Anda di halaman 1dari 32

Pertemuan 3

Permasalahan dan Penegakkan Hak Kekayaan


Intelektual

Marsitiningsih, S.H., M.H.


Standar Kompetensi/Tujuan
Instruksional Khusus Pertemuan 3

Setelah menyelesaikan pertemuan ini mahasiswa


mampu menjelaskan permasalahan aplikasi hak
kekayaan intelektual, lembaga yang mengeluarkan
sertifikat hak kekayaan intelektual, permasalahan
aplikasi hak kekayaan intelektual, dan penegakkan
hak kekayaan intelektual di Indonesia
Permasalahan Aplikasi HKI
 Rezim (cakupan) HKI terdiri dari Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri,
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), Rahasia Dagang, dan
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).
 Dari ketujuh rezim HKI tersebut, seperti terlihat pada penjelasan di atas,
Hak Cipta, Desain Industri, Paten dan Merek merupakan empat rezim HKI
yang banyak berkembang di Indonesia.
 Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya permohonan Hak Cipta, Paten,
Desain Industri dan Merek yang diajukan ke Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Departemen Hukum dan HAM).
Permasalahan Aplikasi HKI
 Untuk perlindungan DTLST di Indonesia belum pernah ada yang
mengajukan permohonan ke Ditjen HKI-Departemen Hukum dan HAM.
 Sama halnya dengan perlindungan Rahasia Dagang, kerena sifatnya tidak
perlu didaftarkan ke Ditjen HKI-Departemen Hukum dan HAM, belum ada
yang mencatatkan Rahasia Dagang di Ditjen HKI-Departemen Hukum dan
HAM.
 PVT merupakan rezim HKI yang baru berkembang dan peraturan
pemerintah yang mengatur permohonan PVT baru dikeluarkan tahun 2004,
sehingga belum terdapat data pengajuan permohonan PVT di Indonesia.
Permasalahan Aplikasi HKI
 Melihat perkembangan aplikasi HKI di Indonesia seperti yang telah
dijelaskan di atas, untuk meningkatkan pelaksanaan sistem HKI di
Indonesia masih diperlukan sosialiasasi HKI yang gencar dan kontinyu,
terutama untuk rezim HKI DTLST dan PVT.
 Pemberian informasi dan perkembangan terkini tentang HKI di Indonesia
maupun di dunia harus terus disampaikan kepada masyarakat, khususnya
kepada penghasil kekayaan intelektual (Pencipta, Inventor, Pendesain, dan
Seniman).
Lembaga Yang Mengeluarkan Sertifikat HKI di Indonesia

Ditjen HKI-Departemen Hukum dan


HAM (Hak Cipta, Paten, Merek,
Desain Industri, Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu, dan Rahasia Dagang)

Sertifikat HKI

Kantor PVT-Departemen Pertanian


(Perlindungan Varietas Tanaman)
Permasalahan Aplikasi HKI
 Meskipun teknologi internet mampu menyediakan pendaftaran secara on
line, akan tetapi pendaftaran HKI di Indonesia belum dapat dilakukan
secara on line melalui internet.
 Pendaftaran HKI harus dilakukan dengan menyerahkan dokumen asli ke
Ditjen HKI atau Kantor PVT.
 Hal ini akan mempersulit dan membutuhkan biaya yang lebih besar
terutama untuk wilayah yang jauh dari kantor Ditjen HKI dan Kantor PVT
yang berlokasi di Tangerang dan Jakarta.
Permasalahan Aplikasi HKI
 Untuk mempermudah penghasil kekayaan intelektual dalam mendaftarkan
HKI-nya, Ditjen HKI-Departemen Hukum dan HAM maupun Kantor PVT-
Deptan perlu membuat suatu mekanisme pendaftaran yang efektif dan
efisien yang mampu menjangkau semua wilayah di Indonesia.
 Hal ini sangat diperlukan mengingat kondisi wilayah Indonesia yang cukup
luas, sementara pendaftaran HKI masih terpusat di kota Tangerang (Ditjen
HKI-Departemen Hukum dan HAM) dan Jakarta (Kantor PVT-Deptan)
Solusi Aplikasi/Pendaftaran HKI
 Langkah yang telah ditempuh oleh Ditjen HKI-Departemen Hukum dan
HAM untuk mempermudah penghasil kekayaan intelektual dalam hal
aplikasi/pendaftaran HKI adalah pendaftaran HKI dapat dilakukan melalui
Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM yang ada di tiap propinsi.
Hal tersebut cukup membantu untuk wilayah yang jauh dari Kantor Pusat
Ditjen HKI-Departemen Hukum dan HAM.
 Namun demikian, keputusan terhadap substansi penerimaan suatu HKI
apakah layak diberi sertifikat atau tidak merupakan wewenang Kantor Pusat
Ditjen HKI-Departemen Hukum dan HAM.
Penegakkan HKI
 Penegakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terkait dengan
pelaksanaan/pemanfaatan HKI dimaksud yang antara lain membuat,
menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau
menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang
diberi HKI.
 Secara umum, HKI sesungguhnya merupakan instrumen perdagangan
dikarenakan pemberian hak monopoli terbatas kepada pemilik/pemegang
hak yang bersangkutan, sehingga memberikan keuntungan untuk
memasarkan produk-produk HKI bagi pemilik/pemegangnya.
 Kondisi ini berlaku untuk pelaku baik di dalam maupun luar negeri.
 Dalam konteks ini, HKI bisa merupakan daya tarik investasi dari luar
negeri.
 Untuk dapat mengoptimalkan daya tarik tersebut, maka penegakan hukum
HKI menjadi faktor pertimbangan penting.
Penegakkan HKI
 Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dengan demikian, bertujuan untuk
meningkatkan perlindungan dan penegakan hukum di bidang HKI dalam
kaitannya dengan perdagangan barang dan jasa serta memperketat aturan
mengenai barang-barang palsu.
 Persetujuan TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
Including Trade in Counterfeit Goods), mensyaratkan negara anggota untuk
mematuhi Persetujuan TRIPs, namun memberikan kebebasan untuk
menentukan cara-cara penerapannya sesuai dengan praktek dan sistem
hukum di negara anggota.
 Jadi Persetujuan TRIPs memberikan legislative choice yang dapat menjadi
peluang bagi negara berkembang maupun negara kurang maju untuk
mewujudkan perundang-undangan di bidang HKI yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Tindakan Terhadap Pelanggaran Paten
Penegakkan HKI
 Sengketa Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia secara unik bisa
diselesaikan melalui jalur Perdata dan Pidana.
 Termasuk dalam jalur Perdata adalah persoalan Pembatalan (Paten) yang
bisa dikategorikan ke dalam dua bagian: Batal Demi Hukum (karena tidak
membayar biaya tahunan) dan Dapat Dibatalkan, yaitu pembatalan atas dasar
permohonan baik itu oleh pemegang HKI itu sendiri maupun oleh pihak lain.
 Batal Demi Hukum berarti tidak perlu ada gugatan, putusan langsung
dilakukan Direktorat Jenderal HKI (Dirjen HKI).
 Sedangkan Dapat Dibatalkan, harus dilakukan berdasarkan gugatan dengan
alasan-alasan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan seperti
tidak dipenuhinya persyaratan substantif yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan untuk dapat diberikannya HKI tertentu, atau karena
HKI serupa telah diberikan kepada pihak lain sebelumnya, atau lisensi wajib
tidak efektif mencegah kerugian kepentingan masyarakat.
 Gugatan seperti ini diajukan kepada Pengadilan Niaga (1 Pasal 91 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten).
Penegakkan HKI
 Sengketa HKI lainnya yang menjadi wewenang Pengadilan Niaga juga
meliputi sengketa mengenai pemberian HKI kepada yang tidak berhak dan
melanggar hak dan kewajiban yang ditentukan.
 Pengadilan Niaga wajib mengambil keputusan dalam jangka waktu 180 hari
sejak tanggal gugatan, dan terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat
dilakukan kasasi.
 Putusan kasasi harus pula diucapkan paling lama 180 hari setelah tanggal
berkas perkara kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
Penegakkan HKI
 Wewenang Pengadilan Niaga lainnya adalah Penetapan Sementara.
 Penetapan Sementara: penetapan yang dikeluarkan pengadilan untuk
menghentikan sementara kegiatan yang diduga telah melanggar hak-hak
pemegang HKI.
 Permohonan Penetapan Sementara ditujukan untuk mencegah berlanjutnya
pelanggaran dan mencegah penghilangan barang bukti.
 Untuk dapat dikabulkannya permohonan Penetapan Sementara, pemohon
harus dapat mengajukan bukti bahwa pemohon adalah pihak yang berhak
atas HKI tersebut.
 Dalam jangka waktu 30 hari Pengadilan harus telah menetapkan sikap atas
permohonan itu: mengubah, membatalkan atau menguatkannya.
 Selain itu diatur pula bahwa untuk gugatan, penyelesaian sengketa bisa
menggunakan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Ruang Lingkup Sengketa Yang Dapat Diselesaikan Melalui
Jalur Pidana

