Anda di halaman 1dari 79

SUMBER HUKUM ISLAM

‫الحديث‬
(AL-HADITS)
AL-HADITS

Etimologi/Bahasa: ‫ا لجديد‬ (sesuatu yang baru)

Terminologis:
Ulama Hadits:
“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi  baik berupa
perkataan, perbuatan, ketetapan/takrir maupun
Sifat/gambarannya”.

Ulama ushul fiqh:


“segala perkataan, perbuatan dan ketetapan/takrir Nabi 
yang dapat dijadikan dalil dalam menentukan hukum
syara/syariat’”.
AL-HADITS

 Sifat, Keadaan dan Himmah Rosululloh  ;

 Sifat-sifat Nabi yang digambarkan dan dituliskan


oleh para sahabatnya dan para ahli sejarah baik
mengenai sifat jasmani ataupun moral Beliau.
 Silsilah (nasab), nama-nama dan tahun
kelahirannya yang ditetapkan oleh para sejarawan.
 Himmah (keinginan) Nabi  untuk
melaksanakan suatu hal, seperti keinginan beliau
untuk berpuasa setiap tanggal 9 Muharram.
AS-SUNNAH
Etimologi/Bahasa: ‫“ ا لطريقة ا لمسثقيمة و ا لسيرة ا لمستمرة حسنة ك انتاو س يئة‬
metode atau jalan yang lurus dan berkesinambungan yang baik atau yang buruk”

Terminologis:
Ulama Hadits :
“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Rosul  berupa perkataan,
perbuatan, ketetapan, akhlak atau kehidupan, baik sebelum beliau diangkat
menjadi Rosul maupun sesudahnya, seperti tahanuts (berdiam diri) yang
dilakukan di gua Hiro atau sesudah kerasulan beliau”

Ulama Ushul Fiqh:


“Setiap yang datang dari Rosul  selain al-Qur’an, baik berupa perkataan,
perbuatan maupun ketetapan yang dapat dijadikan sebagai dalil dalam
menetapkan hukum syara’

Ulama Fiqh:
"suatu amal yang dianjurkan oleh syariat namun tidak mencapai derajat
wajib atau harus"
ISTILAH-ISTILAH
Al Khobar‫ ا لخبر‬:
Semakna dengan al hadits.
Segala yang disandarkan kepada Nabi  atau kepada selainnya, berdasarkan
definisi ini maka khobar itu lebih umum dan lebih luas dari pada hadits.
Al-Atsar (‫)ا ألثر‬:
Segala yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, tapi terkadang juga
digunakan untuk hadits yang disandarkan kepada Nabi , apabila berkait misal
dikatakan atsar dari Nabi .
Hadits Qudsi (‫)ا لحديثا لقدسي‬:
Hadits yang diriwayatkan Nabi  dari Alloh Ta’ala, dinamai juga hadits
Rabbani dan hadits Ilahi. Misalnya perkataan Nabi  yang meriwayatkan dari
Robb Ta’ala, Dia berkata, “Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku, dan aku
bersamanya ketika mengingat-Ku, jika dia meningat-Ku dalam dirinya: maka aku
mengingatnya dalam diri-Ku, Jika dia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang
maka Aku mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dari sekumpulan
orang tersebut.”
Kedudukan/Fungsi Hadist

Tugas Rosululloh  menjelaskan Al-Qur’an


QS. An-Nahl ayat 44:

5‫ َولَ َعلَّهُ ْم‬5‫ ِإلَ ْي ِه ْم‬5‫ا نُ ِّز َل‬5‫ َم‬5‫س‬ َ ‫ا ِإلَ ْي‬5َ‫ب ُِر ۗ َوَأ ْن َز ْلن‬5‫ َوال ُّز‬5‫ت‬
ِ ‫ لِلنَّا‬5‫ ال ِّذ ْك َر لِتُبَيِّ َن‬5‫ك‬ ِ ‫بِ ْالبَيِّنَا‬
َ ‫يَتَفَ َّكر‬
‫ُون‬
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan”.
Kedudukan/Fungsi Hadist

Penjelas Bayan at-


Taqrir
•Tafsil ayat-ayat mujmal
(beragam/majemuk/
singkat/ringkas dan global)
Al-Qur'an
Bayan at- • Takyid ayat-ayat mutlaq
As-Sunnah Tafsir
(blm ada batasan) dg
memberikan gambaran,
jumlah atau syarat2
Bayan at- tertentu.
Tasyri' • Takhsis ayat-ayat yang
'Aam (umum)

Bayan an-
Nasakh
‫‪Kedudukan/Fungsi Hadist‬‬

‫‪1) Bayan at-Taqrir/at-Ta’kid/al-Isbat‬‬


‫‪Hadits menetapkan dan memperkuat apa yang telah‬‬
‫‪diterangkan dalam Al-quran serta memperkokoh isi‬‬
‫‪kandungannya.‬‬

‫ص اَل ِة فَا ْغ ِس‪5‬لُوا ُوجُوهَ ُك ْم‪َ 5‬وَأ ْي ِديَ ُك ْم‪ِ 5‬إلَ‪5‬ى‬ ‫يَ‪5‬ا َأيُّهَ‪5‬ا الَّ ِذي َن‪ 5‬آ َمنُوا ِإ َذا قُ ْمتُ ْم‪ِ 5‬إلَ‪5‬ى ال ‪َّ5‬‬
‫وس‪ُ 5‬ك ْم َوَأ ْر ُجلَ ُك ْم‪ِ 5‬إلَ‪5‬ى ْال َك ْعبَ ْي ِن‪َ ۚ 5‬وِإ ْن‪ُ 5‬ك ْنتُ ْم‪ُ 5‬جنُبً‪5‬ا‬ ‫ق‪َ 5‬وا ْم َس‪5‬حُوا بِ ُر‪ُ 5‬ء ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ف‬ ‫ا‬‫‪5‬‬‫ر‬
‫َ‬ ‫م‬
‫َ‬ ‫ْ‬
‫ال‬
‫ط‪5‬‬‫ض ٰى‪َ 5‬أ ْو َعلَ ٰى‪َ 5‬س‪5‬فَ ٍر‪َ 5‬أ ْو َجا َء‪َ 5‬أ َح ٌد ِم ْن ُك ْم‪ِ 5‬م َن‪ْ 5‬ال َغاِئ ِ‬ ‫فَاطَّهَّرُوا ۚ َوِإ ْن‪ُ 5‬ك ْنتُ ْم‪َ 5‬م ْر َ‬
‫ص‪ِ 55‬عي ًدا طَيِّبً‪55‬ا فَا ْم َس‪55‬حُوا‬ ‫اء‪55‬فَتَيَ َّم ُموا َ‬ ‫َأ ْو اَل َم ْس‪55‬تُ ُم النِّ َس‪55‬ا َء فَلَ ْم‪55‬تَ ِج ُدوا َم ً‬
‫ج‪َ 5‬و ٰلَ ِك ْن‪ 5‬ي ُِري ُد‬‫ٍ‬ ‫ر‬‫َ‬ ‫ح‬‫َ‬ ‫‪5‬‬
‫ن‬ ‫ْ‬ ‫م‬
‫ِ‬ ‫‪5‬‬
‫م‬‫ْ‬ ‫ك‬‫ُ‬ ‫ْ‬
‫ي‬ ‫َ‬ ‫ل‬‫ع‬‫َ‬ ‫‪5‬‬
‫ل‬ ‫َ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫جْ‬‫َ‬ ‫ي‬‫ِ‬ ‫ل‬ ‫ُ‬ ‫هَّللا‬ ‫ُ‬
‫د‬ ‫ي‬ ‫ُر‬
‫ِ‬ ‫ي‬ ‫‪5‬ا‬
‫م‬
‫َ‬ ‫ۚ‬ ‫‪5‬‬
‫ُ‬ ‫ه‬ ‫ْ‬
‫ن‬ ‫م‬
‫ِ‬ ‫‪5‬‬
‫م‬‫ْ‬ ‫ُ‬
‫ك‬ ‫ي‬‫د‬‫ِ‬ ‫ْ‬
‫ي‬ ‫َأ‬‫بِ ُوجُو ِه ُك ْم‪َ 5‬و‬
‫لِيُطَهِّ َر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَهُ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكر َ‬
‫ُون‬
Kedudukan/Fungsi Hadist

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak


mengerjakan sholat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika
kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau
dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan
tanah itu. Alloh tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-
Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.(QS. Al-Maidah: 06)
Kedudukan/Fungsi Hadist

Ayat di atas di-taqrir oleh Sunnah riwayat al-Bukhori dari Abu Huroiroh
yang berbunyi;
 
“Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim al-hanzaliy berkata dia
telah mengkhabarkan kepada kami „Abdurrazaq berkata dia telah
mengkhabarkan kepada kami Ma ‟mar dari Hammam bin Munabbih
bahwasannya dia telah mendengar Abu Huroiroh berkata: bersabda Rasul  ;
Tidak diterima salat seseorang yang berhadas sebelum ia berwudu ‟, berkata
seseorang dari Hadramaut, apa itu hadas? Ya Abu Huroiroh, lalu beliau
menjawab : buang angin baik yang berbunyi atau tidak. (H. R. al-Bukhori).

Menurut sebagian ulama, bahwa bayan at-taqrir atau bayan at-ta’kid ini
disebut juga dengan bayan al-muwafiq li nas al-Kitab al-Karim. Hal ini
karena, munculnya sunnah-sunnah itu sesuai dan untuk memperkokoh nas
Alquran.
Kedudukan/Fungsi Hadist

2. Bayan at-Tafsir/Menjelaskan
Penjelasan Sunnah Nabi  terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian
atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat yang mujmal, mutlaq,
dan aam. Maka fungsi Sunnah dalam hal ini:

1) memberikan perincian (tafsil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat


Alquran yang masih mujmal (samar-samar dan beragam/majemuk,
ringkas atau singkat, makna yang global). Contoh

َ‫ك ِعين‬
ِ ‫الرَّا‬ َّ ‫وَأقِي ُموا ال‬
‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ َوارْ َكعُوا َم َع‬
“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-
orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqoroh: 43)
Kedudukan/Fungsi Hadist

Ayat-ayat tentang perintah Alloh Ta'ala untuk


mengerjakan sholat, puasa, zakat, jual beli, nikah,
qisas dan hudud. Ayat-ayat tentang hal itu masih
bersifat umum, meskipun di antaranya ada beberapa
perincian, akan tetapi masih memerlukan uraian
lebih lanjut secara pasti. Hal ini karena ayat-ayat
tersebut tidak dijelaskan rinciannya, bagaimana
mengerjakan nya, apa sebabnya, apa syarat-
syaratnya, atau apa halangan-halangannya. Maka
Rosul  di sini menafsirkan secara rinci.
Kedudukan/Fungsi Hadist

Nabi  bersabda:
َ ‫صلُّوا َك َما َرَأ ْيتُ ُمونِى ُأ‬
‫صلِّى‬ َ ‫و‬
“Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.” (HR. Bukhori,
no. 6008)

Abdulloh ibnu ‘Umar rodhiallohu ‘anhumaa berkata:

… ‫ين يُ َكبِّ ُر َحتَّى يَجْ َعلَهُ َما َح ْذ َو َم ْن ِكبَي ِه‬


َ ‫ فَ َرفَ َع يَ َد ْي ِه ِح‬،‫صالَ ِة‬ َ ِ‫ي ا ْفتَتَ َح التَّكب‬
َّ ‫ير فِي ال‬ ُ ‫َرَأ‬
َّ ِ‫يت النَّب‬

“Aku pernah melihat Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam membuka sholat


dengan bertakbir, lalu beliau mengangkat kedua tangannya ketika
bertakbir, hingga beliau menjadikan kedua tangannya setentang (sejajar)
dengan kedua pundaknya….” (HR. Al-Bukhari no. 736)
Kedudukan/Fungsi Hadist

2. Bayan at-Tafsir
2) Men-taqyid ayat-ayat yang mutlaq

Mutlaq: kata yang menunjukkan pada hakikat kata itu sendiri apa adanya,
dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya.
Men-taqyid yang mutlaq artinya membatasi ayat-ayat yang mutlaq dengan
sifat/gambaran, keadaan atau syarat-syarat tertentu.

