Anda di halaman 1dari 30

PROSPEK PEMBANGUNAN HUKUM TERHADAP PELAKU

YANG DIKUALIFIKASIKAN SEBAGAI TRADING IN INFLUENCE


(PERDAGANGAAN PENGARUH) DIHUBUNGKAN DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI JO
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001

RANTO MAULANA SAGALA


P.4301.15.002
LATAR BELAKANG MASALAH
• Korupsi di Indonesia saat ini berkembang sangat cepat,
telah bersifat sistemik dan endemik, bukan saja
merugikan keuangan negara tetapi juga telah mengancam
perekonomian bangsa, melemahkan demokrasi dan
negara hukum, menyebabkan terjadinya pelanggaran hak
asasi manusia karena korupsi merupakan perampasan hak
ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia, mengacaukan
pasar, mengikis kualitas hidup dan membiarkan tumbuh
suburnya kejahatan tergorganisasi, terorisme dan
ancaman-ancaman lain terhadap keamanan umat
manusia.
• Korupsi sudah berada pada tingkat yang sangat
membahayakan bagi keberlangsungan bangsa. Tingkat
Bahayanya korupsi digambarkan dengan tegasoleh Athol
Noffitt, seorang kriminolog dari Australia sebagai mana dikutif
oleh Baharuddin Lopa menyebutkan:“Sekali korupsi dilakukan
apalagi kalau dilakukan oleh pejabat-pejabat yang lebih
tinggi, maka korupsi itu akan tumbuh lebih subur. Tiada
kelemahan yang lebih besar pada suatu bangsa dari pada
korupsi yangmerembes ke semua tingkat pelayanan umum.
Korupsi melemahkan garis belakang, baik dalam damai
maupun dalam perang”.
Nyoman Serikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran Kearah Pengembangan Hukum Pidana, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm. 70
 
PERTUMBUHAN KORUPSI
• Peningkatan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia membuat pemerintah
memberikan respon dengan terus melakukan perbaikan-perbaikandalam hal
pengaturan tentang tindak pidana korupsi. Hal tersebut dapat terlihat melalui
perundang-undangan korupsi yang telah mengalami beberapakali perubahan maupun
pergantian.
• Korupsi tidak hanya muncul dalam bentuk atau pola-pola sederhana, seperti: mark up,
mark down, suap, gratifikasi, dan lain-lainnya. Namun, yang paling mengkhawatirkan
saat ini adalah terjadinya korupsi yang pada substansinya membajak fungsi-fungsi
negara untuk kepentingan bisnis, politik, serta persilangan di antara keduanya banyak
pihak menyebutkannya dengan istilah state capture.
• Trading in influence merupakan sebuah bentuk korupsi yang sulit untuk digambarkan
dan dipahami, karena memiliki tingkat kerumitan tersendiri. Banyak negara yang sudah
menerapkan ketentuan-ketentuan yang terkait dengan perdagangan pengaruh, seperti
di Perancis, Spanyol dan Belgia. Namun tidak jarang pula dibeberapa negara di belahan
dunia lain juga enggan untuk menerapkan aturan tersebut.
KONFERENSI UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION
TAHUN 2003
UNCAC
IDENTIFIKASI MASALAH
• Bagaimanakah bentuk pelanggaran Perdagangan
Pengaruh (Trading in Influence) yang
Dikualifikasikan Sebagai Tindak Pidana Korupsi?
• Bagaimanakah pengaturan pemidanaan
Perdagangan Pengaruh (Trading in Influence)
Sebagai Tindak Pidana Korupsi?
• Bagaimanakah Penegakan Hukum Perdagangan
Pengaruh (Trading in Influence) Sebagai Tindak
Pidana Korupsi dalam hukum positif di Indonesia?
TUJUAN PENELITIAN
• Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk pelanggaran
Perdagangan Pengaruh (Trading in Influence) yang
Dikualifikasikan Sebagai Tindak Pidana Korupsi.
• Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan
pemidanaan Perdagangan Pengaruh (Trading in
Influence) Sebagai Tindak Pidana Korupsi
• Untuk mengetahui dan menganalisis Penegakan Hukum
Perdagangan Pengaruh (Trading in Influence) Sebagai
Tindak Pidana Korupsi dalam hukum positif di Indonesia.
SIFAT PENELITIAN
• Deskriptif analitis yaitu penelitian yang
bertujuan untuk memberikan gambaran
secara rinci, sistematis dan menyeluruh
mengenai segala sesuatu yang berhubungan
dengan masalah pemecahan trading in
influence.
METODE PENDEKATAN
• Yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Hukum Normatif (yuridis normatif) adalah metode penelitian
hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau
data sekunder belaka.
• Pendekatan penulisan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach). Pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan masalah hukum yang sedang diteliti.
• Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan ini akan
membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari
sinkronisasi dan kesesuaian antara undang-undang yang satu
dengan undang-undang yang lainnya
• Pendekatan perundang-undangan (statute approach)
adalah suatu pendekatan yang dilakukan terhadap
berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi , tindak pidana suap, trading in
influene, pemidanaan.

