Anda di halaman 1dari 12

I FITRAH MANUSIA BERTUHAN

Spiritualitas sebagai Landasan


A
Kebertuhanan

Etimologi: Kata “spiritual” dari “spirit”,


yaitu ruh – ruhani
 Hal berhubungan dengan kejiwaan batin – batini
 Hal bersifat kejiwaan

Terminologi:
Kekuatan jiwa yang menjadi dasar dorongan bagi seluruh
laku manusia.
 Ruhani merupakan fitrah bagi manusia
 Ruhani menjadi suatu kesadaran yang menghubungkan
manusia dengan Allah
Atas dasar itulah maka dapat dikatakan manusia
memiliki fitrah sebagai makhluk bertuhan
Cermati gambar
ini:
Manusia Memerlukan
B
Spiritualitas

 Pengalaman spiritual (bertuhan) adalah pengalaman yang unik dan


autentik bagi manusia.

 Pengalaman bertuhan merupakan bagian yang sangat erat dalam diri


manusia dan mempengaruhi kepribadian setiap orang.

Eksistensi manusia
Manusia memiliki aspek:
Fisik/materi
Jiwa Raga &
Non fisik/immateri
• Era modern (kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan industri)
melahirkan kecenderungan sikap hidup materialistis, konsumtif,
hedonis, mekanis dan individualistis.
• Peradaban modern yang dibangun oleh premis positivisme dan
empirisme membawa konsekuensi pada penolakan terhadap
realitas yang berada di luar jangkauan indera dan rasio. Realitas
metafisik dianggap sebagai realitas semu.
• Pada gilirannya berakibat tergerusnya aspek spiritualitas manusia

 Fenomena hilangnya spiritualitas merupakan kondisi ketercerabutan


manusia dari akar fitrahnya, sehingga manusia hidup di luar
eksistensinya.
 Manusia harus memperhatikan aspek spiritualitas karena
manusia memerlukan spiritualitas untuk mencapai tujuan hidup.

Ketenteraman Jiwa Jiwa


BAHAG
Sejahtera
(damai) Raga Raga IA
C Sumber-sumber Kesadaran Bertuhan

Perspektif Psikologis:

Manusia secara nature dapat merasakan keberadaan Allah, dilihat dari


dua pengalaman:
• Pengalaman ketidakberdayaan; adalah pengalaman hidup yang
membuat seseorang merasakan bahwa dirinya memiliki kekurangan
dalam segala hal. Pengalaman seperti ini menyadarkan manusia
bahwa ada yang Maha Kuasa di balik fenomena alam. Ini disebut
pengalaman eksistensial.
• Pengalaman batin; yaitu ketika seseorang berada dalam kondisi
fokus sehingga seolah-olah ia menyatu dengan fenomena yang
dialaminya. Hal ini bukan pengalaman rasional melainkan intuisi. Ini
disebut pengalaman mistik.
Perspektif Sosiologis:
Manusia dalam konteks kolektif senantiasa bergumul
dengan ketidakpastian akan hari esok, juga
ketidakmampuannya mencapai keinginan yang
diharapkan. Meskipun mampu memprediksi namun sama
sekali tidak mampu memastikan.
Menyadari ketidakmampuannya ini maka manusia
mencari perlindungan dan pertolongan kepada kekuatan
supranatural. Fenomena ini menjadi indikator kuat bahwa
manusia membutuhkan Tuhan (Allah).
Perspektif Filosofis:

Terdapat 3 argumen filsafat: Dalil al-Huduts (Al-Kindi), Dalil al-


Imkan (Ibnu Sina), Dalil al-Inayah (Ibnu Rusyd)
• Dalil al-Huduts; alam semesta dan seluruh makhluk adalah
huduts (baharu). Adanya yang baharu menegaskan adanya Sebab
Pertama yang menjadi sumber keberadaan yang huduts.
• Dalil al-Imkan; Segala yang ada telah nyata eksistensinya.
Keberadaan kosmos merupakan wujud mumkin, dan adanya yang
mumkin meniscayakan adanya wujud Yang Wajib. Dengan kata
lain, adanya mumkinul-wujud meniscayakan adanya Wajibul-
Wujud.
• Dalil al-Inayah; Keberadaan alam semesta adalah bergerak dan
dinamis. Keteraturan alam bukanlah sebuah kebetulan melainkan
pasti ada yang menghendaki dan mengatur, yaitu Yang Maha
Besar dan Kuasa.
Perspektif Teologis:
Tuhan (Allah) itu ada dengan bukti adanya segala
realitas yang berasal dari-Nya. Adanya wahyu,
Nabi/Rasul, mu’jizat dan lain-lain membuktikan adanya
Tuhan yang menurunkan wahyu, mengutus Nabi/Rasul
dan memberikan mu’jizat.

 Adanya ciptaan meniscayakan Penciptanya


 Terjadinya dinamika meniscayakan Penggeraknya
 Adanya wahyu meniscayakan Yang mewahyukan
Argumen Keimanan kepada
D
Tuhan
Allah itu Maha Ghaib (Ghaibul-ghuyub) sehingga tidak
bisa ditangkap oleh indera manusia. Meskipun demikian
keberadaan (wujud) Allah tidak bisa dipungkiri sebagai
Tuhan Yang Maha Kuasa dan Esa.

Allah telah menghadirkan tajalliyat (manifestasi-


manifestasi) ketuhanan-Nya di alam raya ini sebagai
Dzat Yang Maha Pencipta. Dengan tajalliyat itulah
manusia bisa menangkap keberadaan Allah.

Di antara tajalliyat tersebut adalah berupa penciptaan


dan keserasian alam raya.
Dengan mengkorelasikan tajalliyat dan wujud Allah
maka manusia dapat mengimani dan meyakini Allah
sebagai Tuhan Yang Maha Esa.

Tuhan adalah Maha Esa, jika Tuhan tidak Maha Esa


maka rusaklah alam semesta dan konsep ketuhanan itu
sendiri.

Allah adalah Substansi Esa sehingga tidak ada tuhan


selain Allah, tidak ada sekutu bagi Allah dan
tidak ada yang menyamai Allah.

Anda mungkin juga menyukai