Anda di halaman 1dari 15

DISKUSI PANEL

PENUNTUTAN KASUS PIDANA


DALAM PELAKSANAAN
JABATAN NOTARIS

Oleh Nurul Fransisca Damayanti SH MH


Jaksa pada Kejaksaan Tinggi DIY

Hotel Tentrem, 1 Desember 2021


PENUNTUTAN oleh PENUNTUT UMUM
 Terdapat perbedaan istilah antara Jaksa dengan Penuntut Umum. Kedua istilah
tersebut dapat kita temukan dalam Pasal 1 angka 6 KUHAP yang selengkapnya
berbunyi:
 Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 
 Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
 Pengertian penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia (“UU Kejaksaan”) adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menentukan

 Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk


membuat akta authentik dan memiliki kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya
Sedangkan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang tentang Jabatan Notaris

 “Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua Perbuatan, Perjanjian


dan Ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau
yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
Grosse, Salinan dan Kutipan, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh Undang-undang”
 Akta otentik yang demikian merupakan suatu bukti yang sempurna tentang apa
yang dimuat didalamnya. Kekuatan pembuktian sempurna yang terdapat dalam
suatu akta otentik merupakan perpaduan dari beberapa kekuatan pembuktian dan
persyaratan yang terdapat padanya. Ketiadaan salah satu kekuatan pembuktian
ataupun persyaratan tersebut akan mengakibatkan suatu akta otentik tidak
mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat, sehingga
akta akan kehilangan keotentikannya dan tidak lagi menjadi akta otentik.
 Walaupun akta notaris merupakan alat bukti yang sempurna, namun akta notaris
dalam praktek dapat mengalami degradasi kekuatan alat bukti. Degradasi akta
notaris diartikan sebagai akta notaris yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta
otentik, namun dianggap tulisan dibawah tangan, namun akta bawah tangan tersebut
haruslah ditandatangani oleh para pihak. Sepanjang berubahnya atau terjadinya
degradasi dari akta otentik menjadi akta di bawah tangan tidak menimbulkan
kerugian, notaris yang bersangkutan tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban
hukumnya. Biasanya pihak yang merasa dirugikan atas penerbitan suatu akta otentik
meminta pengadilan untuk membatalkannya, namun dapat dipertimbangkan juga,
dapat meminta suatu akta dinyatakan didegradasi (dinyatakan tidak lagi sebagai
sebagai akta otentik) apabila isi dari akta otentik tersebut dirasakan tidak secara
substantive/material merugikan salah satu pihak dan hanya menyangkut mengenai
cacat formalitas, akibatnya isi/materi dari akta tersebut masih dapat berlaku secara
sah dan tidak dinyatakan batal. Seharusnya jika sudah dinyatakan suatu akta otentik
didegradasi maka jika akta tersebut dipakai sebagai alat bukti dalam perkara lain,
maka tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik.
PELAKSANAAN JABATAN NOTARIS
 Prinsip-prinsip umum pelaksanaan Jabatan Notaris merupakan prinsip-prinsip yang
diambil dari beberapa pasal dalam Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik
Notaris yang secara umum terkait sikap dan tindakan seorang Notaris dalam
menjalankan tugas jabatannya meliputi prinsip kemandirian, persamaan,
profesionalitas, kepastian hukum, larangan penyalahgunaan wewenang, larangan
bertindak sewenang-wenang. Dengan berpegang pada prinsip-prinsip jabatan Notaris
tersebut diharapkan dapat membentuk pribadi Notaris sebagai pejabat umum yang
idealis, taat terhadap hukum baik mental dan spiritual serta mampu memberikan
pelayanan terhadap masyarakat secara baik. Meskipun jabatan Notaris telah diatur
secara khusus dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris namun
sulit diemplementasikan. Dengan prinsip-prinsip tersebut dapat dijadikan pedoman
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, dengan harapan dapat membentuk
pribadi Notaris sebagai Pejabat Umum yang idialis, berpegang pada prinsip-prinsip etika
profesinya mandiri, jujur, dan profesional baik mental maupun spiritual. Yang pada
akhirnya terbentuk dalam hati nuraninya untuk patuh dan taat terhadap hukum atas
kesadaran pribadinya sendiri, sebagai salah satu upaya prefentif untuk mencegah dan /
atau meminimalisir perbuatan pelanggaran hukum oleh Notaris.
Notaris berwenang membuat Akta autentik

