Anda di halaman 1dari 100

Pemicu 8

Felita Shella Irawan


405160190
Benda Asing di Konjungtiva
• Benda asing konjungtiva harus dicurigai jika pasien datang
dengan sensasi sesuatu di mata.

• Pasien dengan benda asing konjungtiva sering menyatakan


bahwa mata mereka terasa seperti benda yang mengganggu -
seperti pasir atau kaca - ada di dalamnya tetapi mereka tidak
dapat melokalisasi dengan tepat di mana sensasi itu.

• Sensasi benda asing sering lebih buruk saat berkedip ketika


benda asing terletak di permukaan konjungtiva (bagian dalam)
upper lid.
• Benda asing konjungtiva seharusnya tidak menyebabkan penurunan
tajam penglihatan secara signifikan.

• Benda asing konjungtiva yang terletak di salah satu daerah ini dapat
dihilangkan dengan secara lembut dgn menyeka benda asing
dengan kapas yang dilembabkan dengan garam.

• Jika benda asing yang terlihat tidak dapat dikeluarkan dgn swab
basah, irigasi dengan saline dapat dicoba.

• Jika pasien merasakan sakit dimata sebelum mencoba penghilangan


benda asing, 2 tetes anestesi lokal dapat diteteskan ke mata untuk
memungkinkan pemeriksaan dan perawatan.
• Jika gejala yang signifikan menetap, pertimbangkan
kemungkinan benda asing kedua atau abrasi kornea yang
signifikan (baik secara kausal terkait dengan benda asing atau
terjadi sebagai cedera independen).
• Setelah pengangkatan benda asing konjungtiva, dua tetes
antibiotik topikal spektrum luas harus diteteskan di mata yang
terkena.
Benda Asing di Kornea

Benda asing di kornea, biasanya


logam, kaca, atau bahan organik.
Patofisiologi
• Benda asing dapat memicu kaskade inflamasi,
menghasilkan pelebaran pembuluh di sekitarnya dan
edema kelopak, konjungtiva, dan kornea.

• Sel darah putih juga dapat dibebaskan, menghasilkan


reaksi ruang anterior dan / atau infiltrasi kornea.

• Jika tidak dibuang, benda asing dapat menyebabkan


infeksi dan / atau nekrosis jaringan.
Tanda & Gejala
• Nyeri (biasanya berkurang secara signifikan dengan anestesi topikal)
• Sensasi benda asing (biasanya berkurang secara signifikan dengan
anestesi topikal)
• Fotofobia
• Mata berair
• Mata merah
• Ketajaman visual yang normal atau menurun
• Injeksi konjungtiva
• Injeksi siliaris, terutama jika reaksi ruang anterior terjadi
• Benda asing yang terlihat
• Rust ring, terutama jika benda asing dari logam telah tertanam
selama berjam-jam sampai berhari-hari
• Edema kornea

RUST
RING
DD PP
• Bacterial Keratitis • Infectious corneal
• Emergency Care of Corneal infiltrates/ulcers generally
require scrapings for smears
Abrasion and cultures.
• Fungal Keratitis • To exclude intraocular or
• Intraocular Foreign Body intraorbital foreign body,
(IOFB) consider B-scan ultrasound,
orbital CT scan (1-mm axial
and coronal cuts), and/or
ultrasound biomicroscopy
(UBM)
Tatalaksana
• Tujuan tatalaksana termasuk menghilangkan rasa sakit,
menghindari infeksi, dan mencegah hilangnya fungsi
permanen.
• Topical antibiotic drops (eg, polymyxin B sulfate-trimethoprim
[Polytrim], ofloxacin [Ocuflox], tobramycin [Tobrex] qid) or
ointment (eg, bacitracin [AK-Tracin], ciprofloxacin [Ciloxan]
qid) should be prescribed until the epithelial defect heals to
prevent infection.
• Operasi
Pencegahan Edukasi
• Ingatkan pasien tentang
pentingnya memakai kacamata
• Kenakan kacamata pelindung dalam situasi
pengaman dalam situasi berisiko tinggi apa pun.
apa pun (misalnya olahraga,
konstruksi, bengkel, • Mata tidak boleh digosok saat
industri) yang memiliki bekerja dengan potongan kayu
atau logam.
risiko tinggi terhadap
partikel atau benda yang • Jika benda asing masuk ke
terbang ke mata. mata, mata tidak boleh digosok
dan jangan berusaha untuk
mengangkat benda asing
tersebut.
DISLOKASI LENSA (ECTOPIA LENTIS)
Ectopia Lentis
 Pergeseran lensa dari posisi normal akibat rupturnya zonula
zinii dikarenakan heriditer atau didapat.
 Dislokasi lensa dapat terjadi total (luksasi) ataupun sebagian
(subluksasi)

Vaughan DG, Taylor A, Paul RE. General Ophtalmology 17th edition. Picture : At a glance
Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Etiologi
• Didapat : Trauma, Pseudoexfoliation, Inflammation(chronic cyclitis,
syphilis),Hypermature cataract, Large eye( high myopia,
buphthalmos),Anterior uveal tumours.
• Familial ectopia lentis
• Ectopia lentis et pupilae
• Aniridia
• Marfan syndrome
• Well- Marchesani Syndrome
• Homocystinuria
• Other systemic condition (sulfite oxidase deficiency (ectopia lentis
is universal), and occasionally Stickler syndrome (retinal
detachment is the most common ocular manifestation), Ehlers–
Danlos syndrome and hyperlysinaemia.)
Dislokasi lensa herediter
• Biasanya bilateral dan mungkin merupakan anomali keluarga yang
terisolasi atau karena gangguan jaringan ikat(homocystinuria,
sindrom Marfan atau sindrom Weill-Marcehsani)
• Penglihatan kabur, terutama jika lensa terlepas dari garis
penglihatan.
• Jika dislokasi parsial, tepi lensa dan serat zonular yang menahannya
dapat terlihat pada pupil. Jika lensa benar-benar terkilir ke dalam
vitreous, lensa ini dapat dilihat dengan ophthalmoscope.
• Lensa yang dislokasi sebagian dipersulit pembentukan katarak.
Jika itu kasusnya, katarak mungkin harus dilepas, tetapi prosedur ini
harus ditunda selama mungkin karena ada risiko kerugian vitreus
yang signifikan, predisposisi pada pelepasan retina.
• Jika lensa bebas dalam vitreous, menyebabkan perkembangan
glaukoma tipe yang berespons buruk terhadap pengobatan. Jika
dislokasi parsial dan lensa jernih, prognosis visualnya bagus.

Vaughan DG, Taylor A, Paul RE. General Ophtalmology 17th edition.


Dislokasi Lensa Traumatik
• dapat terjadi setelah cedera memar seperti
pukulan ke mata dengan kepalan tangan.
• Jika dislokasi parsial, mungkin tidak ada gejala;
tetapi jika lensa mengambang di vitreous, pasien
memiliki penglihatan kabur dan biasanya mata
merah.
• Iridodonesis = iris bergetar ketika pasien
menggerakkan mata,merupakan tanda umum
dari dislokasi lensa dan karena kurangnya
dukungan lensa. Ini hadir dalam lensa yang
terkilir komplit atau parsial.

Vaughan DG, Taylor A, Paul RE. General Ophtalmology 17th edition.


Komplikasi
• Komplikasi kelainan refraksi jenis apa pun tergantung
pada posisi lensa, distorsi optik karena astigmatisme
dan / atau efek tepi lensa, glaukoma dan,uveitis yang
disebabkan oleh lensa.

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Tatalaksana
• Spectacle correction memperbaiki astigmatisme yang
disebabkan oleh lensa miring atau efek tepi pada mata
dengan subluksasi ringan. Aphakic correction dapat
memberikan hasil visual yang baik jika sebagian besar dari
sumbu visual aphakic dalam keadaan tidak berubah.
• Surgical removal lens diindikasikan untuk ametropia yang
tidak dapat ditatalisasi, ambliopia meridional, katarak,
glaukoma yang diinduksi oleh lensa atau uveitis, atau
sentuhan endotel.
LUKA BAKAR KORNEA
Luka Bakar Kornea (chemical)
• Cedera kimia pada mata menunjukkan keadaan darurat akut
yang akut dan memerlukan evaluasi dan manajemen segera.
• Cedera kimia paling seringpada pria muda. Setidaknya 90
persen dari cedera ini terjadi sebagai paparan yang tidak
disengaja. Mereka biasanya terjadi pada lingkungan industri.

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Etiologi
• Acid burn
• Alkali Burn
 Alkalis cenderung menembus lebih dalam daripada asam,
karena protein permukaan koagulasi yang terakhir,
membentuk penghalang pelindung; alkali yang paling sering
terlibat adalah amonia, natrium hidroksida dan kapur. Amonia
dan natrium hidroksida secara khas menghasilkan kerusakan
parah karena penetrasi yang cepat.

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Patofisiologi
1. Kerusakan oleh cedera kimia yang parah cenderung
berkembang seperti di bawah ini:
• Nekrosis pada epitel konjungtiva dan kornea dengan
gangguan dan oklusi vaskularisasi limbal. Hilangnya sel
induk limbal dapat menyebabkan konjungtiva dan
vaskularisasi permukaan kornea, atau defek epitel kornea
yang persisten dengan ulserasi kornea steril dan perforasi.
• Penetrasi yang lebih dalam menyebabkan kerusakan dan
pengendapan glikosaminoglikan dan kekeruhan kornea
stroma.
• Penetrasi ruang anterior menghasilkan iris dan kerusakan
lensa.

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Patofisiologi
• Kerusakan epitel ciliary merusak sekresi askorbat, yang
diperlukan untuk produksi kolagen dan perbaikan kornea.
• Hipotonik dan phthisis bulbi dapat terjadi pada kasus yang
parah.
2. Penyembuhan
• Epitel menyembuhkan dengan migrasi sel-sel epitel yang
berasal dari sel-sel induk limbal.
• Kolagen stroma yang rusak fagositosis oleh keratosit dan
kolagen baru disintesis.

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Grades
 Grading dilakukan atas dasar kejelasan kornea dan keparahan
iskemia limbal (sistem Roper-Hall); yang terakhir dinilai dengan
mengamati patensi pembuluh yang dalam dan superfisial di limbus.
• Grade 1 (Gambar 21.31A) ditandai oleh kornea yang jelas (hanya
kerusakan epitel) dan tidak ada iskemik limbal (prognosis yang
sangat baik).
• Grade 2 (Gambar 21.31B) menunjukkan kornea yang kabur tetapi
dengan detail iris yang terlihat dan kurang dari sepertiga limbus
menjadi iskemik (prognosis yang baik).
• Grade 3 (Gambar 21.31C) memanifestasikan hilangnya total epitel
kornea, kabut stroma menutupi detail iris dan antara sepertiga dan
setengah limbal iskemia (prognosis yang dijaga).
• Grade 4 (Gambar 21.31D) bermanifestasi dengan kornea opaque
dan lebih dari 50% limbus menunjukkan iskemia (prognosis buruk).

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Tatalaksana
Emergency Treatment
1. Copious Irrigation sangat penting untuk meminimalkan durasi
kontak dengan bahan kimia dan menormalkan pH di kantung
konjungtiva sesegera mungkin, dan kecepatan dan kemanjuran
irigasi adalah faktor prognostik yang paling penting setelah cedera
kimia.
2. Double-eversi dari kelopak mata atas harus dilakukan sehingga
setiap partikel partikulat yang terperangkap di forniks
diidentifikasi dan dihilangkan.
3. Debridemen area nekrotik epitel kornea harus dilakukan pada
lampu celah untuk mempromosikan re-epitelisasi dan
menghilangkan residu kimia yang terkait.
4. Admisi ke rumah sakit biasanya akan diperlukan untuk cedera
parah (kelas 4 ± 3 - lihat di bawah).

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Tatalaksana
 Medical treatment
• Cedera yang paling ringan (grade1 dan 2) diobati
dengan salep antibiotik topikal (satu minggu), dengan
steroid topikal dan sikloplegik jika diperlukan.
• Tujuan utama pengobatan untuk mengurangi
peradangan, mempromosikan regenerasi epitel dan
mencegah ulserasi kornea. Untuk cedera sedang
sampai berat, tetes bebas pengawet harus digunakan.
• For moderate to severe injuries, preservative-free
drops should be used.

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Tatalaksana
 Bedah
• Operasi dini revaskularisasi limbus, mengembalikan
populasi sel limbal dan membangun kembali forniks.
Satu atau lebih dari prosedur berikut dapat digunakan:
– Advancement kapsul Tenon dengan penjahitan ke limbus
ditujukan untuk membangun kembali vaskularisasi limbal
untuk membantu mencegah perkembangan ulkus kornea.
– Limbal stemcell transplant dari mata lain pasien (autograft)
atau dari donor (allograft) ditujukan untuk memulihkan
epitel kornea normal.
– Amniotic membrane grafting untuk mempromosikan
epitelisasi dan penekanan fibrosis.

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Tatalakasana
• Operasi yang telat mungkin mengakibatkan :
– Pembagian konjungtiva bands (Gambar 21.32A) dan
symblephara (Gambar 21.32B).
– Pencangkokan selaput lendir konjungtiva atau lainnya.
– Koreksi kelainan kelopak mata seperti entropion
cicatricial (Gambar 21.32C).
– Keratoplasty untuk jaringan parut kornea (Gambar
21.32D) harus ditunda selama setidaknya 6 bulan dan
sebaiknya lebih lama untuk memungkinkan resolusi
peradangan maksimal.
– Keratoprosthesis (Gbr. 21.32E) mungkin diperlukan
pada mata yang sangat rusak berat

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Hifema
• Keadaan dimana terdapat darah didalam bilik mata
depan (COA) dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan
siliaris

• Tanda dan gejala :


– Nyeri disertai dengan epifora dan blefarospasme
– Penglihatan pasien sangat menurun
– Kadang dapat dijumpai iridoplegia dan iridodialisis
• Komplikasi :
– Hifema sekunder
– Glaukoma sekunder
– Siderosis bulbi → kebutaan

• Pengobatan :
– Pasien tidur dengan kasur ditinggikan 30 derajat
– Diberikan koagulasi dan mata ditutup
– Biasanya hifema dapat hilang sempurna
– Asetazolamida diberikan bila terdapat penyulit glaukoma
– Parasentesis dilakukan bila hifema disertai tanda” imbibisi
kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam
atau bila setelah 5 hari tidak berkurang hifemanya
Perdarahan Subkonjungtiva
• Penyebab:
– Surgery
– Conjunctivitis
– trauma
– Idiopatik: t.u pd org tua
– Coughing, sneezing and vomiting
• Faktor risiko:
– Hipertensi
– Penggunaan contact lens
• Tanda dan gejala: Brad Bowling. Kanski’s Clinical Ophtalmology: A systematic approach. 8th ed. Elsevier;2016

– Biasa asimtomatik
– Red brightred appearance
– Terkadang bisa terasa ada nyeri tajam, snapping atau popping sensation
• Tatalaksana:
– Darah akan terabsorpsi dg sendirinya dlm 2-3 minggu

Brad Bowling. Kanski’s Clinical Ophtalmology: A systematic approach. 8th ed. Elsevier;2016
Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 18th ed. McGraw Hill; 2011.
Laserasi Kelopak Mata
• Laserasi kelopak mata merupakan • Laserasi superfisial yg tidak mengenai
trauma mata yg sering ditemukan eyelid margin & regio canthus medial
• Etiologi: kecelakaan kendaraan, ditangani sebagaimana laserasi kulit
perkelahian, terkena benda tajam/ ditempat lain
tumpul, jatuh, gigitan hewan & • Laserasi full thickness yg mengenai
ledakan eyelid margin memerlukan rujukan
• Pemeriksaan harus memperhatikan untuk memastikan realignment tarsal
lokasi tepatnya, kedalaman & plate, mucocutaneus junction & lash
keparahan laserasi, apakah ada line benar
benda asing yg tertinggal & • Laserasi yg mengenai regio canthus
mendeteksi trauma mata & orbita yg medial memerlukan explorasi
relevan, termasuk juga apparatus microsurgery untuk memperbaiki
lakrimalis kanalikulus lakrimalis yg laserasi
• Jika terdapat laserasi kelopak mata (biasanya dengan memasukkan
full thickness, pikirkan kemungkinan lacrimal stent)
open globe injury • realignment of t dan rekonstruksi
• Semua laserasi harus di debridement tendon canthus medial untuk
• Antibiotik sistemik untuk profilaksis mencegah kemungkinan epiphora &
perlu dipikirkan untuk diberikan pada membatsi abnormalitas kosmetik
pasien dgn gigitan hewan & luka
kotor, terutama jika pasien tidak
segera datang setelah terjadi laserasi

Paul Riordan-Eve, John PW. Vaughan and Asbury General


Opthalmology. 17th ed. USA: McGraw-Hill, 2008
• Laserasi Superficial: laserasi diperbaiki dalam 24 jam, laserasi
parallel pada eyelid margin tanpa dihubungkan dgn silicone tube
gaping bisa dijahit dengan benang (Crawford tube) yg dimasukkan ke
6-0 black silk atau nylon; jahitan apparatus lakrimalis & diikat di
dibuka setelah 5-6 hari hidung, lalu laserasi dijahit.
• Laserasi Lid margin: laserasi gape Alternatif: repair satu kanalikulus
tanpa penutupan luka & untuk bisa menggunakan
mencegah notching harus dijahit monocanalicular stent (Mini
dengan susunan optimal. Monoka). Tube dibiarkan in situ
• Laserasi dengan mild tissue loss: selama 3-6 bulan
hanya cukup untuk mencegah • Tetanus status: ItSangat penting
direct primary closure & bisa memastikan status vaksinasi
ditangani dgn melakukan lateral tetanus pasien baik setelah
cantholysis untuk meningkatkan laserasi apapun. Tanpa imunisasi
mobilitas lateral sebelumnya, diberikan Tetanus Ig
• Laserasi dengan extensive tissue 250. Jika sebelumnya imunisasi
loss: bisa memerlukan prosedur tapi tidak di booster dalam 10
rekonstruktif mayor mirip dgn tahun terakhir, diberikan tetanus
prosedur setelah reseksi kanker toxoid IM/subkutan
• Laserasi Canalicular: harus

Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology a systematic approach. 8th ed.


Philadelphia: Elsevier Limited. 2016
Bowling B. Kanski’s clinical
ophthalmology a systematic
approach. 8th ed.
Philadelphia: Elsevier
Limited. 2016
Erosi Kornea
• Erosi epitel kornea  perlekatan yang lemah dan abnormal
antara sel basal dengan membran dasarnya.
• Faktor presipitasi  trauma, operasi kornea dan distrofi
kornea
• Gejala  Nyeri, fotofobia, merah, plefarospasme, mata berair
• Tanda  defek epitel, area pooling fluorosens dan tear film
breakup

Kanski JJ, Bowling B. Clincal ophtalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
Kanski JJ, Bowling B. Clincal ophtalmology: A systematic approach. 7th ed.
UK: Elsevier Saunders, 2011.
• Tatalaksana
– Akut
• Antibiotik salep 4 kali sehari dan siklopentolat 1% 2 kali
sehari
• Pressure patching dan bandage contact lens sebaiknya
tidak perlu  tidak meningkatkan kesembuhan
• Debridement area dengan spons selulosa steril atau
aplikator kapas
• Diklofenak topikal 0,1%  mengurangi nyeri
• Sodium klorida hipertonik 5%  membantu adesi
epitel

Kanski JJ, Bowling B. Clincal ophtalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
• Tatalaksana
– Rekuren
• Lubrikan gel topikal atau salep salin hipertonik
• Debridement dengan laser
• Long-term extended-wear bandage contact lenses.

Kanski JJ, Bowling B. Clincal ophtalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
Edema Kornea
• Kondisi paling umum postoperasi, namun bersifat ringan dan
transien
• Mata dengan kelainan endotel dan hitung sel rendah 
peningkatan risiko
• Etiologi  komplikasi bedah yang berkepanjangan,
pseudoeksfoliasi, trauma endotel intraoperatif, dan
postoperasi TIO
• Penggunaan viskoelastik dan scleral tunnel incision  dapat
melindungi endotel korneal

Kanski JJ, Bowling B. Clincal ophtalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
Noise Induced Hearing Loss
• Menurunnya kemampuan mendengar akibat pajanan bising
• Jika sifatnya sementara disebut temporary threshold shift
(TTS) dan permanen disebut permanent threshold shift (PTS)
bisa terjadi akibat tts yang berulang maupun single episode
dari pajanan bising
• Trauma akustik merupakan istilah yang hanya digunakan
apabila jika dalam 1x pajanan terhadap bunyi dengan
intensitas tertentu langsung menyebabkan hilang
pendengaran segera
• Sering pada pria usia dewasa muda

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Patofisiologi
Dapat disebabkan oleh kelainan metabolik, struktur koklea, serta apoptosis
dan nekrosis.
Namun NIHL biasanya multifaktorial.
• Kelainan metabolik :
– Overstimulasi akustik  pengeluaran neurotransmitter (glutamat) berlebihan
di koklea
• Kelainan Struktural :
– Depolimerisasi dari filamen aktin stereosilia  TTS
– Perubahan pada struktur serat aferen, sel penyokong, penebalan stria
vaskularis
• Apoptosis dan nekrosis :
– Paparan bising  kematian sel rambut luar

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Faktor Predisposisi
– Merokok
– DM dan penyakit kardiovaskuler
– Usia lanjut

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


• Tanda dan gejala
– Pada tahap awal biasanya suara terdengar tetapi tidak jelas
kemudian lama-kelamaan sulit mendengar suara semakin
lama semakin parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Diagnosis
– Riwayat tanpa alat pengaman dan terpapar suara bising
terus menerus dan tidak ada riwayat penyakit telinga serta
dengan pemeriksaan audiogram hasilnya baik pada bunyi
dengan frekuensi ringan dan sedang tetapi hilang
pendengaran yang nyata pada frekuensi tinggi (notching at
4–6kHz).

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Pemeriksaan Penunjang
– Audiogram nada murni untuk menilai ada tuli/ tidak
• Normal hearing (0-25 dB): At this level, hearing is within normal limits.
• Mild hearing loss (26-40 dB): difficulty suppressing background noise, and
increased listening efforts. Patients with this degree of loss may not hear soft
speech
• Moderate hearing loss (41-55 dB): Patients with this degree of loss have trouble
hearing some conversational speech.
• Moderate-severe hearing loss (56-70 dB): Patients with this degree of loss do not
hear most conversational-level speech.
• Severe hearing loss (71-90 dB): Severe hearing loss may affect voice quality.
• Profound hearing loss (>90 dB): With profound hearing loss (deafness), speech
and language deteriorate.
– Tympanometry untuk menilai fungsi telinga tengah
– MRI jika hearing loss asimetris untuk menyingkirkan diagnosa vestibular
schwannoma

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


https://emedicine.medscape.com/article/1822962-overview
Pencegahan
– Menghindari sumber suara bising
– Menurunkan bising pada sumber suara
– menggunakan ear protection (earplugs or earmuffs)
– Reguler hearing test pada orang yang beresiko (pekerja
teknik mesin)

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Tatalaksana
– Pada hearing loss high tone yang ringan binaural hearing aid cukup
membantu
– Pada kasus severe hearing loss hanya dapat dilakukan edukasi agar
pasien dapat menerima kondisinya dan penggunaan alat-alat
khusus seperti infrared headphones, volume controllable
telephones, louder doorbells, alternative alerting system such as a
flashing light or vibrating pager system serta dilakukan Lip-reading
classes can be extremely valuable.

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Otitic Barotrauma
• Definisi: trauma pada telinga yg disebabkan
oleh perubahan tekanan
• Ambient pressure:
– Tekanan luar terdistribusi pada seluruh struktur
objek, kecuali jk objek tsb memiliki rongga udara
– Co/: seorang diver memiliki tekanan yg sama pada
seluruh tubuh kec. Telinga tengah krn ada udara di
dalamnya

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Scott-Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. 7th ed.
Saat terjadi perubahan tekanan
• Tek luar > tek telinga tengah
• Jk tuba eustachius tdk mampu melakukan equalizing scr adekuat
atau tdp disfs. tuba → perbedaan tekanan pd telinga tengah
• Equalizing dapat dilakukan dg valsava maneuver, mengunyah atau
menguap → kontraksi m. Tensor veli palatini
• Jk tek maneuver sangat tinggi dan tdk efektif → peningkatan tek
intrakranial → peningkatan tek perilimfatik telinga dalam → ruptur
oval window atau round window
• Perforasi memb tympani akan menyebabkan keluhan berkurang
tetapi menyebabkan sedikit ggn pendengaran dan keseimbangan
(tdk selalu)
• Perforasi oval/round window menyebabkan ggn pendengaran
sensorineural dan ggn vestibular yg segera tjd

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Ballenger’s OTORHINOLARYNGOLOGY HEAD AND NECK SURGERY. 17th ed.
Saat tekanan luar tinggi (descent
compression)
• Tek telinga luar dan dalam > tek telinga tengah → tek
telinga tengah lebih negatif → jk tuba tdk bisa kompensasi
→ retraksi memb tympani dan foramen ovale/rotundum ke
arah telinga tengah
→ menimbulkan rasa discomfort dan nyeri
→ menekan ossicular chain ke oval window
• Jk descent lebih dalam (90mmHg) → m tensor veli palatini
insufisien → Eustachian locking → tdk bisa equalizing
• Tekanan negatif pd telinga tengah dapat menyebabkan:
• Edema
• Transudasi
• Pecahnya microvascular
• Jk tekanan luar meningkat lebih cepat drpd pengisian telinga tengah
o/ transudat → ruptur memb tympani → air masuk ke telinga →
caloric vertigo
Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.
Ballenger’s OTORHINOLARYNGOLOGY HEAD AND NECK SURGERY. 17th ed.
Scott-Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. 7th ed.
Saat tekanan luar rendah (ascent
compression)
• Tek telinga luar dan dalam < tek telinga tengah
→ tek telinga tengah lebih positif → jk tuba
tdk bisa kompensasi → retraksi memb
tympani dan foramen ovale/rotundum
menjauhi telinga tengah

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Barotrauma telinga luar
• Barotrauma telinga luar dapat tjd jk ada sumbatan pd telinga luar
(serumen, earplug, benda asing) → tdp air space di telinga luar
• Biasa tjd pada diver yg menggunakan tight fitting diving hood
• Saat descent, jk tuba eustachius berfungsi dg baik → tek luar = tek
telinga tengah → air space pada telinga memiliki tek negatif
→ Memb tympani retraksi ke arah telinga luar
→ Perdarahan telinga luar
→ Nyeri yang memberat saat descent semakin ke dalam
• Immediate remedial action: ascent
• Pencegahan:
– Membersihkan telinga sblm diving
– Jgn menggunakan occlusive ear plug saat diving >1,5m atau saat
terbang

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Derajat Barotrauma

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Pencegahan
• Pseudoephedrine 120 mg administered 30
minutes prior to descent or ascent
• Jgn diving saat ada disfungsi tuba eustachius akut
• Jika mengalami sakit saat diving (tanda equalizing
insufisien) → berhenti descent atau ascent bbrp
meter u/ memberi waktu bagi tuba utk
melakukan equalizing
• Jgn menggunakan occlusiv ear plug
• Miringotomi pd orang yg akan melakukan
penerbangan

Scott-Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed.


Ballenger’s OTORHINOLARYNGOLOGY HEAD AND NECK SURGERY. 17th ed.
Ossicular chain trauma
• Trauma telinga dapat mengakibatkan fraktur tulang temporal dan
kerusakan pada koklea dan nervus fasialis. Trauma lebih ringan
menyebabkan kerusakan apda tulang pendengaran
• Paling sering: dislokasi incus
• Pada bbrp kasus terdapat gg dari sendi incudostapedial dengan
perpindahan minimal incus, dengan trauma yang lebih berat
kemungkinan ada pemisahan pada incus dari maleus dan stapes
• Trauma pada stapes  arch fracture / dislokasi sluruh stapes

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Tipe trauma
• Dapat berasal dari trauma kepala, trauma
langusng termasuk operasi atau petir.

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Audiometric findings
• Dislokasi incus berhubungan dengan gg
pendengaran konduktif
• Sering berhubungan dengan tuli frekuensi
tinggi sensori neural yang dikarenakan trauma
pada koklea saat cedera tjd
• Timpanometri : grafik tipe A dengan puncak
yang tinggi, tetapi hal ini bisa juga terjadi pada
telinga normal

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Surgical management
• Dislokasi incus
– Conventional ossiculoplasty techniques
– Reposisi incus: paling baik dengan posterior attic approach dikombinasi
dengan tympanotomy
• Sendi incudomalleolar
– Mudah dibentuk kembali karena permukaan artikular bersifat
komplementer
• Sendi incudostapedial
– Lebih sulit karena area yang berkontak lebih kecil
– Perekat jaringan n-butil cyanoacrylate
• Reposisi telinga tengah
– Atticotomy dengan posterior attic approach
• Fraktur stapes
– Menggunakan strut atau piston diantara incus dan stapes
– Stapes luxation: diobati dengan stapedctomy
• Fraktur malleus
– Dapat ditangani dengan cangkok tulang kecil
George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Temporal bone trauma
• Disebabkan benturan pada permukaan tumpul
atau misil penetrasi pada tulang temporal

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Klasifikasi
• Fraktur tulang temporal
– Dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, lokasi,
klinis
– Longitudinal atau transversal : mengacu pada axis
panjang dari tulang temporal petrosa.

– Fraktur dapat berhubungan dengan fraktur tulang


parietal dan oksipital yang berdekatann

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Epidemiologi
• Cedera kepala: meningkatkan prevalensi
• Laki-laki berusia 20-30 tahun
• Kecelakaan lalu lintas 40-50% fraktur tulang
temporal
• Pada fraktur tulang temporal, sering ditemukan
peningkatan kadar alkohol dan obat terlarang
• Anak-anak: paling sering dikarenakan jauh dari
tempat tinggi, kecelakaan lalu lintas
• Pistol : 16-47 % fraktur tulang temporal

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Clinical features
• Hearing loss: konduktif atau
sensorineural
• Otorrhoea
• Battle sign: bruising over the
mastoid process
• Lower motor facial nerve palsy
• Edema, hematoma,
pendarahan, dizziness,
kebocoran CSF
• Otoskopi: darah segar pada
meatus auditorius externus,
perforasi membran timpani,
haemotympanum, deformitas
pada dinding tulang
pendengaran meatus auditorius
externus

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. Volume 3.
7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Figure 6 Decision algorithm for obtaining
high-resolution
computed tomography (HRCT) in patients
with temporal
bone (TB) fractures

Ballenger JJ, Snow JB. Otorhinolaryngology, head and neck surgery. 17th Ediiton. Canada:
Pemeriksaan penunjang
• Radiologi • Vestibular assessment
– CT scan : gold standard  liat ada atau – Pemeriksaan nistagmus : bukti
tidaknya fraktur tulang temporal keterlibatan vestibular, kegagaln
– MRI: identifikasi kasus kontusio tulang vestibular unilateral nistagmus
temporal yang tidak teridentifikasi oleh horizontal dengan cepat menjauh
CT scan, memberikan bukti cedera saraf telinga yang terkena
wajah dan heamtoma dalam koklea – Tes romberg dan unterberger: menilai
– Angiografi : kadang diperlukan gaya jalan
• Hearing assessment – Electronystagmography denga
assessment uji kalori: dilakukan ketika
– Crude testing: penilaian GCS menguji pasien sudah pulih dari cedera akut
respons terhadap perintah verbal
situasi akut seringkali sulit menentukan • Fungsi nervus facialis
tingkat gg pendengaran – Observasi pergerakan fasial aktif dan
– Audiometri nada-murni pasif
– Timpanometri : membantu – Electroneugraphy
menentukan apakah cairan telinga • Kebocoran CSF
tengah bertanggung jawab u/ gg – Analisis transferin beta-2: sensivitas dan
konduktif spesifitas 100 %, klu ada kecurigaan CSF
– Audiometri respons listrik: ps tidak otorrhoea atau rhinorrhoea
sadar untuk menilai ambang batas

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
MANAGEMENT
• Antibiotik profilaksis • Haemotympanum
– Penggunaan antibiotik untuk profilaksis – Tanda: blue drum tuli konduktif pd
meningitis tidak didukung 41% ps
• Laserasi meatus auditorius externus – Resolusi spontan dari gg pendengaran
– Dapat muncul haematorrhoea, stenosis, terjadi 3-6 minggu pada 73% ps
pendarahan (laserasi bulbus jugularis • Ossicular disruption with an intact
atau arteri karotis dengan darah yang tympanic membrane
keluar melalui m timpani) – Pd ps yg tuli konduktif bertahan lebih
• Perforasi membran timpani dari 6 minggu
– Tatalaksana konservatif dengan – Pemeriksaan audiometrik: air-bone gap
menghindari air atau kontaminan – Paling sering ada dislokasi incus
lainnya. (80%) tympanoplasty
– Perforasi sekunder dapat • Labyrinth injury/fracture
disembuhkan spontan dalam 10 minggu
– Gejala: ketidakseimbangan dan
– Bedah perforasi bertahan selama 3 kehilangan pendengaran, vertigo (BPPV)
bulan atau lebih setelah cedera
– Komplikasi: tuli sensorineural
cochlear implant (bilateral)
– Bed rest dan vestibular sedative: efektif
untuk vertifo dan resolusi untuk gg
pendengaran

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Komplikasi
• Facial nerve paralysis, CSF leak, hearing loss, vertigo
komlikasi yang memerlukan operasi
• Delayed comlications: Meningitis, abscess,
pseudomeningocele, and posttraumatic cholesteatoma.
• Luka tembakan menunjukan kejadian komplikasi yang lebih
tinggi dan insidens lebih tinggi terjadinya kerusakan
intrakanial dan kematian.

Ballenger JJ, Snow JB. Otorhinolaryngology, head and neck surgery. 17th Ediiton. Canada:
Whiplash injuries
• Cedera fleksi atau ekstensi dari tulang servikal yang di induksi
oleh benturan tabrakan mobil bagian belakang atau samping
yang menghasilkan spektrum tanda dan gejala muskuloskletal
dan neurologis

• Gejala: trauma jaringan lunak leher, kerusakan tulang belakag,


vaskular atau trauma langsung ke sumsum tualng belakang/
batang otak atau nukleus vestibular dan labirin

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Klasifiksi

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Clinical features
• Pd ps dengan riwayat trauma kepala atau leher sakit
pada leher dalam 7 hari setelah cedera
• Gejala kurang umum: parestesia, pusing, gg
pendengaran, tinnitus dan konsentrasi yang buruk
• Pemeriksaan: penurunan range gerakan leher yang
berkaitan dengan cedera atau nyeri otot. Temuan
neurologis: hypoaesthesia dan gg pendengaran.
• P lanjutan: imaging tulang belakang leher  exclude
fraktur dan dislokasi tulang belakang leher

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
Tatalaksana
• Beristirahat dengan pentediaan kerah servikal
• Ps vertigo gerakan kepala dan tubuh harus
dilengkapi dengan relaksasi, kontrol napas dan
melatih aktivitas. Selain itu, pengukuran
objektif fungsi keseimbangan perbaikan ps
dengan gg whiplash yang menjalani
rehabilitasi vestibular

George G. Browning, Burton J. Martin, Clarke Ray, Hibbert John, Jones S. Scott Brown’s Otorhinolaryngology,
Head and Neck Surgery. Volume 3. 7th Edition. London: Edward Arnold Ltd; 2008.
EAR TRAUMA:
OTITIC DECOMPRESSION ILLNESS
CALORIC VERTIGO
• Bila air tidak kontak secara simultan dan simetris pada
kedua membran timpani  akibat adanya wax,
eksostose, otitis eksterna, tight diving hoods, leaking
earplugs ataupun benda asing pada meatus akustikus
eksternus.
• Biasanya berlangsung sebentar dan tidak berat.
• Bila barotrauma telinga tengah menyebabkan rupture
membran timpani  Caloric vertigo akut berat
• Vertigo dalam air  Grave danger  muntah dalam laut
• Riwayat disfungsi tuba eustachius
• Pemeriksaan: perforasi atau sumbatan oleh ear wax
• Tatalaksana: sama dengan barotrauma telinga tengah
BAROTRAUMA TELINGA DALAM
(KOMPRESI)
Secara histopatologis terdapat 3 bentuk patologi
telinga dalam:
• Perdarahan telinga dalam
• Robeknya membran labyrinthine
• Fistula perilymphatic
Perdarahan Telinga Dalam
• Gejala vestibular transien atau minimal & tuli sensorineural
ringan-moderat
Robeknya Labyrinthine
• Gejala serupa, namun tuli permanen (umumnya pada 1-2kHz)
• Dapat pula gejala menyerupain serangan Meniere’s disease akut
 vertigo, tinnitus, low frequency hearing loss.
Fistula Perilymphatic
• Konsekuensi dari trauma kepala, pembedahan, anomaly
kongenital, kolesteatoma dan neoplasia.
• Gejala: disequilibrium transien dan dizziness
• 0,5 % penyelam mengalami fistula perilymphatic ini
• Riwayat: kesulitan equalizing tekanan telinga tengah saat
descent (diving/flying), vertigo mendadak, tuli sensorineural,
tinnitus
• Pemeriksaan penunjang: high definition MRI
dan CT Scan  intralabyrinthine air
• Tatalaksana: hearing & balance preservation,
operasi segera  salvaging the hearing
• Operasi  memperbaiki gejala vestibular
namun tidak untuk pendengaran
High-Pressure Nervous Syndrome
= saat penyelam terekspos tekanan yang sangat tinggi
• Gejala: tiredness, general dizziness and tremors (both postural and
intentional, of the hands and even of the whole body) which may
progress, with increasing pressure, to ataxia and myoclonus.
• Dapat ditemukan pula erupsi kulit  adanya gas bubbles pada
lapisan kulit dalam  krn counterdiffusion gas inert yang berbeda
dengan perbedaan solubilitas yang menyebabkan terbentuknya
bubble
• Counterdiffusion terjadi antara kompartemen cairan telinga dalam
• Kerusakan permanen vestibular dapat terjadi tanpa adanya hearing
loss
• Pencegahan: slow descents & mencegah perubahan gas inert pada
kedalaman yang memungkinkan terjadinya perubahan
DECOMPRESSION (ASCENT) INJURIES
Alternobaric Vertigo
= kondisi dimana adanya stimulasi overpressure asimetris
pada telinga tengah; umum pada penyelam & aircrew;
terjadi saat ascent atau 2 menit saat di permukaan
• Biasanya terjadi pada yang memiliki masalah
equalization unilateral
• Ascent  gagal; equalization akibat adanya kongesti dan
edema, disfungsi tuba  lebih tingginya tekanan pada
telinga tengah satunya
• Biasanya tidak berat & sebentar  maksimum 10 menit
• Keluhan: tumbling sensation, tilting of their surroundings
• Tidak ada sekuel permanen
DECOMPRESSION (ASCENT) INJURIES
Barotraumatic Facial Palsy
= lumpuhnya n.fasialis yang terjadi saat adanya
tekanan tinggi di telinga tengah selama ascent 
pressure-induced neuropraxia
• Bedakan dengan facial palsy yang dikarenakan
penyebab lain
• Onset cepat & resolve dalam beberapa menit
• PF: pemeriksaan neurologis umum & neuro-otologi
 tidak terdapat tanda & gejala neurologis lain
Tatalaksana:
• Pada palsy yang persisten & membran bulging &
nyeri  myringotomy
• Steroid oral
HYPERBARIC MEDICINE
Patofisiologi
• Henry’s law  Meningkatnya tekanan ambien (kompresi)
semakin meningkatnya jumlah gas terlarut di darah dan
jaringan
• Dekompresi  tekanan ambien menurun  fase gas
terbentuk di jaringan kecuali yang dimetabolisme atau
dihilangkan dengan cepat
• Transfer nitrogen dari jaringan ke darah berlangsung lambat
(rendahnya koefisien partisi)
• Exercise saat kompresi meningkatkan jumlah nitrogen
terlarut
• Pembentukan bubbles vaskuler pada dekompresi
menyebabkan oklusi PD dan kerusakan langsung endotel.
Hyperbaric Treatment
• Meningkatkan jumlah
gas pada larutan dengan
rapid compression
• Sangat efektif pada
kasus penyakit
dekonpresi dan
embolisme gas
• Peran adjuvant pada
gangrene, crush
syndrome dan
osteomyelitis
Efek Patologis Gas Bubbles pada Telinga Dalam
• Kerusakan vestibular
• Iritasi kanalis semisirkularis endostea dengan
diferensiasi osteoblastic dan fibroblastic 
fibrous-osseus labyrinthitis
• Eksperimen pada pemeriksaan post-mortem
manusia yang terbunuh akibat diving accident 
obstruksi vaskular, perdarahan dan eksudat pada
ruang cairan telinga dalam & bubbles pada tulang
endostial pada kanalis semisirkularis.
Barotrauma Telinga Tengah & Dalam
Sekunder akibat Terapi Hyperbaric
Oxygen
• Barotrauma merupakan komplikasi dari terapi
hyperbaric oxygen
• Ketidakmampuan untuk autoinflate secara volunteer
pada telinga tengah  peningkatan resiko potensial
untuk barotrauma telinga tengah.
• Risiko meningkat pada:
– Meningkatnya frekuensi terapi
– Pasien tidak sadar
– Osteoradionekrosis pada os temporal
– Ketidakmampuan equalize tekanan telinga tengah
secara volunteer
• Tatalaksana: grommet insertion saat terapi
Inner Ear Decompression Illness
Klasifikasi
• Tipe I  gejala terutama nyeri otot disertai gejala pada
kulit dan gejala sistemik seperti malaise, anorexia, dan
mudah lelah
• Tipe II  melibatkan system kardiorespirasi atau saraf
Etiologi: Penurunan tekanan udara yang mendadak
Patofisiologi:
– Penurunan tekanan udara yang terinspirasi atau udara
lingkungan  pembentukan gelembung nitrogen 
menyebabkan munculnya gejala
– Organ terserng terkena adalah kulit, sendi dan tulang
belakang
– Gelembung dapat berpindah dan menyebabkan gejala lain
Diagnosis
• Gejala:
– Pusing
– Vertigo
• Gejala muncul dengan
onset cepat (terutama
beberapa menit)
• Riwayat Menyelam
• Gejala dari decompression
illness lain:
– Jarang ditemukan gejala
tunggal pada telinga
Diagnosis
• Pemeriksaan Fisik
– Otoskopi
– Test fistula
– Pemeriksaan neurologis lengkap
• Nystagmus pada kacamata frenzel
– Echocardiografi  eksklusi patent foramen ovale
Tatalaksana
• Terapi rekompresi
– Terapi hiperbarik oksigen dalam 6 jam pertama
• Miringotomi  pada pasien barotrauma
telinga tengah, gangguan penyesuaian
tekanan pada telinga, kemungkinan fistula
perlimf
• Resustisasi cairan
Cerebral Air Gas Embolism (CAGE)
• Kondisi paling serius dari penyelam scuba dan aviator.
• Dapat terjadi pada kedalaman berapapun, bahkan bisa juga
terjadi di kolam renang. Biasanya terjadi pada penyelam tak
berpengalaman yang menuju ke permukaan saat emergensi.
• Terkait dengan: menahan napas akibat tidak berpengalaman dan
panik, regulator sharing (buddy breathing), laryngospasm dan
local air trapping (lung bullae, mucus plugs dan bronkospasm)
• Ascent 1 meter tanpa ekshalasi  microalveolar tears
• Gejala: tergantung jumlah gas & organ target, terjadi sangat
mendadak, saat ascent atau terlalu cepat ke permukaan  nyeri
dada, dyspnea berat, krepitus subkutan, disfagia, disfonia,
seizures, konfusio, hemiplegia, defek lapang pandang dan
kebutaan, sputum darah berbusa
• Tatalaksana emergensi: memposisikan pasien dengan posisi
Trendelenberg (head down) dilanjutkan dengan rekompresi

Anda mungkin juga menyukai