Anda di halaman 1dari 29

Mata Kuliah Filsafat Ilmu dan Logika

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta

Pertemuan ke-14: Asas Pemikiran,


Kesalahan Berpikir dan
Penyimpulan Tak Langsung,
Pengantar

 Ada tiga materi yang akan kita diskusiskan


dalam pertemuan ini
 Pertama, Asas Pemikiran
 Kesalahan Berpikir
 Penyimpulan Tak Langsung
Kebenaran

 Sebelum menjelaskan asas pemikiran kita


diskusikan dulu apa yang dimaksud dengan
kebenaran.
 Kebenaran adalah persesuaian antara
pengetahuan dan objek, bisa juga diartikan
suatu pendapat atau perbuatan seseorang
yang sesuai dengan (atau tidak ditolak oleh)
orang lain dan tidak merugikan diri sendiri.
Kebenaran
 Kebenaran adalah lawan dari kekeliruan.
 Kekeliruan terjadi karena pengetahuan tidak sesuai dengan
objek pengetahuan. Misalnya: “Roda sebuah mobil berbentuk
segitiga. Kenyataannya bentuk roda adalah bundar, karena
pengetahuan tidak sesuai dengan objek maka dianggap keliru.
Namun saat dinyatakan bentuk roda adalah bundar dan terjadi
kesesuaian, maka pernyataan dianggap benar”.
 Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai
dengan objek, yakni pengetahuan yang obyektif.
 Karena suatu objek memiliki banyak aspek, maka sulit untuk
mencakup keseluruhan aspek (mencoba meliputi seluruh
kebenaran dari objek tersebut)
Kebenaran objektif
dan Subjektif
 Berdasarkan definisinya, kebenaran dapat dibedakan
menjadi dua, yakni kebenaran objektif dan kebenaran
subjektif.
 Kebenaran objektif, adalah kenyataan yang benar-benar
terjadi dan telah diyakini semua orang sebagai sesuatu
yang benar. Kebenaran ini bersifat pasti dan tidak dapat
dipungkiri lagi. Kebenaran objektif dapat juga disebut
dengan kebenaran empiris, yakni kebenaran yang
diperoleh berdasarkan hasil pengamatan pancaindera.
 Kebenaran subjektif adalah kebenaran yang hanya
diakui sebagai kebenaran oleh sebagian manusia saja.
Asas-asas Pemikiran
 Untuk memperoleh kebenaran, kita harus mematuhi
rambu-rambu dalam berpikir, rambu-rambu tersebut
merupakan aturan pokok logika atau yang disebut
dengan asas-asas pemikiran.
 Asas-asas pemikiran merupakan pengetahuan yang
menunjukkan bagaimana kita dapat menarik sebuah
kesimpulan.
 Asas pemikiran dapat dibedakan menjadi dua, yakni
asas primer dan asas sekunder
 Asas primer dibagi tiga yakni, asas identitas, asas
kontradiksi, dan asas penolakan kemungkinan ketiga.
Asas Identitas

 Asas identitas atau principium identitatis


 Asas identitas ini menyatakan bahwa sesuatu
adalah dia sendiri bukan lainnya.
 Maksudnya, jika kita mengakui bahwa sesuatu
itu Z maka ia adalah Z dan bukan A, B, C atau Y.
 Rumusan dari asas identitas ini adalah: “Bila
proposisi itu benar maka benarlah ia”.
 Proposisi adalah susunan kata yang memuat
pemikiran.
Asas Kontradiksi

 Asas kontradiksi atau principium contradictoris.


 Asas ini menyatakan bahwa “pengingkaran sesuatu
tidak mungkin sama dengan pengakuannya”.
 Jika kita mengakui bahwa sesuatu itu bukan A maka
tidak mungkin pada saat itu ia adalah A, sebab
realitas ini hanya satu sebagaimana disebutkan
dalam asas yang pertama tadi, asas identitas.
 Hal ini dapat kita jelaskan dengan kata lain bahwa
dua kenyataan yang kontradiktoris (bertentangan)
tidak mungkin bersama-sama ada secara simultan.
Lanjutan

 Jika dirumuskan, asas kontradiksi ini berbunyi:


“Tidak ada proposisi (pemikiran) yang
sekaligus benar dan salah”.
 Maksudnya, tidak mungkin suatu pemikiran
itu mengandung unsur salah dan benar.
 Dengan kata lain, proposisi itu kalau tidak
salah, ya benar. Jikalau tidak benar, ya salah.
Asas Penolakan
Kemungkinan Ketiga
 Asas penolakan kemungkinan ketiga (principium exclusi
tertii). Asas ini mengatakan bahwa antara pengakuan dan
pengingkaran kebenarannya terletak pada salah satunya.
 Pengakuan dan pengingkaran merupakan pertentangan
mutlak, karena itu di samping tidak mungkin benar
keduanya juga tidak mungkin salah keduanya.
 Munncul sebuah pertanyaan, mengapa tidak mungkin
salah keduanya? Bila pernyataan dalam bentuk positifnya
salah berarti ia memungkiri realitasnya, atau dengan kata
lain realitas ini bertentangan dengan pernyataannya.
Lanjutan
 Dengan begitu maka pernyataan berbentuk ingkarlah
yang benar, karena inilah yang sesuai dengan realitas.
Juga sebaliknya, jika pernyataan ingkarnya salah, berarti
ia mengingkari realitasnya, maka pernyataan positifnya
yang benar, karena sesuai dengan realitasnya.
 Pernyataan kontradiktoris kebenarannya terdapat pada
salah satunya (tidak memerlukan kemungkinan ketiga).
 Jika kita rumuskan asas ini, maka akan berbunyi:
“Semua proposisi (pemikiran) selalu dalam keadaan
benar atau salah”.
Asas Cukup Alasan
 Asas cukup alasan (principium rationis sufficientis), menurut asas
ini adanya sesuatu itu pastilah mempunyai alasan yang cukup,
demikian juga jika ada perubahan pada keadaan sesuatu. dengan
kata lain bahwa dialam ini tak mungkin ada yang terjadi dengan
tiba-tiba tanpa alasan yang cukup.
 Tidak ada sesuatu yang mungkin terjadi dengan begitu saja tanpa
alasan-alasan tertentu. Atau adanya sesuatu itu mestinya
mempunyai alasan, demikian juga jika terjadi perubahan pada
sesuatu itu. Misalnya: Suatu benda jatuh ke tanah, alasannya
karena ada daya tarik bumi dan benda itu tidak ada yang
menahannya.
 Karena itu rumusnya adalah: “Suatu proposisi dapat berubah bila
ada alasan yang cukup”
Asas Sekunder

 Asas sekunder, merupakan pengkhususan


dari asas primer di atas. Asas-asas ini dapat
dipandang dari sudut isinya dan dari sudut
luasnya.
 Dari sudut isinya terdapat:
 Azas kesesuaian (principium convenientiae).
Azas ini menyatakan bahwa ada dua hal yang
sama. Salah satu dari antaranya sama
dengan hal yang ketiga.
Lanjutan

 Dengan demikian hal yang lain itu juga sama


dengan hal yang ketiga tadi. Misalnya: Jika A = B,
dan B = C, maka A = C (dengan catatan bahwa A
dan B di sini dihubungkan satu sama lain dengan
satu C).
 Dalam bentuk proposisi terlihat: Misalnya
“Semua perempuan adalah cantik” (A=B),
“Semua yang cantik berambut panjang”(B=C)
maka, “Semua perempuan berambung
panjang”(A=C)
Lanjutan

 Azas ketidaksesuaian (principium inconvenientiae).


 Azas ini juga menyatakan bahwa ada dua hal yang
sama. Tetapi salah satu dari antaranya tidak sama
dengan hal yang ketiga.
 Dengan demikian hal yang lain itu juga tidak sama
dengan yang ketiga tadi. Misalnya: Jika A = B,
tetapi B ≠ C, maka A ≠ C.
 Dalam bentuk proposisi adalah: “Jeruk berasa
asam”(A=B) “Rasa asam bukanlah pahit”(B ≠ C)
jadi “Jeruk tidak pahit”(A ≠ C)
Lanjutan Asas Sekunder
 Dari sudut luasnya, terdapat:
 Asas dikatakan tentang semua (principium dictum de omni).
Apa yang secara universal diterapkan pada seluruh kelompok
suatu pengertian (subyek), juga boleh diterapkan pada semua
bawahannya. Contoh: “Kambing adalah mamalia, mamalia
memiliki hati, oleh karena itu semua kambing memiliki hati”
 Asas-tidak dikatakan tentang mana pun juga (principium
dictum de nullo). Apa yang secara universal tidak dapat
diterapkan pada suatu pengertian (subyek), juga tidak dapat
diterapkan pada semua bawahannya.
 Contoh: “Kambing adalah mamalia, mamalia tidak memiliki
insang, oleh karena itu kambing tidak memiliki ingsang”
Kesalahan Logis

 Kesalahan logis atau fallacy, bukan kesalahan


dalam fakta, misalnya “Pengeran Diponegoro
wafat tahun 1950”. Tetapi merupakan bentuk
kesimpulan yang dicapai atas dasar logika
atau penalaran yang tidak sehat. Misalnya
“Dadang lahir di bawah bintang Scorpio,
maka hidupnya akan penuh penderitaan”.
Bentuk Kesalahan Logis

 Generalisasi tergesa-gesa, bentuk ini terjadi


karena induksi yang salah, bersandar pada
sampling yang tidak cukup, atau karena tidak
menggunakan batasan (banyak, sering,
kadang-kadang, jarang, hampir selalu,
beberapa, kebanyakan, sebagian besar,
sejumlah kecil, dan sebagainya).
 Misalnya “semua pegawai negeri malas”
Non Sequitur (belum tentu)

 Merupakan kesalahan logis yang terjadi


karena penggunaan premis yang salah.
 Non Sequitur merupakan penggunaan premis
secara sembrono. Menyimpulkan sesuatu
berdasarkan suatu premis, tetapi kesimpulan
yang ditarik tidak ada hubungannya dengan
premis. Hubungan premis dengan
kesimpulan merupakan hubungan yang
semu.
Misalnya

 “Dia orang pandai, maka perilakunya pasti aneh”.


 “Fulanah suka menggoda laki-laki. Ia tampaknya
suka sekali pacaran”.
 “Fulan orang Bugis, maka ia akan menjadi
pengusaha yang hebat”.
 “Fulan suka wanita. Bagaimana ia dapat menjadi
atasan yang baik”.
 “Ia manusia yang baik, suami yang baik, dan ayah
yang baik, maka ia pasti akan menjadi pemimpin
yang baik”.
Analogi Palsu

 Suatu bentuk perbandingan yang mencoba membuat


suatu bentuk idea atau gagasan terlihat benar
dengan cara membandingkannya dengan idea atau
gagasan yang sesungguhnya tidak mempunyai
hubungan dengan idea atau gagasan pertama tadi.
 “Suami itu bagaikan uang, susah disimpan, dibuang
jadi rebutan”. Sementara istri itu bagaikan kitab suci,
susah dipahami, dibuang takut kualat”.
 “Hidup itu laksana orang mampir ke warung, begitu
kebutuhan tercukupi, ia pergi meninggalkannya”.
Penalaran Melingkar

 Merupakan kesalahan logis yang terjadi


ketika orang yang menalar meletakkan
kesimpulannya ke dalam premisnya.
Kesimpulan dan premisnya sama.
 “Manusia merdeka karena ia
bertanggungjawab, ia bertanggungjawab
karena ia merdeka.”
Kesalahan Relevansi

 Kesalahan relevansi disebut juga dengan


kesalahan materiil. Adalah kesalahan
penalaran yang disebabkan pernyataan yang
melanggar asas-asas umum logika.
 Bentuk-bentuk kesalahan relevansi antara
lain: Argumen ad Hominem, Argumentum ad
Verecundiam, dan post hoc ergo propter hoc.
Argumen ad Hominem

 Kesalahan logis karena kita tidak memperhatikan


masalah yang sesungguhnya dan menyerang
orangnya, pribadinya.
 Ad hominem, yang secara harfiah diterjemahkan
sebagai "untuk pria," secara halus atau terang-
terangan mendistorsi karakter seseorang,
menghancurkan kredibilitas mereka tidak peduli
seberapa valid argumen mereka.
 Misalnya "Aku terkejut kamu setuju dengannya.
Dia agak ekstremis."
Argumentum ad Verecundiam

 Argumentum ad Verecundiam, atau bentuk


pernyataan yang mendasarkan pada otoritas
tertentu. Misalnya "Itu merek tas yang
digunakan Artis X."
 Umumnya orang senang merujuk pada
seseorang yang terkenal atau berkuasa,
bahkan bagi seorang selebritas yang tidak
memiliki hubungan dengan apa yang
didukung.
Menghindari Sesat Pikir

 Pahami lebih dulu, mengapa fallacies terjadi?


 Kesengajaan: untuk mendapatkan dukungan dari
orang lain, ada kepentingan tertentu.
 Kecerobohan/keadaan emosi: lelah, kesal, sedang
marah atau kecewa, yang membuat terburu-buru
menyampaikan sesuatu.
 Bias atau cara pandang yang sudah terbentuk: didapat
dari berbagai informasi yang diberikan kepada kita
sejak kecil dan berlaku umum di lingkungan kita.
Penyimpulan Tak Langsung

 Materi tentang penyimpulan tak langsung


terutama tentang Induksi, deduksi/Silogisme
akan dijelaskan dalam materi yang terpisah,
saya secara khusus akan membagikan materi
tersebut pada lead, dan membuat video
pembelajaran khusus tentang penyimpulan
tak langsung.
Penutup

 Terima kasih atas segala perhatian, mohon


maaf jika ada salah dan khilaf.
 Selamat menempuh Ujian Akhir Semester.
 Jangan lupa kumpulkan tugas artikel.
Daftar Rujukan

 Nanang Martono dan Dalhar Sodiq, Dasar-Dasar


Logika: Sebuah intisasri Metode Berpikir Logis dan
Kritis, Jakarta: Rajawali Pers, 2020, hlm. 1-41.
 Poespoprodjo dan T Gilarso, Logika Ilmu Menalar,
Bandung: Remaja Rosda Karya, 1989, hlm. 9-12.
 Hardono Hadi, Epistemologi Filsafat Pengetahuan
Kenneth T Gallagher, Yogyakarta: Kanisius, 1999,
hlm. 98-104.

Anda mungkin juga menyukai