Anda di halaman 1dari 10

Permasalahan yang Terjadi Berkaitan dengan ‘Hukum Gereja’

Oleh Jenry Mandey

Teologi Semester VI STAKN Manado

Analisis Kajian Tata Gereja GMIM 2007: Masalah Dan Konfliknya

Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) telah menghasilkan Tata Gereja 2007 dengan
melewati beberapa tahap yang rumit serta usaha dan jerih payah dari para anggota di bidang
Ajaran, Ibadah dan Tata Gereja Sinode GMIM. Para anggota komisi tata gereja dan para seluruh
peserta sidang (Pendeta, Guru Agama, Penatua, Syamas) dalam menuntun jalan setiap kegiatan
berkenan dengan penyelesaian Tata Gereja 2007 ini. Perlu diberikan penghargaan dan ucapan
terima kasih kepada mereka yang telah fokus dan yang memberikan diri sepenuhnya demi
kemajuan dan totalitas pelayanan dan penatalayanan dalam GMIM. Namun ada beberapa hal
yang menjanggal ketika beberapa aturan sering dilanggar oleh pihak-pihak tertentu, berikut
ulasnnya;

1. Tata Dasar

• PEMBUKAAN sebagai suatu pengantar atau dasar dalam menggambarkan seluruh isi Tata
Gereja 2007 menampakan beberapa kekuatan dan dasar berpijak kehadiran GMIM.
Disebutkanlah bahwa Gereja ini mengakui atau menyadari bahwa GMIM hadir di negara
Indonesia dengan sistem yang berdasar pada PANCASILA. Maka, di sini perlulah mengingat
dengan pernyataan ini bahwa segala Hukum yang berlaku dan aturan yang ada perlu juga
dihargai dan dihormati oleh Gereja. Ada fakta yang jelas bahwa saat ini Gereja masih sering
bertentangan dengan hukum normatif yang ada dan seringkali membingungkan jemaat dan
masyarakat lewat keputusanya.

• Lanjut pada PEMBUKAAN, Gereja mengamanatkan keadilan dan perdamaian sebagai


keutuhan ciptaan Tuhan Allah. Namun ternyata Gereja saat ini diselimuti dengan konflik internal
maupun eksternal. Perlu ada kelurusan sikap dari pimpinan BPMS-GMIM dalam menangani

1
masalah-masalah yang ada, dengan menegakan keadilan dan kebenaran sebagai kesatuan Tubuh
Kristus yang perlu diperhatikan dan bukannya terpecah belah.

• BAB II, Pasal 3, tentang Pengakuan Gereja. GMIM sebagai Gereja yang memiliki
karakteristik esa, kudus, am, rasuli dan universal menandakan bahwa GMIM adalah sebuah
Gerja yang menembus batasan-batasan etnis dan adat. Sehingga walapun sudah ada beberapa
Pengakuan Iman yang ada, ada baiknya juga memiliki pengakuan Iman milik sendiri sebagai
usaha bahwa Gereja ini mampu menjadi Gereja yang mandiri dan kontekstual lewat situasi yang
ada. Dari pengalaman iman atau refleksi iman dari para gerejanya dengan potensi dan kualitas
iman yang ada dalam memberitakan berita kesukaan itu.

• BAB II, Pasal 5, Ayat 1 disebutkan bahwa panggilan Gereja ini adalah bersekutu, bersaksi,
melayani dan membaharui. Ini perlu di garis bawahi bahwa GMIM sebagai Gereja yang reformis
ternyata tidak meninggalkan latar belakang kehadirannya yang membaharui.

• BAB IV, Pasal 17, tentang Sidang Majelis Sinode merupakan tempat pengambilan keputusan
tertinggi. Hal ini perlu ditinjau kembali dengan memperjelas maksud di dalamnya, karena akan
menimbulkan pertanyaan lagi. Misalnya apakah segala bentuk, sistim, aturan dalam pelayanan
dan penatalayanan apakah bisa diubah dalam sidang ini? Tata Gereja apakah bisa di amandemen
lagi?. Artinya bahwa perlu ada pertimbangan dengan bijaksana setiap keputusan dengan
mengingat segala keberadaan Gereja dalam tatanan negara Indonesia yang tidak lagi
bertentangan dengan Hukum Normatif yang ada.

• BAB VIII, Pasal 25, tentang Hubungan dengan Lembaga Pemerintahan dan Masyarakat.
Harus ada batasan yang jelas dalam serta memperhatikan bahwa bukan hanya kembali melihat
Tata Gereja GMIM tetapi juga pada dasar negara yaitu PANCASILA dan UU.

2. Peraturan Tentang Jemaat

• BAB II, Pasal 3, tentang tugas jemaat khususnya pada ayat 8, berkenaan dengan pelayanan
Diakonia. Sebagai salah satu tugas jemaat yang jelas pada bagian ini, perlu diperhatikan oleh
seluruh pihak Gereja. Dari apa yang menjadi pengamatan pada sebagain besar Gereja di GMIM
masih kurang dalam pelaksanaan kegiatan Diakonia ini. Memang benar ada alokasi dana yang
telah disediakan tetapi sikap yang simpati terlebih empati masih kurang ketika misalnya terjadi

2
bencana alam. Sehingga perlu ada penegasan serta cara untuk lebih menyadarkan setiap jemaat
berkaitan dengan hal ini, karena jelas dalam kitab-kitab PB khususnya Injil Lukas, KIS dan
surat-surat Paulus mengenai pelaksanaan atau bagaimana seharusnya berdiakonia dan hasilnya
pasti pertumbuhan iman jemaat nampak jelas lewat perbuatan Diakonia ini.

• BAB II, Pasal 10, harus di akui bahwa GMIM adalah salah satu lembaga Gereja terbesar di
negara Indonesia ini, tetapi sesuai dasar dan pekerjaan pelayanan pekabaran Injil masih kurang
dalam hal penginjilan atau kerja misionaris. Pastilah dengan cara untuk membantu denominasi
jemaat tetangga atau yang memiliki identitas yang sama yang perlu mendapatkan bantuan
pelayanan. Ini sebagai bukti bahwa GMIM hadir sebagai Gereja yang, am, rasuli dan universal,
tanpa melupakan dasar Gereja dengan segala pertimbangan dalam pelaksanaannya.

• BAB II, Pasal 5, tentang berakhirnya keanggotaan. Pada ayat 5, diberhentikan sebagai
anggota GMIM dengan penjelasan bahwa ada tahap-tahap yang akan dilewati bagi para jemaat
yang hendak diberhentikan. Fakta yang ada bahwa setelah ada jemaat yang diisntruksi hendak
diberhentikan, ternyata tahap-tahap tersebut seperti penggembalaan ternyata diabaikan bahkan
seseorang yang diberhentikan tersebut dijauhkan, dihina, dan tidak diperhatikan sebagaimana
dasar berpijak atau aturan yang ada.

• BAB X, Pasal 40, tentang rapat sidi jemaat. Inilah suatu kegiatan jemaat yang nampakya
hampir tidak sama sekali dilaksanakan jika ketentuannya sesuai ayat 3 yaitu paling kurang satu
kali dalam setahun. Apalagi kegiatan ini harus di hadiri oleh seluruh anggota sidi jemaat
(Apakah ini yang disebut perjamuan kudus, kegiatan ini yang pada ayat 2 hanya mengenai
pemilihan PELSUS yang notabenenya dilaksanakan 4 tahun sekali). Perlu ada penjelasan dan
evaluasi berkenan dengan kegiatan ini yang pelaksanaannya sangat minim.

• BAB XI, Pasal 41, tentang ketentuan kolom, Perlu ada kajian dan survei. Apakah memang
benar dari sejumlah jemaat di daerah pelayanan GMIM standar pada poin 2 yang bisa dikatakan
sebuah kolom apa terdiri dari 15-25. Masalah ini seringkali menjadi pemicu konflik internal
ketika terjadi pemekaran kolom. Itulah kenyataanya.

• BAB XII, Pasal 42, tentang sakramen baptisan kudus. Pada bagian ini, ada hal penting yang
seringkali menjadi pergumulan berbagai denominasi Gereja yaitu pada ayat 6. Adalah baik jika
aturan ini tetap terus ada dan nampaknya Tata Gereja 2007 menunjukkan komitmen sejak awal

3
dari Tata Dasar yang ada pada bagian awalnya. Salut buat Tata Gereja 2007 untuk bagian ini.
Dan pada ayat 7, nampaknya menjadi salah satu aturan yang sering dilanggar mengenai saksi
orang tua baptisan yang sering melebihi standar 12 orang saja.

3. Peraturan Tentang Wilayah

• BAB V, Pasal 9, tentang tugas badan pekerja majelis jemaat. Pada ayat 4, nampaknya BPMW
diberikan kepercayaan dalam mengola segala aset rumah tanggga yang berada di wilayahnya.
BPMS perlu ada fungsi kontrol mengenai hal ini walaupun akan ada pertanggung jawaban yang
akan diberikan BPMW.

• BAB V, pasal 11, tentang pembagian tugas BPMW. Harus di garis bawahi pada ayat 5,
bahwa BPMW melaksanakan tugasnya dalam kerekanan dan kebersamaan. Jelaslah bahwa jika
seorang ketua BPMW yang adalah seorang Pendeta janganlah merasa diri lebih tinggi dengan
keberadaan ketua-ketua BPMJ lainnya. Pekerjaan pelayanan bukanlah suatu bentuk politik
kekuasaan dengan bersikap otoriter. Pasal 13 Rapat BPMW apakah sudah dilaksankan sesuai
dengan Tata Gereja yang berlaku jika sekurang-kurangya sebulan sekali.

• Secara umum dengan kesatuan pelayanan GMIM, BPMW hadir sebagai suatu bagian
organisasi dalam tubuh Gereja dalam mengatur sebagaimana keputusan yang ada dan ketentuan
yang berlaku. Kenyataan yang ada bahwa peran dari BPMW itu masih kurang di luar
keeksistensiannya dalam mengikuti kegiatan rapat sinode, tetapi pola pelayanan dalam
mempersatukan berbagai jemaat dalam satu wilayah dengan berbagai program yang ada
nampaknya belum begitu dirasakan para anggota jemaat. Di tambah lagi dengan sistem
pelayanan atau kantornya ternyata ada sebagain besar wilayah di GMIM yang belum memadai.

4. Peraturan Tentang Sinode

• BAB I, Pasal 1, ayat 4, menjelaskan bahwa BPMS sebagai pelaksana ketetapan dan
keputusan-keputusan Sidang Majelis Sinode. Jika dengan kejadian dari SMS tahun 2010 di
Tondano, ada berbagai keputusan yang substansinya dan atau orientasinya berubah. Keputusan
yang harus dari kebijakan BPMS yang baru sesuai dengan amanat SMS mengapa lagi harus ada
perpanjangan tangan dengan membentuk suatu Tim atau komisi kerja yang hasil perkejaannya
diabaikan sesuai dengan keobjektifan data yang didapati menatasi fenomena permasalahan

4
konflik UKIT. Ada apa dengan sistim di dalam Lembaga GMIM. Dan pada ayat 5, sudah
seharusnya MPS yang diberikan mandat atau tugas memberikan nasihat perlu menjadi
pertimbangan bagi BPMS dalam mengambil keputusan. Persoalannyakan itukan yang menjadi
fungsi hadirnya lembaga MPS ini.

• BAB II, Pasal 3, tentang kelengkapan Sinode. Jika pada bagian sebelumnya pada BAB I, ayat
2 yang menjelaskan Majelis Sinode adalah dari perhimpunan PELSUS, jemaat Wilayah dan
BPMS yang terwujud dalam SMS. Jadi mengapa lagi ada pembedaan jika berbicara kelengkapan
Sinode. Ayat 1 dan 2 lumrahnya itu sebagai satu kesatuan, apalagi keputusan tertinggi dalam
SMS.

• BAB III, Pasal 6, ayat 7, perlu diperhatikan bahwa Majelis Sinode dengan SMSnya hadir
untuk menyelesaikan masalah dan bukan untuk lebih memperumit masalah. Begitu halnya dalam
Pasal 9 ayai 1c, berhubungan dengan STMS. Jangan sampai ada pertentangan keputusan hasil
SMS dan STMS.

• BAB IV, Pasal 11, tentang pimpinan sidang majelis sinode. Dapat dinilai secara
oraganisatoris bahwa sistim yang dilakukan adalah keliru jika yang memimpin SMS adalah
BPMS. Alasannya adalah bagaimana mungkin BPMS menjadi pimpinan sidang jika mereka juga
yang nantinya yang akan melaporkan pertanggungjawaban program dan berbagai hal. Perlu
adanya perubahan pada bagian Tata Gereja ini, jika perlu di adakan suatu lembaga lagi atau lebih
memudahkan adalah MPS yang memimpin sidang, jika nantinya akan terjadi pemilihan sudah
seharusnya ada pemimpin sidang sementara. Agar sistim organisasi tidak terkatung dalam proses
SMS.

