Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN TIM ADHOC

GKI GUNUNG SAHARI


TENTANG AMANDEMEN
TATA GEREJA
1. Pasal 2 ayat 5 bagian c
Pergantian Induk dari Pos Jemaat
 Pertimbangan-pertimbangan
Pernah terjadi pengalihan induk pos jemaat berlangsung alot berkaitan dengan apa
saja yang perlu disertakan dalam proses pengalihan induk pos jemaat selain data
keanggotaan. Apabila pengalihan pos dilakukan di awal atau di akhir tahun anggaran,
bagaimana ketentuan-ketentuan berkaitan dengan program kerja pos terkait.
 Usul
Pasal 2 ayat 5 bagian c perlu dilengkapi dengan pedoman pelaksanaan pengalihan
Pos jemaat, baik berkaitan dengan hal-hal yang bersifat administratif, Sarana
prasarana dan Program Kerja
2. Pasal 2 ayat 6 bagian a
Prosedur Majelis Jemaat mendirikan sebuah
pos jemaat
 Pertimbangan – pertimbangan
Kenapa permohonan pendirian Pos Jemaat ditujukan kepada majelis klasis? Pertimbangan
apa yang digunakan sehingga amandemen ini dibuat?
 Usul
Jika mengacu pada pasal 173 tentang tugas majelis Klasis, majelis klasis tidak memiliki
kewenangan untuk memproses pendirian pos jemaat. Kewenangan itu adalah kewenangan sinode
wilayah berdasarkan pasal 176 ayat 7 bagian m. Pasal tersebut menjelaskan tentang sinode
wilayah sebagai badan hukum notabene memiliki legal standing sesuai dengan nomenklatur.
Bilamana pendirian pos jemaat itu menjadi kewenangan klasis, maka pasal 173 tersebut perlu
ditambah klausulanya. Penambahan klausula tersebut juga bertentangan dengan pasal 175.
Dengan demikian, amandemen bagian a ini bisa menimbulkan kerancuan dan tidak sistematisnya
tata gereja. Dan menimbulkan pertentangan antara pasal 173 terhadap pasal 175. Jika kita
berhadapan dengan pihak ke 3, misal mengajukan Ijin Pendirian Gereja, tentunya akan Melampirkan
data badan hukum sinode wilayah, sedangkan klasis bukanlah badan hukum.
Tata Gereja adalah suatu aturan yang disusun secara sistematis oleh gereja atau beberapa gereja
(masih dalam sinode yang sama)
3. Pasal 2 ayat 6 bagian e
 
BPMK mengabulkan permohonan jemaat untuk mendirikan pos
 Pertimbangan – pertimbangan
Perubahan-perubahan pada bagian ini mesti memperhatikan perubahan pada pasal yang mengatur
tugas Badan pekerja Majelis Klasis
 Usulan
Pasal 195 berkaitan dengan Tugas BPMK kata memproses diubah dengan mengabulkan atau memberi
persetujuan atau tidak mengabulkan atau tidak menyetujui

4. Pasal 13
 
Kebaktian
 Usul
Diusulkan ada penambahan klausula di pasal 13, tentang kebaktian daring, agar
majelis jemaat punya dasar tata gereja untuk melaksanakan kebaktian daring tersebut. Jika
kita baca pada pasal 184 draft amandemen tata gereja yang baru tentang persidangan
majelis jemaat sudah diatur persidangan melalui daring. Seperti kita ketahui, majelis
jemaat dilingkup GKI, melaksanakan kebaktian online atau hybrid selama masa
pandemi. Hal ini dimaksudkan agar kebaktian memiliki landasan dalam tata gereja.
Mengingat fenomena covid 19 yang masih terjadi sampai sekarang, mengakibatkan gereja
harus mengadakan kebaktian secara daring.
5. Pasal 17 ayat 5 dan 6
Liturgi Pelantikan dan Liturgi Institusionalisi
 Pertimbangan – pertimbangan
Dalam buku Liturgi disebut dengan Liturgi Ordinasi dan Institusionalisasi, apakah bisa
digunakan Bahasa Indonesia. Dalam buku Liturgi Pelantikan Badan Pelayanan Jemaat
masuk dalam Liturgi Institusionalisas, dalam usul amandemen masuk dalam Liturgi
Pelantikan
 Usul
Digunakan istilah dalam Bahasa Indonesia: Liturgi Pelantikan untuk Liturgi Ordinasi
dan Liturgi pelembagaan untuk Liturgi Institusionalisasi. Buku Liturgi disesuaikan
dengan perubahan istilah dan perubahan sistematikanya
6. Pasal 32 ayat 4 bagian b
Pelaksanaan Kebaktian Peneguhan dan Pemberkatan
Pernikahan
 Pertimbangan – pertimbangan
Rumusan yang terbuka akan memungkinkan banyaknya penafsiran dalam praktek,
perlu perumusan yang lebih specific berkaitan dengan alasan yang bisa
dipertanggungjawabkan
 Usul
Dirumuskan dalam pedoman pelaksanaan berkaitan dengan alasan yang bisa
dipertanggungjawabkan disertai ketentuan-ketentuan yang mengaturnya
7. Pasal 71 ayat 2 bagian F
Menjadi peninjau dalam Persidangan Majelis Jemaat dan
Persidangan Majelis Klasis
 Pertimbangan – pertimbangan
Perlunya anggota baptisan mengetahui perkembangan jemaat dan majelis klasis
sehingga bisa memberi usulan terhadap perkembangan jemaat
 Usul
Penambahan di draft amandemen pasal 71 ayat 2 bagian f ini, sudah diatur di pasal 184
dan pasal 185, lalu di pasal 186 tentang persidangan majelis sinode wilayah, dan dipasal
187 tentang persidangan majelis sinode juga diatur bahwa anggota baptisan dapat
hadir ditiap persidangan tersebut. Seharusnya dalam draft amandemen pasal 71
ayat 2 bagian f ini, anggota baptisan juga bisa hadir di persidangan majelis sinode
wilayah atau persidangan majelis sinode. Dan bilamana draft amandemen pasal 71
ayat 2 bagian f ini tidak mencantumkan bahwa anggota baptisan bisa hadir di
persidangan sinode wilayah dan majelis sinode, sebaiknya pasal 186 ayat 6 bagian
b dan pasal 187 ayat 1 bagian b didrop, karena tata laksana seolah olah tidak
sistematis dan bertentangan satu sama lain.
Menurut Pieter Coertzen, Tata Gereja adalah suatu aturan yang disusun secara sistematis
oleh gereja atau beberapa gereja (masih dalam sinode yang sama).
8. Pasal 91 ayat 4 bagian a
Administratif (Tidak berada dalam status
penggembalaan khusus)
 Pertimbangan – pertimbangan
Bahwa tata gereja itu adalah penata layanan, bukan merupakan aturan hukum positif
yang memiliki sanksi. Di pasal 25 ayat 2 tentang perjamuan kudus, bahwa seorang
anggota sidi yang berada dalam penggembalaan khusus tidak boleh ikut perjamuan
kudus. Dalam draft amandemen tata gereja yang baru, anggota sidi dalam
penggembalaan khusus tetap disertakan dalam perjamuan kudus. Ini adalah
pertimbangan sesuai dengan firman Tuhan dan terpenuhinya Hak Asasi Manusia.
 Usul
Supaya ayat 4 bagian a ini didrop karena didalam draft amandemen yang baru,
penggembalaan khusus ini sudah dihilangkan. Kenapa di ayat ini masih tercantum?
Karena Pasal 91 ayat 4 bagian a ini sudah diserap oleh pasal 91 ayat 2 (tentang tingkah laku
seorang penatua).
9. Pasal 91 ayat 4 bagian c
Syarat Administratif (Sekurang-kurangnya sudah 1 (satu) tahun atestasi dari
jemaat GKI yang lain.)
 Usul
Agar Jangka waktu minimal Atestasi dari jemaat GKI yang lain, dirubah menjadi 2
(dua) tahun. Hal ini dikarenakan, jika hanya 1 tahun, tidaklah cukup untuk kita menilai calon
penatua tersebut, apakah telah memenuhi kriteria karakter yang tercantum di pasal 91 ayat
2, yaitu rendah hati, rela berkurban untuk orang lain, peduli kepada mereka yang lemah,
jujur, rajin, tulus, pengampun, tidak membeda-bedakan orang lain dan dapat dipercaya.

10. Pasal 92 ayat 2


Rahasia jabatan penatua berlaku seumur hidup.
 Pertimbangan
Kenapa rahasia jabatan penatua berlaku seumur hidup, sedangkan masa jabatan
penatua hanya 3 tahun. Fenomena apa yang terjadi sehingga Komisi Tata Gereja
GKI melakukan amandemen pada pasal ini?
 Usul
Agar mengenai rahasia jabatan penatua ini direvisi menjadi hanya berlaku 3 tahun
selama menjabat sebagai penatua.
11. Pasal 150 ayat 1 bagian a
Emeritasi karena sakit atau cacat/Disabilitas
Fisik dan mental
 Pertimbangan – pertimbangan
Oleh karena emeritasi bukan hanya berkaitan dengan terminasi tugas-tugas struktural
seorang pendeta saja, tetapi juga berkaitan dengan pemberian kehormatan kepada
seorang pendeta, maka perlu ditambahkan keterangan berkaitan dengan emeritasi karena
masalah mental, sebab ada disabilitas mental yang mana perilakunya dapat melanggar
hakikat kependetaannya
 Usul
Sejauh disabilitas mental ybs. Tidak mengingkari hakikat kependetaannya

Anda mungkin juga menyukai