 Sebelum terjadinya Akta


Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat
syarat dalam perjanjian;
 kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
 kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
 suatu pokok persoalan tertentu;
 suatu sebab yang tidak terlarang.
Selain itu
 Perjanjian juga harus didasari oleh itikad baik yakni semua persetujuan yang
dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan
kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Persetujuan juga harus dilaksanakan dengan “itikad baik.” Unsur-unsur tersebut adalah
yang harus dipenuhi agar suatu perjanjian kerjasama dikatakan sah menurut hukum
(memiliki legalitas).
 Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu
yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang dilarang oleh
undang-undang adalah batal dan mengakibatkan persetujuan yang digantungkan
padanya tak berlaku.Jika ada suatu hal yang terlarang dalam perjanjian maka syarat
objektif perjanjian tidak terpenuhi sehingga perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari
semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
 Kaitannya sebab terlarang dalam perjanjian dengan potensi adanya pidana jika sebab itu
dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau
dengan ketertiban umum. Perjanjian harus memenuhi kesesuaian antara kehendak dan
pernyataan yang merupakan dasar dari terbentuknya kesepakatan bagi para pihak.
 Meskipun terdapat kesesuaian antara kehendak dan pernyataan, suatu
tindakan hukum masih dapat dibatalkan (seperti perjanjian jual beli dan
kuasa) jika terdapat hal-hal yang membuktikan sebaliknya. Hal ini terjadi
apabila terdapat cacat pada kehendak. Misal hutang piutang akan tetapi
dibuatkan akta PPJB dan Kuasa jual lunas dengan tujuan untuk
memudahkan sita jaminan dll. Hal itu berarti cacat pada kehendak terjadi
apabila seseorang telah melakukan suatu perbuatan hukum, padahal
kehendak tersebut terbentuk secara tidak sempurna atau utuh.
 Kehendak yang terbentuk secara tidak sempurna tersebut dapat terjadi
karena adanya:
 Ancaman/paksaan;
 kekeliruan/kesesatan/kekhilafan;
 penipuan; dan
 penyalahgunaan keadaan
Ancaman / Paksaan

 Ancaman terjadi apabila seseorang menggerakkan orang lain


untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dengan
menggunakan cara yang melawan hukum mengancam akan
menimbulkan kerugian pada orang tersebut atau kebendaan
miliknya atau terhadap pihak ketiga dan kebendaan milik
pihak ketiga.
 Suatu ancaman dapat terjadi atau dilakukan dengan
menggunakan cara atau sarana yang legal maupun ilegal.
Contoh sarana yang legal adalah mengancam dengan pisau.
Sedangkan contoh sarana yang legal adalah mengancam
untuk melakukan permohonan pailit.
Kekeliruan/Kesesatan/Kekilafan :

 adalah terdapat kesesuaian antara kehendak


dan pernyataan, namun kehendak salah satu
atau kedua pihak terbentuk secara cacat.
Diluar hal tersebut, maka akibat dari
kekeliruan harus ditanggung oleh dan menjadi
risiko pihak yang membuatnya
Penipuan
 adalah apabila seseorang sengaja dengan kehendak dan pengetahuan
menimbulkan kesesatan pada orang lain.
 Penipuan dapat terjadi karena suatu fakta dengan sengaja disembunyikan
atau bila suatu informasi dengan sengaja diberikan secara keliru atau
dengan menggunakan tipu daya lainnya.
 Terdapat hubungan yang erat di antara kekeliruan dan penipuan.
Perbedaan utama di antara keduanya adalah pada penipuan, unsur
perbuatan melawan hukum dari pihak yang menipu dan tanggung
gugatnya terlihat dengan jelas. Sedangkan pada kekeliruan hal ini tidak
tampak. Selain itu pada kekeliruan masih terdapat peluang untuk
mengubah perjanjian. Sedangkan pada penipuan tertutup peluang untuk
mengubah perjanjian
Penyalahgunaan Keadaan
 Terdapat beberapa keadaan yang dapat digolongkan ke dalam penyalahgunaan keadaan,
yaitu:
 Keadaan darurat (misalnya posisi obyek akan dilelang)
 Ketergantungan (misalnya, hanya berharap pada seseorang yang dapat membantu)
 Gegabah/Sembrono (misalnya dengan ketidakpahamannya soal hukum, akhirnya
mempercayakan pada notaris untuk membuatkan perjanjian hutang piutang tetapi justru
dibuat dengan perjanjian PPJB dan Kuasa yang diikuti dengan perjanjian untuk membeli
kembali)
 Keadaan kejiwaan yg tidak normal (misalnya tertekan secara psikis karena keadaan
wanprestasi sehingga saat tanda tangan akta pengalihan hutang tidak disadari ternyata
merupakan PPJB dan Kuasa Jual walaupun kemudian dibuatkan perjanjian dengan hak
membeli kembali)
 Kurang pengalaman (misalnya karena tidak mempunyai pengalaman hukum, sehingga
setuju apapun yg ditawarkan notaris untuk menanda tangani akta, salah satunya ketika
menanda tangani akta sewa yang beban nilai sewanya tidak wajar. Padahal kenyataan
uang sewa tersebut adalah uang cicilan hutang yang dikemas sebagai sewa)
…..
 Bagaimana mensinkronkan antara tugas dan wewenang penyelidik/penyidik dan
penuntut umum yang diberikan oleh KUHAP dengan tugas dan wewenang notaris
berdasarkan UU Jabatan Notaris, karena berdasarkan UU Jabatan notaris, notaris
adalah pejabat umum pembuat akta otentik.

 HATI HATI dalam membuat produk notaris, apapun itu.


 Usahakan jangan KHILAF.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai