5591d Pengenalan Prinsip-Prinsip Perenc Geometrik JLN Saktyanu
5591d Pengenalan Prinsip-Prinsip Perenc Geometrik JLN Saktyanu
RUANG LINGKUP
KETENTUAN TEKNIS
• Klasifikasi Kelas Jalan • Jarak Pandang dan Jarak
• Penentuan Jumlah Lajur Daerah Bebas Samping
• Kecepatan Rencana (Vr) • Alinyemen Horisontal
• Kendaraan Rencana • Jari-jari tikungan
• Bagian bagian Jalan • Bagian Peralihan
• Potongan Melintang • Kemiringan Melintang
• Alinyemen vertikal
dwi sapto
1
Prinsip Perencanaan dan Desain
Geometrik Jalan
Lebar ≤ 2,5m,
Kelas I Arteri, Kolektor Panjang ≤18,0m,
10
Arteri, Kolektor, Tinggi
Lebar ≤ ≤ 4,2m
2,5m,
Kelas II Lokal dan Panjang ≤ 12,0m, 8
Lingkungan Tinggi ≤ 4,2m
Arteri, Kolektor, Lebar ≤ 2,1m,
Kelas III Lokal dan Panjang ≤ 9,0m, 8
Lingkungan Tinggi ≤ 3,5m
Lebar > 2,5m,
Kelas
Khusus
Arteri Panjang > 18,0m, >10
Tinggi > 4,2m
Perencanaan jalan dapat menentukan kelas jalan dengan melihat data proporsi
jenis kendaraan yang harus dilayani dengan memperhitungkan juga fungsi
jaringan jalan secara hirarkis.
dwi sapto
??
dwi sapto
adalah
jalan umum
untuk
melayani
Pasal 10 UU no. 38 tahun 2004 tentang Jalan
lalu 31 dan
Pasal lintas
32 PP no. 34 tahun 2006 tentang
dwi sapto
PARAMETER DESAIN
Dalam perencanaan dibutuhkan 3 (tiga) parameter
desain yang pada akhirnya dapat mewujudkan
desain sesuai dengan kebutuhan yaitu :
1. Kecepatan Rencana
2. Kendaraan Rencana
3. Volume Lalu Lintas
4. Rencana
Lingkungan
Hal lain terkait parameter desain juga dijadikan
konsideransi dalam analisis perencanaan adalah :
• Satuan Mobil Penumpang
• Penentuan Jumlah Lajur
dwi sapto
Kecepatan Rencana
Sistem Jaringan Jalan Fungsi Jalan
Minimum (km/jam)
Arteri 60
Kolektor 40
Sistem Jaringan Jalan Primer
Lokal 20
Lingkungan 15
Arteri 30
Sistem Jaringan Jalan Kolektor 20
Sekunder Lokal 10
Lingkungan 10
PP No. 79/ 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
pasal 23.(4).c diatur batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan
secara nasional untuk jalan perkotaan adalah 50 km/jam
dwi sapto
KENDARAAN RENCANA
Terdapat 2 (dua) kategori utama kendaraan rencana dan perbedaan
utama antara keduanya disimpulkan sebagai berikut :
KENDARAAN RENCANA
Radius Putar dan Lintasan Kendaraan Rencana
O 1 m 2.Sm
Ski li
6.10m
9 .15m
.'\lur Bada
Keodu aa
K:maoD epao
,7 /
K.. auD<P•• Kuaa
oDepa
I \
o
\
\
I
/ \
\
I
I \ I
\ I
\ I
I \
'
I
I \
\
I I I
I I
I I I
I
' I
'' fl.S
I
l,83m : I
I I I
I
' I
I
1
I
I
Ahu-Bid.to Ktod.1run
I KiriBt.bk:lna O 1m 2.5m
Slab
'
I
0----0
• AsumsiSudutKemudiad•bh 31,6°
I • RPK• R•dwsl'uurao Keod•ruo p•d•
'
I
I
I Poros SumbuDep•o ,_ l,IJm~
dwi sapto
KENDARAAN RENCANA
Radius Putar dan Lintasan Kendaraan Rencana
....
.. -
~
....... -••';' ....
dwi sapto
KENDARAAN RENCANA
Jenis kendaraan rencana berkaitan dengan :
1. Geometrik jalan (dimensi dan radius putar), ref: Manual Desain Geometrik
2. Konstruksi struktural (pembebanan), ref: Manual Desain Perkerasan
Survei jenis kendaraan (jln eksisting) menggambarkan dimensi geometrik jalan
yang dibutuhkan karena menunjukkan mayoritas ukuran beban dan dimensi
kendaraan operasional jalan.
Untuk kebutuhan perencanaan geometrik jalan dapat dipilih sesuai dengan
kebutuhan rencana penggunaan jalan tersebut.
Prinsipnya: 2 (dua) hal terkait adalah tonase (termasuk muatannya) dan
dimensi kebutuhan ruang jalan untuk pergerakan, radius putar
dwi sapto
Keterangan : HV : kendaraan berat; kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,50 m,
biasanya
beroda lebih dari 4 (termasuk bus, truk 2 as, truk 3 as dan truk kombinasi)
MC : sepeda motor; kendaraan bermotor beroda dua atau tiga,
dwi sapto
Keterangan:
k faktor volume lalu lintas jam sibuk %;
Dalam hal tidak ada data, boleh digunakan k = 9;
F faktor variasi tlngkat lalu lintas perseperempat jam pada jam
sibuk;
Fsp dalam hal tidak
koefisien volume adalalu
data, boleh
lintas digunakan
dalam F = 0,8;per arah, % , yang ditetapkan
arah tersibuk
berdasarkan
data; dalam hal tidak ada data, boleh digunakan Fsp = 60.
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang
diperlukan pada jalan arteri di kawasan perkotaan.
dwi sapto
LINGKUNGAN
Pembangunan jalan merupakan suatu proses yang membutuhkan
pembukaan ruang sehingga :
• mengubah topografi, merubah
kondisi
• membuka hutan = ganggu Flora & Fauna lingkungan yang
sudah stabil
• memindahkan hunian dan manusia.
dwi sapto
LINGKUNGAN
Metode pengerjaannya melibatkan kegiatan :
• Pembukaan hutan
• Gundul
• Pemindahan tanah, galian & timbunan • Banjir
• Pemadatan, lapis perkerasan jalan • Getaran
• Pengoperasian kendaraan dan peralatan berat • Berisik
• Polusi udara
, .
"~
.
_ ?
dwi sapto
LINGKUNGAN
Banjir dan Longsor
LINGKUNGAN
DRAINASE dan TATA KOTA
Drainase jalan
perkotaan yang baik
2
Karakter Topografi
Jaringan Jalan, Super Elevasi, Jarak Pandang
dan
Kebebasan Samping
Keselarasan alinemen.
Konfigurasi/ tipe jalan.
dwi sapto
KESELARASAN ALINYEMEN
TRASE JALAN :
Pemilihan trase jalan perencanaan jalan tergantung dari faktor-
faktor sbb:
A. TOPOGRAFI
Mempengaruhi aspek perencanaan seperti : landai jalan, jarak
pandang, penampang melintang dan lain-lain.
Kondisi medan seperti bukit, lembah, sungai dan danau sering
jadi pembatas terhadap pemilihan lokasi perencanaan trase
jalan karena menentukan :
Tikungan; R tikungan, Lebar perkerasan dan pandangan
bebas yang cukup agar jalan berkeselamatan .
Tanjakan; Tanjakan yang curam merugikan kecepatan
kendaraan dan konsekuensinya adalah muatan kendaraan
harus dikurangi, yang berarti mengurangi kapasitas
angkutan dan tidak ekonomis. Karena itu diusahakan
supaya tanjakan dibuat landai sesuai dengan peraturan
yang berlaku
Bangunan pelengkap jalan; dibutuhkan jembatan, drainase
dan tembok penahan tanah etc, untuk mengatasi perbaikan
trase agar sesuai dengan peraturan
dwi sapto
KESELARASAN ALINYEMEN
TRASE JALAN :
B. GEOLOGI
Daerah yang rawan secara geologis seperti; daerah patahan
atau daerah bergerak baik vertical maupun horizontal akan
merupakan daerah yang sebaiknya dihindari untuk rencana
trase jalan, atau terpaksa perbaikan trase jalan dilakukan
dengan pemindahan trase.
Keadaan tahah dasar mempengaruhi lokasi, jenis
konstruksi jalan: tanah dasar
Daya dukung
Muka air tanah yang tinggi.
Kondisi iklim
C. TATA GUNA LAHAN
Tata guna lahan biasanya merupakan hal yang penting dalam
perencanaan trase jalan, karena terkait dengan:
Pembebasan/ pengadaan lahan sesuai RUTR, persil dll
Rencana sarana transportasi
Perubahan kualitas hidup masyarakat terdampak
Perubahan nilai lahan.
dwi sapto
KESELARASAN ALINYEMEN
TRASE JALAN :
D. LINGKUNGAN
Kegiatan pembangunan jalan mempunyai pengaruh
terhadap lingkungan. Pembangunan jalan harus
mempertimbangkan Amdal (Analisis mengenai dampak
lingkungan).
Pelajari dokumen terkait yang mensyaratkan
rekomendasi, usaha kelola dan pemantauan terkait
lingkungan
dwi sapto
KESELARASAN ALINYEMEN
PEMETAAN TOPOGRAFI
Penentuan trase dengan harus berdasarkan dari data peta
topografi dengan tingkat akurasi tertentu.
Peta berskala 1 : 50.000 mungkin berguna untuk pra
pemilihan trase
Peta berskala 1 : 1.000 atau lebih detail lagi merupakan
sumber data yang lebih baik ketika dibutuhkan untuk
detail desain.
Adalah sangat tidak bijaksana untuk mengambil resiko
besar dengan menggunakan peta yang tidak akurat
sebagai dasar perencanaan DED
Kaitkan juga dengan Peta Tata Guna Lahan, Peta Batas
Persil dll.
dwi sapto
KESELARASAN ALINYEMEN
KUALITAS PETA TOPOGRAFI
Kualitas peta akan menentukan akurasi hasil perencanaan
karena merupakan input data sejak level perencanaan tingkat
hulu; dan kualitas peta tergantung dari :
Ketelitian alat ukur terkalibrasi yang dipakai
Surveyor yang berkompetensi baik
Pemetaan harus didampingi oleh pengawas
Hasil pengambilan data harus yg sudah diperiksa
pengawas
Drawing dan desain dapat dengan komputer alat
sebagai
bantu
dwi sapto
ALINYEMEN HORISONTAL
Umum,
Prosed
ur
Desain
Jari
, Jari Tikungan Minimum,
Jari Tikungan Yang Disarankan,
Bentuk
Jari
Jari Jari Minimum dengan Kemiringan Normal,
Tikung
an, jari Minimum Bagian Jalan Dengan Kemiringan Normal
Jari
Panjan
g
Tikung
an,
dwi sapto
ALINYEMEN HORISONTAL
UMUM
Alinyemen horizontal pada jalan perkotaan diatur agar memenuhi
kebutuhan teknik dasar serta untuk menyediakan tempat yang
cukup bagi lalu lintas para pemakai jalan.
Pertimbangan dalam perencanaan jalan perkotaan :
1. Disesuaikan dengan topografi dan geografi daerah di sekitarnya
2. Kemantapan alinyemen
3. Koordinasi antara alinyemen horizontal dan vertikal
4. Perspektif yang disetujui
5. Keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi, penumpang dan
pejalan kaki
6. Keterbatasan-keterbatasan pada pelaksanaan
7. pembangunannya
Keterbatasan anggaran
Mempertimbangkan pembangunan
kemungkinan tahapan dan pemeliharaanyadapat
pembangunannya;
berupa peningkatan perkerasan, perbaikan alinyemen, vertikal atau
horizontal pada masa mendatang, yang dapat dilaksanakan dengan
penambahan biaya seminim mungkin.
dwi sapto
ALINYEMEN HORISONTAL
PROSEDUR DESAIN
Langkah dalam melakukan desain alinyemen horizontal adalah :
1. Identifikasi dan kategorisasi semua kontrol desain utama sepanjang
alinyemen yang diusulkan.
2. Tentukan kecepatan rencana sesuai klasifikasi jalan, medan dan pilih
radius minimum yang akan digunakan.
3. Siapkan alinyemen percobaan menggunakan serangkaian garis lurus
dan lengkung. Perhatikan bahwa lengkungan umumnya konsisten dan
perlu diperhatikan khususnya pada lengkung di akhir garis lurus yang
panjang.
4. Siapkan draft alinyemen vertikal dengan memperhatikan kontrol desain
vertikal, koordinasi antara alinyemen horizontal dan vertikal dan
drainase. Perhatikan bahwa lengkung horizontal mungkin perlu
diperbesar pada turunan. (kecepatan dapat bertambah)
5. Atur alinyemen sehingga semua kontrol desain wajib terpenuhi dan
lainnya juga terpenuhi sebanyak mungkin, radius lengkung memenuhi
kecepatan rencana pada semua lokasi. Kriteria kontrol lainnya, seperti
persimpangan dan akses- akses, untuk memastikan kontrol jarak
pandang minimum, dan kemiringan melintang semuanya terpenuhi
serta pekerjaan tanah dapat diminimalkan
dwi sapto
ALINYEMEN HORISONTAL
PANJANG TIKUNGAN
Panjang tikungan (Lt) terdiri atas panjang busur lingkaran (Lc) dan panjang 2
lengkung spiral (Ls ) yang diukur sepanjang sumbu jalan. Untuk kelancaran
dan kemudahan mengemudikan kendaraan pada saat menikung pada jalan
arteri perkotaan panjang suatu tikungan > 6 detik perjalanan.
Pada tikungan full circle, nilai Ls = 0, sehingga Lt = Lc. Pada tikungan spiral-
spiral, nilai Lc = 0, sehingga Lt = 2Ls.
dwi sapto
ALINYEMEN HORISONTAL
PANJANG TIKUNGAN
Untuk menjamin kelancaran dan kemudahan mengemudi kendaraan
pada saat menikung pada jalan perkotaan maka panjang suatu
tikungan sebaiknya tidak kurang dari 6 detik perjalanan
PANJANG TIKUNGAN
VR (km/h)
Minimum
100 170
90 155
80 135
70 120
60 105
50 85
40 70
30 55
dwi sapto
ALINYEMEN HORISONTAL
JARI-JARI TIKUNGAN MINIMUM DENGAN SUPERELEVASI MAKSIMUM
Jari-jari tikungan minimum pada jalan perkotaan yg disarankan bila
terdapat keterbatasan yg ekstrim.
Standar Perencanaan geometrik jalan 1992
Kecepatan
Jari jari minimum ( m ) type l Jari jari minimum ( m ) type ll
Rencana
100 380 460
80 230 280
60 120 150
50 80 100
40 - 60
30 - 30
20 - 15
dwi sapto
ALINYEMEN HORISONTAL
JARI-JARI TIKUNGAN Minimum dengan SUPERELEVASI MAKSIMUM
• Agar nyaman sebaiknya tidak digunakan Rmin dgn emax.
• Hanya untuk kondisi terain yang sulit dan keterbatasan dana
• Pada tikungan dgn R yg panjang gunakan Rmin utk tikungan tanpa
superelevasi
Pedoman Perencanaan geometrik jalan 2004
Jari-jari tikungan minimum, Rmin (m), emax = 6 %
VR (km/h) 100 90 80 70 60 50 40 30
ALINYEMEN HORISONTAL
JARI-JARI Minimum dengan KEMIRINGAN NORMAL
Di daerah perkotaan yang sudah mantap adalah kurang tepat diadakan
superelevasi yang disebabkan oleh kondisi geografis dan topografis. Hal ini
karena perlu memberikan kemudahan untuk jalan masuk dan menyediakan sistim
drainase yang mantap.
Sebuah tikungan dengan jari jari yang panjang tidak memerlukan superelevasi
sampai dicapai suatu nilai jari jari tertentu.
(km/jam) (m)
i = 2,0 %
100
5000
80 3500
60 2000
50 1300
40 800
30 500
20 200
dwi sapto
ALINYEMEN HORISONTAL
SUPERELEVASI
Superelevasi harus dibuat pada semua tikungan kecuali tikungan yang
memiliki radius yang lebih besar dari Rmin tanpa superelevasi. Nilai
superelevasi rencana sesuai dengan VR.
Superelevasi berlaku pada Jalur lalu lintas dan Bahu jalan.
Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 6%. (Tabel 13), menunjukkan
hubungan parameter perencanaan lengkung horisontal dengan VR.
Perhatikan drainase pada pencapaian kemiringan.
Pada jalan perkotaan untuk kecepatan rendah bila keadaan tidak
memungkinkan, misalnya (akses lahan, persimpangan, tanggung
jawab, perbedaan elevasi). Superelevasi ditikungan boleh ditiadakan
sehingga kemiringan melintang tetap normal (2 %).
Jika kondisi tidak memungkinkan, superelevasi dapat ditiadakan
dwi sapto
ALINYEMEN HORISONTAL
SUPERELEVASI MAKSIMUM
Tikungan pada jalan yang mempunyai jari-jari lebih kecil daripada
persyaratan sebaiknya diberi superelevasi.
Superelevasi maksimum adalah
Jalan tipe I sebesar < 10 %
Jalan tipe II sebesar < 6 %
PENGECUALIAN pada JALAN
PERKOTAAN
Untuk daerah perkotaan yang
mantap dapat tidak diberikan super
elevasi bila kemiringan normal memang
diperlukan untukseperti
Superelevasi memberikan
yang dinyatakan table, sesuai VR dan R.
kemudahan dan hubungannya dengan
Untuk jalan tipe ll, superelevasi dapat tidak diterapkan di
jalan yang lain.
atas.
SUPERELEVASI di TIKUNGAN
Bila VR < 30 km/ jam, perhitungkan karakter tinggi dan berat
kendaraan yang melewatinya serta kondisi geografi di daerah
tersebut.
dwi sapto
ALINYEMEN HORISONTAL
SUPERELEVASI di TIKUNGAN pada DAERAH yang MANTAP/
MAPAN
Pada
daerah ini superelevasi
Persimpangan dengan mungkin tidak
jalan yang laindapat diterapkan karena:
Pemeliharaan saluran
Jalan masuk persil.
Nilai superelevasi dalam tabel dikecualikan.
Untuk tikungan dengan jari jari lebih besar dari jari jari yang sesuai
superelevasi 2 % atau 1,5 % dalam table, perencanaan dapat dengan
kemiringan normal atau tidak diperlukan superelevasi.
Penerapan nilai pengecualian dalam merencanakan jalan perkotaan
konsistensi dengan perencanaan alinyemen sebaiknya ditekankan
pada aspek keamanan.
Sebagai contoh jalan jalan arteri dengan menggunakan standar normal,
sebaiknya tidak dihubungkan begitu saja dengan jalan yang
direncanakan dengan nilai pengecualian ini.
dwi sapto
ALINYEMEN VERTIKAL
Alinyemen vertikal terdiri atas bagian lurus dan bagian
lengkung ;
Bagian lurus dapat landai positif (tanjakan) atau landai
negatif (turunan), atau landai nol (datar).
Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung
atau lengkung cembung
Perubahan alinyemen vertikal dimasa yang akan datang
sebaiknya dihindarkan.
VR 100 90 80 70 60 50
(km/h)
kelandaian 5 5 6 6 7 8
maksimum (%)
dwi sapto
ALINYEMEN VERTIKAL
KELANDAIAN MAKSIMUM
Pembatasan kelandaian maksimum dimaksudkan untuk
memungkinkan kendaraan bergerak tanpa kehilangan
kecepatan yang berarti.
Tabel Kelandaian maksimum yang sesuai dengan VR
ALINYEMEN VERTIKAL
KEMIRINGAN MEMANJANG MAKSIMUM
10.00
dwi sapto
JARAK PANDANG dan
JARAK DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN
JARAK PANDANG
Manfaat jarak pandang,
Klasifikasi Jarak Pandang,
Parameter Jarak Pandang,
Tinggi obyek.
Tinggi mata Pengemudi,
Waktu Reaksi Pengemudi,
Perlambatan Longitudinal
10.15
dwi sapto
JARAK PANDANG dan
JARAK DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN
UMUM
Keamanan dan kenyamanan pengemudi kendaraan untuk dapat melihat
dengan jelas dan menyadari situasinya pada saat mengemudi sangat
tergantung pada jarak yang dapat dilihat dan tempatnya duduk.
JARAK PANDANG adalah panjang jalan di depan kendaraan yang
masih
dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi.
MANFAAT JARAK
PANDANG
Menghindarkan tabrakan yang membahayakan kendaraan dan
manusia akibat adanya benda (berbahaya), kendaraan yang
sedang berhenti, pejalan kaki, atau hewan pada lajur jalannya,
Memberi kemungkinan mendahului kendaraan lain yang bergerak
dengan kecepatan lebih rendah dengan mempergunakan lajur di
sebelahnya.
Menambah effisiensi jalan tersebut, sehingga volume pelayanan
dapat dicapai semaksimal mungkin.
Pedoman bagi penempatan rambu lalu-lintas pada setiap segmen
jalan.
dwi sapto
JARAK PANDANG dan
JARAK DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN
v2
d2 =----
254.fm ............... _,_._,l
3)
Jarak mengerem,
Ru mus umum dari jarak pandangan henti minimum adalah :
v2
d2=0,278.v.t+ 254.f
(4)
m
dwi sapto
JARAK PANDANG dan
JARAK DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN
Dimana :
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang
hendak menyiap dan membawa kendaraannya yang membelok
ke lajur kanan.
d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap berada pada lajur
sebelah kanan.
d3 = Jarak bebas yang harus ada antara kendaraan yang menyiap
dengan kendaraan yang berlawanan arah setelah gerakan
menyiap dilakukan.
d4 = Jarak tempuh kendaraan yang berlawanan arah selama 2/3 dari
waktu yang diperlukan oleh kendaraan yang menyiap berada
pada lajur sebelah kanan atau sama dengan 2/3 x d2.
dwi sapto
JARAK PANDANG dan
JARAK DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN
TIPE JALAN
JALUR LALU LINTAS KENDARAAN
Adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas yang secara
kendaraan
fisik berupa perkerasan jalan. Batas jalur lalu lintas berupa :
a. Median jalan; Jalan perkotaan memerlukan
b. Bahu jalan ; perlengkapan jalan yang dapat
c. Trotoar:
menjamin keselamatan pedestrian
d. Separator jalan.
Jalur di sisi jalan utama
Tipe Jalan
Perlu Jalur lambat Perlu trotoar
2 lajur-2-arah-tak terbagi v v
4-lajur-2-arah terbagi vv vv
6-lajur-2-arah-terbagi vv vv
Lebih dari 1 lajur-1-arah vv vv
j j
Jalan Perkotaan
~ JOCKYAL£ RD
18.7Str\ I 18.75m
•
rr
3.75m 2.5m , I 2.5m .}..7:1 J.50m
I l
LANE LANE MEDJAN LANE LANE
2. o.,. .,._.-
BLII
D
2.0m
BIKE I 011(£
1
.,._. ~
l l 1 RNO.
LANE LAAIE ~
~ 1
r WK
4 LANE URBAN DlVIDED CROSS SECTION
dwi sapto
,, M.at;. ~
6.~9.fia,WamaM!ffllh
~ T~q)
(Op:lo~I • taucilW11jli> Clp;:a%;ang 01 f(.aw;i:;.an VM:g .Mr.lt Plllld11rgr)
PIKAL
PENAMP MELI JALA ~;;I.an.I~~
>.. Pe-.:.!1m1nV~Pelt:1)1111U11 inm No.. 19i'PRTf.2t1·t
Tll'llatil>P9t$.,....ca,o-91<1'bJal.inQir:'lKr
6, PallOII.RUI.IJA
1, R'1!elo;l:1Qr w.tni P\Jllt\
a, P~KMl'lil'*Ol;,8'!181'~'"*'*-Ar'!Dw'lQP~J&l&l'I>
ANG
YANG BERWAWASAN NTANG N
LINGKUNGAN DAN BERKESELAMATAN fterb
•· P91till.&'lllrMl etel ~~j&e,nUl"lld"\ No.05i'PRT+'M
hnncal!Nf'IT.ebbJ•lan
VAA(T1J; Va1al;lllilldTatt,l l
enl1n9Mwtwi .W.,,
JunPtn1111•"T
IQ. o..-
t. 91,11o:,i$11r"1IJbby•,.. K•M1"1rr-....-.
Ptl!tfllbui,g111OW.*. SK.123'/.......0'JORJ
~,lhlll!ur».. J.1.-nUirull'\
DJ
.. Pedcm.,, No. ,....T-17...?004-'J T.,.,. Ptrtl'<rllf'Mtl te.lllon Jelan
~,31.,,11,9~ ltkf\~~njal.,r,
lb. JALAN NON TOL ANTARKOTA/DALAM KOTA (MEDIAN PIJINGGIKAN DENGAN PENGHALA
"""' NG BETON)
~llrl,....MM 1,1r.t1,1II IIIMi'
V RENCANA > 60 KM/JAM PADA KONDISI AT GRADE-TANPA TROTOAR DAN
11lll•m,.r•~dllft~• l11., •'l"tw'o
- WIIIWl ~ lobtl
J)
il.lWA WIIIWl ~ lobtl
TtlNI l, o.M oi-11•1J•lw .... U"tl.U (m) dMI J}
illUl&A.IA 111\l l"Nil ........ Al o.,·,11·
·....
-
.
V RINCMIA
'
110,, :;·
.... .
.. hu.....,.,,....._.(,n) -..111t11{11t) V lttNCANA
'" ':"..~
~.... .... . ki't,1•o
_.._
Jllirul,;llr
. ,
....... JOIH'll ... .,, IJw!M ...
........., . ,_
,."'·"" --·- u,!11:'"
.... ,.,.
Hlnlt11t11I(•)
w
lflll I 111
,.....
, ,... .,.
'·"' . , ...
,.,
,.....
.lWl.lll .l~I
.... ..
- .~
l I ;t;llJ )
''
)4,0
ll,O
......... ?. to W .... (hi• AIICM
h (.S1"50) ]\l,J
.
47,0 JM
.... ...
.. .
~Seliulldar)
.
"·'
DIMLNIIMI~ 1 1.00 UO)
....
..
111(4 1
.
.. .. . ,,. .. .. .
JlOW'ONt:N JM.N4 l
I "'?.
,,
1111 .l I )4,0 41!.
..
~ . s .wnow ~60~t-(l111 ... .......
..
.lk ;JI .IJUI
-a,rtlng{ffl) ~,...IMer)
I ,u
"·
..
u:
..
211 4 JI l~W'
.. . .
-!JF'e:,:111111i,nt.,.,}
' .,
.
~
•t=.1.,_"1.M.~iii!
,,,Tt~t'IIKID,,d:...,_fjU'
I , , .t v ••o1• l\ur!'IJap»Mo.&•b:l
.
. , , .. .
'
..
•
(••D • ,.,
L PfMA... AMA,'JPOHO'f/Vl'GETA51'fAMj, MAM.FU MENJEIAP BUSIG.AS 8U,\liei illA.O.,\ lOKASI YAHG 01 •bc:s 111mlle/lu ~51:1 ijflokblt~tl"'Or.-n~· t
1!11
., lNIYU...Ofl.JAlAN Y~G !UlKESEtA"AAT
J,tiii:
OJIZ!NXA.N
3, PCMASAl\'GANl.A.WIU "E'WIR.ANGA.'t ~-- UMUM TCNM.\SUR\'A(O 2 DftfNGICAPI OE~GAN .P'OU.tNCiKAF'ANWAN 'MARKI\, MM..-ctu.li.tFlUTOJIM,.
e-:.i; KhutrA~..._uan 11elllcib:!uiWll(l::,o'~~~leff,11U 11,n_,,~...,_umum
PTIONA1) ATA KOCl~G)
dwi sapto
<tMHrtlan ba:!';&1t)alan a, : G Q!ilp btor'(lftll.....-.a!illl'\ 0:-orPf'<l~rqtya ~It T 9'11:8,,0 R•Mbu Lau Uni.a.
1, ~ fl. ,-..rill\r'MI Mlntll:1
I tll'1': No. Ptn!VOU'lgiln
022fflPIN•1ff ~.PM~ llft,II\
r111Arig 2f»4
Pwl!y..-.;.an,,
T$11!!al"'V ll.a(u J•B..'I:
~ii JilPn l.ru-1.
0,Akse-.!lbfl\&!$
a.,;;u S.tal k:tbyu& 1<.11-.mawi J•lM
I, P.«.lt'Nl'INo.P'd.1-·1~Blll\llanlJPll"M'ICWl&ln Meal.-. Jlilin
10. h1ai.n,, 011)1,n PffllU~n '*51 Nro. $K.12S4fAJ.4D1IDRXJI
le. JALAN NON TOL ANTARKOTA/DALAM KOTA (MEDIAN DITINGGIKAN SETINGGI KERB) V RENCANA
2013 r~ngP.i~ <6
TW'bP.l!ten~ .WM
0 KM/JAM
PADA KONDISI AT GRADE-TANPA TROTOAR DAN FASILITAS PENYEBERANGAN PEJALAN KAKI
e.i..n Jw•k po"I0,11'f'111...- non pe,1am) c,e,1 .c., ii. vnN!'g ffl'IO~ jelM
nlnll"IIII ""*"""'
1.0 M .... itm )ao!•k &ti DtlCIO l111r et'!lbM'9
J..<> M ..i~,111; p11tt11.1 at:.11111
Od'Qlf'Ml.'l 1111..,..
(8)
(G)
:,,·~ (l)\ I(
<2 /
~ -Ii-
...,._._ I
...,_
RW"1>. MINIWI. (l.i>ot
Tab<ll ...._.,.,
J) )W I.Ali,.lltttM llt UUfUHAN atJMAJA (M)
MINM..
.. .
Cm) l .... N M~
.....
~...._. ..,,
, i ; i . " ~ ; ..,_U*"llnl,..,,("") VAVtCNIA
. . .. . . ... ,.,.
.
MNIIM(lll!)
;::::{.:.:~
V llDICAMA 110,-..,1 ...
,... ,, o.... I l il LOO lk 1t 101o1.-..
:::-...:,
~;;~~
...:
'7,_.M
.a:tt
&OK!!".,l ","
"" I •
so I
u.•
.,
.
. .. I
2ll l&S JJ.O
.
... .
l'U "1.0
.
,h() J.50) 41.~
~~ ~
)I
.. . lJ.j l&O
.
Sl,S
. ... . .....
("'I :!J1(2 ll .UC-) )).S J1.S
.
2ll(3 ll :UC)
. '" "·'
..
t.11M1 Stll"...elri(fm) NII ,._,.I'll ,..,.,_.II .......
l•O • .UC-) <1;$.0
,.
1,
.
."
00
f...DIKATOfl. J~',I Y,AKG &Oi.WA'A'ASA.'Urfill
o R.rm:t::i.~iro.r-.-i-b1 •ft.r:C::tHll::tMGrs-n•b2
IND'.AA.iOIUALAY~A."iG 6EJiK£S£".A~
GnlNGAN :
o
2.. ,,.!MANUATKANSUS.'ll[fi OAYA AlAM: YANG lfR!M.UlAN Ai.MJ t.'ATti1lA_ OAU:R ULA."fG U~ITU"( BNtAN 161
Ca!Zlln:~ti:.i;CIII.Gd:r>=•I• ~oda.N.~·&Z.
al=l~bar~'«#i1JA1h;lk.1ranilk~:lt!t"9~p!l(V;ir~·t• . AT.J.Nt
1. O!lfN(i(APf OUIGAN Ft:liUNGUJ'AHJAV,H (MAA,f,,. RA.Mau. Rf:F-1.U."1011;,.MAl
1, KOIASA.~JAL.AN
fltNANAMAN l'Of-.ON;/\lfG:'TASl'rANG MAM1'U M{frJ"!RAP (MISI GM t.l.lA.~G F'AOAtOl(ASI YANG: O!QIJ\KAN: ~·=1~...,....RI.IMtJ.,.
o:t-1,.. ~"'"'*'tt"JIUIJA8i,I 11~ ... lloc1tla'41:u..-1139idJ11~ii,l)·
81\hl li,19"'91•rt1,.r ..., (',,•bsl) • 1 1 ....
,_ iCVClt,.~ 1. M(MrJ.Uri1?!8SYAMT.A...Ttn1SJAtAN DAN
U: ll J..M>)
KRITUIA Fll'A m .."OIIII
~fatMANMHlEXNISJAi.AN ti'\
.!. Pt;M,\$.A._-.G,\N
dwi sapto
RUANG JALAN
Ruang jalan secara melintang jalan dibagi atas:
• Ruang manfaat jalan (Rumaja),
• Ruang milik jalan (Rumija),
• Ruang pengawasan jalan (Ruwasja).
dwi sapto
RUANG JALAN
1. Ruang Jalan Pada Jalan Sebidang Tanah Asli
RUMAJA, merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
tinggi, dan kedalaman tertentu, meliputi bagian badan jalan, saluran
tepi jalan, dan ambang pengaman :
• Tinggi ruang bebas minimal 5 m di atas permukaan jalur lalu lintas;
• Kedalaman ruang bebas sekurang-kurangnya 1,5 m di bawah
permukaan jalur lalu lintas terendah;
• Lebar ruang bebas diukur di antara 2 (dua) garis vertikal batas
badan jalan;
RUMIJA, merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
tinggi, dan kedalaman tertentu, meliputi Rumaja dan sejalur tanah
tertentu di luar Rumaja
RUWASJA, merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar dan tinggi tertentu, meliputi ruang tertentu di luar Rumija;
diperuntukan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengaman
konstruksi jalan; Ruwasja adalah lahan milik masyarakat umum
yang mendapat pengawasan dari pembina jalan
dwi sapto
RUANG JALAN
2. Ruang Jalan di Atas Tanah Dasar/ Jalan Layang
RUMAJA, merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
tinggi, dan kedalaman tertentu, meliputi bagian badan jalan, saluran
tepi jalan, dan ambang pengaman :
• Tinggi ruang bebas minimal 5 m di atas permukaan jalur lalu lintas;
• Kedalaman ruang bebas sekurang-kurangnya 1,5 m di bawah
permukaan tanah terendah (Kaki tiang/ pilar jembatan);
• Lebar ruang bebas diukur di antara 2 (dua) garis vertikal
batas bahu jalan;
RUMIJA, merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
tinggi, dan kedalaman tertentu, meliputi Rumaja dan sejalur tanah
tertentu di luar Rumaja, sekurang-kurangnya sama dengan Rumaja
diproyeksikan ke tanah dasar
(tidak berlaku manakala di bawahnya ada jalan lain)
RUWASJA, diperuntukan bagi pandangan bebas pengemudi dan
pengaman konstruksi jalan; Ruwasja adalah lahan milik masyarakat
umum yang mendapat pengawasan dari pembina jalan
dwi sapto
RUANG JALAN
Ruang Jalan di Atas Tanah Dasar/ Jalan Layang
dwi sapto
RUANG JALAN
3. Ruang Jalan di Bawah Tanah Dasar/ Terowongan
RUMAJA, dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu, meliputi
bagian badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengaman.
• Tinggi ruang bebas minimal 5 meter di atas permukaan jalur lalu
lintas;
• Kedalaman ruang bebas sekurang-kurangnya 1,5 meter di bawah
permukaan tanah terendah;
• Lebar ruang bebas diukur di antara 2 (dua) garis vertikal batas
bahu jalan;
RUMIJA, merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
tinggi, dan kedalaman tertentu, meliputi Rumaja dan sejalur tanah
tertentu di luar Rumaja, sekurang-kurangnya sama dengan Rumaja
diproyeksikan ke tanah dasar
(tidak berlaku manakala di bawahnya ada jalan lain)
RUWASJA, diperuntukan bagi pandangan bebas pengemudi dan
pengaman konstruksi jalan; Ruwasja adalah lahan milik masyarakat
umum yang mendapat pengawasan dari pembina jalan
dwi sapto
RUANG JALAN
Ruang Jalan di Bawah Tanah Dasar/ Terowongan
' ffl
L
[
b
E
r
c•
d
Tr,
dwi sapto
KETENTUAN TEKNIS
LEBAR JALUR
Lebar bagian jalur jalan yang direncanakan khusus untuk lintasan/ lalu
lintas kendaraan bermotor :
a. Lebar jalur ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur serta bahu jalan.
b. Lebar jalur minimum adalah 4,5 m, memungkinkan 2 kendaraan dengan
lebar < 2,1m saling berpapasan.
c. Papasan 2 kendaraan lebar < 2,5 m yang terjadi sewaktu-waktu dapat
memanfaatkan bahu jalan
Pada Arteri, jalur kendaraan tidak bermotor disarankan terpisah dengan jalur
kendaraan bermotor. Lebar bahu jalan sebelah dalam pada median yang
diturunkan atau datar, minimum sebesar 0,50 m.
dwi sapto
KETENTUAN TEKNIS
LAJUR
Lebar lajur lalu lintas mempengaruhi kenyamanan dan keselamatan pengemudi.
Nilai lebar lajur standar rancangan adalah
3,6 m untuk jalan kecepatan > 80 km/ jam,
3,5 m untuk jalan kecepatan < 80 km/ jam
2,75 m untuk jalan lokal (jalan kecil),
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan
Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
Sumber: RSNI T-14-2004, geometrik jalan
KETENTUAN TEKNIS
LAJUR
Lajur lalu lintas diukur dari muka kerb (curb) atau hingga garis lajur untuk jalan
dengan beberapa lajur atau jalan dengan bahu jalan. Di beberapa tempat,
mungkin perlu untuk menyediakan ruang tambahan hingga muka kerb untuk
menghilangkan efek yang tidak jelas, atau profil kerb yang memiliki kanal lebih
lebar (misalnya 450 mm) di daerah dengan curah hujan tinggi.
Untuk lajur jalan yang punya marka jalan, maka lebar lajur diukur terhadap tepi
dalam marka tersebut.
dwi sapto
KETENTUAN TEKNIS
KEMIRINGAN MELINTANG JALAN
Dibutuhkan untuk pengaliran air permukaan jalan dan
Diukur dari sudut alinyemen melintang (atau penampang memanjang) jalan
terhadap garis horisontal.
Pada jalan lurus, datar, elevasi rumaja yang lebih tinggi maka chamber
jalan normal cukup sebesar 2 – 3 % memadai untuk pengaliran air,
Pada situasi tertentu yang lokasi rumaja berada pada cekungan, chamber
perlu ditambah
Atau dengan usaha lainnya sehingga genangan air dapat keluar dari
cekungan tsb.
KETENTUAN TEKNIS
KEMIRINGAN MELINTANG JALAN
Genangan air di jalan pada lintasan ban kendaraan dapat menghilangkan daya
cengkram roda kendaraan, disebut Aquaplaning.
Aquaplaning terjadinya tergantung pada dalamnya air, geometrik jalan,
kecepatan kendaraan, kedalaman alur ban, tekanan ban, dan kondisi
perkerasan jalan.
Untuk mengatasi aquaplaning, harus diperhitungkan kemiringan
melintang perkerasan, karakteristik kekasaran perkerasan, dan
geometrik horizontal
dwi sapto
KETENTUAN TEKNIS
KEMIRINGAN MELINTANG JALAN
• Jalan lurus dengan dua lajur dua arah atau tikungan datar mempunyai titik punggung
(crown) di tengah dan kemiringan ke arah luar tepi perkerasan.
• Untuk badan jalan dengan pemisah jalan, kemiringan melintang dibuat searah dan
miring menjauhi median jalan. Titik terendah kemiringan adalah tepi jalur lalu lintas atau
pada tepi bahu jalan yang berpenutup aspal/ semen.
• Kemiringan melintang adalah kemiringan permukaan badan jalan terukur normal
terhadap garis tengah desain atau jalan.
• Kegunaan kemiringan melintang adalah untuk drainase air dari badan jalan yang lurus
dan tikungan, serta memberikan superelevasi pada lengkung horizontal
BURTU / BURDA 3
Aspal 2,5 – 3
KETENTUAN TEKNIS
BAHU JALAN
Lebar bahu jalan dalam dan luar mungkin bisa berbeda.
Bahu jalan tanpa penutup harus lebih curam/ miring.
Bahu jalan memiliki fungsi struktural dan fungsi lalu lintas.
Fungsi struktural bahu jalan: memberikan dukungan lateral bagi lapisan
perkerasan jalan.
Fungsi bahu jalan bagi lalu lintas adalah:
Ruang kendaraan yang hilang kendali.
Ruang untuk berhenti pada permukaan keras yang aman dari lajur lalu
lintas.
Lajur yang bisa dilalui untuk kendaraan darurat.
Ruang bebas terhadap halangan lateral seperti rambu lalu lintas.
Bahu berpenutup memberi lebar tambahan jalur lintasan roda
kendaraan besar.
Jarak pandang meningkat sehingga meningkatkan keselamatan jalan.
Kapasitas jalan meningkat karena kecepatan mungkin lebih seragam.
Keterbukaan ruang dengan bahu jalan lebar membuat mengemudi lebih
santai.
Bisa menjadi ruang bagi pengendara sepeda/ non motoris.
dwi sapto
KETENTUAN TEKNIS
BAHU JALAN
Pada jalan lurus, kemiringan bahu jalan ditampilkan dalam tabel.
Pada lokasi jalan yang memiliki superelevasi, kemiringan bahu jalan pada
sisi yang tinggi dan rendah harus sama dengan kemiringan melintang
lajur lalu lintas.
MATERIAL BAHU JALAN KEMIRINGAN MELINTANG BAHU JALAN (%)
KETENTUAN TEKNIS
10:55 JALUR LAMBAT
Berfungsi untuk melayani kendaraan berkecepatan lebih rendah dan
searah dengan jalur utamanya.
Berfungsi sebagai jalur peralihan hirarki jalan yang lebih tinggi ke
hirarki jalan yang lebih rendah atau sebaliknya.
Memisahkan lalu lintas setempat dari lalu lintas arteri
berkecepatan tinggi, membantu mengurangi kecelakaan dan
menjagakebutuhan
Ketentuan arus lalu lintas.
jalur lambat adalah sebagai berikut :
1. Untuk jalan arteri 2 arah terbagi dengan 4 lajur atau lebih;
2. Direncanakan arahnya mengikuti/ paralel alinyemen jalur cepat.
3. Dapat terdiri dari dua lajur atau lebih, dan searah jalur
utamanya;
dwi sapto
KETENTUAN TEKNIS
10:55 JALUR LAMBAT
Jalur lambat dengan jalan utama/ arteri harus ada pemisah untuk sebagai
celah/ penyangga di antara keduanya.
Penyangga ini disebut separator, yang berupa bangunan fisik yang
ditinggikan
dengan kerb dan jalur tepian dengan lebar minimum 1,00 M.
Bukaan pada separator yang menghubungkan jalur cepat dan jalur lambat
harus mengikuti persyaratan dan peraturan, tetapi paling dekat tidak kurang
dari 350 M. Terlalu banyak bukaan separator sangat menurunkan kecepatan
operasional lalu lintas jalur cepat.