Anda di halaman 1dari 42

DEMAM

TIFOID
FARMASI - F
KELOMPOK 4
ANI MUFIDATUL ULLA 201910410311270
FATIMA AZZAHRA ROSADI 201910410311272
NOVI SUS MAHFITA NINGSIH 201910401311273
TASYA ZAHRA SAFIRA 201910401311299
NANA PUTRI SUMADI 201910401311303
March 31

01
DEFINISI
DEFINISI DEMAM TIFOID
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh salmonella
typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella typhi C. Penyakit ini
mempunyai tanda – tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang
lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut, dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk
dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di
Indonesia.
(Abdurrachman & Febriana, 2018)

Gejala klinis yang ditimbulkan secara bertahap, mulai dari yang ringan hingga berat, timbul
dalam bentuk gejala umum 1-3 minggu setelah terpapar seperti demam, sakit kepala,
malaise (merasa tidak nyaman), anoreksia (hilangnya nafsu makan), serta mialgia (nyeri
otot). Namun pada pemeriksaan fisik hanya ditemukan berupa gejala demam dan terus
meningkat hingga suhu mencapai 40OC. (Metode et al., 2021)
ETIOLOGI DEMAM TIFOID
Salmonella Typhi merupakan bakteri dari subspesies Salmonella enterica yang menjadi
penyebab demam tifoid dengan manifestasi demam yang berlangsung lama. Bakteri ini
merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif
aerob serta masuk dalam keluarga Enterobacteriaceae. Bakteri ini tidak berspora, bergerak
dengan flagella serta memiliki 3 jenis antigen yaitu antigen O, H, dan VI didalam serum
penderita demam tifoid. Seseorang yang serumnya mengalami infeksi akan mendapatkan
perlindungan dari aksi bakterisida karena peran dari antigen Vi (JANNAH, 2021)
Faktor yang menimbulkan terjadinya penyakit demam tifoid antara lain tingkat
higienis dan sanitasi lingkungan yang rendah, makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi bakteri yang berasal dari feses maupun urin yang terinfeksi. (Hapsari, 2019).
EPIDEMIOLOGI
Manusia adalah satu-satunya reservoir untuk Salmonella Typhi dengan penularan
penyakit yang terjadi melalui rute fecal-oral, biasanya konsumsi makanan atau air
yang terkontaminasi. Diperkirakan 17 juta kasus penyakit demam tifoid dan
paratifoid terjadi secara global pada tahun 2015 terutama di Asia Selatan, Asia
Tenggara, dan Afrika sub-Sahara, dengan beban dan insiden terbesar yang terjadi
di Asia Selatan. Tanpa diobat, baik demam tifoid maupun paratifoid mungkin fatal
dengan 178.000 kematian diperkirakan di seluruh dunia pada tahun 2015 (Ardiaria,
M. 2019).

Menurut Kementrian Kesehatan RI, prevalensi demam tifoidadi Indonesia sekitar


350-810 per 100.000 penduduk. Artinya terdapat 600.000-1.500.000 kasus demam
tifoid tiap tahunnya. (Levani & Prastya, 2020).
02
PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella typhi yang masuk kesaluran gastro Intestinal, ditelan oleh sel-sel fagosit ketika masuk
melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada di dalam lamina propina.

Sebagian dari salmonella typhi masuk ke usus halus mengadakan invanigasi ke jaringan limfoid usus halus (plak
peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Kemudian Salmonella typhi masuk melalui folikel limfatik dan sirkulasi
darah sistemik sehingga terjadi bakterimia.

Pada mulanya, plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infitrat atau
hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak

Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda
peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dengan tanda tanda infeksi pada RES

Pada minggu selanjutnya di mana infeksi Intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap
tingi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus (demam kontinu)
MANIFESTASI
03 KLINIS
MANIFESTASI KLINIS

Gejala dari demam tifoid beragam. Gejala dari demam tifoid biasanya
berkembang sekitar 1-3 minggu setelah terpapar. Demam, pusing, sakit
kepala, rasa tidak nyaman di perut, mual muntah, diare, batuk merupakan
gejala klinis yang timbul pada minggu pertama. Setelah itu, pada minggu
kedua pasien merasakan demam yang lebih berat dimana akan meningkat
pada sore dan malam hari. Selain itu, muncul gejala seperti rose-spot pada
dada serta hepatosplenomegaly (Dougan G & Baker S, 2014)
MANIFESTASI KLINIS

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ranganatha A. Devaranavadagi dan


Srinivasa S. pada September 2015 hingga Desember 2016, ditemukan gejala tifoid
yang mana gejala yang paling umum adalah demam (100%), diikuti anoreksia (61%),
muntah (44%), sakit perut (18%), diare (16%), sakit kepala (12%), serta batuk (10%)
(Devaranavadagi & S, 2017). Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Dr Amit
Kumar pada tahun 2019, didapatkan beberapa manifestasi klinis umum dari demam
tifoid yaitu demam, malaise, anoreksia, muntah, sakit kepala, diare, serta
organomegali (meliputi splenomegaly, hepatomegaly dan hepatosplenomegaly)
(Kumar, 2019).
Penatalaksanaan
1. Pengobatan spesifik : Antibiotika

2. Pengobatan umum :
- Pemberian rehidrasi oral ataupun parenteral, -
Penggunaan antipiretik,
- Pemberian nutrisi
- Transfusi darah bila ada indikasi
MANAJEMEN TERAPI
● Tatalaksana Antibiotik
Pemilihan antibiotik didasarkan pada Multidrug Resistant (MDR) Salmonella typhi.
Resistensi multidrug, didefinisikan sebagai resistensi terhadap ketiga antimikroba yaitu
amoksisilin, kloramfenikol dan trimetoprim-sulfametoksazol, menyebabkan penggunaan
fluoroquinolones (ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin) untuk demam enterik. Resistensi
fluorokuinolon sekarang dilaporkan di Asia Selatan dan semakin meningkat di Afrika.
Sefalosporin spektrum luas, oral cefixime dan ceftriaxone parenteral, dan azitromisin oral
sekarang adalah opsi yang direkomendasikan.

● Tatalaksana Umum
Pasien biasanya dapat ditangani di rumah jika mereka tidak
memiliki komplikasi. Rujukan ke rumah sakit diperlukan jika
pasien muntah dan tidak dapat minum obat oral, secara klinis tidak
stabil, mengalami komplikasi, atau jika diagnosisnya tidak pasti.
Pastikan hidrasi yang cukup, antipiretik untuk demam, dan berhati-
hati saat melakukan tindak lanjut.
STUDI KASUS
Identitas Pasien
1. Nama : Tn. M
2. Ginjal :-
3. Umur : 31 tahun
4. Hepar :+
5. Keluhan utama : Diare ± 7 hari sebelum MRS, cair, berlendir tetapi
tidak berdarah, pasien mengalami mual dan muntah 1 x
sehari, nafsu makan menurun, sudah menjalani pengobatan di
Puskesmas setempat namun belum ada perubahan
6. Riwayat Penyakit : Pernah sakit liver pada tahun 2003 dan hipertensi
7. Riwayat Pengobatan : Captopril 25 mg dan Lasix® (Furosemid)
8. Diagnosa : Typhoid Febris + Gastroenteritis Dehidrasi Sedang.
STRATEGI
PHARMACEUTICAL
CARE
S-O-A-P
S
(Subjective)
SUBJECTIVE
 Diare ± 7 hari sebelum MRS, cair,
berlendir tetapi tidak berdarah
 Pasien mengalami mual dan muntah
1 x sehari
 Nafsu makan menurun
 Sudah menjalani pengobatan di
Puskesmas setempat namun belum
ada perubahan
O
(Objective)
DATA KLINIK
TANGGAL
DATA KLINIK NILAI NORMAL
11/12 12/12 13/12 14/12 15/12

Tekanan darah 120/ 80 mmHg 120/ 80 140/ 80 130/ 90 140/ 90 KRS

Nadi 80 – 100 x/ mnt 88 88 88 88

RR 16 – 22 x/ mnt 18 18 18 18

Suhu 36-37 ± 0,50C 36,7 36,7 36,5 37,3

Pusing Negatif +

Diare Negatif 4x +
Mual dan muntah Negatif + +
Nyeri perut Negatif + +

Panas Negatif
Mules Negatif + +

Kembung Negatif + +

Menggigil Negatif +

Susah BAB Negatif +


DATA LAB
TANGGAL
DATA LABORATORIUM NILAI NORMAL
11/12 12/12 13/12
Pemeriksaan serum:
Kreatinin 0,6 – 1,1 mg/ dL 0,67
BUN 5 – 25 mg/ dL 23,7
Pemeriksaan gula darah:
GDA < 120 mg/ dL 103
GDP 70 – 105 mg/ dL 75
GD 2JPP < 140 mg/ dL 127
Profil liver :
SGOT ≤ 35 U/ L 36
SGPT ≤ 45 U/ L 40
Darah lengkap :
WBC 4,0 – 11.103/mm3 6,8.103 13,7. 103
RBC 3,8 – 5,3.106/ μL 6,88.106 6,55. 106
Hb 12 – 18 g/ dL 16,1 15,4
PLT 150 – 400.103/mm3 260.103 287.103
DATA LAB
TANGGAL
DATA LAB NILAI NORMAL

