Anda di halaman 1dari 9

PENERAPAN FLEKXIBLE WORKING ARRANGEMENT (FWA)

SEBAGAI BENTUK DYNAMIC GOVERNANCE

Tri Widodo1, Syaifudin2


1
Mahasiswa Program Magister Administrasi Publik, Universitas Nasional, Jakarta
2
Dosen Magister Administrasi Publik, Universitas Nasional, Jakarta

ABSTRAK

Adanya Pandemi Covid-19 menjadi tantangan yang tersendiri bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan yang
berkenaan dengan sistem kerja pegawai, khususnya bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN). Sistem kerja pegawai
dengan paradigma baru didasarkan untuk menciptakan budaya kerja yang lebih fleksibel terhadap situasi tertentu.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dijelaskan dalam bentuk deskriptif dari hasil analisis datanya. Data
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data informasi penerapan pelaksanaan Flekxible Working
Arrangement pada Kementerian dan Lembaga yang dapat diakses secara online. Hasil pembahasan dengan adanya
Flekxible Working Arrangement (FWA), para Aparatir Sipil Negara dapat meningkatkan output yang optimal karena
memberikan keleluasaan pegawai untuk bekerja dan tentunya secara tidak langsung telah menggeser paradigma kerja
ASN yang tadinya bekerja selalu pergi ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan, namun sekarang untuk
menyelesaikan pekerjaan ataupun memberikan pelayanan umum menjadi lebih fleksibel. FWA diharapkan akan
menjadi cikal bakal yang baik untuk pelaksanaan dynamic governance. Hal ini dibuktikan dengan sedang dikajinya
pelaksanaan Work From Anywhere (WFA) yang dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara dengan tujuan dapat
memberikan pengalaman yang berbeda terkait pelayanan publik karena dilakukan secara fleksibel sehingga dapat
untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Keywords: Covid-19; Dynamic Governance; Flekxible Working Arrangement; Work From Anywhere.

ABSTRACT

The existence of the Covid-19 pandemic is a challenge for the government in determining policy directions related to
the employee work system, especially for the State Civil Apparatus (ASN). Employee work system with a new paradigm
to create a more flexible work culture in certain situations. This study uses a qualitative method which is described in
descriptive form from the results of data analysis. The data that will be used in this research is information on the
implementation of the Flexible Working Arrangement in Ministries and Institutions that can be accessed online. The
results of the discussion with the Flexible Working Arrangement (FWA), State Civil Apparatus can increase optimal
output because it gives employees flexibility to work and of course directly by changing the working paradigm of ASN
who used to work always go to the office to finish work, but now to finish work or provide public services to be more
flexible. FWA is expected to be a good forerunner for the implementation of dynamic governance. This is evidenced
by a different study, while Work From Anywhere (WFA) is being conducted by the State Civil Service Agency with the
aim of providing experience related to public services because it is carried out flexibly to realize good governance.

Keywords: Covid-19; Dynamic Governance; Flekxible Working Arrangement; Work From Anywhere.

PENDAHULUAN

Dalam dunia yang penuh ketidakpastian dan perubahan, pencapaian saat ini bukanlah jaminan untuk
kelangsungan hidup di masa depan. Bahkan jika rangkaian prinsip, kebijakan, dan praktik yang mengarah
kepada hal-hal yang bersifat ideal dan normatif seperti baik dan efisien maka tata kelola pemerintahan yang
cenderung statis pada akhirnya akan mengarah pada stagnasi (Neo dan Chen, 2007). Lebih lanjut Neo dan
1
Chen (2007) menyatakan bahwa dalam tata kelola pemerintahan yang baik memerlukan adanya suatu
perencanaan yang cermat yang dapat menjamin relevansi dan efektivitas yang berkelanjutan bagi
pemerintahan. Selain itu juga perlu adanya dukungan kapasitas kelembagaan yang memadai seperti
organisasi yang senantiasa belajar dan penuh inovasi. Dengan perencanaan yang cermat ini juga akan dapat
menghadapi perubahan dan tantangan yang selalu baru dalam lingkungan global yang bergejolak dan tidak
dapat diprediksi.
Dalam lingkungan global yang senantiasa berubah dan tidak dapat diprediksi, membangun budaya
birokrasi di setiap tingkatan pemerintahan berdasarkan dynamic governance tidak dapat dilakukan dalam
waktu yang singkat (Martoyo dan Sihaholo, 2021). Oleh karena itu diperlukan suatu komitmen jangka
panjang dalam membangun masing-masing elemen dan merancang hubungan yang diperlukan untuk
bekerja secara keseluruhan. Banyak lembaga pemerintahan global seperti Bank Dunia telah
mempromosikan gagasan bahwa prinsip-prinsip tata kelola tertentu yang bermanfaat untuk mendorong
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Prinsip ini disebut sebagai sebagai tata kelola yang baik (good
governance). Prinsip-prinsip ini mencakup konsep-konsep seperti stabilitas politik, efektivitas
pemerintahan, supremasi hukum, peraturan, dan pengendalian korupsi, tetapi juga transparansi dan
keterlibatan warga dalam pengambilan keputusan (Holzhacker, Wittek, dan Woltjer, 2016).
Pandemi covid-19 yang melanda Indonesia bahkan dunia sejak tahun 2019 telah merubah aspek
kehidupan salah satunya adalah sistem kerja pada Aparatur Sipil Negara (ASN). Sistem kerja baru pada
ASN telah diatur sesuai Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PAN&RB) Nomor 19 Tahun 2020 tentang penyesuaian sistem kerja sebagaimana diubah
sebanyak empat kali dengan diterbitkan SE Nomor 58 tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai ASN
Dalam Tatanan Nomal Baru. Flekxible Working Arrangement (FWA) merupakan konsep pengaturan kerja
fleksibel dengan mengubah pola kerja yang memungkinkan bagi pegawai untuk dapat memulih waktu
bekerja. Secara garis besar FWA berupa fleksibilitas penjadwalan jam kerja dan fleksibilitas tempat kerja.
Langkah FWA diambil oleh Pemerintah sebagai upaya untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran
virus covid-19 pada lingkungan kantor. Dengan adanya FWA, para ASN diharapkan dapat meningkatkan
output yang optimal karena memberikan keleluasaan pegawai untuk bekerja. Dengan adanya kebijakan
FWA tentunya secara tidak langsung telah menggeser paradigma kerja ASN yang tadinya bekerja selalu
pergi ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan, namun sekarang untuk menyelesaikan pekerjaan ataupun
memberikan pelayanan umum menjadi lebih fleksibel. Kebijakan FWA merupakan salah satu dari dynamic
governance yang dilakukan oleh pemerintah untuk melakukan pelayanan publik sebagai upaya untuk
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini akan berfokus pada penerapan Flekxible Working
Arrangement (FWA) Sebagai Bentuk Dynamic Governance

TINJAUAN PUSTAKA

Dynamic Governance

Tata kelola (governance) menurut Neo dan Chen (2007) adalah bentuk hubungan antara pemerintah
dengan warga negara yang memungkinkan kebijakan dan program publik dirumuskan, dilaksanakan, dan
dievaluasi. Tata kelola melibatkan pilihan mengenai aturan, kebijakan, institusi, dan struktur yang
dihasilkan yang secara kolektif memberikan insentif dan hambatan sosial-ekonomi untuk berbagai kegiatan.
Tata kelola menjadi dinamis (dynamic governance) ketika pilihan kebijakan sebelumnya dapat disesuaikan
dengan perkembangan saat ini di lingkungan yang tidak pasti dan cepat berubah sehingga kebijakan dan
lembaga tetap relevan dan efektif dalam mencapai hasil jangka panjang yang diinginkan masyarakat.
Dynamic governance merupakan perubahan berkelanjutan demi kelangsungan hidup dan kemakmuran di
masa mendatang.
Neo dan Chen (2007) menyatakan bahwa budaya merupakan dasar dari dynamic governance. Budaya
menunjukkan keyakinan dan nilai-nilai kelompok tertentu yang dimiliki bersama sehingga dapat dianggap
2
sebagai akumulasi pembelajaran bersama dari komunitas tertentu berdasarkan sejarah pengalaman bersama.
Pada gambar 1 digambarkan budaya yang menjadi dasar dari dynamic governance.

