dd/ H. Pylori
&
Oleh:
Pembimbing
A. Gastropati – Gastritis
Gastropati atau gastritis adalah kondisi dimana mukosa yang terdapat pada dinding
lambung mengalami inflamasi atau pembengkakan. Dinding lambung juga memiliki kelenjar
yang dapat memproduksi asam lambung dan enzim pepsin. Dalam kondisi dinding lambung
mengalami infalmasi, maka produksi asam lambung dan enzim akan berkurang. Kondisi ini
juga menyebabkan dinding lambung sedikit memproduksi mukosa, akibatnya adalah
berkurangnya proteksi dinding lambung terhadap asam lambung.
1. Gastritis erosif: jika terdapat erosi atau ulcer (luka mendalam) pada dinding lambung.
2. Gastritis non erosif: hanya terdapat inflamasi pada dinding lambung, tidak disertai
erosi.
B. Gastropati Erosif
Adalah erosi yang terjadi akibat kerusakan mukosa pada dinding lambung. Biasanya
terjadi secara akut, dengan manifestasi pendarahan. Namun dapat terjadi secara kronis atau
subakut dengan gejala yang sedikit atau tidak terdeteksi. Diagnosa dilakukan dengan
endoskopi. Penyebab terbesar kondisi ini adalah penggunaan NSAID, alkohol, dan stress.
Penyebab lain yang juga dipertimbangkan adalah efek radiasi, infeksi virus, vascular injury,
atau trauma (seperti pemakaian NGT).
Sumber: National Institute of Diabetes and Disgestive and Kidney Disease USA, 2015.
2. Metode SOAP
Subjektif
Desember 2018
Keluhan
17 18 19
Nyeri Sedang + + +
Muntah Hitam + - -
BAB Hitam + - -
Objektif
Desember 2018
Parameter
17 18 19
TD (mmHg) 90/60 110/70 110/70
R (x/menit) 22 20 20
Drip 8mg/jam
Esomeprazole IV √ √ √
selama 72 jam
Sucralfate 4 x 10 cc PO √ √ √
KSR 1 x 1200mg PO √ √ √
Parasetamol 3 x 1000mg PO √ √
Assesment
a. Kesesuaian indikasi
Terapi Sesuai
Problem Medis Instruksi Dokter Assesment
Literatur
b. Kesesuaian Dosis
Dosis
Sucralfat sehari 4 x 1 gram Sehari 4 x 10 cc Sesuai
325-650mg setiap 4-6 jam atau 3-4 Dosis
Parasetamol kali 1000 mg ( dosis maksimal 3 x 1000 mg sesuai
4000mg sehari)
Pencegahan : 20-40 mEq sehari
terbagi dalam 1-2 dosis. Dosis
KSR (Kalium Klorida) Pengobatan : 40-100 mEq sehari 1 x 1200 mg kurang
terbagi dalam 2-5 dosis.
40mEq kalium ~ 3 gram KCl
Plan
1. Konfirmasi dengan dokter mengenai dosis KSR.
2. Informasi kepada perawat mengenai waktu pemberian esomeprazole dan sucralfat
pada saat lambung kosong
3. Monitor ketat kadar kalium, menghindari terjadinya hiperkalemia karena pmberian
KSR
4. Edukasi pasien mengenai terapi yang sedang diberikan.
3. Profil Farmakodinamika dan Farmakokinetika yang Dikonsumsi Pasien
a. Esomeprazole :
Mekanisme kerja : Proton pump inhibitor menekan pengeluaran asam lambung
melalui penghambatan H+/K+/ATPase pada sel parietal lambung. Efek samping
10% : Sakit kepala (11%), kembung (10%), daire (4%), mual (6%), konstipasi (3%).
Farmakokinetika :
Distribusi :Volume Distribusi : 16L, Ikatan protein 97%.
Metabolisme : di hati melalui CYP2C19 mejadi metabolir hidroksi, desmetil dan
sulfon yang tidak aktif.
Waktu paruh (t1/2) : 1-1,5 jam
Eksresi : melalui urin sebagai metabolit yang tidak aktif (80%), feses (20%).
b. Sucralfat
Mekanisme Kerja : Efek terapi yang dihasilkan merupakan efek lokal. Bereaksi
dengan asam lambung membentuk senyawa yang kental dan lengket seperti pasta
yang bersifat sebagai bufer.Berikatan dengan permukaan gastric atau duodenal yang
mengalami ulcer/erosi membentuk kompleks yang stabil dan tidak larut sehingga
dapat berfungsi sebagai protektor tempat yang luka. Sebagai inhibitor pepsin.
c. KSR (Kalium Klorida)
Dosis ekivalen kalium 40 mEq setara dengan 3 gram Kalium Klorida (AHFS, 2011).
Biasanya terbagi dalam 1-4 dosis sehari. Dosis harian > 20 mEq tidak boleh diberikan
dengan dosis tunggal.
Efek samping : rash, hiperkalemia, diare, kembung, perdarahan
gastrointestinal,Obstruksi gastrointestinal,mual, muntah. Monitor ketat : kadar kalium,
klorida dan magnesium.