• BAB IV, Pasal 15, tentang tugas BPMS. Pada ayat 1 kecenderungan berbagai keputasn amant
SMS ada yang terlaksana sebagaimana mestinya. Kasus yang terjadi di UKIT, beberapa Pendeta
sebagai dosen yang juga sebagai pegawai organik haknya sebagai pekerja GMIM ternodai
dengan ulah para pimpinan BPS. Jika ayat 6 ini sebagai aturan yang benar dan baik mengapa
kasus yang dijelaskan di atas bertentangan dengan Tata Gereja 2007 secara keseluruhan dan
sudah seharusnya BPMS menghormati isi Pasal 16 BAB V.

• BAB V, Pasal 19, tentang kriteria bakal calon BPMS. Bagian ini adalah masalah krusial
dalam SMS. Aturan yang sudah ada dalam Tata Gereja ini sudah jelas dan maka dari pada itu

5
jangan ada lagi kriteria baru yang diusulkan lagi dalam persidangan yang hendak menjatuhkan
beberapa calon yang lain demi terpilihnya oknum tertentu. Jadi pelajaranlah ketika SMS 2010 di
Tondano, sehingga ada evaluasi dan lebih komitmen serta konsisten dengan Tata Gereja 2007
yang sudah begitu susah payahnya di baharui kembali.

• BAB VIII, Pasal 41, tentang yayasan. Pada ayat 1, dimana yayasan melaksanakan tugas
sesuai dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar ini telah dilanggar oleh
BPS tahun pelayanan 2005-2010 yang juga mempengaruhi setiap kebijakan sehingga menambah
masalah di GMIM.

• BAB X, tentang penyelesaian sengketa. Disamping Tata Gereja wajib di taati pertimbangkan
juga Tata Negara yang berlaku misalkan Pancasila, UU, dan hukum normatif yang ada.
Mengingat lembaga Gereja ini ada oleh karena diberikan kebebasan oleh dasar negara dan oleh
kebijakan pemerintah. Dan sangat jelaslah pada ayat 7 pasal 44.

5. Peraturan Tentang Pelayan Khusus

• BAB II, Pasal 3, tentang tugas Syamas. Perlu ada pembinaan secara matang terhadap para
Syamas bahwa tugas mereka yang terpenting bukanlah mengamankan uang jemaat atau
“menabung” uang para jemaat tetapi yang terpenting adalah bagaimana bertanggung jawab
dalam pelayanan Diakonia seperti penjelasan ayat 1. Kemudian dalam tugas pendeta pada pasal 6
ayat 5, jelaslah bahwa untuk pelayanan diakonia sudah diatur sebagaimana mestinya dalam Tata
Gereja dan betapa seriusnya pelayanan ini. Tetapi dalam penerapannya masih sangat kurang.

• BAB III, Pasal 8, tentang kriteria calon Syamas dan Penatua. Jika ayat 5 menjelaskan bahwa
calon pelayan tidak sedang dikenakan disiplin gerejawi. Pertanyaan! Bagaimana dengan para
calon ataupun yang telah menjadi syamas atau penatua yang sedang bermasalah hukum di negara
bahkan masuk dalam penjara?

• BAB III, Pasal 9, tentang calon Guru Agama dn Pendeta. Seringkali menjadi permasalahan
yang ada di GMIM dan tidak pernah ada hentinya. Penjelasan bahwa untuk menjadi seorang
Guru Agama (ayat 1) dan Pendeta (ayat 2) hanya melalui masa 1-2 tahun, apakah memang benar
demikian. Dan pada aturan ayat 3 dengan penjelasannya bahwa para vikariat adalah lulusan dari
sekolah teologi yang diakui GMIM dan mengapa ketika mahasiswa Fakultas Teologi UKIT-

6
YPTK sebagai anggota PERSETIA mendaftarkan diri harus di gugurkan hanya karena masalah
konflik interen dalam tubuh GMIM. Ada konpirasi di dalamnya? Dan jelaslah bahwa BPMS
tidak adil dan bertentangan dengan Tata Gereja 2007 serta tidak menghormati aturan yang
berlaku.

• BAB IV, tentang ketertiban PELSUS. Pada ayat 4 adalah aturan yang sering dilanggar oleh
PELSUS. Mau dipilih maka mau untuk bertanggung jawab dalam setiap organisasi gereja dalam
kesiapan dan kesediaanya mengikuti setiap agenda rapat dan sidang. Karena pada dasarnya
semunya adalah ibadah dan sesuai panggilan masing-masing dalam pelayanan dan
penatalayanan.

6. Peraturan Tentang Pekerja GMIM

• BAB II, Pasal 3, tentang kewajiban dan hak pekerja GMIM. Hal-hal yang ada pada bagian ini
perlu dijamin sepenuhnya oleh Gereja jika sudah diatur dengan begitu jelas. Bagaimana dengan
status para dosen Fakultas Teologi UKIT yang hak mereka tak dihargai demikian juga para
pekerja GMIM di beberapa Rumah Sakit.

• BAB III, tentang pengangkatan pekerja GMIM. Setelah memperhatikan dengan seksama
bahwa penjelasan untuk menjadi seorang Pendeta sangat membingungkan. Dalam aturan
PELSUS BAB III, pasal 9 bahwa calon pendeta harus melalui masa vikariat selama 2 tahun.
Pada pasal 4 ayat 2 bagian ini bahwa seorang Pendeta diangkat ketika berusia minimal 25 tahun.
Perlu ada klarifikasi penjelasan mengenai hal ini, karena beredar informasi bahwa untuk menjadi
seorang vikariat harus berumur 25 tahun yang nyata tidak dijelaskan secara terperinci oleh Tata
Gereja 2010. Demikian halnya juga untuk menjadi seorang Guru Agama.

• BAB IV, Pasal 7, tentang pelengkapan. Ini harus dilaksanakan dengan memperhatikan setiap
detail pelaksanaan kegiatan pelengkapan dan tak lupa juga sosialisasi atau belajar lebih dalam
mengenai Tata Gereja yang ada. Ada keraguan apakah sebagain besar pekerja GMIM tahu tugas,
hak dan kewajibannya karena belum membaca Tata Gereja 2007.

• BAB V, Pasal 9, tentang pemberhentian. Hati-hati dengan pemberhentian dengan


menghiraukan aturan yang ada, melakukannya tanpa alasan yang jelas dan melewati tahap-tahap

7
yang berlaku sesuai Tata Dasar. Misalnya Pasal 11, dalam pemberhentian tidak dengan hormat
bahwa ada penggembalaan dan penilikan.

7. Peraturan Tentang Perbendarahan

• BAB II, Pasal 3, tentang penanggung jawab inventaris milik Gereja. Ayat 1 menjelaskan
bahwa BPMS bertanggung jawab untuk pengurusan dan pengendalian semua milik GMIM dan
daai penjelasan aya 1 bahwa bagi yang dipercayakan untuk mengelolah aset GMIM tidak
diperkenankan meminjamkan dan mengalihkan kepada pihak lain. Fakta memang yang berkata
bahwa gedung Auditorium “Bukit Inspirasi” yang sekarang ini bernama ABI Convention and
Hall telah digadaikan dan Rumah Sakit “Pancaran Kasih” dan masih banyak lagi aset GMIM
yang lainnya. Masalah ini perlu diklarifikasi dengan jelas dan terbuka kepada seluruh jemaat
GMIM dan BPMS harus bertanggung jawab dalam hal ini.

8. Peraturan Tentang Pengawasan Perbendarahan

Tingkatkan pelayanan pengawasan perbendaharaan sesuai dengan tugas BPP dalam mencegah
terjadinya pengelolan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, BAB I, Pasal 2, ayat 2.

9. Peraturan Tentang Penggembalaan, Penilikan, dan Disilpin Gerejawi

• Pada aturan ini merupakan hal yang seringkali terabaikan oleh para pimpinan BPMS,
BPMW, BPMJ. Jika memang seseorang pekerja GMIM siapapun dia yang didakwa bersalah dan
terkena disiplin gereja maka harus di tindak dengan seadil-adilnya dan mempertimbangakan
ketentuan yang berlaku. Mengingat BAB IV, Pasal 11, tentang langkah-langkah pelaksanaan
disiplin gerejawi. Kemudian hal yang juga perlu dipertegas adalah mengenai sikap gereja dengan
status seorang pekerja GMIM yang bermasalah dengan Hukum Normatif dan perundang-
undangan ketika ia menjabat sebagai PELSUS dsb.

Gereja yang berasal dari kata ekklesia adalah persekutuan orang-orang keluar dan terpanggil oleh
Tuhan dan memberitakan kabar kesukaan tentang Yesus Kristus. Gereja juga bisa disebut
sebagai satu kesatuan tubuh Kristus dengan umat manusia dan sebagai persekutuan dengan Roh
Kudus.

8
Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) merupakan suatu lembaga Gereja yang mandiri dari
Gereja Protestan di Indonesia sejak 30 September 1934 sebagai buah pekabaran Injil. GMIM
hadir untuk bersaksi, bersekutu dan melayani di daerah Minahasa. Dengan sistim Gereja
menggunakan Presbiterial Sinodal maka GMIM adalah sebuah lembaga Gereja bersifat holistik,
universal dan konservatif. Pelayanan dan pentalayanannya di atur dalam Tata Gereja 2007.

Ada begitu banyak hal yang diatur di dalamnya, sambil tidak lupa untuk segala jerih dan juang
sebagai hamba-hamba dalam pelayanan mempersiapkan segala usaha menyelesaikan Tata Gereja
2007 ini. Ada harapan dengan telah disahkanya Tata Gereja 2007 ini pada Januari tahun 2009
hingga beberapa tahun kedepan mampu untuk mengatur segala kebutuhan, keperluan dan
kepentingan para jemaat, BPMJ, BPMW, BPMS.

Ada ungkapan “di atas peraturan ada kebijakan”, seringkali diungkapkan orang-orang tanpa
mengetahui latar belakang lahirnya kalimat tersebut. Dapat dimengerti bahwa maksud dari
pernytaan tersebut seolah mengatakan bahwa dari segala atuaran yang ada sehingga seringkali
bagi meraka yang taat terhadap aturan bimbang dalam mengambil keputusan ketika
diperhadapkan dengan situasi yang cenderung harus mengambil sikap bijaksana dengan
mempertimbangkan beberapa hal untuk suatu kebaikan dan kebenaran. Dilemalah seorang
pemimpin ketika harus taat dalam aturan tetapi juga merasa untuk membantu demi kebaikan,
sehingga ada juga ungkapan bahwa “situasi bisa merubah keputusan” yang artinya dalam
keadaan tertentu ternyata ada kebijakan tertentu yang akan diputuskan. Dengan demikian, saya
berpendapat bahwa aturan adalah tetap aturan, mengapa di buat jika harus dilanggar. Peraturan
yang resmi itu adalah baik karena untuk mengatur segala proses dan sistim yang ada supaya
tidak berantakan dan merusak, intinya bagaimana peraturan itu, apakah masih relevan dan
menjawab semua kebutuhan dari para orang yang terkait, masyrakat dan khususnya jemaat di
dalamnya. Ada juga hal yang terpenting Tata Gereja sebaiknya janganlah sampai sering
berbenturan atau bertolak belakang dengan dasar negara atau perundang-undangan negara. Di
samping membatasi antara kepentingan Gereja dan Negara tetapi adalah baik pula keduanya
dikembatani demi terciptanya suatu aturan yang saling mendukung dan mepersatukan.
Mengingat Tuhan hadir bukan hanya di Sorga tetapi dalam keduniaan juga sebagai usaha-Nya
dalam mengatasi dunia ini dengan kabar kesukaan-Nya. Usul dan saran saya;

9
• Mengadakan kegiatan seperti pelengkapan dengan memanfaatkan segala sistim yang ada
dalam mempelajari Tata Gereja 2007.

• Perlu ada penyesuaian Tata Gereja dengan, Perundang-undangan PANCASILA dan UUD
1945.

• Kajian budaya dalam tata gereja sebagai simbol GMIM yang berbudaya.

• Bagi kesatuan tubuh di dalam Kristus, seluruh jemaat bahkan sampai Majelis Jemaat (Majelis
Sinode) dalam memegang teguh dan taat terhadap aturan yag berlaku yaitu, Tata Gereja 2007
dengan kekurangan dan keterbatasnnya.

• Hal yang terpenting juga adalah untuk mengsosialisasikan Tata Gereja 2007 untuk seluruh
anggota jemaat GMIM.

• GMIM kembali pada identitasnya yang luhur Gereja yang reformis, jangan melakukan
praktek yang sudah tidak sesuai dengan tata dasar dan Doktrin ajarannya.

10

Anda mungkin juga menyukai