• Pendekatan konsep (conceptual approach)


digunakan untuk memahami konsep-konsep tentang
tindak pidana korupsi, tindak pidana suap, trading in
influence, pemidanaan.
JENIS DAN SUMBER DATA
• Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini,
adalah data sekunder (secondary data) dan data
primer (primary data).Data sekunder adalah data
yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan
dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan
pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam
bentuk buku-buku atau dokumen yang biasanya
disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi
Tindak Pidana Korupsi dan Kejahatan Kerah
Putih (White Collar Crime)
• Dalam perkembangannya, korupsi tidak sekedar
suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang pelaku
yang melakukan pelanggaran hukum semata. Ada
indikasi dan kecenderungan yang menarik, di
sebagian kejahatan korupsi, diduga terjadi
kombinasi antara penyalahgunaan kewenangan
atau memperdagangkan pengaruh dari
penyelenggaraan negara dan / atau elite kekuasaan
politik tertentu yang bertemu dengan kepentingan
bisnis dari kalangan privat.
Widjojanto, B. , Menaklukan Korupsi dan Menggagas Solusi Alternatif Pemberantasan Korupsi, Kuliah Umum Pasca Sarjana, Universitas Padjajaran, Bandung, 8 Oktober 2010. Hlm 2
Menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003 (disingkat
KAK 2003) ada 4 macam tipe tindak pidana korupsi sebagai berikut:

Penyuapan di Sektor Perbuatan Memperkaya


Swasta (Bribery in the Secara Tidak Sah (Ilicit
private Sector). Enrichment).
Memperdagangkan
Penyuapan Pengaruh (Trading in
(Bribery of National Influence).
Public Officials)
Tinjauan Terhadap Tindak Pidana Suap

• Pengertian Suap adalah suatu tindakan dengan memberikan


sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada
seseorang yang mempunyai otoritas atau yang dipercaya,
• Suap diatur dalam :
– Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht,
Staatsblad 1915 No 73)
– UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap (“UU 11/1980”)
– UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula
dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
(“UU Pemberantasan Tipikor”)
ADA 3 UNSUR YANG ESENSIAL DARI DELIK SUAP :

• 1) Menerima hadiah atau janji;


• 2) Berkaitan dengan kekuasaan yang melekat
pada jabatan;
• 3) Bertentangan dengan kewajiban atau
tugasnya.
BENTUK PERDAGANGAN PENGARUH
(TRADING IN INFLUENCE)
Rumusan trading in influence  dapat mengacu pada definisi dari
UNCAC 2003 Pasal 18, yaitu: 
• Janji, penawaran atau pemberian kepada pejabat publik atau orang lain siapa
pun, secara langsung atau tidak langsung, manfaat yang tidak semestinya agar
pejabat publik atau orang tersebut menyalahgunakan pengaruhnya yang nyata
atau yang dianggap ada dengan maksud memperoleh dari pejabat publik suatu
manfaat yang tidak semestinya untuk kepentingan penghasut yang sebenarnya
dari tindakan tersebut atau untuk orang lain siapa pun; 
• Permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik atau orang lain siapa pun,
secara langsung atau tidak langsung, manfaat yang tidak semestinya untuk
dirinya atau untuk orang lain agar pejabat publik atau orang tersebut
menyalahgunakan pengaruhnya yang nyata atau dianggap ada dengan maksud
memperoleh dari pejabat publik, suatu manfaat yang tidak semestinya.
Pola Trading in Influence
•  Pola vertikal, merupakan pola memperdagangkan
pengaruh atas dasar kekuasaan yang dimilikinya;
• Pola vertikal dengan perantara broker, yaitu
memperdagangkan pengaruh dengan perantara
broker; 
• Pola horizontal, yaitu perdagangan pengaruh yang
dilakukan melalui perantara orang berpengaruh
yang merangkap calo untuk mempengaruhi
penyelenggara negara.
PELANGGARAN PERDAGANGAN PENGARUH
(TRADING IN INFLUENCE)
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001