1. Sengaja melanggar hak pemegang HKI (membuat, menggunakan,


menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan
untuk dijual atau disewakan) tanpa seijin pemegang HKI;
2. Sengaja tidak memenuhi hak dan kewajibannya (menjaga kerahasiaan
termasuk pegawai Ditjen HKI).
Penegakkan HKI
 Sebagai pengecualian, disebutkan bahwa khusus importasi produk farmasi
yang telah dipasarkan oleh Pemegang Paten yang sah di suatu negara,
sedang ia juga melakukan perlindungan di Indonesia.
 Hal ini untuk menjamin adanya harga yang wajar dan memenuhi rasa
keadilan karena produk farmasi sangat dibutuhkan bagi kesehatan
masyarakat.
 Selain itu, bukan pula suatu tindakan pidana jika memproduksi produk
farmasi yang dilindungi Paten di Indonesia dalam jangka waktu 2 tahun
sebelum berakhirnya perlindungan Paten dengan tujuan proses perizinan
kemudian melakukan pemasaran setelah perlindungan Paten tersebut
berakhir.
Penegakkan HKI
 Persoalan pelanggaran HKI di Indonesia cukup menjadi perhatian banyak
kalangan, baik di dalam maupun luar negeri.
 Dari dunia internasional, misalnya, Indonesia telah menjadi langganan tetap
dari USTR 301 Priority Watch List USA, suatu indikator yang disusun oleh
Departemen Perdagangan USA atas pelanggaran-pelanggaran HKI USA di
negara-negara dunia.
 Untuk tahun 2004, misalnya bersama-sama dengan Argentina, Bahama,
Brazil, Filipina, India, Korea, Kuwait, Libanon, Mesir, Pakistan, Rusia,
Taiwan, Turki, dan Uni Eropa, Indonesia masih berada dalam daftar
tersebut didasarkan pertimbangan bahwa walaupun Indonesia telah
membentuk 7 Undang-Undang di bidang HKI, namun dalam penegakan
hukum masih tidak konsisten.
Penegakkan HKI
 Beberapa razia dan tindakan hukum yang dilakukan masih bersifat
sporadis, tidak ada tindak lanjutnya.
 USTR 301 tidak hanya sekedar daftar yang bersifat pesan moral belaka,
tetapi kebijakan ini dapat menyebabkan USA menjatuhkan embargo
perdagangan apabila negara tertentu yang masuk dalam daftar Priority
Watch dianggap telah melampaui ambang batas toleransi yang mereka
tetapkan.
 Menjamurnya pelanggaran HKI di Indonesia, baik yang dilakukan pihak
produsen maupun konsumen, diakibatkan masih lemahnya penegakan
hukum di bidang tersebut, seperti ditengarai oleh beberapa kalangan.
 Sekalipun instrumen penegakan hukumnya seperti undang-undang dan
aparat penegak hukum di Indonesia sudah cukup memadai, namun
implementasinya masih lemah.
Penegakkan HKI
 Lemahnya penegakan hukum di bidang perlindungan HKI, ditandai dengan
maraknya praktik pelanggaran HKI, yang saat ini pelanggaran tersebut
telah dilakukan terang-terangan.
 Kondisi ini, untuk pelanggaran Hak Cipta menimbulkan kerugian cukup
besar bagi pemerintah termasuk industri rekaman di Tanah Air yang
mencapai sekitar seribu kali dari omzet resmi yang didapat.
 Padahal, kompensasi yang didapat bisa digunakan untuk
menumbuhkembangkan industri musik di Indonesia yang cenderung
mengalami perkembangan cukup pesat
Penegakkan HKI
 Berdasar data Reserse Polri, selama periode tahun 1996 hingga 1999
terdapat 1.249 kasus pelanggaran HKI, baik Hak Cipta, Merek, maupun
Paten.
 Dari jumlah pelanggaran yang dilaporkan tersebut, baru 861 kasus yang
dapat diselesaikan.
 Selama jangka waktu empat tahun tersebut, tercatat 388 kasus pelanggaran
Hak Cipta, sedangkan yang dapat diselesaikan baru sekitar 284 kasus.
 Sementara dari 858 kasus pelanggaran Merek, baru 572 kasus yang dapat
diselesaikan
Penegakkan HKI
 Di bidang merek, penegakan hukum terhadap kasus-kasus pemalsuan
merek di Indonesia juga masih jauh dari memuaskan.
 Ini terjadi karena belum ada persamaan persepsi tentang hukum merek di
kalangan penegak hukum.
 Polisi, jaksa, dan hakim sering memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam
menangani kasus tersebut.
 Perbedaan persepsi membuat kasus pemalsuan merek masih terus terjadi.
 Jika ini terus terjadi maka investor akan tidak mau menanamkan modal di
Indonesia
Penegakkan HKI
 Selain pemalsuan, kasus penyelundupan juga marak terjadi di Jakarta.
 Tidak hanya barang-barang kelas menengah ke bawah yang diselundupkan
ke Indonesia tetapi juga barang-barang yang telah dilindungi HKI-nya di
Indonesia.
 Dengan demikian, pelanggaran terhadap HKI dapat dilakukan baik melalui
produksi barang-barang yang dilindungi HKI ataupun mengimpor barang-
barang tersebut secara illegal.
 Dengan ancaman pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang HKI, ada
kewenangan polisi sebagai penyidik untuk melakukan pemeriksaan dan
razia terhadap produk-produk yang dicurigai melanggar HKI.
 Razia yang dilaksanakan oleh polisi, berhasil menyita lebih dari 90
komputer dengan lebih dari 300 peranti lunak, termasuk Microsoft dan
Autodesk, yang diduga sebagai bajakan.
Penegakkan HKI
 Selain pemalsuan, kasus penyelundupan juga marak terjadi di Jakarta.
 Tidak hanya barang-barang kelas menengah ke bawah yang diselundupkan
ke Indonesia tetapi juga barang-barang yang telah dilindungi HKI-nya di
Indonesia.
 Dengan demikian, pelanggaran terhadap HKI dapat dilakukan baik melalui
produksi barang-barang yang dilindungi HKI ataupun mengimpor barang-
barang tersebut secara illegal.
 Dengan ancaman pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang HKI, ada
kewenangan polisi sebagai penyidik untuk melakukan pemeriksaan dan
razia terhadap produk-produk yang dicurigai melanggar HKI.
 Razia yang dilaksanakan oleh polisi, berhasil menyita lebih dari 90
komputer dengan lebih dari 300 peranti lunak, termasuk Microsoft dan
Autodesk, yang diduga sebagai bajakan.
Pelanggaran HKI di Indonesia
Prinsip Penyidikan yang Dilakukan oleh Polisi
Penegakkan HKI
 Namun demikian, pelaksanaan penyidikan untuk kasus HKI tidaklah
mudah.
 Kendala-kendala yang dihadapi Polisi (Penyidik) cukup signifikan untuk
dapat melakukan penegakan hukum di bidang HKI
Kendala yang dihadapi Polisi (Penyidik) Dalam Penegakan
hukum di bidang HKI