Mekanisme kerja : kalium merupakan kation yang banyak terdapat pada cairan
intraseluler, esensial untuk konduksi impuls saraf di jantung, otak dan otot juga untuk
kontraksi otot jantung, rangka dan polos. Mengatur fungsi normal ginjal,
keseimbangan asam – basa, metabolisme karbohidrat dan sekresi gastric.
Farmakokinetika :
Absorpsi : Terabsorpsi baik pada pemberian oral, kaluim dilepaskan perlahan pada
sediaan extended release sehingga risiko konsentrasi tinggi secara lokal dapat
diminimalkan.
Distribusi : dapat masuk ke cairan ekstraseluler dan secara aktif berpindah ke intra sel.
Pada intraseluler konsentrasi kalium sebesar 40 kali dibanding ekstraseluler.
Eksresi : sebagian besar melalui urin, dan sebagian kecil melalui kulit dan saluran
gastrointestinal.
d. Parasetamol
Efek samping: mual (35%), muntah (15%), edema perifer, takikardi, insomnia, lemah
badan, konstipasi, hipokalemia, hipomagnesia.
Mekanisme kerja : menghambat sintesis prostaglandin di susunan saraf pusat dan
bekerja perifer dengan menghambat impuls nyeri. Menghasilkan efek menurunkan
panas/demam dengan menghambat pusat pengaturan panas tubuh di hipotalamus.
Farmakokinetika :
Onset oral : < 1 jam, durasi : 4-6 jam.
Absorpsi : umumnya paling banyak terjadi di usus halus, sedikit di lambung.
Distribusi : kurang lebih 1L/kg pada dosis terapi. Ikatan protein 10-25% pada dosis
terapi.
Metabolisme : pada dosis terapi terjadi di hati menjadi sulfat atau glukoronat.
Waktu paruh : dewasa : 2-3 jam
Time to peak : oral : 10-60 menit
Ekskresi : melalui urin (<5% tidak berubah, 60-80% sebagai metabolit glukoronid,
20-30% sebagai metabolit sulfat dan 8% sebagai metabolit asam merkapturat dan
sistein)
KASUS II : Ileus paralitik & Gastropaty Eshophagus
A. Obstruksi Intestinal
Mekanisme obstruksi pada ileum merupakan sesuatu yang kompleks dan terjadi akibat
beberapa faktor, termasuk stress induced sympathetic (inhibitory) reflexes, terlepasnya
mediator inflamasi, dan efek dari suatu medikasi. Meskipun usus besar masih memiliki
kemampuan untuk kontraksi, namun terjadi gangguan pada kordinasi peristaltik antara usus
besar dan usus halus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi
usus biasanya sampai mengenai kolon sebagai akibat dari karsinoma, sebagaian besar
kejadian obstruksi terjadi pada usus halus.
Mekanis (Ileus Obstruktif) adalah obstruksi secara mekanis, akibat dari beberapa kondisi
seperti intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura,
perlengketan, hernia dan abses. Menjadi obstruksi akut jika dalam kondisi seperti pada hernia
stragulata, serta menjadi kronis akibat karsinoma yang melingkari.
Neurogenik (Ileus Paralitik) adalah obstruksi yang terjadi karena impuls saraf otonom
mengalami paralisis sehingga gerak peristaltik usus terhenti. Dan usus tidak mampu
mendorong isi makanan dari usus. Contoh kondisi ini pada kasus amiloidosis, distropi otot,
gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit
Parkinson.
Pada situs dekat obstruksi intestinal, gas dan cairan terakumulasi. Akibatnya, usus akan
mengalami hiperdinamik, gerakan peristaltik yang tidak seperti biasa terjadi sebagai
dekompensasi obstruksi dan menyebabkan nyeri kolik. Semakin banyak cairan dan gas yang
terakumulasi pada situs dekat obstruksi, akan terjadi penekanan dari dalam menyebabkan
peningkatan tekanan terhadap dinding usus. Tekanan yang tinggi menyebabkan penurunan
motilitas dari usus. Pada tertentu ketika tekanan terus bertambah, akan terjadi penurunan
mikrosirkulasi dan menyebabkan iskemik pada usus.
Hal yang fundamental dari obstruksi intestinal adalah efek sistemik pada tubuh berupa
imbalansi cairan dan elektrolit tubuh dan manifestasinya terhadap perfusi dan tekanan
intestinal. Pada lokasi yang dekat dengan titik obstruksi, saluran usus akan mengalami
dilatasi karena terisi air akibat dari sekresi usus.
Penurunan cairan dalam tubuh akibat emesis, edema usus, dan hilangnya kapasitas
reabsorbsi menyebabkan dehidrasi pada pasien. Emesis juga menyebabkan hilangnya kalium
lambung, hidrogen, dan ion klorida, dan dehidrasi yang signifikan menstimulasi reabsorpsi
bikarbonat pada tubulus proksimal ginjal dan kehilangan klorida, akibatnya adalah resiko
terjadinya metabolik asidosis. Selain gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit,
stasis usus menyebabkan pertumbuhan berlebih dari flora usus, yang dapat menyebabkan
perkembangan emesis feculent. Selain itu, pertumbuhan yang berlebih dari flora usus di usus
kecil menyebabkan translokasi bakteri di dinding usus.
C. Laporan Kasus
1. Data pasien
Identitas Pasien: Ruang Rawat : Kemuning 4
Nama : Ny. P.S Sub Bagian: Gastro
Tgl Lahir: 25-01-1965 No. Rekam Medik : 0001729XXX
Usia: 53 tahun Tanggal masuk RS: 09/12/2018 (IGD)
Alamat: Cimahi Tanggal keluar :
Jenis Kelamin: Perempuan Jumlah hari rawat:
Agama: Islam Status Pulang :
Pendidikan: - Dokter : Dr. E, SpPD (K)
Apoteker : AP, Apt
Data Klinis awal: Riwayat Konsumsi Obat : Tidak ada
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg Alergi obat : Tidak ada
Nadi : 96x/menit
Respirasi : 21x/menit Pemeriksaan/Penunjang Awal :
Suhu : 36,80 C Pemeriksaan Lab
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 36 kg
2. Metode SOAP
Subjektif
Keluhan Desember 2018
09 10 11 12 13 14 15 16
Kesadaran + + + + + + + +
Nyeri Perut + + +
Mual + - - - - - - -
Muntah + - - - - - - -
Susah BAB + + + + + + + +
Objektif
Desember 2018
Parameter
09 10 11 12 13 14 15 16
Tekanan
100/70 110/80 120/80 100/70 120/70 110/80 110/80 110/80
Darah
Nadi 88 84 80 88 84 88 88 88
Respirasi 20 20 20 18 20 20 20 18
Suhu 36,2 36,2 37 37 36,2 36,2 37 37
Indeks Eritrosit
MCV (fL) 80-96 80
Mikroskopis urine
Glukosa sewaktu (mg/dL) < 140 234
Globulin 2,3
Fungsi Hati
Rasio Albumin/ Globulin 1.1- 1.5 0.52
Ceftriaxone 2 x 1 gram IV √ √ √ √ √ √ √ √
Metronidazole 3 x 500 mg IV √ √
Omeprazole 1 x 40 mg IV √ √
Drip 1-2 jam
Ca.Glukonas IV √
dlm 1000 NaCl
Ranitidin 2 x 50 mg IV √ √ √ √ √ √
Ketorolac 3 x 30 mg IV √ √ √ √ √ √
1 btol dalam 6
Albumin 25%, 100ML IV √ √
jam
Calos 3 x 500 mg PO √ √
Assesment
a. Kesesuaian indikasi
Terapi Sesuai
Problem Medis Instruksi Dokter Assesment
Literatur
b. Kesesuaian Dosis
Dosis
NaCl 0,9% 30 mL/kgBB/24 jam 1500mL/24 jam Tepat
Dosis
Ceftriaxone 1-2 gram sehari 1 – 2 kali 2 x 1 gram Tepat
Ca.Glukonas 1000-2000 mg diberikan selama 2 Drip 1-2 jam dlm 1000 Dosis tepat
jam NaCl
Dosis
Ranitidin 50 mg setiap 6-8 jam 2 x 50 mg
kurang
Calos 1-2 gram sehari terbagi dlm 3-4 3 x 500 mg Dosis tepat
dosis
3. Plan
1. Konfirmasi dengan dokter mengenai dosis yang kurang sesuai.
Daftar Pustaka :
AHFS, 2011
PATRICK G. JACKSON, MD, and MANISH RAIJI, MD, Georgetown University Hospital,
Washington, District of Columbia Am Fam Physician. 2011 Jan 15;83(2):159-165.
Dries, DJ. "Abdominal Problems in the ICU: Acute Abdomen/Pancreatitis/Biliary Infection
and Injury". ACCP Crit Care Med Brd Rev. vol. 20. 2009. pp. 301-20.
(Dr. Dries provides a detailed and useful overview of acute abdominal processes in the
critically ill, including bowel obstruction and ileus.)
Tavakkolizadeh, A, Whang, EE, Ashley, SW, Zinner, MJ, Brunicardi, FC, Anderson, DK,
Billiar, TR, Dunn, DL, Hunter, JG, Matthews, JB, Pollock, RE. "Chapter 28. Small
Intestine". Schwartz's Principles of Surgery.McGraw-Hill. 2010.
http://accesssurgery.com/content.aspx?aID=5017621.
(The authors of this chapter of this standard surgical textbook provide an excellent overview
of the pathophysiology of both small bowel obstruction and ileus.)
Houghton, SG, Medina, AR, Sarr, MG, Ashley, SW, Zinner, MJ. "Chapter 17. Bowel
Obstruction". Maingot's Abdominal Operations. McGraw-Hill. 2007.
http://www.accesssurgery.com/content.aspx?aID=128405.