Gambar 1
Kerangka Dynamic Governance

Sumber: Neo dan Chen (2007)

Berdasarkan gambar 1 dapat dijlelaskan bahwa budaya mempengaruhi pemerintahan (governance)


dalam tiga cara. Pengaruh pertama adalah menghambat (constraints) agenda dan proses pembuatan
kebijakan. Isu-isu yang bertentangan dengan nilai dan prinsip budaya cenderung tidak diterima dalam
agenda dan proses pembuatan kebijakan. Pengaruh kedua bahwa norma budaya sering digunakan untuk
menghadapi (confronts) pertimbangan pilihan kebijakan inovatif yang bertentangan dengannya. Oleh
karena itu kebijakan yang bertentangan dengan nilai dan norma sudah dipastikan tidak akan diterima.
Pengaruh ketiga yaitu nilai-nilai dan norma-norma budaya mengkatalisasi (catalyzes) para pengambil
keputusan untuk secara aktif mencari alternatif-alternatif dan ide-ide yang selaras dan memajukan tujuan-
tujuan implisit kelompok.
Lebih lanjut Neo dan Chen (2007) dalam Putra (2020) menyatakan terdapat kemampuan dynamic
governance yaitu berpikir ke depan (thinking ahead), berpikir kembali (thinking again), dan berpikir lintas
(thinking across) yang semuanya mengarah pada kebijakan adaptif (adaptive policies). Terdapat pengungkit
utama dalam mengembangkan kemampuan dynamic governance yaitu orang yang terampil (able people)
dan proses yang gesit atau tangkas (agile process). Lingkungan eksternal mempengaruhi sistem tata kelola
melalui masa depan penuh ketidakpastian (future uncertainties) dan praktik eksternal (external practices).
Pada akhirnya dynamic governance berusaha untuk mencapai relevansi dan efektivitas saat ini dan masa
depan melalui kebijakan yang terus beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Adaptasi kebijakan (policy
adaptaion) bukan hanya reaksi pasif terhadap tekanan eksternal tetapi pendekatan proaktif terhadap inovasi,
kontekstualisasi, dan eksekusi. Inovasi kebijakan berarti bahwa ide-ide baru dan segar dicoba dan
dimasukkan ke dalam kebijakan sehingga hasil yang lebih baik dan berbeda dapat dicapai.

Flekxible Working Arrangement

Flekxible Working Arrangement (FWA) ialah salah satu alternatif bekerja yang memungkinkan
pegawai untuk dapat memilih berbagai bentuk fleksibilitas bekerja, seperti waktu kerja, jumlah pekerjaan
dan tempat kerja. Pada sektor publik, salah satu konsep FWA adalah Work From Home yang telah tercetus
sebagai wacana kebijakan sejak tahun 2019 untuk mempersiapkan ASN agar seirama dengan reformasi
Industri 4.0. (Fadhila dan Wicaksana, 2020). Sehingga dengan kata lain sistem kerja FWA dapat berupa
Work From Home (WFH) dan Work From Office (WFO). Pergesaran metode kerja bagi para ASN tidak
3
hanya terjadi pada Indonesia saja tetapi pada luar negeri seperti Australia. Pada Australia, pemerintah
Queensland menerapkan kebijakan bekerja secara fleksibel bagi pegawainya. Cara tersebut sebagai upaya
untuk menekan angka penyebaran virus covid-19 pada pegawai tetapi tetap melakukan pelayanan publik
dengan lancar. Pilihan bekerja secara fleksibel pada Australia dapat meliputi: 1) Bekerja secara remote
(jarak jauh); 2) Waktu mulai dan selesai yang fleksibel; dan 3) Job sharing atau berbagi pekerjaan
(Queensland Government, 2020).
Berdasarkan pembahasan diatas, FWA merupakan salah satu solusi alternatif sistem kerja baru yang
dapat dilakukan pada saat pandemi covid-19. Hal tersebut tentunya bertujuan agar dapat menekan laju
penyebaran covid-19 pada perkantoran dan sekaligus tidak meninggalkan tugas ASN sebagai pelayan
publik. Oleh kare itu, peneliti merumuskan masalah bagaimana penerapan Flekxible Working Arrangement
sebagai bentuk dynamic governance?

Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama yang dilakukan oleh Fadhila dan Wicaksana (2020) tentang Sistematik Review:
Flekxible Working Arrangement (FWA) Sebagai Paradigma Baru ASN di Tengah Pandemi Covid-19.
Sebagai salah satu dynamic governance, FWA dibeberapa kasus mampu dikatakan efektif dengan respon
pegawai yang merasa bahwa dengan sistem kerja tersebut lebih leluasa mengatur jadwal kerja, lebih
bahagia, lebih produktif dan lebih dekat dengan keluarga. Bahkan manfaat lainnya yang secara tidak
langsung bisa dirasakan adalah seperti efisiensi, gender, budaya, teknologi, dan transportasi. Sebagai
keuntungan dari pelaksanaan FWA dapat dijelaskan sebagai berikut (1) Kantor mendapatkan manfaat dalam
efisiensi anggaran dari pemanfaatan fasilitas kantor; (2) Munculnya potensi dari kebijakan yang mengarah
pada afirmatif gender; (3) Mengubah budaya kerja yang lebih fleksibel, dinamis, dan adaptif; (4) Instansi
dengan pemanfaatan teknologi yang lebih matang akan mampu bertahan; (5) Mengurangi angka kemacetan
dan kepadatan moda transportasi.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Daniarsah dan Rahayu (2020) tentang Menuju Implementasi
Flekxible Working Arrangement (FWA) Ideal Pasca Masa Covid-19 (Studi Praktek Terbaik Pada
Kementerian Kelautan dan Perikanan). Implentasi FWA yang ideal sebagai salah satu dynamic governance,
membutuhkan dukungan dari berbagai dimensi seperti faktor penyebab, implikasi pada yang terdampak,
implementasi yang terencana sehingga menghasilkan benefit yang menguntungkan semua pihak. Praktek
terbaik FWA yang dilaksanakan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus diakui masih
sebatas memindahkan kehadiran dari kantor ke rumah melalui skema Work From Home (WFH). WFH yang
telah berlangsung di KKP berpotensi efektif untuk dikembankan menjadi sebuah model sistem kerja ASN
dengan skema lebih luas antara lain job sharing dan flexi-time.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis data sekunder. Menurut
Digdowiseiso (2017) data sekunder adalah data data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari
berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai
sumber seperti studi literatur, buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data informasi penerapan pelaksanaan
Flekxible Working Arrangement pada Kementerian dan Lembaga yang dapat diakses secara online.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mencari (tracking) data penerapan pelaksanaan
Flekxible Working Arrangement yang dapat diakses secara terbuka melalui online website.
Teknik analisis data dilakukan dengan membandingkan penerapan pelaksanaan Flekxible Working
Arrangement pada Kementerian dan Lembaga.

4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan Pelaksanaan Flekxible Working Arrangement Pada Kementerian

Pada saat ini, jumlah kementerian di Indonesia berjumlah 34 kementerian yang bersama-sama dalam
menjalankan tugas tertentu dalam pemerintahan Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Flekxible Working Arrangement (FWA) mulai diterapkan di pemerintahan sejak adanya pandemi
Covid-19. Penerapan bekerja dari rumah dan kantor ini dilakukan agar roda pemerintahan dan pelayanan
publik tetap berjalan. Penerapan FWA pada kementerian dapat dikatakan berjalan dengan lancar dan tertib.
Pelaksaan FWA pada kementerian mengacu pada Surat Edaran (SE) Menteri PAN&RB Nomor 19 Tahun
2020 tentang penyesuaian sistem kerja sebagaimana diubah sebanyak empat kali dengan diterbitkan SE
Nomor 58 tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai ASN Dalam Tatanan Nomal Baru.
1. Kementerian Keuangan
Pada kementerian keuangan pengaturan sistem kerja pada saat pandemi covid-19 dengan diterbitkan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 223/KMK.01/2020 tentang Implementasi
Fleksibilitas Tempat Bekerja (Flexible Working Space) di Lingkungan Kementerian Keuangan. Flexible
Working Space (FWS) adalah pengaturan pola kerja pegawai yang memaksimalkan teknologi informasi
dan komunikasi untuk meningkatkan dan menjaga produktivitas pegawai serta menjamin
keberlangsungan pelaksanaan tugas dengan memberikan fleksibilitas lokasi kerja selama periode tertentu
(Kemenkeu, 2020). Kriteria pekerjaan yang menjadi prioritas untuk melaksanakan FWS yaitu pegawai
yang mempunyai tugas dan fungsi terkait perumusan kebijakan, rekomendasi kebijakan dan pekerjaan
yang tidak berhubungan secara langsung/tatap muka dengan pengguna layanan baik dari internal maupun
eksternal serta pekerjaan dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas internet (online). Dalam
pelaksanaan FWA pada kementerian keuangan yang disebut dengan istilah FWS telah didukung dengan
adanya perangkat teknologi seperti Office Automation (e-Kemenkeu) dan aplikasi pendukung lainnya.
2. Kementerian Perhubungan
Pada kementerian perhubungan sebagai salah satu bentuk strategi yang diterapkan melalui fleksibilitas
dalam pengaturan lokasi kerja. Pengaturan lokasi kerja dapat berupa Work From Office (WFO) dan Work
From Home (WFH). WFO merupakan sistem bekerja dari kantor dan hanya diberlakukan pada kantor
yang berada pada daerah dengan zona hijau sehingga para pegawai tetap melakukan aktivitas seperti
biasa. WFH merupakan sistem bekerja dari rumah yang diberlakukan pada kantor dengan zona kuning
dan merah. Mekanisme WFH yang bekerja dari rumah tetapi pegawai tetap dapat menyelesaikan
pekerjaannya dan produktif. Penerapan kebijakan WFH dan WFO pada kementerian perhubungan
sendiri dilaksanakan dengan ketentuan WFO paling banyak 25% dan WFH sebesar 75%. Para pegawai
wajib melakukan perekaman kehadiran sebanyak 3 kali pada pagi hari jam 07.00 s.d. 08.00, siang jam
12.00 s.d. 13.30 dan sore 16.00 s.d. 19.30 dan mengisi kinerja harian secara online sesuai dengan Surat
Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE.5 Tahun 2020 tentang Penggunaan Sistem kehadiran elektronik
dan monitoring penugasan jarak jauh di Lingkungan Kementerian Perhubungan. Dalam penerapan pola
kerja FWA pada kementerian perhubungan ditunjang dengan menggunakan teknologi informatika yaitu
aplikasi e-persuratan dan digital sign. Berdasarkan hasil survey pada kementerian perhubungan dalam
penerapan e-persuratan dan digital sign sebanyak 22,6 % pegawai menyatakan sangat setuju, 72,6%
menyatakan setuju, dan 4.8% menyatakan netral. Penerapan aplikasi e-persuratan dan digital sign pada
Biro Kepegawaian dan Organisasi kemerntrian perhubungan sendiri sebesar 80% dan 20% secara manual
atau masih menggunakan kertas untuk surat-surat penting. Adapun kinerja pegawai kementerian
perhubungan selama pandemi covid-19 dapat dimonitoring melalui aplikasi Skema Raja.
3. Kementerian Kelautan dan Perikanan
Pada kementerian Kelautan dan Perikanan pelaksanaan FWA tertuang dalam ketentuan Surat Edaran
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.308/MEN-KP/VI/2020 tentang penyesuaian sistem kerja
dalam tatanan normal baru di lingkungan KKP. Ketentuan tersebut salah satunya menyebutkan bahwa
walaupun sistem kerja menggunakan WFH maka KKP tetap melaksanakan pelayanan publik secara
5
langsung dengan prosentase terbatas sekitar 30% dan dengan protokol kesehatan ketat. Selama
pelaksanaan FWA, pegawai KKP menggunakan fasilitas teknologi informatika berupa Aplikasi
WhatsApp dan Zoom sebagai edia untuk berinteraksi dan berdiskusi antar pegawai. Praktek FWA yang
dilakukan oleh KKP masih terbatas memindahkan kehadiran dari kantor kerumah melalui skema WFH.

