayanan kefarmasian.
PP51/2009
Pasal 20
Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis
Kefarmasian.
PP 51 TAHUN 2009
Pasal 21
(1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan
oleh Apoteker.
(3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat
menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada
sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut jenis Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian ditetapkan oleh Menteri.
(5) Tata cara penempatan dan kewenangan Tenaga Teknis Kefarmasian di
daerah terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 22
Dalam hal di daerah terpencil yang
tidak ada apotek, dokter atau dokter
gigi yang telah memiliki Surat Tanda
Registrasi mempunyai wewenang
meracik dan menyerahkan obat
kepada pasien yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
PP51/2009
Pasal 23
(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 harus menetapkan
Standar Prosedur Operasional.
(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis
dan diperbaharui secara terus menerus sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 24
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat:
a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien;
dan
c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas
resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
(1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari
pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
(2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik
modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan.
(3) Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek sebagaimana dimaksud ayat (1)
Pasal 26
1) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
huruf e dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki
STRTTK sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(2) Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko Obat, Tenaga Teknis
Kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian di Toko
Obat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Pelayanan Kefarmasian di
Toko Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan standar pelayanan
kefarmasian di toko obat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 29
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
diatur dengan Peraturan Menteri.
PP51/2009
Pasal 27
Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan
farmasi pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat
oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya
Pasal 28
Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian
pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib mengikuti
paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi
PP51/2009
Pasal 30
(1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia Kedokteran dan
Rahasia Kefarmasian.
(2) Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat
dibuka untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan
hakim dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rahasia Kedokteran dan
Rahasia Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.
PP51/2009
Pasal 31
(1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan
Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan program
kendali mutu dan kendali biaya.
(2) Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
audit kefarmasian.
Pasal 32
Pembinaan dan pengawasan terhadap audit kefarmasian dan
upaya lain dalam pengendalian mutu dan pengendalian
biaya dilaksanakan oleh Menteri.
Penjelasan Pasal 31PP51/2009
Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kendali mutu”
dalam ayat ini adalah suatu sistem pemberian Pelayanan
Kefarmasian yang efektif, efisien, dan berkualitas dalam
memenuhi kebutuhan Pelayanan Kefarmasian.
Yang dimaksud dengan “kendali biaya” adalah Pelayanan
Kefarmasian yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan
dan didasarkan pada harga yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “audit kefarmasian” adalah
upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu
Pelayanan Kefarmasian yang diberikan kepada masyarakat
yang dibuat oleh Organisasi Profesi atau Asosiasi Institusi
Pendidikan Farmas
PP51/2009
Pasal 35
(1) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam
melaksanakan pekerjaan kefarmasian.
(2) Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilaksanakan dengan menerapkan Standar
Profesi.
(3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus didasarkan pada Standar
Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang
berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan
Kefarmasian dilakukan.
(4) Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan pasal 35 PP51/2009
94
Pasal 3. UU Obat Keras
(St. No.419 tgl 22 Desember 1949)
(1) Penyerahan persediaan untuk penyerahan dan
penawaran nntuk penjualan dari bahan-bahan G,
demikian pula memiliki bahan-bahan
ini dalam jumlah sedeniikian rupa seliingga secara
normal tidak dapat diterima bahwa bahan-bahan
ini hanya diperuntukkan pemakaian
pribadi, adalah dilarang. Larangan ini tidak berlaku
untuk pedagang- pedagang besar yang diakui,
Apoteker-apoteker yang memimpin
Apotek dan Dokter Hewan.
Ikatan Apoteker Indonesia
•Standar Kompetensi
•Kode Etik
•Standar Praktik
•Good Pharmacy Practices
Apoteker Komunitas
(HISFARMA)
•Model of Practice
•Standard of Community Pharmacy Practice
Rencana •Good Community Pharmacy Practice
Strategis •Policy of Organization
•Guidelines of Practice
•Statements of Practice
•Standard of Procedures
Brand apotek bukan TOKO OBAT tetapi
tempat praktek apoteker yang
memberikan manfaat kepada
masyarakat
Ps.27(1) UU 36/2009
.... melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya
Liabiliti Profesi ,Menurut UU No. 36/09
(pasal 58 ayat 1,2)
(1)Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.
SINERGI STAKE HOLDER
PENDIDIKAN TINGGI
FARMASI INDONESIA
IK A T
IKATAN R T IF A- DINAS
E
, S NSI,S IP
S TR E
APOTEKER PE T S P O KESEHATAN
O M PP -
INDONESIA K A , G KABUPATEN/KO
SIK TA
KOMITE FARMASI
NASIONAL DEPKES RI
RePOSISI APOTEKER (PP51/09)
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker
Pasal 20
Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau
Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal 21
(1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan
oleh Apoteker.
103
RePOSISI APOTEKER (PP51/09)
Pasal 24
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker
dapat:
a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien;
dan
c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari
dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
(1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari
pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
(2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik
modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan.
(3) Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek sebagaimana dimaksud ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- 104
undangan.
Apoteker melakukan pekerjaan profesi
kepada pasien
Pasal 7
(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. memiliki surat pernyataan tlh mengucapkan sumpah/janji Apt;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yg memiliki
surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
(2) Selain memenuhi pesyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
Apoteker lulusan luar negeri harus memenuhi:
a. memiliki surat keterangan telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker
dari institusi pendidikan yang terakreditasi; dan
b. memiliki surat izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan
Permenkes 889/2011
Bagian Ketiga
Sertifikat Kompetensi Profesi
Pasal 9
(1) Sertifikat kompetensi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf b dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji
kompetensi.
(2) Sertifikat kompetensi profesi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapa
dilakukan uji kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya.
Pasal 10
(1) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah
lulus uji kompetensi dan. dapat memperoleh sertifikat kompetensi
profesi secara langsung
(2) Permohonan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif 1 (satu) bulan sebelum
pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru.
Pasal 11
(1) Uji kompetensi dilakukan oleh
organisasi profesi melalui
pembobotan Satuan Kredit Profesi
(SKP).
(2) Pedoman penyelenggaraan uji
kompetensi ditetapkan oleh KFN.
Segera Terbit
Permenkes Tentang
APOTEK
APOTEK VISI 2016
ASURANSI
e-Prescribing KESEHATAN/BPJS
e-Prescribing
RAK
ELEKTRONIK
NO KODE:..
OBAT +
ETIKET
• DOKTER
• DIAGNOSE APOTEKER
• RESEP
KLINIK/ APOTEK
dr Praktek swasta OBAT +
PEMAHAMAN
TENTANG dan
Penggunaannya
R/Levocin 500mg
R/ Salofalk
R/ Tripanzym
R/ Sanmag syr
R/ Vometa
R/ Counterpain
R/ Laz
R/
Dexametason
Kalnex
Brainact
R/
Tebokan
Merislon
Tradosik