• Merujuk pada rumusan tindak pidana korupsi


pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
di atas, maka unsur utama dalam menentukan
perbuatan Trading In Influence sebagai tindak
pidana korupsi adalah adanya unsur suap
(bribery) atau janji-janji yang diberikan kepada
orang dengan kewenangan atau jabatan
pemerintahan dengan maksud memperkaya
diri sendiri atau orang lain.
KASUS INDONESIA

• Luthfi Hasan Ishaaq diberikan untuk


menggerakkan Terdakwa dengan
jabatannya selaku anggota DPR RI dan
selaku Presiden Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) dalam mempengaruhi pejabat di
Kementerian Pertanian RI yang dipimpin
oleh Suswono selaku Menteri Pertanian
yang juga merupakan anggota Majelis Syuro
PKS supaya menerbitkan surat rekomendasi
persetujuan pemasukan atas permohonan
penambahan kuota impor daging
sapi sebanyak 10.000 (sepuluh ribu) ton untuk tahun 2013 yang diajukan oleh PT. Indoguna
Utama dan anak perusahaannya yaitu PT Sinar Terang Utama, PT Nuansa Guna Utama,

CV Cahaya Karya Indah dan CV Surya Cemerlang Abadi .


Trading In Influence dalam skandal Sarah
Ferguson
SARAH FERGUSON
Sarah Ferguson yang diduga
menerima uang tunai sebesar US$
40.000,- (empat puluh ribu dollar)
dan dijanjikan lagi uang sebesar
US$ 17.000,- (tujuh belas ribu
dollar) dari seorang pengusaha
sebagai imbal balik atas
dikenalkannya Pangeran Andrew,
mantan suaminya sekaligus anak
kedua dari Ratu Elizabeth, yang
menurut The Council of Europe’s
Criminal Convention on Corruption
(selanjutnya disebut COE)
dikategorikan sebagai Influence
KUNCI UTAMA DALAM MENENTUKAN
PERBUATAN
• bentuk perbuatan suap sebagai kunci utama
dalam menentukan perbuatan Trading In
Influence sebagai bentuk tindak pidana
korupsi, dapat ditarik pemenuhan unsur-unsur
perbuatan pada uraian kasus suap impor
daging sapi yang dilakukan oleh Luthfi Hasan
Ishaaq dan skandal suap Sarah Ferguson
dimana rangkaian perbuatan yang dilakukan
telah memenuhi unsur
KETENTUAN UNCAC PADA PASAL 18A
• Dalam hal skandal suap Sarah Ferguson, kualitas
pelaku (Sarah Ferguson) tidak memiliki kekuasaan
atau jabatan, namun berdasarkan Pasal Pasal
ketentuan UNCAC pada Pasal 18a, bahwa perbuatan
yang dilakukan oleh Sarah Ferguson dikualifikasikan
sebagai active traiding in influence yakni memberikan
tawaran untuk memperdagangkan pengaruh.
PASAL 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1980 TENTANG
TINDAK PIDANA SUAP (SELANJUTNYA DISEBUT UNDANG-
UNDANG TP SUAP) YANG MENYATAKAN:

• “….Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu


kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk
supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan
dengan kewenangan atau kewajibannya yang
menyangkut kepentingan umum, dipidana karena
memberi suap dengan pidana penjara selama-
lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-
banyaknya Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah)”.
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
INDONESIA
• Berdasarkan hal tersebut di atas, ketentuan
perundang-undangan di Indonesia belum mampu
menyentuh pelanggaran-pelanggaran Trading In
Influence sebagai bentuk tindak pidana korupsi.
Diperlukan ketetapan hukum mengenai bentuk
perbuatan Trading In Influencesebagai bentuk
tindak pidana korupsi, mengingat kekhususan
tindak pidana korupsi sebagai suatu tindak pidana
yang terus selalu berkembang baik dari segi bentuk,
sifat, dan bentuk karakteristik tindak pidana.
TRADING IN INFLUENCE INI DI INDONESIA
• Dalam delik trading in influence ini di Indonesia lebih luas
jangkauan delik ini daripada delik penyuapan, karena
menyangkut “penyalahgunaan pengaruh yang nyata atau
diperkirakan, bukan “berbuat atau tidak berbuat” (sesuai
dengan kemauan pemberi suap). Sepintas, aturan ini
memang mirip dengan unsur-unsur suap atau gratifikasi.
Tujuannya juga sama, namun, jika dicermati lebih jauh,
pasal-pasal suap yang kita kenal di Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi saat ini sulit
menyentuh pelaku yang bukan pegawai negeri atau
penyelenggara Negara.
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO. UNDANG-
UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
• Berkaitan dengan hal tersebut di atas, sejak berlakunya
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, pelaku yang memberi suap (delik suap aktif) dan yang
menerima suap (delik suap pasif) adalah subyek tindak pidana
korupsi dan penempatan status sebagai subyek ini tidak
memiliki sifat eksepsionalitas yang absolut. Dengan demikian
makna suap telah diperluas, introduksi norma regulasi
pemberantasan korupsi telah menempatkan Actief Omkoping
(suap aktif) sebagai subyek tindak pidana korupsi, karena
selama ini delik suap dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana hanya mengatur Passief Omkoping (suap pasif).
SIMPULAN
• Bentuk pelanggaran perdagangan pengaruh (Trading in Influence) yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana
korupsi adalah dengan mengkualifikasi tindak pidana suap (bribery) sebagai kunci utama guna menentukan pola
vertikal maupun horisontal tindak pidana perdagangan pengaruh (trading in influence) karena pengaturan tindak
pidana suap (bribery) di Indonesia masih tersebar di luar KUHP sehingga mengaburkan makna tindak pidana
suap (bribery) itu sendiri dan belum mampu menyentuh bentuk dan/atau pola perdagangan pengaruh (trading
in influence) sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 18a dan Pasal 18b UNCAC.
• Pengaturan pemidanaan perdagangan pengaruh (Trading in Influence) sebagai tindak pidana korupsi adalah
upaya pemulihan hak ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia serta keuangan negara yang dirugikan akibat
perbuatan Trading in Influence sebagai bentuk tindak pidana korupsi dengan beberapa pola baik vertikal
maupun horisontal karena dengan mengharmonisasikan ketentuan Pasal 18a dan Pasal 18b UNCAC dengan
KUHP, Undang-Undang TP Suap, dan Undang-Undang TPK untuk memberantas dan mencegah tindak pidana
korupsi serta perkembangan-perkembangannya secara global merupakan bagian dari upaya memberantas dan
menanggulangi indikasi dan kecenderungan pihak-pihak yang terlibat, kombinasi antara penyalahgunaan
kewenangan atau memperdagangkan pengaruh dari penyelenggaraan negara dan/atau elite kekuasaan politik
tertentu yang bertemu dengan kepentingan bisnis dari kalangan privat
• Penegakan hukum perdagangan pengaruh (Trading in Influence) sebagai tindak pidana korupsi dalam hukum
positif di Indonesia adalah upaya pemberantasan dan penanggulangan menyalahgunakan kekuasaan dan
kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi sebagai bentuk perkembangan sifat dan karakteristik tindak
pidana korupsi sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime) dengan melakukan upaya pembaruan
terhadap Undang-Undang TPK melalui harmonisasi Pasal 18a dan Pasal 18b UNCAC dan Undang-Undang TPK
karena Undang-Undang TPK sebagai tumpuan utama dalam pemberantasan dan penanggulangan tindak pidana
korupsi di Indonesia belum mampu menyentuh perkembangan-perkembangan maupun sifat tindak pidana
korupsi termasuk tindak pidana perdagangan pengaruh (trading in influence).
SARAN
Adapun beberapa saran yang dirasakan perlu terkait penelitian ini
adalah sebagai berikut:

• Pengkualifikasian bentuk tindak pidana suap diperlukan dalam


penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi khususnya terkait
tindak pidana perdagangan pengaruh (trading in influece);
• Diperlukan suatu ketetapan khusus mengenai tindak pidana
perdagangan pengaruh sebagai bentuk tindak pidana korupsi melalui
kebijakan legislasi maupun kebijakan administratif lainnya.
• Ketentuan mengenai tindak pidana perdagangan pengaruh sebaiknya
dimasukan dalam revisi Undang-Undang TPK kedepannya guna kepastian
hukum dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
TRIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai