Anda di halaman 1dari 14

ORGANISASI KOPERASI DALAM

SISTEM PASAR
KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS

Dosen Pengampu : Endy Effran, S.P, M.Si.


Ardhiyan Saputra, S.P, M.Si.
Preesented By

Nama : Aji Kurniawan


NIM : D1B019184
Kelas : J
Jurusan : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
Peta Konsep
01 02
Kekuatan dan Kelmbagaan Koperasi dalam Rantai Tata
Koperasi dalam Sistem Pasar Niaga

03 04
Sasaran Integrasi Vertikal melalui Sikap terhadap Kebijakan
Koperasi Harga
Kekuatan dan Kelemahan Koperasi dalam Sistem Pasar
Sebagai bagian dari sistem pasar secara keseluruhan, koperasi akan bersaing
dengan perusahaan-perusahaan lain yang bukan koperasi. Untuk memenangkan
persingan, bagaimanapun koperasi harus mempunyai kemampuan bersaing di
pasar. Berbagai strategi dan kebijaksanaan yang biasa dilakukan oleh banyak
perusahaan nonkoperasi harus digunakan oleh koperasi agar mampu meraih
target pasar yang dikehendaki. Koperasi harus mampu menggunakan kekuatan-
kekuatan yang dimiliki, mampu mencari peluang yang dapat meningkatkan
pertumbuhan, memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada dan
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam tubuh koperasi.
Kekuatan koperasi dalam sistem pasar
Sebagai organisasi yang dimiliki oleh para anggota, koperasi sangat mungkin memanfaatkan
kekuatannya terutama yang berhubungan dengan economies of scale, bargaining position di pasar
sebagai akibat bersatunya para produsen dalam koperasi, kemampuan dalam menghadapi
ketidakpastian (uticertaiizly), pemanfaatan inter-linkage market dan transaction cost sebagai akibat
self control dan self management. Economies of scale dapat diperoleh melalui pembelian
bahan/barang. Pembelian bahan yang banyak akan merendahkan biaya rata-rata karena akan
memperoleh potongan harga sehingga harga per unitnya akan semakin murah. Bargaining position di
pasar diperoleh melalui penjualan produk yang dihasilkan oleh organisasi koperasi. Bersatunya para
perodusen dalam sebuah organisasi koperasi merupakan ajang yang baik dalam mengatur harga jual.
Itu berarti koperasi mempunyai kekuatan dalam penawaran produknya. Kemampuan menghadapi
ketidakpastian di masa yang akan datang terutama karena dalam koperasi terdapat internal market di
samping external market. Adanya internal market (pasar antara anggota dengan koperasi)
memungkinkan risiko yang ditimbulkan sebagai akibat ketidakpastian dapat ditekan serendah
mungkin. Sedangkan bila terdapat risiko sebagai akibat koperasi bergerak di external market (koperasi
melayani kebuutuhan nonanggota), risiko itu akan ditanggung bersama-sama anggota. Jadi pada
akhirnya biaya risiko per anggota akan menjadi murah.
Kelemahan koperasi dalam sistem pasar
Bila dikaji secara teoritis, banyak kelemahan koperasi yang timbul dari sifat dasarnya. Dalam prinsip-prinsip
koperasi yang dikemukakan terdahulu terlihat ada kelemahan dalam struktur permodalan pada koperasi.
Pemupukan modal memang bisa dilakukan melalui partisipasi kontribusi keuanagan (penyertaan modal atau
saham, tabungan dan melalui usaha-usaha pribadinya). Tetapi cara tersebut sulit dilakukan mengingat kelemahan
dari beberapa prinsip koperasi yang ada. Kelemahan prinsip itu adalah :

a. Prinsip keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela, akan melemahkan struktur permodalan dalam jangka
panjang sebab jika perusahaan koperasi tidak mampu melayani kepentingan anggota, ia bisa keluar dari
keanggotaan koperasi. Konsekuensinya, modal yang tertanam dlaam koperasi harus dikembalikan.

b. Prinsip kontrol secara demokratis, menyebabkan anggota yang memiliki modal dalam jumlah banyak akan
keluar dari koperasi dan memilih masuk organisasi nonkoperasi yang ketentuan-ketentuannya menyatakan
pemilik modal terbesar adalah yang mempunyai kontrol terbesar dalam perusahaan.

c. Prinsip pembagian sisa hasil usaha berdasarkan jasa anggota, akan mengurangi pemilik modal (terutama
pemilik modal yang besar), memasuki koperasi (menjadi anggota koperasi).

d. Prinsip bunga yang terbatas atas modal, akan mengurangi kegiatan anggota untuk menabung pada koperasi .
Cara mengatasi kelemahan koperasi dalam sistem pasar
1. Koperasi dapat membatasi jumlah anggota asal pembatasan itu tidak artifisial (pembatasan yang
dibuat-buat). Selama bertujuan untuk menangani variabilitas modal diperbolehkan adanya
pembatasan mengenai keluar masuknya anggota.
2. Koperasi dapat memberikan preferensi tertentu terhadapat jumlah modal yang dimasukkan oleh
para anggota. Hanya saja jika preferensi ini terus diberlakukan, koperasi akan berperilaku sama
dengan PT, sehingga kebijakan ini perlu diberlakukan dalam jangka waktu tertentu atau setelah
usaha dalam jangka waktu tertentu menghasilkan.
3. Bunga modal yang terbatas adalah bunga yang wajar, artinya bunga yang sama dipasar uang
dan pasar modal (bunga yang ditetapkan pemerintah). Namun dalam praktik koperasi dapat
memberikan bunga yang lebih tinggi (bunga tabungan atau deposito) untuk menarik investor.
Koperasi dapat pula memberlakukan tingkat bunga yang wajar tetapi ditambah premi
(tambahan).
4. Ada yang beranggapan bahwa pemasukan modal pada koperasi merupakan jasa. Semakin besar
modal yang dimasukkan semakin besar jasanya, sehingga anggota yang menyetorkan modal
yang besar akan memperoleh bagian SHU yang besar pula.
Koperasi dalam Rantai Tata Niaga
Pada dasarnya ada tiga pelaku dalam system ekonomi pasar, yaitu produsen, konsumen dan perantara
(pedagang). Pengertian produsen disini harus dipahami secara khusus. Produsen adalah orang atau badan yang
menghasilkan produk tertentu. Produk tersebut bisa berupa produk akhir yang langsung dikonsumsi, bisa pula
produk antara yang digunakan untu proses produksi berikutnya. Konsumen adalah orang atau badan yang
menggunakan suatu produk. Rumah tangga perusahaan dapat dikatakan sebagai konsumen dalam hal
penggunaan input. Perusahaan sebagai pihak yang menggunakan input mengadakan pemerintah terhadap
produsen input dan rumah tangga konsumen yang menghasilkan input akan menawarkan input tersebut kepada
perusahaan yang memintanya. Pedagang adalah orang atau badan yang membeli produk tetapi bukan untuk
dikonsumsi, melainkan untuk dijual kembali. Pedagang merupakan mediator penghubung antara produsen dan
konsumen. Dalam pengertian ini, pedagang bisa berupa pedagang besar (wholesaler), agen penjualalan dan
pengecer.
Jika dilihat dari jalur tata niaga, sebenarnya seorang produsen mempunyai banyak pilihan dalam
mendistribusikan produknya. Pertama, bisa langsung melayani konsumen akhir (distribusi langsung). Kedua,
produsen menjual ke pedagang besar, pedagang besar menjual ke pengecer dan pengecer menjual ke konsumen
akhir. Ketiga, produsen mempunyai beberapa agen penjualan yang menjual langsung kepada pengecer dan oleh
pengecer ke konsumen akhir. Keempat, produsen menjual ke pengecer secara langsung dan oleh pengecer ke
konsumen akhir. Kelima, produsen mempunyai beberapa agen penjualan yang melayani konsumen akhir. Kembali
pada proposisi semula, untuk menyederhanakan analisis, di sini pedagang besar, agen dan pengecer dianggap
sebagai pedagang, sehingga jalur tata niaganya hanya meliputi produsen, pedagang dan konsumen. Dari sudut
pandang konsumen, situasi tersebut adalah sama. Seorang konsumen memiliki banyak alternative untuk
mengontrak langsung dengan seorang produsen atau untuk menggunakan pedagang sebagai perantara dirinya
Lanjutan
Apa yang dideskripsikan di atas sebenarnya hanyalah rantai tata niaga yang dimulai dari pemilik faktor
produksi dan berakhir pada konsumen. Pada setiap tingkat dari jalur tersebut dapat didirikan koperasi. Dari posisi
tertentu dari rantai tata niaga seorang produsen dapat berintegrasi vertical dengan mundur meng-internalizing
pedagang input atau bahkan produsen input (bahan baku, bahan pembantu dan lain-lain) atau perusahaan dapat
berintegrasi maju dengan meng-internalizing distributor produk mereka (misalnya pedagang besar atau bahkan
pengecer). Produsen yang berintegrasi maju dapat mendirikan koperasi yang beroperasi sebagai pedagang besar
atau bahkan pengecer-pengecer yang mempunyai toko-tokonya sendiri.
Konflik yang mungkin timbul antarkoperasi yang dibentuk tanpa integrasi vertical dapat berupa, koperasi yang
anggotanya para produsen akan mencoba untuk menetapkan harga tinggi untuk pengecer, sedang koperasi yang
anggotanya dari pengecer ingin membayar harga serendah mungkin kepada para produsen. Konflik tersebut
hanya bisa dipecahkan bila koperasi yang dimiliki oleh para produsen akan berintegrasi mundur dengan
mendirikan produsen sendiri. Sebagai gambaran diberikan contoh sebagai berikut: apabila kita melihat jalur tata
niaga sebuah komoditas mulai dari pemasok, produsen sampai kepada pembeli maka akan terlihat
kesalingtergantungan antara masing-masing komponen dalam jalur tata niaga tersebut. Terdapat
kesalingtergantungan antara pemasok dngan produsen atau Pedagang Koperasi konsumen Koperasi pedagang
Koperasi produsen Pedagang Pedagang Pedagang antara produsen dengan pembeli. Koperasi dapat memanfaatkan
peluang ini dengan integrasi vertikal ke hulu atau ke hilir.
Sasaran Integrasi Vertikal Melalui Koperasi
Menurut R.A Supriyono (1985) integrasi vertikal merupakan salah satu strategi alternatif dalam mana
perusahaan memperluas lingkup kegiatannya dengan melaksanakan integrasi ke belakang (hulu) atau ke depan
(hilir). Integrasi ke belakang bertujuan membantu kelancaran atau kemanfaatan sumber-sumber bahan mentah
dan dengan demikian dapat meminimumkan risiko kekurangan bahan mentah serta menjamin biaya bahan yang
rendah sehingga perusahaan memiliki keuntungan strategi dibandingkan dengan para pesaingnya. Integrasi
vertikal mempunyai manfaat dan biaya generik yang penting yang perlu dipertimbangkan dalam setiap
keputusan. Manfaat integrasi vertical yang paling umum dikenal adalah penghematan atau penekanan biaya
dalam produksi, penjualan, pembelian, biaya transaksi untuk transaksi-transaksi pasar dan pengendalian
bersama atau juga bidang-bidang lain.
Di ssamping itu operasi yang terpadu dapat mengurangi kebutuhan untuk mengumpulkan jenis-jenis
informasi tertentu mengenai pasar atau lebih mungkin lagi dapat mengurangi biaya total guna menggunakan
informasi. Biaya tetap untuk memantau (memonitor) pasar dan memperkirakan pasok, permintaan dan harga
dapat disebarkan ke seluruh bagian dari perusahaan yang terpadu, sedangkan dari perusahaan yang tidak
terpadu biaya ini harus ditanggung oleh masing-masing unit. Persoalan utama integrasi verrtikal sebenarnya
bbukan pada efisiensi biaya produksi tetapi efisiensi yang berhubungan dengan biaya transaksi. Biaya transaksi
dapat diefisiensikan melalui koordinasi kegiatan-kegiatan dalam perusahaan. Suatu perusahaan yang beroperasi
dalam tahap-tahap suatu proses produksi dalam melakukan beberapa kegiatan di dalam perusahaan, sementara
di kasus lain yang memanfaatkan pasar kegiatannya hanya membeli input dan menjual output ke pasar.
Lanjutan
Sama halnya dengan perusahaan pada umumnya, koperasi dapat mengadakan integrasi vertical kehulu
atau ke hilir dengan membentuk koperasi primer, sekunder atau tersier dii sepanjang jalur tata niaga suatu
produk. Strategi ini banyak diterapkan oleh berbagai jenis koperasi di Indonesia. Tetapi menurut Ima Suwandi
(1985), integrasi vertical yang ada di Indonesia pada dasarnya hanya dikenal tiga bentuk, yakni:

a. Bentuk federisi (federated)


b. Bentuk pemusatan (centralized)
c. Bentuk campuran

Ketiga bentuk integrasi vertical tersebut mempunyai sasaran utama yang sama yaitu memperkecil resiko
dan meningkatkan efisiensi kegiatan usahanya.memperkecil risiko karena dengan integrasi vertical semakin
banyak unit usaha yang dilaksanakan sehingga dapat melakukan subsidi silang. Jadi jika salah satu unit
mengalami kerugian, maka kerugian itu dapat ditutup dengan keuntungan unit usaha lainnya.

Dengan demikian, secara singkat dapat dinyatakan bahwa dalam federasi koperasi, masing-masing tingkat
koperasi dapat berdiri sendiri dengan badan hokum masing-masing. Pada tiap tingkat bila perlu dapat
mendirikan pabrik-pabrik yang dioperasikannya sendiri untuk menopang kegiatan usaha anggotanya, usaha
koperasi pada tingkat yang sama atau kegiatan koperasi di tingkat yang lebih rendah.
Sikap Terhadap Kebijakan Harga
Bila dilihat dari peranan anggota dalam koperasi yang begitu dominan maka setiap harga yang akan
ditetapkan koperasi harus dibedakan antara harga untuk anggota dengan harga untuk nonanggota. Hal inilah
yang membedakan kebijakan harga di koperasi dengan perusahaan nonkoperasi.

Segmen pasar dalam koperasi terbagi dua, yaitu anggota dan bukan anggota, sedangkan perusahaan nonkoperasi
adalah masyarakat umum yang tidak punya kaitan kepemilikan dengan perusahaan tersebut. Perbedaan ini
mengharuskan daya analisis yang lebih tajam dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing. Pada
koperasi-koperasi yang mampu menyatukan unit-unit usaha pada industri hulu sampai dengan industri hilir
melalui integrasi vertikal, umumnya mempunyai anggota yang cukup banyak terutama anggota-anggota di
tingkat koperasi primer. Anggota-anggota koperasi primer yang pada umumnya penghasil input untuk produk
yang diproduksi dan dijual oleh koperasi-koperasi di tingkat yang lebih tinggi, akan tetap membutuhkan produk
tersebut.
Kebutuhan ini mungkin timbul karena fungsi dan kualitas produk berbeda dengan fungsi dan kualitas
input. Misalkan, dalam industry rokok, integrasi vertical akan terbentang dari pemilik input seperti petani
tembakau dan cengkeh hingga perusahaan pembuat rokok. Para petani cengkeh atau tembakau dapat
membentuk TPK anggota koperasi primer yang bertugas sebagai produsen bahan baku rokok. Kemudia beberapa
koperasi primer tersebut dapat membentuk koperasi sekunder yang bertugas membuat/memproduksi rokok.
Dengan cara ini anggota koperasi primer dapat memiliki perusahaan rokok. Mengingat fungsi rokok berbeda
dengan fungsi tembakau atau cengkeh. Dalam kasus seperti ini seharusnya pelayanan yang diberikan kepada
anggota harus berbeda dengan pelayanan kepada nonanggota baik dalam segi harga maupun fasilitas-fasilitas
lain.
Lanjutan
Sekarang bagaimana jika harga yang diberlakukan sama bagi anggota dan bukan anggota? Tentu saja jika
harga yang diberlakukan sama, anggota harus memperoleh SHU yang lebih besar sebab anggota tidak
memperoleh keuntungan langsung dari harga pelayanan, namun kondisi ini kurang disukai oleh anggota
koperasi-koperasi yang terintegrasidengan anggota yang jumlahnya banyak. Alasannya adalah kontrol terhadap
jumlah anggota yang banyak akan lebih susah, system administrasi yang lebih rumit dan taksiran jasa anggota
yang relative sulit, sehingga jumlah SHU yang diperoleh kadang-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Berbeda dengan system harga pelayanan yang memperoleh keuntungan langsung atas pembelian produk,
kesulitan-kesulitan itu akan mudah direduksi.

Berdasarkan alasan tersebut, kiranya kurang tepat bila kebijakan harga yang sama bagi anggota dan
nonanggota. Sudah seharusnya koperasi menetapkan harga jual kepada anggota yang lebih rendah disbanding
dengan harga kepada nonanggota. Dengan cara seperti ini disamping anggota di tingkat bawah atau pada
koperasi primer (petani, peternak,pengrajin dan lain-lain) di samping dapat memperlancar pemasaran
bahan/produk yang dihasilkan, juga memperoleh keuntungan dari hasil pembelian produk koperasi di tingkat
yang lebih tinggi (misal pusat atau gabungan koperasi). Hal inilah yang sebenarnya diharapkan oleh anggota
koperasi, karena dengan cara inilah tingkat kesejahteraan anggota pada tingkat koperasi paling bawah (koperasi
primer) dapat dinaikkan.
Thanks!
Do you have any questions?
youremail@freepik.com
+91 620 421 838
yourcompany.com

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icon by Flaticon, and infographics & images from Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai