Anda di halaman 1dari 7

POLITIK HUKUM

PIDANA ISLAM ERA


KOLONIAL
Disusun oleh :
1. Muhammad Latiful Anwar
2. Nur Khikmatus Saidah
3. Rangga Ahmad Arsilan
4. Sabrina Anr Bellah
A. POLITIK HUKUM PIDANA
ISLAM ERA COLONIAL
BELANDA
Agama Islam berkembang di Indonesia berlangsung selama berabad-abad. Pemeluk-
pemeluk agama Islam di Indonesia yang pertama meliputi para pedagang yang segera
disusul orang-orang kota baik dari lapisan atas maupun lapisan bawah. Menganut agama
Islam merupakan senjata bagi mereka untuk melawan musuh dari luar dan dari dalam.
Bahaya dari dalam adalah masuknya agresor-agresor perdagangan dan agama Barat di
kawasan Asia Tenggara yaitu orang-orang Portugis yang muncul sebagai unsur
kekuasaan di Asia Tenggara pada permulaan abad ke-16. Persaingan dan perang-perang
perebutan tahta antara penguasa yang telah menjadi Islam tidak jarang memberikan
kesempatan kepada orang Portugis dan Belanda atau menciptakan alasan mencampuri
urusan politik Indonesia. Namun, kebanyakan perlawanan yang dijumpai Portugis dan
Belanda menggumpal sekitar agama Islam.
Pada tahun 1755 VOC berhasil menjadi pemegang hegemoni politik pulau Jawa dengan perjanjian
Giyanti,oleh karna itu raja Jawa pada saat itu kehilangan kekuasaan politiknya. Bahkan kebiwaan
raja jawa pada saat itu sangat tergantung kepada VOC. Pada saat itu campur tangan kolonial
terhadap kehidupan karaton makin meluas, sehingga ulama-ulama keraton sebagai penasihat raja-
raja tersingkir. Sehingga sejak saat itu perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat muslim semakin
kuat kepada pemerintahan Belanda. Ketika penjajah Belanda semakin meluas,maka muncullah
gerakan protes petani dipimpin ulama lokal untuk melawan Belanda Faktor pendorong terjadinya
gerakan-gerakan protes ini ,antara lain situasi Kolonial yang menghimpit kehidupan rakyat,kondisi
yang brtentangan dengan kaidah-kaidah agama Islam, pelarangan umat islam melakukan ibadah,
tindakan yang semena-mena, penggusuran tanah milik rakyat yang subur untuk tanaman tebu,kerja
paksa, pajak yang memeras, penderitaan rakyat akibat ketidak adilan dan pemerasan tuan tanah,
penumpukan rasa dendam, rasa kecewa, tekanan ekonomi yang sangat berat yang kemudian
dipersatukan dengan semangat jihad menjadi gerakan fanatic dan radikal.
Pada Tahun 1882, melalui Staatsblad No. 152 Tahun 1882, tentang pendirian Radd Agama (yang menjadi
cikal bakal Peradilan Agama) untuk Jawa dan Madura. Dalam Staatsblad tahun 1882 No. 152, ini
ditetapkan bahwa yang menjadi kewenangan absolutya adalah:
a. Perkara-perkara yang berhubungan dengan pernikahan, segala jenis perceraian,
mahar, nafkah dan perwalian.
b. Warisan.
c. Waqaf.
Kemudian dengan adanya Staatsblad tahun 1937 No. 116, yang mulai berlaku tanggal 1
April 1937, kekuasaan Pengadilan Agama dibatasi. Sejak saat itulah kekuasaan
Pengadilan Agama hanya sebatas pada:
a. Perselisihan antara suami istri yang beragama Islam.
b. Perkara-perkara tentang; nikah, talak, rujuk, dan perceraian antara orang-orang
beragama Islam yang memerlukan hakim Agama Islam.
c. Memberi keputusan perceraian.
d. Menyatakan bahwa syarat untuk jatuhnya ta’likut thalak sudah ada.
e. Perkara mahar.
f. Perkara tentang keperluan kehidupan istri yang wajib diadakan oleh suami.
Dengan demikian perkara-perkara seperti:
a. Perselisihan soal warisan.
b. Pembagian harta warisan.
c. Waqaf.
d. Hadhanah (pemeliharaan anak) dan lain sebagainya.
Pengaruhnya terhadap evolusi hukum Islam di Indonesia Politik hukum pemerintah kolonial
Belanda yang mempertentangkan hukum Islam dengan adat tampak berhasil memengaruhi
sebagian sarjana Indonesia pada masa pasca kemerdekaan. Di antaranya adalah Soepomo,
seorang priyayi Jawa dan juga murid Ter Haar. Ia mencoba menafikan hukum Islam dengan
menyoroti prinsip kewarisan dalam Islam yang dianggapnya tidak memenuhi rasa keadilan.
Menurut dia, hukum waris adat lebih utama daripada hukum Islam karena dalam hukum adat
anak angkat mendapat hak waris, seperti berlaku sangat luas di kalangan masyarakat Jawa.
Dalam perkembangannya, ketika ada upaya legislasi hukum Islam, biasanya para ahli hukum
yang memperoleh pengaruh cara berpikir Belanda akan menolaknya
B. PENGARUHNYA TERHADAP
EVOLUSI HUKUM DI
INDONESIA
Politik hukum pemerintah kolonial Belanda yang mempertentangkan hukum Islam
dengan adat tampak berhasil memengaruhi sebagian sarjana Indonesia pada masa pasca
kemerdekaan. Di antaranya adalah Soepomo, seorang priyayi Jawa dan juga murid Ter
Haar. Ia mencoba menafikan hukum Islam dengan menyoroti prinsip kewarisan dalam
Islam yang dianggapnya tidak memenuhi rasa keadilan.
Menurut dia, hukum waris adat lebih utama daripada hukum Islam karena dalam hukum
adat anak angkat mendapat hak waris, seperti berlaku sangat luas di kalangan masyarakat
Jawa. Dalam perkembangannya, ketika ada upaya legislasi hukum Islam, biasanya para
ahli hukum yang memperoleh pengaruh cara berpikir Belanda akan menolaknya Setelah
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia mulai menata hukumnya
kembali, meskipun tidak dapat sepenuhnya melepaskan pengaruh-pengaruh politik
hukum Belanda.

Anda mungkin juga menyukai