Aspek Barang Bukti

Aspek
korban/pemegang
Kendala Aspek Tersangka
HKI:
Polisi

Aspek Penyidik
Aspek Barang Bukti
A. Tidak ada tanda identitas pemegang hak yang spesifik pada fisik barang
yang dilindungi HKI (VCD)
B. Tidak ada tanda identifikasi mesin/pabrik yang melekat pada fisik barang
yang dilindungi HKI (VCD)
C. Masalah surat Lisensi yang berasal dari luar negeri sebagian tidak
memenuhi syarat yuridis
D. Masalah paralel impor (mengimpor barang yang telah dilindungi HKI-nya
di Indonesia dari luar negeri)
E. Barang bukti asli sebagai pembanding terkadang sulit diperoleh, terutama
apabila pemegang hak jauh dari lokasi penyidik.
Aspek Korban/Pemegang Saham
A. Korban berdomisili di kota besar, penyidik tersebar di seluruh Indonesia
B. Pelapor/korban pada umumnya hanya melihat kasus dari aspek kerugian
finansial sehingga kadang menghambat penyidikan
Aspek Tersangka
A. Pemasaran oleh produsen/distributor memanfaatkan pedagang kaki lima
sehingga menimbulkan kerawanan sosial
B. Tersangka sebagai pengusaha/pedagang pada umumnya memiliki
kemampuan finansial yang kuat, dan selalu berusaha memanfaatkan
kemampuannya untuk menggalang petugas/penyidik
C. Tersangka pada umumnya mempunyai kemampuan mobilitas tinggi
Aspek Penyidik
A. Kemampuan membedakan produk yang asli (dilindungi HKI) dengan
bajakan, lemah
B. Upaya menghadirkan saksi yang memberikan “keterangan ahli”, terutama
dari Ditjen HKI hanya ada di Jakarta/Tangerang, dan saksi pemegang hak
yang sebagian besar di kota besar, bagi penyidik daerah menjadi kendala.

Anda mungkin juga menyukai