Penerapan Pelaksanaan Flekxible Working Arrangement Pada Lembaga Negara

Lembaga negara terdiri dari tiga yaitu lembaga negara yang dibentuk karena Undang-Undang Dasar
1945 yang sering disebut lembaga tinggi negara, lembaga yang dibentuk melalui undang-undang dan
lembaga negara yang dibentuk melalui peraturan presiden. Seperti halnya pada kementerian, pelaksanaan
FWA pada lembaga juga mengacu pada Surat Edaran (SE) Menteri PAN&RB Nomor 19 Tahun 2020
tentang penyesuaian sistem kerja sebagaimana diubah sebanyak empat kali dengan diterbitkan SE Nomor
58 tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai ASN Dalam Tatanan Nomal Baru.
1. Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa merupakan salah satu lembaga tinggi negara yang diatur oleh Undang-Undang Dasar
1945. Pelaksanaan FWA pada Badan Pemeriksa Keuangan berpedoman pada SE Sekretaris Jenderal
Nomor 13/SE/X-XIII.2/6/2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Pegwai Dalam Tatanan Normal Baru
di Lingkungan Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan. Penyesuaian sistem kerja harian dilaksanakan
dengan pengaturan secara fleksibel lokasi tempat bekerja, dengan memperhatikan pemberlakukan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan/atau kebijakan lain yang ditetapkan di kabupaten/kota
yang berada dalam satu wilayah aglomerasi dengan domisili kantor, yang meliputi:
a. Pelaksanaan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah/tempat tinggal atau WFH pada satuan
kerja/kantor di kabupaten/kota yang diberlakukan PSBB dan/atau kebijakan lain terkait
penanggulangan penyebaran covid-19 dan tidak memungkinkan untuk bekerja di kantor atau WFO.
b. Pelaksanaan tugas kedinasan dengan bekerja di kantor (WFO) pada satuan kerja yang tidak dalam
keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf a) yang dilakukan secara terbatas dan bertahap,
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing satuan kerja dan dengan memperhatikan protokol
kesehatan. Pelaksanaan bekerja di kantor (WFO) secara terbatas dan bertahap mencakup pelaksanaan
tugas kedinasan di rumah/tempat tinggal (WFH) bagi sebagian pegawai.
Selama pelaksanaan WFH dan WFO, pegawai BPK melakukan presensi secara online sebanyak dua kali
yaitu pada jam 00.00 s.d. 11.59 dan jam 12.00 s.d. 23.59. Selain melakukan presensi secara online,
pegawai BPK juga akan melaporkan progres pekerjaannya melalui aplikasi. Para pegawai BPK baik
pejabat maupun staf dapat melakukan presensi dan melaporkan progres pekerjaan melalui aplikasi
berbasis web dengan laman kelolatugas.bpk.go.id. Bagi pegawai yang melakukan presensi secara online
tetapi tidak mengisi progres pekerjaan, maka akan dianggap belum melakukan presensi. Sebagai media
untuk melakukan rapat secara virtual, Biro TI BPK telah menyedian platform berupa zoom.bpk.go.id
sebagai pengganti rapat secara offline.
2. Komisi Pemberantas Korupsi
Komisi Pemberantas Korupsi dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002. Pelaksaan WFA
pada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) mengikuti aturan dari Pemerintah dengan proporsi 50%
pegawai melasanakan WFH dan 50% sisanya melaksanakan WFO. Seperti halnya dengan kementerian
dan lembaga negara lainnya, pegawai KPK baik yang sedang WFH ataupun WFO melakukan presensi
secara online dengan menggunakan aplikasi internal dari KPK. Dalam melakukan interaksi baik berupa
rapat maupun koordinasi, pegawai KPK dapat menggunakan media zoom dann google meet. Sehingga
pelaksanaan WFA pada KPK tentunya akan berhasil apabila terdapat sarana dan prasarana yang
memadai seperti notebook dan jaringan internet. Oleh karena itu terdapat biaya internet untuk pegawai
sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor SE-1/AG/2020 tentang Penjelasan
Standar Biaya Masukan dalam Pelaksanan WFH. Sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada negara
untuk mengendalikan penyebaran covid-19, maka KPK berserta dengan Kementerian Keuangan
meluncurkan Aplikasi JAGA. Aplikasi JAGA selain digunakan sebagai pencegahan korupsi juga
6
menyediakan platform penanganan covid-19 yang dapat memudahkan masyarakat dalam melaporkan
permasalahan dalam penanganan covid-19.
3. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun
2014. Seperti halnya dengan Kementerian dan Lembaga Negara lainnya, pada Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga menerapkan FWA dalam sistem kerja pegawai pada masa
pendemi covid-19. Dengan adanya sistem kerja WFH dan WFO, maka kegiatan berkumpul secara offline
untuk berdiskusi pekerjaan menjadi sangat susah dan jarang untuk dilakukan. BPKP telah
mengembangkan Virtual Collaborating Working Space yang merupakan perwujudan intranet dengan
menggunakan teknologi kekinian dalam single platform. Dengan adanya platform tersebut
dimungkinkan para pegawai untuk berkolaborasi, berdiskusi, mendokumentasikan ilmu dan
pengetahuan, mengakses ilmu dan pengetahuan, memecahkan problem yang ditemui dalam penugasan,
menjalin silaturahim untuk meningkatkan engagement dengan sesama pegawai, menyampaikan gagasan
dan ide untuk ditanggapi dan di reviu oleh sejawat dan masih banyak lagi fitur yang dapat dikembangkan
untuk menjawab segala kebutuhan organisasi. Penerapan kebijakan FWA pada BPKP yang mempunyai
sekitar lima ribu pegawai lebih yang tersebar diseluruh Indonesia melalui unit-unit dan kantor perwakilan
tiap provinsi, tidak menyulutkan pegawai BPKP untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyrakat. Sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi pegawainya dalam masa pandemi covid-19,
maka BPKP meluncurkan media berupa Knowledge Management System (KMS). KMS merupakan
instrument penting dalam budaya kerja dan alat bantu penugasan sehari-hari bagi pegawai BPKP.

Hambatan Pelaksanaan Flexible Working Arrangement

Pelaksanaan FWA baik pada Kementerian maupun pada Lembaga Negara tentunya tidak terlepas dari
adanya hambatan baik dari instansi maupun dari pegawai yang bersangkutan. Hambatan yang paling utama
sesuai yang disampaikan oleh Parker dalam Fadhila dan Wicaksana (2020) adalah ketersediaan ruang kerja
dan insfrastruktur teknologi pada setiap pegwai yang melaksanakan WFH. Selain itu, instansi juga perlu
berkontribusi pada biaya penyiapan dan pemeliharaan infrastruktur yang dibutuhkan oleh pegawai dalam
melakukan sistem kerja secara virtual. Oleh sebab itu belum semua instansi dan pegawai siap dengan adanya
sistem kerja baru. Hal yang tidak kalah penting dalam penerapan FWA adalah ketersediaany jaringan
internet yang baik. Pelaksanaan FWA yang dilakukan secara serentak, tentunya akan membuat konsumsi
layanan jaringan internet akan semakin masif sehingga mengakibatkan koneksi jaringannya menjadi
terganggu. Hambatan selanjutnya adalah pimpinan instansi baik kementerian maupun lembaga negara akan
mengalami kesulitan dalam mengukur tingkat produktivitas bawahannya/pegawai setiap harinya. Hal ini
dikarenakan pimpinan tidak mengetahui berapa lama pegawai dapat menyelesaikan pekerjaannya.
Hambatan tersebut terjadi karena konsep awal dilaksanakan FWA adalah hanya mengutamakan capaian
kinerja dari masing-masing pegawai tanpa mengukur produktivitas pegawai. Menurut Choi dalam Fadhila
dan Wicaksana (2020) menyatakan bahwa beberapa peneliti memperingatkan bahwa pegawai yang
menerapkan WFH dapat menderita masalah psikologis seperti anti sosial, frustasi, ketidakpuasan kerja yang
pada akhirnya dapat menyebabkan komitmen yang lebih rendah terhadap instansi. Pola kerja WFH tentunya
akan membuat pegawai mendapat gangguan dari anggota keluarga dan persoalan lain yang mungkin terjadi
pada rumah tangganya yang dapat menyebabkan pegawai tidak dapat berkonsentasi/fokus pada pekerjaan
yang sedang dikerjakan.

Potensi Masa Depan Flexible Working Arrangement

Penerapan FWA dinilai oleh banyak pihak telah mencapai kesuksesannya dengan dapat menekan
penyebaran covid-19 pada kantor dan dapat memberikan pengalaman baru bagi pegawai dengan
mengerjakan pekerjaan termasuk melayani publik secara fleksibel. Pelaksanaan sistem kerja FWA baik
dengan WFH dan WFO mempunyai kesamaan capaian kinerja sehingga pegawai tidak merasa kesulitan
7
bekerja walaupun tidak di kantor asalkan sarana dan prasarana yang mendukung untuk melakukan kerja
secara virtual/online. Parker dalam Fadhila dan Wicaksana (2020) menjelaskan bahwa FWA tampaknya
menjadi potensi yang dapat diterapkan secara jangka panjang bahkan pasca covid-19 dengan maksud untuk
mengkonfigurasi dan mendesain ulang sistem, prosedur, mekanisme hingga tata ruang kantor secara fisik
untuk meningkatkan efisiensi serta mencegah persebaran pandemi. Namun pendapat lain disampaikan oleh
O’Neill dalam Fadhila dan Wicaksana (2020) sistem kerja FWA dapat menjadi pedang bermata dua karena
dapat mendukung adanya fleksibilitas kerja tetapi secara bersamaan cenderung meningkatkan jam kerja
sehingga sulit untuk menentukan dampak pada keseimbangan kehidupan kerja dan hubungan dengan
anggota keluarga. Oleh karena perlu dilakukan kaji ulang dan mendalam terkait pelaksanaan FWA untuk
kedepannya agar dapat meminimalisir kerugian-kerugian yang mungkin akan ditimbulkannya. Adapaun
dari potensi-potensi yang timbul oleh pelaksanaan FWA ada beberpa pendapat dari para peneliti dalam
memaparkan rekomendasi kesuksesan pelaksanaan dari FWA. Menurut Gioe et al (2020) sistem WFH dan
fleksibilitas ini harus diterapkan sebagai opsi untuk mempersiapkan apabila situasi krisis kembali datang.
Selanjutnya menurut Khanna et al (2020) juga memberikan prinsip-prinsip kesuksesan FWA adalah sebagai
berikut (1)Memprioritaskan hubungan dengan memastikan komunikasi efektif dan harmonis antar pegawai;
(2) Menyediakan ruang virtual yang memfasilitasiinteraksi santai selama waktu istirahat; dan (3) Menjaga
kepercayaan dengan mengutamakan transparansi dan kesetaraan. Kemudian lebih lanjut dijelaskan oleh
Jack Altman dalam Fadhila dan Wicaksana (2020) bahwa terdapat lima petunjuk keberhasilan FWA yaitu:
1) Menentukan ekspektasi sejak awal sesuai dengan tujuan yang akan dicapai;
2) Pertemuan virutal secara teratur untuk membangun hubungan dan kepercayaan;
3) Memberikan pendapat dan umpan balik atas adanya pendapat secara singkat dan jelas;
4) Manajer harus secara rutin menanyakan perihal pekerjaan dan keadaan pegawai;
5) Manajer harus membangun kepercayaan kepada pegawai dan tidak boleh berasumsi bahwa pegawai yang
bekerja dirumah sedang bermalas-malasan.
Oleh karena itulah, maka tidak heran jika pemerintah akan menerapkan FWA dalam jangka waktu
lama pasca covid-19. Hal ini dibuktikan dengan sedang dikajinya sistem kerja ASN baru oleh Badan
Kepegawaian Negara berupa Work From Anywhere (WFA) yang merupakan kelanjutan bagi sistem kerja
FWA. Sistem kerja WFA tentunya akan mendukung program dynamic governance sebagai upaya untuk
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis maka diperoleh hasil bahwa kebijakan Flekxible Working
Arrangement (FWA) cukup mendatangkan keuntungan baik bagi pemerintah dan pegawai sendiri saat
pandemi covid-19. Walaupun sejatinya masih terdapat hambatan pada saat pelaksanaanya baik dari instansi
bekerja maupun dari pegawai itu sendiri. Dengan adanya FWA, para ASN dapat meningkatkan output yang
optimal karena memberikan keleluasaan pegawai untuk bekerja dan tentunya secara tidak langsung telah
menggeser paradigma kerja ASN yang tadinya bekerja selalu pergi ke kantor untuk menyelesaikan
pekerjaan, namun sekarang untuk menyelesaikan pekerjaan ataupun memberikan pelayanan umum menjadi
lebih fleksibel. FWA diharapkan akan menjadi cikal bakal yang baik untuk pelaksanaan dynamic
governance. Hal ini dibuktikan dengan sedang dikajinya pelaksanaan Work From Anywhere (WFA) yang
dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara dengan tujuan dapat memberikan pengalaman yang berbeda
terkait pelayanan publik karena dilakukan secara fleksibel. Sistem kerja WFA tentunya akan mendukung
program dynamic governance sebagai upaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Adapun saran dari hasil kajian dan pembahan diatas adalah pemerintah perlu merumuskan WFA
dengan model FWA yang lebih ideal dengan mempertimbangkan outcome, impact dan benefit sehingga
dapat meraih tujuan dari WFA yang lebih efektif, efisien dan produktif. Selain itu juga perlu memperbaiki
dan melengkapi sarana dan prasarana pendukung WFA apabila nantinya diberlakukan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Data Pokok Kementerian Dalam Negeri 2018 dan 2019. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Sekretariat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Daniarsah dan Rahayu. 2020. Menuju Implementasi Flekxible Working Arrangement (FWA) Ideal Pasca
Masa Covid-19 (Studi Praktek Terbaik Pada Kementerian Kelautan dan Perikanan). Jurnal
Desentralisasi dan Kebijakan Publik Vol.01 No. 02
Digdowiseiso, Kumba. 2017. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: Lembaga Penerbitan
Universitas Nasional.
Fadhila dan Wicaksana. 2020. Sistematik Review: Flekxible Working Arrangement (FWA) Sebagai
Paradigma Baru ASN di Tengah Pandemi Covid 19. Spirit Publik Vol .15 No. 2.
Filgueiras, Fernando and Almeida Virgilio. 2021. Governance for Digital World: Neither More State nor
More Market. Switzerland: The Palgrave Macmillan.
Holzhacker, Ronald L, Wittek, Rafael, and Woltjer Johan. 2016. Decentralization and Governance in
Indonesia. USA: Springer.
Mungkasa, Oswar. 2020. Berkerja dari Rumah (Working From Home/WFH): Menuju Tatanan Baru Era
Pandemi Covid-19.

Anda mungkin juga menyukai