Disusun oleh:
KELOMPOK 3
Tgl MRS :
Tgl lahir/umur : 2 bulan BB : 6 kg TB : 58 cm
11/2/2018
Riwayat MRS : Demam, sesak nafas, batuk berdahak, pilek, BAB cair 5xsehari sejak 3 hari
yang lalu.
RDP : -
Diagnosis : Diare Akut Dehidrasi Sedang (DADS), Bronkhhopneumonia DPJP : dr. MB, Sp.
dd croup. PD
Keluhan :
Gelisah - - - -
Data Lab :
Tanda-tanda Vital
TD (70-90/50mmHg) Normal
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Parameter Nilai Normal Satuan
11/2
Hb 10-16 g/dl 10
Hematokrit 33-38 % 30
Pemeriksaan Penunjang
Februari 2018
Nama obat Dosis
11/2 12/2 13/2 14/2
1 amp adrenaline + 3 cc √
Nebulizer Rasemik - √ √
NS/8 jam
Zink 1x10mg √ √ √ √
B. DASAR TEORI
1. Patofisiologi
- Diare
- Bronkhopneumonia
WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:
1. Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotik.
3. Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang
cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit
pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun.
4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda
seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.
- DD croup
Croup (laringotrakeobronkitis viral) menyebabkan obstruksi/penyumbatan saluran
respiratorik atas, jika berat, dapat mengancam jiwa. Paling berat terjadi pada masa bayi.
Di bawah ini dibahas croup yang disebabkan berbagai virus respiratorik.
Diagnosis
1. Croup ringan ditandai dengan: demam, suara serak, batuk menggonggong, stridor
yang hanya terdengar jika anak gelisah.
2. Croup berat ditandai dengan: stridor terdengar walaupun anak tenang, napas cepat
dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
Stridor adalah bunyi kasar saat inspirasi, karena penyempitan saluran udara pada
orofaring, subglotis atau trakea. Jika sumbatan berat, stridor juga bisa terjadi saat
ekspirasi. Penyebab utama stridor yang berat adalah viral croup, benda asing, abses
retrofaringeal, difteri dan trauma laring.
2. Guideline Terapi
- Diare
- Bronkhopneumonia
Gambar 2. Terapi antibiotuk epiris untuk pneumonia (Bradley et al., 2011)
1. Subjektif
Problem medik Subjective
Diare Akut Dehidrasi Sedang (DADS) BAB cair 5xsehari
Bronchopneumonia DD croup Demam, Napas sesak, Napas cepat,
Batuk berdahak, pilek
2. Obyektif
Problem medik Objective
Diare Akut Dehidrasi Sedang (DADS) Bakteri (3+)
Bronchopneumonia DD croup Retaksi dada, suhu 38oC, napas 58
x/menit, Hb 10 g/dL, leukosit 6140
mm3, Hematokrit 30 %
3. Problem Medik
Problem medik yang dialami pasien antara lain Diare Akut Dehidrasi Sedang
(DADS), Bronchopneumonia DD croup
4. Assesment
Problem medik Subjective Objective Assessment
Diare Akut BAB cair Bakteri (3+) Adverse drug
Dehidrasi Sedang 5xsehari reaction: dosis
(DADS) cefotaxim rendah
tidak mencukupi Kg
BB bayi yg
diperlukan
Bronchopneumonia Demam, Napas Retaksi dada,
DD croup sesak, Napas suhu 38oC, napas -pemberian O2
cepat, Batuk 58 x/menit, Hb kurang adekuat
berdahak, pilek 10 g/dL, leukosit
6140 mm3,
Hematokrit 30 %
- Inj Dexamethason
Inj Dexamethason 2x1/4 ampul pada hari ke 1 sampai terakhir.
1 ampul = 5 mg jadi, ½ ampul = 2,5 mg, ¼ ampul = 1,25 mg
Jadi untuk 2x pakai = 1,25 mg x 2 = 2,5 mg (sesuai terapi rumah sakit)
Menurut literature dosis dexamethason 0,3-0,6 mg/Kg BB/hari tiap 12 jam
Dosis minimum : 0,3 mg x 6 kg BB = 1,8 mg
Dosis maksimum : 0,6 mg x 6 kg BB = 3,6 mg
Untuk 2 x pakai 1,8 mg x 2 = 3,6 mg/hari (digunakan dosis minimum)
Range dosis (1,8-3,6 mg)
jadi untuk ¼ ampul = 1,25 mg x 2 = 2,5 mg (dosis tepat range)
(Medscape. 2018)
Alasan pemberian :
Terapi steroid pada anak dengan pneumonia merupakan terapi tambahan yang
memiliki aktivitas sebagai penghambat inflamasi yang menekan ekspresi sitokin pro
inflamasi dan berpotensi mencegah respon inflamasi dan pada pasieun pneumonia
untuk menangani simpton. Jenis steroid yang digunakan adalah metil prednisolon
dan deksamethason, deksamethason lebih banyak digunakan dibandingan metil
prednisolon hal ini dikarenakan efek kerja deksamethason lebih panjang dari metil
prednisolon. Terapi steroid juga dapat menurunkan demam pada pasien pneumonia
karena memiliki efek antipiretik pada tingkat makrofag dengan menghambat
produksi IL-1 yang dengan sendirinya dapat menurunkan demam, dan pada tingakat
hipotalamus dengan menghambat sintesis prostaglandin. Steroid dapat
mempengaruhi batuk karena memiliki efek sebagai mukoregulator yang bekerja
mengatur sekresi lendir, radang dan infeksi. Sesak napas merupakan keluhan utama
pada pasien pneumonia, hasil penelitian menunjukan setelah pemberian terapi steroin
menunjukan perbaikan yang lebih cepat. Steroid berpengaruh terhadap kondisi sesak
melalui efek antiinflamasi pada saluran nafas dengan menurunkan jumlah sel-sel
inflamasi disaluran nafas. Efek ini capai melalui penghambatan perekrutan sel
inflamasi ke dalam saluran udara dengan menekan produksi mediator kemotaktik
(Ardiati, S dkk. 2017).
Deksamethason diindikasikan pada semua anak yang didiagnosis memiliki
croup (termasuk batuk barky tanpa tanda-tanda distres pernapasan). (Alberta
Medical Assosiation. 2008).
Pada Dexamethason ini tidak terdapat kontra indikasi, inkompatibilitas,
interaksi Obat dan DRP antar obat yang digunakan.
- Inj Paracetamol
Dosis sediaan infus paracetamol 10 mg/ml 4-6 jam (4x sehari)
10 mg x 6 kgBB = 60 mg (1x pakai)
Untuk dosis 1 hari = 60 mg x 4x pemakaian = 240 mg
Range 60-240 mg
Berdasarkan Terapi saat di RS dosis Paracetamol = 3x60 mg =180 mg (tepat dosis)
Alasan pemberian :
Pemberian Inj Paracetamol karena adanya peningkatan suhu mencapai 38 oC,
sehingga diberikan parasetamol sebagai agen antipiretik yang mana dapat
menurunkan demam.
Pada paracetamol ini tidak terdapat kontra indikasi, inkompatibilitas, interaksi
Obat dan DRP antar obat yang digunakan.
- O2 NK (Nasal Kanula)
RR X VT(volume tidal =500/510ml)X 20%
58x500x20% =5800ml = 5,8 liter
jadi diberikala alat oksigenasinya nasal kanula
Alasan pemberian :
- Nebulizer Ventolin
Alasan pemberian :
Pasien diberikan terapi Nebu Ventolin : NaCl dengan dosis ½ resp : 2 cc/6
jam. Digunakan sebagai bronkodilator pada obstruksi jalan pernapasan secara
reversibel atau untuk pencegahan bronkospasma. Serta digunakan juga sebagai
terapi bronkopneumonia untuk melancarkan jalannya pernapasan. Dosis pemberian
nebu ventolin telah sesuai dengan dosis yang tercantum pada literatur. Dosis yang
tercantum pada literatur yaitu dosis 1,25-5 mg setiap 4-8 jam (Drug Information
Handbook), salbutamol nebulasi 1 ampul (2,5 mg/2,5 ml) dengan ditambahkan
NaCl hingga memenuhi volume isi sekitar 5 ml (Buku Pedoman Tatalaksana
Pneumonia, 2015).
Pada Nebu Ventolin:NacL ini tidak terdapat kontra indikasi, inkompatibilitas,
interaksi Obat dan DRP antar obat yang digunakan.
- KAEN 1B
Alasan pemberian :
Pada saat awal masuk IGD pasien diberikan infus KAEN 1b dengan dosis
20 tpm makro. Penggunaan infus KAEN 1b digunakan untuk menyalurkan atau
mengganti cairan & elektrolit pada kondisi seperti dehidrasi pada pasien yang
kekurangan karbohidrat, penyakit yang belum diketahui penyebabnya, pra & pasca
op. Namun pemberian infus KAEN 1b secara makro kurang tepat seharusnya
diberikan dengan ukuran mikro.
Kasus :
500 𝑚𝑙
=24 = 7 𝑡𝑝𝑚
𝑗𝑎𝑚 𝑥 3
500 𝑚𝑙
= = 20 𝑡𝑝𝑚
24 𝑗𝑎𝑚
Untuk terapi rehidrasi kurang tepat jika diberikan Infus KAEN 1b. Terapi
infus berikutnya dilakukan pergantian pemberian cairan infus. Oleh karena itu,
pasien diberikan infus KA-EN 3B dengan Kalium sebesar 20 mEq/L untuk
rumatan/ pemeliharaan selama rawat inap (Leksana, 2015).
D. KESIMPULAN
Daftar Pustaka
Alberta Medical Assosiation. 2008. Guideline for the Diagnosis and Management of
Croup. Kanada.
Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009, Drug
Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp for the American Pharmacists
Association.
Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C et al., 2011,
Executive summary: The management of community-acquired
pneumonia in infants and children older than 3 months of age: Clinical
practice guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious
Diseases Society of America, Clinical Infectious Diseases Advance Access,
53(7):617-630.
Kemenkes RI, 2012, Modul Tatalaksana Standar Pneumonia, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.
Omar, Zainudin, Aziz, Rasid, Nurani, Kiong, et al., 2005, Clinical Practice Guidelines on
Pneumonia and Respiratory Tract Infections in Children, Clinical Practice
Guideline Committee: Kuala Lumpur.
Ardyati, S .dkk. 2017. Pengaruh Pemberian Steroid Sebagai Terapi Tambahan Terhadap
Rata-rata Lama Pasien di Rawat di RS dan Tanda Klinis Pada Anak dengan
Pneumonia. Jurnal Farmasi Klinik Vol 6 No 3 Hlm 181-189 ISSN 2252-6218.
Bantul.