INDONESIA
KELOMPOK 1
NADYA KHAIRUNNISA /191006963201095
ANNISA RORA PRATIWI /191006963201094
M. HALIM /191006963201094
Latar Belakang
Hadirnya pandemic Corona Virus Diasease (COVID) semenjak akhir 2019 di dunia,
memberikan dampak yang sangat signifikan. Dimana banyak hal yang pada akhirnya di paksa
berubah dari system untuk tetap berupaya mempertahankan agar terus terlaksana. Sebagai
negara berkembang yang sangat terbuka akan perkembangan, Indonesia tentunya tidak
luput dari serangan pandemic yang pula menyebabkan hadirnya segala bantuk dampak yang
membuat Indonesia hampir krisis.
Sudah cukup banyak kajian agile government muncul dalam wilayan organisasi dan
mendorong orang untuk mampu menerapkan tata kelola organisasi yang Agile (gesit)
sebagai upaya meningkatkan proses kinerja dan produktivitas organisasi (Luna, 2014).
Lebih spesifik Luna menjabarkan Agile Goverenmnt kedalam enam prinsip yakni :
(1) Good enough Governance yakni tingkat tata kelola harus selalu disesuaian dnegan
kontekas organisasi
(2) Business-driven yakni bisnis harus menajadi alasan untuk setiap keputusan dan
tindakan, (3) Human focuses yakni masyarakat mestinya di hargai dan diberikan ruang untuk
berpartisipasi dalam tata kelola pemerintahan
(4) Bases on quick wins yakni keberhasilan yang diraih secara cepat harus dirayakan dan di
jadikan motivasi untuk mendapatkan banyak rangsangan dan hasil
(5) Systematic and adaptic approach yakni team harus mampu mengembangkan
kemampuan intrinsic untuk dapat merespon perubahan secara cepat dan sistematis
(6) Simple design dan continuous refinanment yakni team harus mampu memberikan hasil
yang cepat dan selalu meningkat.
Berdasarkan prinsip yang disampaikan oleh Luna dalam pemenuhan prinsip itu maka
dalam penerapan Agile Goveremence, diharapkan masyarakat pertamakali harus terbiasa
dengan hal yang dinamakan perubahan teknologi dan komuniaksi sebagai factor penting
penunjang dari penerapaan Agile Goverencne.
Sebagai contoh sederhana ialah yang diterapkan sekarang yakni dalam system belajar –
mengajar, bila terdahulu system belajar – mengajar didefinsiikan sebagai penaga pengajar
dan peserta didik yang bersama sama hadirdalams suatu ruang, kini karena adanya
kebijakan untuk mengurangi mobilitas dan mengurangi kerumunan maka istilah ruang buat
seakan melintas ruang dan waktu, siapa saja bisa mendapatkana akses pembelajaran
dimana saja melalui “ruang” virtual yang terhubung berdasarkan jejaring social internet.
Masyarakat yang semula sangat mengeluhkan adanya kebijakan ini karena masih banyak
hal yang belum dipahami dan menjadi keterbiasaan, seiring berjalannya waktu akan paham
dan menjadi kebiasaan baru yang bahkan tidak lepas dari kebiasaan tersebut, yang juga
mungkin system ini akan menjadi pertimbangan untuk terus dilaksanakan.
Sebagai contoh bahwa system ini akan bisa terus di laksanakan ialah yang terjadi pada
Universitas Terbuka (UT), dimana UT merupakan universitas negeri yang berani membuat
kelas khusus yang dapat di akses secara online selama pembelajarannya. Dan kini
tampaknya masyarakat sudah sangat erat kaitannya dengan kebijakan kebijakan itu, tidak
ada lagi orang tua yang marah anaknya bersekolah dengan menggunakan gawai, atau
bahkan orang tuanya yang kemudian minta di ajarkan dalam pengoperasian gawai untuk
memudahkan telekomunikasi.
Tidak selamnya perubahan itu menjadi suatu hal yang disebut baru, karena seiring dengan
diterapkannya kebijakan itu maka kebijakan itu bukan lagi sebuah penghalang dan justru
bisa menjadi opsi terbaik saat masyrakat mengharapkan perubahan yang lebih maju untuk
dapat lebih produktif di masa pandemic dan pasca pandemic.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di Tarik dari penjelasan diatas ialah bahwa pemerintah
tentunya memiliki tujuan yang tidak lain dna tidak bukan untuk meingkatkan
kesejahteraan masyrakatnya dengan melakukan pengelolaan di bidang ekonomi,
kesehatan dan pendidikan. Agile Government yang dimaksdkan sebenarnya
sudah diterapkan namun belum secata maksimal. Sehingga indicator pencapaian
belum semua bisa di ceklist dan dinyatakan sepenuhnya berhasil.
TERIMA KASIH