Pembimbing
Joko Sudibyo, S.Si., Apt.
Disusun Oleh
PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) sering disebut
dengan premature repture of the membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada
primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan
aterm maupun pada kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana risiko infeksi ibu dan anak
meningkat. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam masalah obstetri yang juga dapat
menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi serta dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu
Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan (RDS atau Respiratory Disterss Syndrome), yang terjadi pada 10-40%
bayi baru lahir. Risiko infeksi akan meningkat prematuritas, asfiksia, dan hipoksia, prolapse
(keluarnya tali pusat), resiko kecacatan, dan hypoplasia paru janin pada aterm. Hampir semua KPD
pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu
setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal ini disebabkan oleh
Pada praktiknya manajemen KPD saat ini sangat bervariasi. Manajemen bergantung pada
pengetahuan mengenai usia kehamilan dan penilaian risiko relatif persalinan preterm versus
mengenai risiko-risiko serta faktor-faktor yang mempengaruhi, diharapkan ada suatu pedoman dalam
praktik penatalaksanaan KPD aterm dan KPD preterm, seperti waktu persalinan, penggunaan
medikamentosa, dan praktik pemilihan/ pengawasan terhadap manajemen ekspektatif, karena masih
banyaknya variasi mengenai manajemen KPD, khususnya KPD preterm. Dengan adanya pendekatan
penatalaksanaan yang sistematis dan berbasis bukti ataupun konsensus maka diharapkan luaran
Tujuan dari kegiatan penugasan PKPA PK 2 pada bagian Pemantauan Terapi Obat (PTO)
adalah agar mahasiswa profesi apoteker dapat mencapai dua area kompetensi yaitu mampu
melakukan kegiatan pemantauan terapi obat dan mampu melakukan kegiatan klinis. Adapun tujuan
1. Agar mahasiswa mampu mengkaji pemilihan obat, dosis obat, cara pemberian obat, respon terapi,
3. Agar mahasiswa mampu mengevaluasi terapi pada pasien sesuai dengan perkembangan kondisi
6. Agar mahasiswa mampu memberikan rekomendasi terhadap timbulnya DRP yang terjadi.
BAB III
KEGIATAN DAN PENUGASAN
Kegiatan PKPA Praktek Klinik 2 (PK) kelompok B dilakukan pada tanggal 8 April - 13 April
2019. Kegitan ini dilakukan secara perkelompok dan individu. Kegiatan yang dilakukan perkelompok
adalah Unit Dose Dispensing (UDD) dan Aseptic Dispensing. Sementara Pemantauan Terapi Obat
Kegiatan Pemantauan Terapi Obat (PTO) dilakukan pada bagian bangsal anak, obsgyn, dan
bedah. Pada kasus anak dilakukan dengan melihat rekam medik yang berada di bangsal Na’im,
bangsal At-tin untuk kasus bedah, dan bangsal firdaus untuk kasus obsgyn. PTO dilakukan pada
pasien dengan kelas 2 atau 3. Setiap mahasiswa PKPA mendapatkan 3 kasus ringan yang terdiri dari
1. Pasien anak, ibu hamil atau melahirkan dan pasien yang mengalami operasi.
4. Pasien yang datang mulai tanggal 8 dan memiliki Length of Stay minimal 3 hari
Pasien yang masuk dalam kriteria inklusi selalu dipantau setiap hari perkembangannya hingga
pasien keluar dari rumah sakit. Pemantauan dilakukan melalui rekam medik dan menanyakan
langsung kepada pasien. Data yang diambil dari rekam medik berupa data SOAP, data penggunaan
obat oleh pasien, data tanda vital dan data lab. Data ditulis di lembar form pemantauan terapi pasien.
BAB III
Melaporkan ke pereseptor apabila ada DRP yang ditemukan
PEMBAHASAN
BAB IV
Penyakit / Normal
Tanggal
Tekanan Darah 120/80 114/70 - -
(mm Hg)
Nadi (kali per 70-80 85 - -
menit)
Suhu Badan (oC) 36 36,8 37,9 -
Respirasi (kali per 16-20 18 - -
menit)
Nyeri + + +
ASI tidak keluar - + -
KELUHAN
RL v v v
DS v
I.V.F.D.
BB : Berat Badan; TB : Tinggi Badan; RPM : Riwayat Penyakit saat MRS; RPD : Riwayat Penyakit Dahulu
RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING RM
INSTALASI FARMASI
Pasien
Sudah Tepat Lanjutkan terapi.
9-4-19 mengeluh TD :
Cefadroxyl 500 mg
16.00 nyeri pasca 138/86
Pemberian obat : tiap 12 jam
operasi SC,
pusing (-), Ceftriaxone 1 gr inj Asam Mefenamat
mual muntah tiap 12 jam 500mg tiap 8 jam
(-), ASI belum Cefadroxyl 500 Livron Bplex tiap 12
keluar mgtiap 12 jam jam
Asam Mefenamat Vit A 2000 iu
500mg tiap 8 jam RL
Livron Bplex tiap Ketorolac inj prn
12 jam
Vit A 200000 si Edukasi IMD oleh
RL bidan/perawat.
DS Monitoring keluhan,
nyeri bagian SC dan
tanda vital
Sudah Tepat
ANALISIS LAPORAN
Pasien obsgyn Ny.I (31 tahun) datang ke rumah sakit pada tanggal 8-4-2019 dengan keluhan
perut kenceng-kenceng dan air ketuban telah pecah sejak jam 03.00 WIB. Pasien memiliki riwayat
sectio caesario sebanyak 2x dengan alasan pre eklampsia. Pasien didiagnosis G3P2A0 39+5 weeks,
KPD.
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) sering disebut
dengan premature repture of the membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Pada keadaan ini dimana risiko infeksi ibu dan anak meningkat.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam masalah obstetri yang juga dapat
menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi serta dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu
dan bayi (Purwaningtyas, 2017). Berikut adalah manajemen penangan ketuban pecah dini menurut
Wanita yang melakukan persalinan secara bedah sesar memiliki resiko infeksi lebih besar 5-20 kali
lipat dibandingkan pesalinan normal. Infeksi bedah sesar yang biasanya terjadi yaitu demam, infeksi
luka, endometritis, dan infeksi saluran kemih. Menteri Kesehatan RI sesuai dengan yang tercantum
merekomendasikan (grade A), pemberian antibiotik profilaksis pada bedah SC dengan rute intravena
dan diberikan ≤ 30 menit sebelum insisi kulit. Antibiotik profilaksis dianjurkan pada
persalinan bedah sesar karena dapat mencegah atau mengurangi kejadian infeksi yang disebabkan
oleh kuman pada saat operasi. Pedoman praktis klinis tentang antibiotik profilaksis tindakan bedah
yang dikeluarkan oleh The American Society of Health system Pharmacists (ASHP)
kasus kali ini, satu jam sebelum menjalani SC pasien diberi antibiotik profilaksis Ceftriaksone 1 gr
injeksi. Penggunaan antibiotik profilaksis di setiap rumah sakit berbeda disesuaikan dengan pola
bakteri dan kepekaan di rumah sakit yang bersangkutan. Kemudian pasien diberikan injeksi
syntocinon (Oxytocin), injeksi pospargin (methylergotamine), dan tablet gastrul (misoprostol) untuk
menginduksi persalinan, pasien juga diberikan injeksi marcain (Bupivakain HCl) untuk anestesi, dan
injeksi ondansentron untuk antiemetik pasca operasi dan injeksi ketorolac untuk anti nyeri.
penyembuhan, lama tinggal, dan menambah biaya rawat inap di rumah sakit. Oleh karena itu,
pengelolaan nyeri pasca operasi yang optimal, bukan saja merupaka upaya mengurangi penderitaan
penderita tetapi juga meningkatkan kualitas hidup pasien (Widodo, 2011). Berikut adalah panduan
Inflammatory Drugs (NSID) yang menunjukkan efek analgesik yang potensial namun efek anti
inflamasinya sedang, dapat diberikan secara intramuskular atau intravena. Obat ini berguna untuk
mencegah nyeri pasca bedah, baik sebagai obat tunggal atau diberikan bersama opioid (Marino dan
Sutin, 2007).
Pada tanggal 9-4-2019 pasien mengeluhkan nyeri pada bagian perut (pasca operasi) dan ASI
yang belum keluar. Menurut Desmawati (2013), alasan ASI tidak keluar pada hari pertama dapat
disebabkan oleh tidak adanya stimulasi isapan dari bayi akibat pengaruh dari keterpisahannya
ruangan ibu dan bayi. Pengeluaran ASI pada ibu dengan SC lebih lambat dibanding ibu yang
melahirkan normal dan disebabkan oleh banyak faktor diantaranya posisi menyusui yang kurang
tepat, nyeri pasca operasi dan mobilisasi yang kurang. Sebelum pemberian kolagoga, lebih baik
Terapi pengobatan yang diberikan pada pasien pada tanggal 9-4-2019 adalah injeksi
ceftriaxon, cefadroxil 500 mg, asam mefenamat 500 mg, Livron Bplex dan vitamin A 200000 SI.
Menurut Departemen Kesehatan (2009), ibu nifas (0-42 hari) harus diberikan kapsul vitamin A dosis
tinggi karena pemberian 1 kapsul vitamin A merah cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin
A dalam ASI selama 60 hari, pemberian 2 kapsul vitamin A merah diharapkan cukup menambah
kandungan dalam ASI sampai bayi berusia 6 bulan, kesehatan ibu cepat pulih pada ibu nifas, dan
Pada tanggal 10-4-2019, pasien mengatakan merasakan nyeri ringan, ASI sudah keluar dan
telah diperbolehkan pulang. Obat yang dibawa pulang pasien ialah cefadroxil 500 mg sebanyak 10
tablet untuk antibiotik diminum setiap 2 x sehari sampai habis, asam mefenamat 500 mg sebanyak
15 tablet sebagai anti nyeri diminum 3 x sehari, dan Livron Bplex sebanyak 10 tablet sebagai
multivitamin.
BAB VI
REKOMENDASI
Konseling kepada pasien untuk mengkonsumsi obat secara tepat khusunya antibiotik dan
informasikan kepada pasien untuk kontrol luka pasca operasi sesuai waktu yang telah ditentukan. Tak
lupa, memonitoring keluhan pasien dan kemungkinan efek samping obat khususnya dari ketoralac
dan asam mefenamat.
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Himpunan Kedokteran Feto Maternal, 2016,
https://www.academia.edu/29301006/Pedoman_Nasional_Pelayanan_Kedokteran_KETUBA
Marino, P.L, Sutin, K.M. 2007, Analgesia and station.The ICU book 3rd ed. Philadelphia: Lippincot
Desmawati, 2013, Penentu Kecepatan Pengeluaran Air Susu Ibu setelah Sectio Caesarea, Fakultas
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan. 2009. Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin
A.