11/12 12/12 13/12

HCT 34 – 48 %
51,2 48,5

MCV 80 – 100 fL
74,4 74

MCH 27 – 32 pg
23 23,5

MCHC 32 – 36 g/ dL 31,4 31,8


DATA LAB
TANGGAL
DATA LAB NILAI NORMAL
11/12 12/12 13/12

Widal :

S. Typhi O Negatif
(+) 1/160

S. Typhi H Negatif (+) 1/160

S. Paratyphi A Negatif

S. Paratyphi B Negatif (+) 1/160


PROFIL PENGOBATAN
Tanggal Pemberian Obat
Obat Rute Dosis Frek
11/12 12/12 13/12 14/12 15/12
RL iv 4 kolf/ hari 30 tts/ mnt √ √ √ // KRS
Viccilin® (Ampicillin) iv 1g 3 x 1 vial √ √ √ //
Dexamethason iv 5 mg/ mL 3 x 1 amp √ √ √ 1 x 1 amp im
Loperamid p.o 2 mg 2-1-1 tablet √ √ //
Primperan® (Metoclopramid iv 10 mg/ 2 mL 1 x 1 amp
√ √ √ //
HCl)

Multivitaplex® p.o - 3 x 1 tablet


√ √ √
(Multivitamin)
Aspar K® (Suplemen p.o 300 mg 3 x 1 tablet
√ √ √
Kalium)
Paracetamol p.o 500 mg 3 x 1 tablet
√ √
k/p
Amoxicillin p.o 500 mg 3 x 1 kapsul √
Vitamin B1 p.o 100 mg 1 x 1 tablet √
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
Tanggal Problem/ Kejadian/ Tindakan Klinisi
11 Des 2010  Pasien MRS dengan keluhan diare ± 7 hari sebelum MRS, cair, berlendir tetapi tidak
berdarah, pasien mengalami mual dan muntah 1 x sehari, nafsu makan menurun,
sudah menjalani pengobatan di Puskesmas setempat namun belum ada perubahan
 Pasien pernah mengalami sakit liver pada tahun 2003 dan hipertensi
 Pasien mendapat terapi infus RL (4 kolf/ hari), inj. Viccilin ® (Ampicillin) 3 x 1 g, inj.
Dexamethason (3 x 1 amp), Loperamid tab (2-1-1) dan inj. Primperan ®
(Metoclopramid HCl) 3 x 1 amp
 Diagnosa kerja Gastroenteritis Akut + Dehidrasi Sedang

12 Des 2010  Kondisi umum pasien cukup, pasien mengalami diare 1 x cair, nyeri perut dan perut
mulas
 Terapi obat tetap, ditambah dengan pemberian Multivitaplex ® (Multivitamin) 3 x 1
tablet, Aspar K® (suplemen kalium) 3 x 1 tablet
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
Tanggal Problem/ Kejadian/ Tindakan Klinisi

13 Des 2010  Kondisi umum pasien cukup, pasien tidak mengalami diare namun perut kembung, mual
dan panas naik turun
 Terapi obat tetap, ditambah dengan pemberian Paracetamol 500 mg (3 x 1 k/p), pemberian
Loperamid (2-1-1) dihentikan

14 Des 2010  Kondisi umum pasien lemah, pasien menggigil dan mengeluh mual, muntah, perut mulas
dan tidak bisa BAB
 Terapi infus RL (4 kolf/ hari), inj. Viccilin ® (Ampicillin) 3 x 1 g dan inj. Primperan ®
(Metoclopramid HCl) 3 x 1 amp dihentikan. Sedangkan inj. Dexamethason (3 x 1 amp)
diturunkan menjadi 1 x 1 amp secara i.m. Terapi lain tetap dan ditambah pemberian
Amoxicillin 500 mg (3 x 1), Vitamin B1 100 mg (1 x 1) dan Dulcolax ® supp 10 mg (1 x 1)

15 Des 2010  Kondisi umum pasien cukup, tidak ada keluhan dari pasien
 Masalah teratasi sebagian, terapi oral dilanjutkan, pasien KRS
A
(ASSESMENT)
Problem S/O Terapi RUTE Dosis Analisis DRP
medik

MRS - - Tepat -
- Diare 4 kolf/ hari Pengganti cairan /elektrolit yang -
- Mual & 30 tts/ mnt hilang
muntah infus RL IV
- Dehidrasi
sedang

typhi O +, typhi penanganan bakteri pada GI tract -


Viccilin® 1g
H +, Paratyphi IV
Typhoid Febris B+ (Ampicillin) 3 x 1 vial

+
Radang+inflam Tepat  Meredakan radang dan -
5 mg/ mL
Gastroenteritis asi pada inflamasi pada lapisan membran
lapisan 3x1 amp GI
Dehidrasi IV
membran GI Dexamethason
Sedang

diare Tepat  memulihkan sel-sel -


2 mg
PO yang berada pada hipersekresi ke
Loperamid 2-1-1 tablet keadaan resorpsi normal kembali

Mual dan Primperan® 10 mg/ 2 mL Tepat  mengurangi mual dan -


muntah (Metoclopramid IV 1 x 1 amp muntah
HCl)
Problem S/O Terapi RUTE Dosis Analisis DRP
medik

Keadaan px Multivitaplex® Tepat  Sebagai


3 x 1 tablet
lemah (Multivitamin) multivitamin -
p.o

Aspar K® (Suplemen Tepat  Suplemen


300 mg
Kalium) kalium untuk Pengobatan
3 x 1 tablet dan pencegahan
p.o hipokalemia -

Typhoid
Suhu tubuh px Tepat  menurunkan
Febris + Paracetamol 500 mg
meningkat suhu subuh
p.o 3 x 1 tablet k/p -
Gastroente
ritis
typhi O +, typhi Lanjutan terapi ampicillin
Dehidrasi Amoxicillin 500 mg
H +, Paratyphi
Sedang B+ 3 x 1 kapsul
p.o -

Lemah, intake Tepat  membantu


makanan 100 mg tubuh dalam mengubah
Vitamin B1 p.o -
berkurang makanan menjadi energi
1 x 1 tablet
konstipasi 10 mg Tepat  untuk stimulan
Dulcolax® (Bisacodil) Per rectal defekasi -
1 x 1 supp
P
(PLAN)
PLAN
Rekomendasi Terapi

Monitoring terapi

KIE
REKOMENDASI TERAPI
 Ampicillin dan amoksisilin adalah terapi antibiotik aternatif efektif jika
pasien resisten dengan antibiotik golongan florokuinolon, sebaiknya
diganti terapi antibiotik optimal untuk demam tifoid yaitu florokuinolon
(ciprofloksasin). Dosis Ciprofloksasin 400 mg 2 x sehari IV drip.
 Diberikan terapi antihipertensi karena pasien memiliki riwayat
hipertensi agar TD pasien tetap normal. Captopril 25mg 2x sehari PO.
 Terapi cairan lebih baik diberikan RA (Ringer Asetat) karena pasien
memiliki riwayat penyakit liver.
 Dilakukan tes widal, lab, dan klinik sebelum pasien diputuskan KRS
MONITORING KEFARMASIAN
OBAT MONITORING EFEKTIFITAS
Infus RL Keadaan umum px meningkat
Ampicillin Melawan bakteri S. thypi
Deksametasone Inflamasi+Radang pada membran GI (-)
Loperamid Diare (-)
metoklopramid Mual muntah ( - )
Multivitaplex® (Multivitamin) Pasien tidak lemas
Aspar K® (Suplemen Kalium) Tidak tjd Hipokalemi
Paracetamol Suhu tubuh normal
Amoxicillin Melawan bakteri S. thypi
Vitamin B1 Pasien tidak lemas, nafsu makan membaik
Dulcolax® (Bisacodil) Defekasi normal
MONITORING EFEK SAMPING OBAT
Deksametason Amoksisilin Dulcolax® (Bisacodil)
Ulkus peptikum • Hipersensitifitas, • Palpitasi
osteoporosis Insomnia, Urtikaria, • Mual
Mulut kering • Muntah
psikosis.
• Diare
• Berkeringat

Metoklopramid Parasetamol
• Kelelahan Loperamide • Anemia
• Diare • Mual • ruam kulit
• Gatal
• konstipasi • Muntah
• Trombositopenia
• Mulut kering • hepatotoksik pada dosis
• Konstipasi besar

Ampisilin Infus RL Aspar K®


• Mual • Penumpukan asam • Gangguan GI
• Muntah laktat • Hiperkalemia
• Diare • Asidosis metabolik
• hipersensitifitas • edema
PLAN
Anjurkan patuh dalam
meminum obat

Sediakan termometer untuk


mengecek suhu tubuh pasien

Asupan nutrisi (diusahakan pemberian


Gizi yang cukup, sayur dan buah),
terutama makanan yang mengandung
banyak kalium
PLAN
Anjurkan minum obat scr patuh dan teratur sesuai aturan
pakainya

Segera kontrol (pada Rawat Jalan) utk pemeriksaan lanjut

antibiotik oral harus diminum sampai habis

Obat penurun panas (parasetamol) diminum jika perlu

Cek suhu tubuh pasien


Jika suhu tubuh meningkat segera kompres dengan air biasa
atau bisa dengan parutan mentimun

Asupan nutrisi (diusahakan pemberian Gizi yang cukup, sayur


dan buah yang mengandung kalium)
TERAPI NON FARMAKOLOGIS
Makan sedikit-sedikit tapi sering dengan
makanan yang tidak kasar, misalnya
bubur.
Makanan yang mengandung kalium
(sayuran dan buah-buahan)
Minum air kelapa muda
Minum air gula garam hangat
DAFTAR PUSTAKA
Tifoid, D., Ruang, D. I. and Rumah, C. (2021) ‘ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN
DIAGNOSA DEMAM TIFOID DI RUANG CEMARA RUMAH SAKIT UMUM KOTA TARAKAN
LAPORAN TUGAS AKHIR’.
 
Insan, L. (2019) ‘Demam Typhoid Di Bangsal Sofa Program Studi Keperawatan’.

Manesh, A., Meltzer, E., Jin, C., Britto, C., Deodhar, D., Radha, S., Schwartz, E., & Rupali, P. (2021). Typhoid
and paratyphoid fever: a clinical seminar. Journal of travel medicine, 28(3), taab012.
https://doi.org/10.1093/jtm/taab012
Bhandari J, Thada PK, DeVos E. Typhoid Fever. [Updated 2021 Oct 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557513/
Murzalina, C. (2019). Pemeriksaan Laboratorium untuk Penunjang Diagnostik Demam Tifoid. Jurnal
Kesehatan Cehadum, 1(3), 61–68.
Basnyat, B., Qamar, F. N., Rupali, P., Ahmed, T., & Parry, C. M. (2021). Enteric fever. The BMJ, 372, 1–7.
https://doi.org/10.1136/bmj.n437
Communicable Disease Branch. (2019). Typhoid and Paratyphoid Fevers NSW Control Guidelines for Public
Health Units. 1–27.
Hartanto, D. (2021). Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid pada Dewasa. Cdk-292, 48(1), 5–7. Retrieved
from http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/1255
Bhandari, Jenish et al. Typhoid Fever. Statpearl. 2020. Tersedia di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557513/
DAFTAR PUSTAKA
Hökelek, Murat. Toxoplasmosis. Medscape. 2019. Tersedia di:
https://emedicine.medscape.com/article/229969-clinical
Herchline, Thomas E. tuberculosis (TB). Medscape. 2020. Tersedia di:
https://emedicine.medscape.com/article/230802-overview
Wijedoru, Lalith, et al. Rapid diagnostic tests for typhoid and paratyphoid (enteric) fever. Cochrane
Database Syst Rev. 2017 May; 2017(5): CD008892. Tersedia di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5458098/
Cammie F. Lesser, Samuel I. Miller, 2005. Salmonellosis. Harrison’s Principles of Internal Medicine
(16th ed), 897-900.
Chambers, H.F., 2006. Infectious Disease: Bacterial and Chlamydial. Current Medical Diagnosis and
Treatment (45th ed), 1425-1426.
Brusch, J.L., 2010, Typhoid Fever. http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis (2nd ed), Badan Penerbit
IDAI, Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006, Standar Pelayanan Medik, PB
PABDI, Jakarta
RHH Nelwan (2019) ‘Tata Laksana Terkini Demam Tifoid’, Countinuing Medical Education, 46(1),
pp. 247-250.
March 31

THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai