Anda di halaman 1dari 65

PEMICU 5

Ada Apa dengan Kami?

BLOK SISTEM PENGINDERAAN


KELOMPOK 7 & 8
Tutor : dr. Welly Hartono Ruslim, Sp. P.A.
Ketua : Ferrel Briliyant Ursula (405180018) - Kelompok 07
Notulen : Caitlyn Natasha Haryono (405180085) - Kelompok 08
Sekretaris : Rahmi Syahputri (405180066) - Kelompok 07
Anggota : Kelompok 7 Kelompok 8
Ferrel Briliyant Ursula (405180018) Peggy Luisananda Dyranggi (405170013)
Intan Fredika Bahari (405180043) Kang Heji Dian Pertiwi (405170077)
Dinda Nurhaliza (405180046) Arya Adi Bramasta (40518022)
Rahmi Syahputri (405180066) Caitlyn Natasha Haryono (405180085)
Rizky Lazuardi Hasan (405180197) Timotius (405180098)
Aulia Seftia Dayana (405180118) Syifa Prajastuti Putri (405180139)
Luvea (405180138) Anissya Rima Oktavia (405180024)
Gita khusnul Khatimah (405180153)  
Ada Apa dengan Kami?
Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dibawa ke IGD RS dengan keluhan keluar darah dari telinga kiri setelah tertusuk
cotton bud sekitar 1 jam yang lalu. Pada saat kejadian, pasien tanpa sepengetahuan orangtuanya memegang cotton bud dan
memasukkannya ke telinganya. Ketika orangtuanya memergokinya dia menjadi ketakutan dan secara otomatis mendorong
cotton bud tersebut hingga telinganyapun berdarah. Pasien pun tidak menyahut ketika dipanggil orangtuanya. Ibu pasien
bertanya apakah pasien tidak menyahut ketika dipanggil terjadi karena tertusuk cotton bud atau karena pasien pernah
bermain petasan 6 bulan yang lalu dan tiba-tiba petasannya meledak di dekat pasien?
Ibu pasien juga diperiksa di IGD RS dengan keluhan mata kanan buram, merah dan kelopak mata kanannya luka sejak 2
jam yang lalu. Keluhan diawali saat pasien menyelam dan terbentur batu karang. Karena keluhan tersebut, pasien segera
membilas matanya dengan cairan yang ditemukan di rumah. Namun setelahnya pasien merasakan matanya perih dan panas.
Pasien bekerja sebagai pencari kerang dasar laut tradisional yang menyelam tanpa alat bantu selama 5 menit setiap harinya.
Pekerjaan ini sudah dilakukan selama 10 tahun. Pasien juga mengeluhkan pendengarannya berkurang dan telinga terasa
penuh semenjak 6 bulan yang lalu.
Dari pemeriksaan didapatkan:
VOD: 5/60 Palpebra superior: hematom Palpebra inferior: laserasi
Konjungtiva bulbi: perdarahan Kornea: erosi COA: darah (+) 1/8 COA
Lensa: subluxatio lentis

Apakah yang dapat Anda pelajari dari kedua kasus tersebut?


Mind Map
Learning Issues
1. MM. Trauma mata (definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi, faktor resiko, patofisiologi, tanda gejala, PF, PP,
tatalaksana, DD, komplikasi, prognosis, dan pencegahan)
• Dislokasi lensa
• Hifema
• Erosi kornea
• Edema kornea
• Trauma kimia
• Perdarhaan subkonjungtiva
• Laserasi kelopak mata
• Luka bakar pada mata
• Benda asing pada mata
2. MM. Trauma telinga (definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi, faktor resiko, patofisiologi, tanda gejala, PF, PP,
tatalaksana, DD, komplikasi, prognosis, dan pencegahan)
• Trauma aurikular
• Trauma akustik
• Trauma tulang temporal
• Barotrauma
LEARNING ISSUE 1
MM. Trauma Mata
DISLOKASI LENSA
• Pergeseran lensa dari posisi normal akibat rupturnya zonula zinii dikarenakan
heriditer atau didapat.
•  Dislokasi lensa dapat terjadi total (luksasi) ataupun sebagian (subluksasi)

Picture : At a glance
Figure 8–10. Partially dislocated (subluxed) lens (right eye) with dilated pupils.

Vaughan DG, Taylor A, Paul RE. General Ophtalmology 17th edition.


Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Etiologi
• Didapat: trauma, pseudoexfoliation, • Kondisi sistemik lainnya: defisiensi sulfit
inflammation (chronic cyclitis, syphilis), oksidase, dan kadang Stickler syndrome,
hypermature cataract, large eye (high myopia, Ehlers–Danlos syndrome, dan
buphthalmos), anterior uveal tumours hyperlysinaemia

• Familial ectopia lentis


• Ectopia lentis et pupilae
• Aniridia  occasionally associated with
ectopia lentis
• Marfan syndrome
• Well-Marchesani Syndrome.

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Dislokasi Lensa Herediter Dislokasi Lensa Traumatik
• Biasanya bilateral dan mungkin merupakan anomali
keluarga yang terisolasi atau karena gangguan • Dapat terjadi setelah cedera memar
jaringan ikat (homocystinuria, sindrom Marfan atau seperti pukulan ke mata dengan
sindrom Weill-Marcehsani) kepalan tangan.
• Penglihatan kabur, terutama jika lensa terlepas dari
garis penglihatan. • Jika dislokasi parsial, mungkin tidak
• Jika dislokasi parsial, tepi lensa dan serat zonular ada gejala; tetapi jika lensa
yang menahannya dapat terlihat pada pupil. Jika mengambang di vitreous, pasien
lensa benar-benar terkilir ke dalam vitreous, lensa memiliki penglihatan kabur dan
ini dapat dilihat dengan ophthalmoscope.
biasanya mata merah.
• Lensa yang dislokasi sebagian dipersulit 
pembentukan katarak. Jika itu kasusnya, katarak • Iridodonesis = iris bergetar ketika
mungkin harus dilepas, tetapi prosedur ini harus
ditunda selama mungkin karena ada risiko kerugian
pasien menggerakkan
vitreus yang signifikan, predisposisi pada pelepasan mata,merupakan tanda umum dari
retina. dislokasi lensa dan karena kurangnya
• Jika lensa bebas dalam vitreous, menyebabkan dukungan lensa. Ini hadir dalam lensa
perkembangan glaukoma tipe yang berespons buruk yang terkilir komplit atau parsial.
terhadap pengobatan. Jika dislokasi parsial dan
lensa jernih, prognosis visualnya bagus.

Vaughan DG, Taylor A, Paul RE. General Ophtalmology 17th edition.


Komplikasi Tatalaksana
Komplikasi kelainan refraksi jenis apa pun • Spectacle correction  memperbaiki
tergantung pada posisi lensa, distorsi optik astigmatisme yang disebabkan oleh lensa
karena astigmatisme dan / atau efek tepi lensa, miring atau efek tepi pada mata dengan
glaukoma dan,uveitis yang disebabkan oleh subluksasi ringan. Aphakic correction dapat
lensa. memberikan hasil visual yang baik jika
sebagian besar dari sumbu visual aphakic
dalam keadaan tidak berubah.
• Surgical removal lens  diindikasikan untuk
ametropia yang tidak dapat ditatalisasi,
ambliopia meridional, katarak, glaukoma yang
diinduksi oleh lensa atau uveitis, atau
sentuhan endotel.

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
HIFEMA

Darah dalam COA akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau
badan siliar

Gejala klinis:
o Nyeri
o Epifora dan blefarospasme
o Penglihatan menurun
o Bila duduk, hifema terlihat terkumpul dibawah COA https://www.aao.org/image/hyphema-13

 
o Kadang ada iridoplegia dan iridodialisis

Ilmu Penyakit Mata UI. Edisi 5. 2017


Tatalaksana: Komplikasi:
o Tinggikan kepala 30o, beri koagulasi, dan mata o Hifema sekunder  sesudah hifema hilang/7 hari
ditutup pasca trauma dan lebih sukar hilang
o Gelisah: obat penenang o Glaukoma sekunder  karena kontusi bada siliar
o Glaukoma: asetazolamida o Siderosis bulbi  karena zat besi dalam bola mata.
o Parasentesis: bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, Dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan
glaucoma sekunder, hifema penuh dan hitam, atau o Hifema spontan pada anak  leukimia dan
5 hari tak ada perbaikan retinoblastoma
o Cegah perdarahan sekunder dan Kontrol kenaikan
TIO
o Neuropati optic: pewarnaan pada jaringan mata
khususnya kornea

Siderosis Bulbi
eyerounds.org/atlas/pages/siderosis-bulbi/in
dex.htm

morancore.utah.edu/basic-ophthal
mology-review/hyphema/

 
Ilmu Penyakit Mata UI. Edisi 5. 2017
Kanski Clinical Ophthalmology. 8th ed. 2016
EROSI KORNEA
• Disebabkan karena perlekatan lemah yang abnormal antara sel basal
epitel kornea dan membrane basalisnya
• Trauma minor (interaksi antara kelopak mata dan kornea selama tidur)
dapat memicu pelepasan tersebut
• Erosi dapat berkaitan dengan trauma sebelumnya atau operasi kornea
(jarang)

Tanda dan gejala:


• Sangat nyeri
• Fotofobia (mata menjadi sensitive terhadap cahaya/sinar)
• Mata merah
• Blefarospasme
• Pandangan buram
• Mata menjadi berair
Tatalaksana
Gejala akut Gejala rekuren
• Antibiotik ointment 4x sehari dan cyclopentolate • Gel topical lubrikan atau ointment atau
1% 2 kali sehari hypertonic saline ointment  diberikan saat
• Kasus berat  bandage contact lens dapat mau tidur untuk penggunaan jangka panjang
meringankan sakit tetapi tidak menyembuhkan. • Debridement
Disarankan menggunakan antibiotic drop
• Penggunaan extended wear bandage contact
• Debridement
lens jangka panjang
• Diclofenac topical 0,1% untuk mengurangi nyeri
• Anastesi topical dapat meringankan nyeri
• Hypertonic sodium chloride 5% tetes 4 kali sehari
dan ointment saat mau tidur  meningkatan
adhesi epitel
• Setelah resolusi dapat diberikan prophylactic
topical lubricant seperti carbomer gel 3 atau 4
kali sehari untuk beberapa bulan
EDEMA KORNEA
Kornea melindungi mata dari lingkungan dan patogen,
serta memiliki peran penting dalam transmisi dan
pembiasan cahaya yang membutuhkan mekanisme yang
mengatur hidrasi kornea dan menjaga transparansinya.

Costagliola C, Romano V, Forbice E, Angi M, Pascotto A, Boccia T, Semeraro F. Corneal oedema and its medical treatment. Clin
Exp Optom. 2013 Nov;96(6):529-35. doi: 10.1111/cxo.12060. Epub 2013 May 16. PMID: 23679934.
EDEMA KORNEA
Faktor-faktor yang mempengaruhi barrier
meliputi:
1. Kerusakan endotel, mekanis atau bahan
kimia
2. Distrofi
3. Larutan bebas kalsium
4. Oksidasi glutathione intraseluler
5. pH
6. Toksin

Costagliola C, Romano V, Forbice E, Angi M, Pascotto A, Boccia T, Semeraro F. Corneal oedema and its medical treatment. Clin
Exp Optom. 2013 Nov;96(6):529-35. doi: 10.1111/cxo.12060. Epub 2013 May 16. PMID: 23679934.
EDEMA KORNEA
Terapi kornea bergantung pada etiologi:
1. Anti inflamasi
2. Eradikasi penyebab
3. Hypertonic agent
4. Operatif  keratoplasty

Pencegahan:
Evaluasi pra-operasi yang direkomendasikan dalam pasien dengan
katarak dan pemantauan termasuk jumlah sel endotel dan
pachymetry.

Treatment of corneal edema secondary to chemical burn by


Descemet membrane endothelial keratoplasty (DMEK)
• Viet Nhat Hung Le, MD 

Costagliola C, Romano V, Forbice E, Angi M, Pascotto A, Boccia T, Semeraro F. Corneal oedema and its medical treatment. Clin
Exp Optom. 2013 Nov;96(6):529-35. doi: 10.1111/cxo.12060. Epub 2013 May 16. PMID: 23679934.
LUKA BAKAR KORNEA (CHEMICAL)
• Cedera kimia pada mata menunjukkan keadaan darurat akut yang akut dan
memerlukan evaluasi dan manajemen segera.
• Cedera kimia paling sering pada pria muda. Setidaknya 90 persen dari cedera ini
terjadi sebagai paparan yang tidak disengaja. Mereka biasanya terjadi pada
lingkungan industri.

• Etiologi:
- Acid burn
- Alkali Burn

Kanski JJ, Bowling B. Clincal ophtalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
Patofisiologi
1. Kerusakan oleh cedera kimia yang parah cenderung berkembang seperti di bawah ini:
• Nekrosis pada epitel konjungtiva dan kornea dengan gangguan dan oklusi vaskularisasi
limbal. Hilangnya sel induk limbal dapat menyebabkan konjungtiva dan vaskularisasi
permukaan kornea, atau defek epitel kornea yang persisten dengan ulserasi kornea steril
dan perforasi.
• Penetrasi yang lebih dalam menyebabkan kerusakan dan pengendapan glikosaminoglikan
dan kekeruhan kornea stroma.
• Penetrasi ruang anterior menghasilkan iris dan kerusakan lensa.
• Kerusakan epitel ciliary merusak sekresi askorbat, yang diperlukan untuk produksi kolagen
dan perbaikan kornea.
• Hipotonik dan phthisis bulbi dapat terjadi pada kasus yang parah.
2. Penyembuhan
• Epitel menyembuhkan dengan migrasi sel-sel epitel yang berasal dari sel-sel induk limbal.
• Kolagen stroma yang rusak fagositosis oleh keratosit dan kolagen baru disintesis.

Kanski JJ, Bowling B. Clincal ophtalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
Grades

Kanski JJ, Bowling B. Clincal ophtalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
Tatalaksana

Emergency Treatment Medical treatment


1. Copious Irrigation • Cedera yang paling ringan (grade 1
2. Double-eversi dan 2) diobati dengan salep antibiotik
topikal (satu minggu), dengan steroid
3. Debridemen area nekrotik topikal dan sikloplegik jika diperlukan.
4. Admisi ke rumah sakit • Tujuan utama pengobatan:
mengurangi peradangan,
mempromosikan regenerasi epitel dan
mencegah ulserasi kornea. Untuk
cedera sedang-berat, tetes bebas
pengawet harus digunakan.

Kanski JJ, Bowling B. Clincal ophtalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
Bedah

• Operasi dini: revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbal dan


membangun kembali forniks. Satu atau lebih dari prosedur berikut dapat digunakan:
• Advancement kapsul Tenon dengan penjahitan ke limbus ditujukan untuk
membangun kembali vaskularisasi limbal untuk membantu mencegah
perkembangan ulkus kornea.
• Limbal stemcell transplant dari mata lain pasien (autograft) atau dari donor
(allograft) ditujukan untuk memulihkan epitel kornea normal.
• Amniotic membrane grafting untuk mempromosikan epitelisasi dan penekanan
fibrosis.

Kanski JJ, Bowling B. Clincal ophtalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
Operasi yang telat mungkin mengakibatkan:
• Pembagian konjungtiva bands (Gambar 21.32A) dan symblephara (Gambar 21.32B).
• Pencangkokan selaput lendir konjungtiva atau lainnya.
• Koreksi kelainan kelopak mata seperti entropion cicatricial (Gambar 21.32C).
• Keratoplasty untuk jaringan parut kornea (Gambar 21.32D) harus ditunda selama setidaknya 6
bulan dan sebaiknya lebih lama untuk memungkinkan resolusi peradangan maksimal.
• Keratoprosthesis (Gbr. 21.32E) mungkin diperlukan pada mata yang sangat rusak berat

Kanski JJ, Bowling B. Clincal ophtalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA
• Kondisi yang ditandai dengan akumulasi darah di ruang subkonjungtiva
• Pembuluh darah yang pecah menyebabkan pendarahan di dalam ruang antara
kapsul tenon dan konjungtiva.

• Penyebab:
• Surgery
• Conjunctivitis
• Trauma
• Idiopatik: pada orang tua
• Coughing, sneezing and vomiting

Brad Bowling. Kanski’s Clinical Ophtalmology: A systematic approach. 8th ed. Elsevier;2016
Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 18th ed. McGraw Hill; 2011.
researchgate.net/publication/259388322_Analysis_of_subconjunctival_hemorrhage
Etiologi:
Dibagi menjadi 2 yaitu traumatik dan spontan.

Faktor risiko:
• Hipertensi
• Penggunaan contact lens.

Epidemiologi:
• Pada pendarahan subkonjungtiva karena trauma biasanya terjadi pada laki-laki
muda yang melakukan pekerjaan berat dan aktivitas yang lebih agresif
• Pada pendarahan subkonjungtiva kronik meningkat seiring dengan usia.

Brad Bowling. Kanski’s Clinical Ophtalmology: A systematic approach. 8th ed. Elsevier;2016
Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 18th ed. McGraw Hill; 2011.
ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551666/
Patofisiologi:
• Perdarahan subkonjungtiva terjadi akibat perdarahan pada pembuluh darah konjungtiva atau
episklera dan kemudian bocor ke dalam ruang subkonjungtiva.
• Jaringan elastis dan jaringan ikat menjadi rapuh seiring bertambahnya usia dan penyakit
penyerta yang mendasarinya yang dapat menyebabkan mudahnya penyebaran perdarahan
pada orang tua.

Tanda dan gejala:


Biasa asimtomatik
Red brightred appearance
Terkadang bisa terasa ada nyeri tajam, snapping atau popping sensation

Tatalaksana:
Darah akan terabsorpsi dengan sendirinya dalam 2-3 minggu
Kompres es dan air mata buatan dapat digunakan untuk meminimalkan pembengkakan jaringan
dan meredakan ketidaknyamanan.
Brad Bowling. Kanski’s Clinical Ophtalmology: A systematic approach. 8th ed. Elsevier;2016
Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 18th ed. McGraw Hill; 2011.
ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551666/
LASERASI KELOPAK MATA
Merupakan robeknya seluruh atau sebagian ketebalan kelopak mata

Etiologi:
Kecelakaan kendaraan, perkelahian, terkena benda tajam/ tumpul, jatuh, gigitan
hewan & ledakan

Kanski Clinical Ophthalmology. 8th ed. 2016


Laserasi kelopak mata perlu dilakukan eksplorasi luka dan pemeriksaan bola mata dan adneksa
 Harus diperbaiki dengan direct closure
o Laserasi superficial parallel lid margin tanpa celah  dapat di ditusuk 6-0 jahitan dengan
benang hitam/nilon kemudian dilepas setelah 5-6 hari
o Laserasi lid margin dengan celah tak beraturan harus dijahit dengan keselarasan optimal
o Laserasi dengan sedikit jaringan yang hilang  cegah penutupan primer langsung dengan
lateral cantholysis untuk meningkatkan mobilitas lateral
o Laserasi dengan banyak jaringan hilang perlu rekonstruksi major
o Laserasi kanalikuli harus diperbaiki dalam 24 jam dengan jembatan dari tabung silicon
(Crawfors tube) atau stent monokanalikular
o Status tetanus
 Belum imunisasi  250 unit Ig human tetanus IM
 Belum dapat booster 10 tahun terakhir  tetanus toxoid IM/SC

Kanski Clinical Ophthalmology. 8th ed. 2016


Kanski Clinical Ophthalmology. 8th ed. 2016
TRAUMA KIMIA
• Trauma asam atau trauma basa/alkali
• Pengaruh bahan kimia bergantung: pH, kecepatan, & jumlah bahan kimia yang mengenai
mata
• Trauma alkali dapat lebih cepat merusak dan menembus kornea
• Pembilasan: garam fisiologik atau air bersih lainnya selama mgkn (min 15-30 menit)
• Blefarospasme berat: anestesi topikal
• Trauma asam: larutan natrium bikarbonat 3%
• Trauma basa: larutan asam borat, asam asetat 0.5%, atau bufer asam asetat pH 4.5%
untuk menetralisir
• Perhatikan benda asing: mungkin penyebab luka
• Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali sangat lambat  sempurna setelah 3-7
hari.

Ilmu Penyakit Mata FK UI Hal. 292


TRAUMA ASAM

• Bahan asam yang dapat merusak mata  bahan anorganik, bahan organik (asetat,
forniat), dan organik anhidrat (asetat)
• Jika mengenai mata: dapat terjadi pengendapan atau penggumpalan protein
permukaan.
• Jika konsentrasi asam tidak tinggi  tidak akan bersifat destruktif  superfisial
• Jika konsentrasi asam tinggi: kerusakan yang terjadi akan lebih dalam
• Irigasi jaringan yang terkena secepatnya.
• Akan normal kembali, tajam penglihatan tidak banyak terganggu.

Ilmu Penyakit Mata FK UI Hal. 293


TRAUMA BASA/ALKALI
• Alkali dapat menembus kornea, COA, dan jaringan retina dengan cepat.
• Penghancuran jaringan kolagen retina.
• Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel dan disertai dehidrasi
• Bahan akustik soda  dapat menembus ke COA
• Trauma alkali akan berbentuk kolagenase  menambah kerusakan kolagen kornea.
• Alkali yang masuk ke mata  merusak retina  kebutaan
• Irigasi segera (min 60 menit segera setelah trauma)
• Diberi siklopegia, antibiotik, EDTA (edetate disodium) utk mengikat basa. EDTA diberikan
setelah 1 minggu  menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ke-7
• Penyulit: simblefaron, kekeruhan kornea, edema, neovaskularisasi kornea, katarak, ftisis bola
mata.

Ilmu Penyakit Mata FK UI Hal. 293


BENDA ASING KONJUNGTIVA
Pada trauma mata yang secara langsung atau Manifestasi klinis
tidak langsung mengenai bagian konjungtiva, Keluhan subjektif: adanya rasa mengganjal
seluruh atau sebagian benda asing dapat karena benda asing atau rasa sakit yg hebat
tertinggal/menempel pada jaringan bila mata mengedip atau melirik.
konjungtiva.

Etiologi
- Zat kimia
- Batu/pasir/tanah
- Zat inert transparan: kaca, dll
- Zat penghasul radikal bebas: besi
- Benda organik: (tumbuhan/serangga)

Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Pertama, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
BENDA ASING KONJUNGTIVA
DD Tatalaksana
- Benda asing kornea - Benda asing dapat dihilangkan
- Distikhiasis menggunakan aplikator kapas
atau jarum suntik insulin
- Dry eye berukuran 30
- Forsep atau spatula tumpul
PP: Flouresein topikal

Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Pertama, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
BENDA ASING KORNEA
• Benda asing pada kornea dapat Benda asing dapat disebabkan:
merupakan trauma minor - Zat kimia
(partikel kecil yg tertanam hanya
hingga kedalaman epitel) - Batu/pasir/tanah
• Trauma pada mata yang secara - Zat inert transparan: kaca dll
langsung/ tidak langsung - Zat penghasil radikal bebas: besi
mengenai bagian kornea, dengan - Benda organik
seluruh atau sebagian benda (tumbuhan/serangga)
asing yang tertinggal/menempel
pada jaringan kornea

Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Pertama, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
BENDA ASING KORNEA
Manifestasi klinis: PP:
- Rasa mengganjal karena adanya - flouresein topikal
benda asing - Siedel test
- Rasa sakit hebat bila mata mengedip
atau melirik
DD:
- Benda asing konjungtiva
PF: dapat terlihat adanya benda asing
- Distikhiasis
- Dry eyes

Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Pertama, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
BENDA ASING KORNEA
Tatalaksana:
- Aplikator kapas
- Jarum suntik insulin

Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Pertama, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
LEARNING ISSUE 2
MM. Trauma Telinga
HEMATOMA AURICULAR
• Definisi: trauma langsung pada daun telinga yang menyebabkan penimbunan darah
dalam ruang antara perikondrium dan kartilago
• Gejala tanda: benjolan, berfluktuasi, kadang terasa nyeri dan kontur aurikula yang
menghilang. Sering terjadi pada bagian tepi helik daun telinga namun kadang ditemukan
pada konka dan bisa juga mengenai keduanya
• Komplikasi: Telinga kembang kol, infeksi, nyeri, parestesia, dan akumulasi kembali darah
setelah drainase.
Patofisiologi
• Pembuluh darah yang mensuplai telinga terdiri dari arteri aurikularis temporal dan
posterior superfisial. Dengan trauma pada telinga, perikondrium dan pembuluh darah
rusak, menyebabkan pemisahan dari tulang rawan di bawahnya dan menghasilkan ruang
potensial untuk darah menumpuk. Setelah darah mengisi ruang ini, hal itu menyebabkan
gangguan pembuluh darah dari kartilago yang berdekatan dan kongesti vena yang dapat
mengakibatkan perubahan histologis dan deformitas kartilago, yang mengakibatkan
penampilan yang dikenal sebagai telinga kembang kol. Terjadi proses perkembangan
neokartilago yang merupakan perubahan struktur histologis normal kerangka tulang
rawan telinga.
Histopatologi
• Tulang rawan telinga biasanya terdiri dari tulang rawan elastis. Sekunder akibat trauma,
struktur tulang rawan normal telinga berubah. Dua minggu setelah hematoma auricular
berkembang, pembentukan tulang rawan terjadi di kedua sisi hematoma. Dalam tiga
minggu, hematoma digantikan oleh jaringan lunak. Pada delapan minggu pasca trauma,
jaringan lunak digantikan oleh tulang rawan. Pada empat belas minggu, pembentukan
tulang, kalsifikasi, dan pertumbuhan tulang rawan lebih lanjut terjadi.
PP:
• Ultrasonografi
• CT-Scan
• MRI

Biasanya, pendengaran tidak terpengaruh oleh trauma aurikularis terisolasi


dan jika pasien mengalami gangguan pendengaran subjektif, maka diperlukan
diagnosis banding yang lebih luas. Singkatnya, hematoma aurikularis umumnya
merupakan diagnosis klinis.

Tatalaksana
Jika hematoma terjadi pada keadaan akut < 48 jam drainase.
TRAUMA MEMBRAN TIMPANI
• Penyebab: perubahan tekanan telinga yang cepat, luka
bakar termal atau kimia, trauma tembus langsung, dan
barotrauma.
• Telinga berdengung, sakit telinga, dan gangguan
pendengaran adalah gejala utama perforasi TM. Selain itu,
perforasi TM dapat meningkatkan risiko infeksi telinga
tengah atau otitis media.
• Perforasi gendang telinga yang kecil  dapat sembuh
secara spontan
• Perforasi TM yang besar: harus ditangani dengan
miringoplasti.
• Klasifikasi: Perforasi kecil, perforasi tengah, dan perforasi
besar.
Diagnosa:
Otoskopi, Audiometri

Tatalaksana:
1 bulan pasca cedera  pengobatan dengan minyak buckthorn laut secara
signifikan mengurangi waktu penyembuhan penuh untuk perforasi TM kecil.
Perforasi TM menengah dan besar, durasi penyembuhan tidak berbeda secara
signifikan
TRAUMA AKUSTIK (NIHL)
 Noise-induced hearing loss (NIHL) mengacu pada pengurangan ketajaman
pendengaran karena paparan kebisingan
 Dapat bersifat sementara  temporary threshold shift (TTS)
 Dapat bersifat permanen  permanent threshold shift (PTS).
 PTS dapat terjadi setelah TTS berulang atau setelah 1 episode paparan kebisingan
 The term ‘acoustic trauma’ has, however, been utilized to describe the situation
where a single exposure to an intense sound leads to an immediate hearing loss.
 There is a characteristic notched audiometric configuration associated with noise-
induced hearing loss, with maximum reduction in sensitivity to stimulation in the
range 3-6 kHz, and recovery at 8 kHz.
Patologi:
o Ada banyak hipotesis mekanisme, mayoritas mempertimbangkan fungsi cochlea,
metabolik dan kerubahan strukturan
o Pemulihan TTS  menyiratkan peran mekanisme metabolisme
o PTS  mekanisme perubahan struktural
o Mekanisme metabolik
o Mekanisme structural
o Apoptosis dan nekrosis

Etiology
Paparan tunggal terhadap suara yang sangat merusak, misalnya, ledakan, tembakan atau
petasan.
Faktor Predisposisi
o Genetik: potensial untuk kerentanan NIHL; gen Ahl
o Merokok
o Penyakit tertentu: diabetes, penyakit kardiovaskular
o Pengguna narkoba
History
o Biasanya pada laki-laki usia paruh baya
o Riwayat kesulitan mendengar dengan adanya
paparan kebisingan
o Pada tahap awal terutama OHC dipengaruhi
oleh kerusakan kebisingan
o Mendengar TV yg lebih keras sering dilaporkan
anggota keluarga
o Percakapan telepon mungkin lebih sulit
o Gejala tersebut seringkali perlahan
berkembang selama bertahun-tahun
o Tinitus: gejala umum NIHL
o Hiperakusis
Examination

o Otological examination will be normal


o Pure tone audiometry
o Tympanometry is helpful to confirm normal middle ear functioning
o In those individuals in whom a significant nonorganic component (feigned
thresholds) is suspected, cortically evoked reflex audiometry may be required to
provide a more objective measure of hearing thresholds.
o MRI may be required to exclude a vestibular schwannoma
TEMPORAL BONE TRAUMA
Disebabkan benturan pada permukaan tumpul atau misil penetrasi
pada tulang temporal

Klasifikasi:
• Fraktur tulang temporal
• Dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, lokasi, klinis
• Longitudinal atau transversal: mengacu pada axis panjang dari tulang
temporal petrosa.
• Fraktur dapat berhubungan dengan fraktur tulang parietal dan oksipital yang
berdekatan

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Epidemiologi

• Cedera kepala: meningkatkan prevalensi


• Laki-laki berusia 20-30 tahun
• Kecelakaan lalu lintas 40-50% fraktur tulang temporal
• Pada fraktur tulang temporal, sering ditemukan peningkatan kadar alkohol
dan obat terlarang
• Anak-anak: paling sering dikarenakan jauh dari tempat tinggi, kecelakaan
lalu lintas
• Pistol: 16-47 % fraktur tulang temporal

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Clinical Features
• Hearing loss: konduktif atau sensorineural
• Otorrhoea
• Battle sign: bruising over the mastoid process
• Lower motor facial nerve palsy
• Edema, hematoma, pendarahan, dizziness,
kebocoran CSF
• Otoskopi: darah segar pada meatus auditorius
externus, perforasi membran timpani,
haemotympanum, deformitas pada dinding
tulang pendengaran meatus auditorius
externus

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Ballenger JJ, Snow JB. Otorhinolaryngology, head and neck surgery. 17th Ediiton. Canada: Williams & Wilkins;2009.
Figure 6 Decision algorithm for obtaining high-resolution
computed tomography (HRCT) in patients with temporal
bone (TB) fractures

Ballenger JJ, Snow JB. Otorhinolaryngology, head and neck surgery. 17th Ediiton. Canada: Williams & Wilkins;2009.
Pemeriksaan Penunjang

• Radiologi • Vestibular assessment


• CT scan: gold standard • Pemeriksaan nistagmus
• MRI • Tes romberg dan unterberger
• Angiografi • Electronystagmography dengan
• Hearing assessment assessment uji kalori
• Crude testing: penilaian GCS menguji • Fungsi nervus facialis
respons terhadap perintah verbal • Observasi pergerakan fasial aktif dan
• Audiometri nada-murni pasif
• Timpanometri • Electroneugraphy
• Audiometri respons listrik • Kebocoran CSF
• Analisis transferin beta-2

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Management • Haemotympanum
• Tanda: blue drum  tuli konduktif pd 41% ps
• Resolusi spontan dari gg pendengaran terjadi
• Antibiotik profilaksis 3-6 minggu pada 73% ps
• Laserasi meatus auditorius externus • Ossicular disruption with an intact tympanic
• Dapat muncul haematorrhoea, stenosis, membrane
pendarahan (laserasi bulbus jugularis atau • Pd ps yg tuli konduktif bertahan lebih dari 6
arteri karotis dengan darah yang keluar minggu
melalui m timpani)
• Pemeriksaan audiometrik: air-bone gap
• Perforasi membran timpani • Paling sering ada dislokasi incus (80%) 
• Tatalaksana konservatif dengan menghindari tympanoplasty
air atau kontaminan lainnya.
• Labyrinth injury/fracture
• Perforasi sekunder  dapat disembuhkan
• Gejala: ketidakseimbangan dan kehilangan
spontan dalam 10 minggu
pendengaran, vertigo (BPPV)
• Bedah
• Komplikasi: tuli sensorineural  cochlear
implant (bilateral)
• Bed rest dan vestibular sedative

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Komplikasi

• Facial nerve paralysis, CSF leak, hearing loss, vertigo komlikasi yang
memerlukan operasi
• Delayed comlications: meningitis, abscess, pseudomeningocele, and
posttraumatic cholesteatoma.
• Luka tembakan menunjukan kejadian komplikasi yang lebih tinggi dan
insidens lebih tinggi terjadinya kerusakan intrakanial dan kematian.

Ballenger JJ, Snow JB. Otorhinolaryngology, head and neck surgery. 17th Ediiton. Canada: Williams & Wilkins;2009.
BAROTRAUMA
• Kerusakan oleh gaya mekanik
• Gaya mekanik disebabkan perubahan tekanan pada ruang berisi udara
• Barotrauma otitik → keadaan patologis telinga yang disebabkan
perubahan tekanan

Gleeson M, Browning GG, Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, et al., editors. Scott-brown’s otorhinolaryngology, head and neck surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd.; 2008.
Snow JB, Wackym PA. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 17th ed. Volume 1. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.
BAROTRAUMA TELINGA EKSTERNA
• Terjadi bila → kantong udara terperangkap di meatus acusticus externus (oleh
serumen, sumbat telinga, benda asing, eksostose, pemakaian peralatan
menyelam yang rapat)
• Tekanan lingkungan ↓ → udara yang terperangkap di MAE mengalami ekspansi;
udara di telinga tengah keluar melalui tuba Eustachius → gradien tekanan di
membran timpani → tergeser ke medial
• Tekanan lingkungan ↑ → udara yang terperangkap di MAE << (tekanan lebih
negatif dibandingkan dengan telinga tengah) → gradien tekanan di membran
timpani → tergeser ke lateral
Tekanan kuat → perforasi

Gleeson M, Browning GG, Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, et al., editors. Scott-brown’s otorhinolaryngology, head and neck surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd.; 2008.
Snow JB, Wackym PA. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 17th ed. Volume 1. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.
BAROTRAUMA TELINGA EKSTERNA
Tanda: Tatalaksana:
• Injeksi kulit saluran telinga dan • Membersihkan MAE dari darah /
membran timpani debris
• Petechiae • Anibiotik tetes bila ada infeksi
• Perdarahan dapat terlihat sekunder
• Perforasi dapat terlihat • Proses penyembuhan perforasi
terganggu → bedah

Gejala:
• Nyeri (intensitas sebanding
Pencegahan:
dengan kedalaman) • Hindari pemakaian sumbat telinga
yang oklusif

Gleeson M, Browning GG, Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, et al., editors. Scott-brown’s otorhinolaryngology, head and neck surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd.; 2008.
BAROTRAUMA TELINGA TENGAH
• Barotrauma paling sering
• Kecepatan descent → faktor penting
• Faktor risiko
• Penyelam → tidak dapat menyeimbangkan tekanan di permukaan laut
• Obstruksi nasal → deviasi septum

Gleeson M, Browning GG, Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, et al., editors. Scott-brown’s otorhinolaryngology, head and neck surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd.; 2008.
Tanda: Diagnosis:
Membran timpani → normal s/d • Riwayat nyeri saat turun dari
perdarahan dengan perforasi ketinggian
Gejala: • Otoskopi
• Audiometri → hilang pendengaran
Rasa telinga tersumbat → otalgia konduktif (minimal)
(memburuk bila kompresi >>)

Gleeson M, Browning GG, Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, et al., editors. Scott-brown’s otorhinolaryngology, head and neck
surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd.; 2008.
BAROTRAUMA TELINGA TENGAH
Tatalaksana:
• Simtomatik, tidak ada tanda / tanda minimal → tidak perlu terapi spesifik
• Tanda signifikan, tanpa perforasi → dekongestan nasal topikal / PO
• Dengan perforasi → pembersihan telinga; tidak dapat sembuh spontan →
miringoplasti
Pencegahan:
• Medikamentosa → dekongestan oral (pseudoefedrin 120 mg PO)
• Nonmedikamentosa → inflasi balon melalui nasal, miringotomi tanpa atau
dengan pemasangan tube ventilasi.

Gleeson M, Browning GG, Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, et al., editors. Scott-brown’s otorhinolaryngology, head and neck surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd.; 2008.
BAROTRAUMA TELINGA DALAM
• Perdarahan telinga bagian dalam
• Gejala vestibular minimal / sementara
• Hilang pendengaran sensorineural ringan s/d sedang
• Robekan labirintin
• Gejala mirip penyakit Meniere’s akut
• Hilang pendengaran permanen
• Fistula perilimfatik

Gleeson M, Browning GG, Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, et al., editors. Scott-brown’s otorhinolaryngology, head and neck surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd.; 2008.
http://tums.ac.ir/files/s-dabiri/Perilymphatic%20Fistula.pdf
BAROTRAUMA TELINGA DALAM
Diagnosis Tatalaksana
• Waktu timbulnya gejala • Hilang pendengaran sedang s/d
• Pemeriksaan neurologis dan berat → steroid
keseimbangan • Eksplorasi bedah → presentasi
• Monitoring audiometri setiap hari akut, hilang pendengaran
progresif, disekuilibrium persisten
• Terdapat fistula → operasi
penutupan

Gleeson M, Browning GG, Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, et al., editors. Scott-brown’s otorhinolaryngology, head and neck surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd.; 2008.
AUDIOGRAM BAROTRAUMA DAN TRAUMA
AKUSTIK

https://www.aafp.org/afp/2000/0501/p2749.html#ref-list-1

https://www.researchgate.net/figure/Audiometric-analysis-of-hearing-loss-in-
the-right-ear-A-Prebarotrauma-audiogram-reveals_fig1_304010963
DAFTAR PUSTAKA
• Vaughan DG, Taylor A, Paul RE. General Ophtalmology 17th edition.
• Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8 th ed. Philadelphia: Elsevier
Limited. 2016
• Ilmu Penyakit Mata UI. Edisi 5. 2017
• Costagliola C, Romano V, Forbice E, Angi M, Pascotto A, Boccia T, Semeraro F. Corneal oedema and its
medical treatment. Clin Exp Optom. 2013 Nov;96(6):529-35. doi: 10.1111/cxo.12060. Epub 2013 May
16. PMID: 23679934.
• Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Pertama, Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
• Gleeson M, Browning GG, Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, et al., editors. Scott-brown’s
otorhinolaryngology, head and neck surgery. 7th ed. Volume 3. London: Edward Arnold Ltd.; 2008.
• Snow JB, Wackym PA. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 17th ed. Volume 1.
Connecticut: BC Decker Inc; 2009.

Anda mungkin juga menyukai