Disusun oleh:
Gunawan Adi Wibowo (I1C018010)
Salshabila Akbarani Nurzaman (I1C018012)
Putri Ayu Berliana Ghania Hidayat (I1C018014)
Nadia Farahdina (I1C018016)
Zaima Arrosyidi Arrifqi (I1C018018)
Ananda Siti Salsabila (I1C018020)
Kelas/Kelompok : B/2
Dosen Pembimbing Praktikum : Nialiana Endah E, M.Sc., Apt.
Tanggal Diskusi Dosen : 9 Juni 2021
Tanggal Diskusi Kelompok : 9 September 2021
2021
PENYELESAIAN KASUS FARMAKOTERAPI II
A. KASUS
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 82 tahun
Keluhan utama : Pasien mengeluhkan Lemas, sulit menelan, minum air putih
tersedak, nyeri perut, susah BAB, demam, batuk berdahak.
Riwayat obat : Tidak pernah meminum obat antihipertensi, pasca operasi mata
(blepharophaty) ± 14 hari yang lalu, pasca operasi prostat 4 tahun yang lalu, pasang Kawat di
lutut 1 tahun yang lalu.
Riwayat alergi :-
Pengobatan Pasien di RS
Juli 2021
Nama obat Dosis
13 14 15 16 17 18 19
Ceftazidime 500 mg/hari (iv) √ √ √ √ √ √ √
Ciprofloxacin 400 mg/12 jam (iv) √ - √ √ √ √ √
200 mg/12 jam (iv) - √ - - -
NaCl 0,9% : 1 : 1 (iv) √ √ √ √ √ √ √
aminofluid
Candistatin 3 x 1 ml (po) √ √ √ √ √ √ √
Laxadine syr 1 x 30 ml (po) - - - √ √ - -
Inj Ranitidine 1 amp/24 jam (iv) - - - - √ - √
Sukralfat 3 x 1 tab (po) - - - - √ - √
Keluhan Pasien
Pemeriksaan Hematologi
Hasil
Nilai (13 Juli 2021)
Parameter Satuan
Normal
b. Candidiasis Oral
2. GUIDELINE TERAPI
a. CAP
Antibiotik yang direkomendasikan untuk pengobatan empiris CAP pada orang dewasa
adalah:
(IDSA/ATS, 2019)
b. Candidiasis Oral
(Flevari, 2013)
ANALISIS FARMAKOTERAPI
PM/Diagnosa S O Terapi A
PARAMETER PEMANTAUAN
Efektifitas ESO
Obat
Klinis TTV Lab Klinis TTV Lab
NaCl 0.9% Memenuhi Suhu tubuh - - Alergi kulit atau iritasi - Kadar
Aminofluid asupan nutrisi <37C menit) kulit kalium
dan (Dipiro, - Pembengkakan ujung- mening
mengendalikan ujung jari akibat timbunan kat
2015).
demam (Dipiro, cairan (>5,1
2015). - Nyeri Mmol/
- sakit kepala (Sama dan L)
Mutmainah, 2018). (Sama
dan
Mutmai
nah,
2018).
D. EVIDENCE-BASED MEDICINE
1. DRP = -
Terapi cairan intravena perlu dilakukan untuk pemeliharaan rutin mengacu pada
penyediaan cairan IV dan elektrolit untuk pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
mereka denga rute enteral. Tujuan dari terapi carian ini adalah untuk menyediakan cukup
cairan dan elektrolit, mempertahankan status kompartemen cairan dalam tubuh, dan
memungkinkan eksresi ginjal dari produk-produk limbah (Suta, 2017).
(Suta, 2017).
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dapat terjadi pada
keadaan diare, muntah-muntah, sindrom malabsorbsi, ekskresi keringat yang berlebih pada
kulit, pengeluaran cairan yang tidak disadari (insesible water loss) secara berlebihan oleh
paru-paru, perdarahan, berkurangnya kemampuan pada ginjal dalam mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Dalam keadaan tersebut, pasien perlu
diberikan terapi cairan agar volume cairan tubuh yang hilang, dengan segera dapat
digantikan (Suta, 2017). Pemberian infus ini juga bertujuan sebagai terapi non farmakologi
pendukung pengobatan CAP, yaitu membantu pemberian asupan cairan yang cukup (Metlay
et al, 2012).
Pasien pada kasus ini didiagnosa CAP dengan keluhan lemas dan batuk berdahak
dengan riwayat penyakit Hipertensi sejak ± 5 tahun yang lalu, sering tersedak ± 1 tahun
yang lalu, jatuh ± 2 kali, 1 tahun yang lalu dan 1 bulan yang lalu. Pada data lab pasien,
terdapat data lab yang abnormal yaitu Laju Pernapasan tanggal 14, 15, 16, 17 = 22, 28, 28,
26 (>20x / menit), BUN = 30 (>20 mg/dL), Kreatinin = 1,69 (>1,3 mg/dL), Natrium = 147
(>145 Mmol/L). Pasien memiliki kelainan pada ginjalnya.
Kemudian pada tanggal 13/7 dan 19/7 pasien diberikan terapi kombinasi antibiotik
Ceftazidime dan Ciprofloxacin. Berdasarkan guideline terapi dari American Thoracic
Society and Infectious Diseases Society of America (ATS/IDSA) terapi untuk CAP pasien
geriatri disertai penyakit penyerta ginjal terdapat 2 pilihan yaitu kombinasi golongan
amoxicillin/sefalosforin dengan makrolida/doksisiklin atau menggunakan monoterapi
golongan floroquinolon saja (IDSA/ATS, 2019).
(IDSA, 2019)
1. DRP = -
Pengobatan lini pertama pada candidiasis oral akut yaitu flukonazol dan nystatin (Dipiro,
2015). Terapi yang diberikan pada pasien sudah tepat, karena obat golongan nystatin
memiliki efektivitas lebih besar dari golongan flukonazol (Falah-Tafti et al., 2011).
(Dipiro, 2015).
Berdasarkan data subjektif pasien mengalami kesulitan menelan dan saat minum air
putih tersedak, jika dilihat dari tanda dan gejala tersebut pasien didiagnosa bahwa pasien
mengalami candidiasis oral meskipun data klinis pasien masih dapat dibilang normal. Pada
kasus ini pasien diberikan terapi candistatin yang digunakan 3 x sehari 1 ml. Namun
ditemukan masalah terkait obat atau DRP yaitu underdose candistatin dimana frekuensi
yang dianjurkan untuk oral candidiasis adalah 4x1 ml per hari (IDSA, 2016), namun pasien
mengkonsumsi candistatin hanya 3x1 ml per hari sehingga kami merekomendasikan
peningkatan frekuensi meminum candistatin menjadi 4x1 ml per hari
(IDSA, 2016))
Candistatin yang merupakan obat golongan nystatin merupakan obat anti jamur
topikal dengan mekanisme mengikat ergosterol dari jamur sehingga menginduksi kebocoran
sitoplasma dan membuat jamur mati kemudian obat ini digunakan untuk pasien dengan
gejala ringan candidiasis (IDSA,2016). Selain itu juga nystatin memiliki efikasi tinggi, biaya
rendah, dan efek samping yang lebih sedikit sehingga obat ini menjadi rekomendasi utama
untuk pasien ini. (Lyu,. et al, 2016)
1. DRP = -
Terapi laksadine (golongan laksatif) merupakan terapi yang tepat, karena merupakan
rekomendasi terapi pada lini pertama pengobtan konstipasi kronik pada pasien dewasa
(Mounsey et al., 2015).
Berdasarkan data keluhan pada pasien, pasien mengalami kesulitan BAB pada
tanggal 13-15 sedanngkan pemberian obat laxadine diberikan pada saat pasien sudah tidak
mengeluhkan BAB yaitu tanggal 16 dan 17, sehingga laxadine dianjurkan diberikan dari
tanggal 13/7 ketika gejala konstipasi mulai terlihat , yaitu sulit BAB dan nyeri perut
(Mounsey et al., 2015).
Pemberian obat anti anti-peptic ulcer yaitu ranitidine dan sukralfat tidak tepat, karena
pasien tidak mengalami peptic ulcer, hal ini dilihat dari tidak adanya gejala yang
memperkuat diagnosis peptic ulcer, seperti kembung, mual, muntah, dan penurunan berat
badan, serta tidak terdapat pemeriksaan endoskopi yang merupakan ciri khas diagnosis
peptik ulcer. Nyeri perut pada pasien dapat diindikasikan karena kondisi konstipasi (Dipiro,
2015).
(Dipiro, 2015).
E. KESIMPULAN
2. Rencana rekomendasi terapi yang diusulkan antara lain : levofloksasin 750 mg/hari secara
po, NaCl 0.9% Aminofluid iv, Candistatin 3x1 ml perhari (po/suspensi), Laxadine syr 1x30 ml
(po/sirup)
3. Rencana materi edukasi yang diberikan antara lain :
● Edukasi terkait penyakit yang diderita pasien
● Tekankan pentingnya kepatuhan minum obat pasien
● Menjelaskan efek samping yang mungkin dapat muncul
● Terapi non farmakologi yang mendukung terapi
4. Rencana pemantauan terapi obat yang akan dilakukan antara lain :
Pemantauan efektivitas terapi dan monitoring ESO.
DAFTAR PUSTAKA
(Regunath, 2021)