‫طعُوا َأ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِم َن هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ َع ِزي ٌز‬
َ ‫َّارقَةُ فَا ْق‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
‫َح ِكي ٌم‬
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Alloh. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
(QS. Al-Maidah: 38)
Kedudukan/Fungsi Hadist

Batasan Pidana Potong Tangan Pencuri:


Harta Yang Dicuri
Sabda Rosul ;
Telah menceritakan kepadaku Abu at-Tohir dan Harmalah bin
Yahya dan telah menceritakan kepada kami al-Walid bin Syuja'
dan lafalnya berasal dari al- Walid dan harmalah berkata
mereka, telah menceritakan kepada kami Ibn Wahhab, telah
mengkahabarkan kepadaku Yunus dari Ibn Syihab dari 'Urwah
dan 'Amroh dari 'Aisyah dari Rosululloh  bersabda beliau:
"Tangan pencuri tidak boleh dipotong melainkan pada
(pencurian senilai) seperempat dinar atau lebih". (H.R.Mutafaq
'alaih, menurut lafal Muslim).

1 Dinar = 4,25 gr emas


Kedudukan/Fungsi Hadist

2. Bayan at-Tafsir

3) Menta-takhsis ayat yang 'Aam


'Aam: kata yang menunjukkan atau memiliki makna dalam jumlah yang
banyak.
Takhsis atau khos: kata yang menunjuk arti khusus, tertentu, atau tunggal.
Men-takhsis yang 'aam : membatasi keumuman ayat Al-quran, sehingga
tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu.

Mengingat fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapat apabila mukhasis-


nya dengan hadis Ahad.
Menurut asy-Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal, keumuman ayat bisa di-takhsis
oleh Sunnah yang Ahad yang menunjuk kepada sesuatu yang khos, sedang
menurut ulama Hanafiah sebaliknya..
Kedudukan/Fungsi Hadist

5‫ت‬ ْ َ‫ ۖ َوِإن َكان‬5‫ك‬ َ ‫ٓا ًء فَ ْو‬5‫ن نِ َس‬5َّ ‫ ۚ فَِإن ُك‬5‫ ٱُأْلنثَيَ ْي ِن‬5ِّ‫ُل َحظ‬5 ‫ ۖ لِل َّذ َك ِر ِم ْث‬5‫ َأ ْو ٰلَ ِد ُك ْم‬5‫ي ُك ُم ٱهَّلل ُ فِ ٓى‬5‫ص‬
َ ‫ا تَ َر‬5‫ا َم‬5َ‫ُن ثُلُث‬5َّ ‫ فَلَه‬5‫ ْٱثنَتَ ْي ِن‬5‫ق‬ ِ ‫يُو‬
5ُٓ‫ َولَ ٌد َو َو ِرثَ ۥه‬5‫ن لَّهُۥ‬5‫ يَ ُك‬5‫ َولَ ٌد ۚ فَِإن لَّ ْم‬5‫ لَهُۥ‬5‫ ِإ ن َكا َن‬5‫ا تَ َر َك‬5‫ُّس ُدسُ ِم َّم‬5 ‫ا ٱل‬5‫ل ٰ َو ِح ٍد ِّم ْنهُ َم‬5ِّ ‫ لِ ُك‬5‫ف ۚ َوَأِلبَ َو ْي ِه‬ ُ ‫ص‬ ْ5 ِّ‫ا ٱلن‬5َ‫ فَلَه‬5ً‫ٰ َو ِح َدة‬
5‫ َوَأ ْبنَٓاُؤ ُك ْم‬5‫ ۗ َءابَٓاُؤ ُك ْم‬5‫ى بِهَٓا َأ ْو َد ْي ٍن‬5‫ص‬ ِ ‫يَّ ٍة يُو‬5‫ص‬ ِ ‫ بَ ْع ِد َو‬5‫ ُدسُ ۚ ِم ۢن‬5‫ ٱل ُّس‬5‫ فَُأِل ِّم ِه‬5ٌ‫ ِإ ْخ َوة‬5ُ‫ لَ ٓۥه‬5‫ ۚ فَِإن َكا َن‬5‫ث‬ ُ ُ‫ ٱلثُّل‬5‫ فَُأِل ِّم ِه‬5ُ‫َأبَ َواه‬
‫ان َعلِي ًما َح ِكي ًما‬ َ ‫ُون َأيُّهُ ْم َأ ْق َربُ لَ ُك ْم نَ ْفعًا ۚ فَ ِري‬
َ ‫ضةً ِّم َن ٱهَّلل ِ ۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ َك‬ َ ‫اَل تَ ْدر‬
“Alloh mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian
seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan;
jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang
ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-
bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana”. (QS. An-Nisa: 11)
Kedudukan/Fungsi Hadist

Sunnah yang berfungsi untuk mengkhususkan keumuman


ayat di atas ditakhsis oleh sabda Rosul.  yang berbunyi:

Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Nu‟aim, telah


menceritakan kepada kami Sufyan dari Lais dari Mujahid
dari Ibn 'Abbas berkata dia: “Pembunuh tidak berhak
menerima harta warisan” (H.R. ad-Darimiy)

Sunnah di atas men -takhsis keumuman ahli waris


Kedudukan/Fungsi Hadist

3. Bayan at-Tasyri'
At-Tasyri',pembuatan, mewujudkan, atau menetapkan aturan
atau hukum.
Bayan at-tasyri:
penjelasan Sunnah yang berupa mewujudkan, mengadakan,
atau menetapkan suatu hukum atau aturan-atauran syara' yang
tidak didapati nas-nya dalam Al-quran (Menciptakan hukum
baru yang tidak terdapat di dalam Al­Qur'an.) Rosul  dalam hal
ini, berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap
beberapa persoalan yang muncul pada saat itu, dengan
sabdanya sendiri.
Kedudukan/Fungsi Hadist

Penetapan Poligami Yang Terlarang Sebagai Tambahan Atas Larangan Menikahi 2 wanita
Bersaudara Sekaligus .

5‫ن‬ َ ‫ ِم‬5‫ َوَأ َخ َواتُ ُك ْم‬5‫ض ْعنَ ُك ْم‬ َ ْ‫ الاَّل تِي َأر‬5‫ َوُأ َّمهَاتُ ُك ُم‬5‫ت‬ ِ ‫ اُأْل ْخ‬5‫ات‬ ُ َ‫ َوبَن‬5‫خ‬ ‫ َوبَنَ ُ َأْل‬5‫ َو َخااَل تُ ُك ْم‬5‫ َو َع َّماتُ ُك ْم‬5‫ َوَأ َخ َواتُ ُك ْم‬5‫ َوبَنَاتُ ُك ْم‬5‫ ُأ َّمهَاتُ ُك ْم‬5‫ َعلَ ْي ُك ْم‬5‫ت‬
ِ ‫ ا‬5‫ات‬ ْ ‫حُرِّ َم‬
5ْ ‫ َعلَ ْي ُكم‬5‫اح‬
َ َ‫ن فَاَل ُجن‬ 5َّ ‫ بِ ِه‬5‫ تَ ُكونُوا َد َخ ْلتُ ْم‬5‫ لَ ْم‬5‫ن فَِإ ْن‬5َّ ‫ بِ ِه‬5‫اِئ ُك ُم الاَّل تِي َد َخ ْلتُ ْم‬5‫ ِن َس‬5‫ ِم ْن‬5‫ُور ُك ْم‬
ِ ‫ الاَّل تِي فِي ُحج‬5‫اِئ ُك ْم َو َربَاِئبُ ُك ُم‬5‫ ِن َس‬5‫ات‬ ُ َ‫ َوُأ َّمه‬5‫ضا َع ِة‬ َ ‫ال َّر‬
‫ان َغفُورًا َر ِحي ًما‬ َ ‫ف ۗ ِإ َّن هَّللا َ َك‬
َ َ‫ْن ِإاَّل َما قَ ْد َسل‬ ِ ‫ين ِم ْن َأصْ اَل بِ ُك ْم وََأ ْن تَجْ َمعُوا بَي َْن اُأْل ْختَي‬ َ ‫َو َحاَل ِئلُ َأ ْبنَاِئ ُك ُم الَّ ِذ‬

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;


saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah
kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisa :23)
Kedudukan/Fungsi Hadist

Rosululloh ‫ ﷺ‬bersabda:
‫ َواَل َعلَى َخالَتِهَا‬،‫اَل تُ ْن َك ُح ْال َمرْ َأةُ َعلَى َع َّمتِهَا‬
Tidak dinikahi seorang perempuan atas bibinya
(dari garis ayahnya), juga tidak atas bibinya (dari
garis ibunya) (HR. Muslim no. 1408)
Kedudukan/Fungsi Hadist

Zakat Fitrah ditetapkan oleh Sunnah/al-Hadits sebagai


tambahan atas al-Quran:

َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُ َز ِّكي ِه ْم بِهَا َو‬


َ ‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ْم ۖ ِإ َّن‬
َ َ‫صاَل ت‬
‫ك َس َك ٌن‬ َ ‫ُخ ْذ ِم ْن َأ ْم َوالِ ِه ْم‬
‫لَهُ ْم ۗ َوهَّللا ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬

“ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat


itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Alloh Maha
mendengar lagi Maha mengetahui” (QS: at-Taubah: 103)
Kedudukan/Fungsi Hadist

Nabi  bersabda:

5‫ضا َن‬َ ‫ َر َم‬5‫ط ِر ِم ْن‬ ْ ِ‫ ْالف‬5َ‫ َز َكاة‬5‫ض‬َ ‫لَّ َم فَ َر‬5‫ َو َس‬5‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬5‫ص‬ َ 5‫ن َرس‬5َّ ‫ ُع َم َر َأ‬5‫ ا ْب ِن‬5‫ع ْن‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
‫ى‬5َ‫ل حُرٍّ َأ ْو َع ْب ٍد َذ َك ٍر َأ ْو ُأ ْنث‬5ِّ ‫ى ُك‬5َ‫ير َعل‬ ٍ ‫ َش ِع‬5‫ا ًعا ِم ْن‬5‫ص‬ َ ‫ تَ ْم ٍر َأ ْو‬5‫ا ًعا ِم ْن‬5‫ص‬
َ 5‫س‬ِ ‫ى النَّا‬5َ‫َعل‬
َ ‫ِم ْن ْال ُم ْسلِ ِم‬
“ ‫ين‬

Dari Ibnu Umar bahwa Rosululloh  telah mewajibkan zakat Fithrah


di bulan Romadhon atas setiap orang muslim, baik dia itu merdeka
atau hamba, laki-laki atau perempuan, yaitu satu sha› kurma atau satu
sa' gandum.” (HR.Muslim).

Menurut sebagian ulama bahwa zakat fitrah itu ditetapkan oleh


sunnah/hadis sebagai tambahan atas Al-Qur’an. Sebagian ulama yang
lain berpendapat bahwa zakat itu penjabaran dari Al-Qur’an.
Kedudukan/Fungsi Hadist

4. Bayan an-Nasakh

 Ulama mutaqaddimin, bayan an- nasakh terwujud karena


adanya dalil syara' yang datangnya kemudian.
 Ketentuan yang datang kemudian dapat menghapus
ketentuan yang datang terdahulu.
 Sunnah sebagai ketentuan yang datang kemudian dari Al-
quran dalam hal ini dapat menghapus ketentuan atau isi
kandungan Al-quran.
Kedudukan/Fungsi Hadist

Penghapusan kewajiban berwasiat kepada ahli waris:

َ ‫ْن َواَأْل ْق َر ِب‬


‫ين‬ ِ ‫ص َّي ُة لِ ْل َوالِ َدي‬
ِ ‫ك َخي ًْرا ْال َو‬ ُ ‫ض َر َأ َح َد ُك ُم ْال َم ْو‬
َ ‫ت ِإ ْن َت َر‬ َ ‫ب َع َل ْي ُك ْم ِإ َذا َح‬
َ ‫ُك ِت‬
 
  ‫ين‬َ ‫ُوف ۖ َح ًّقا َع َلى ْال ُم َّت ِق‬
ِ ‫ِب ْال َمعْ ر‬

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu


kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara
ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.
(QS. Al-Baqoroh: 180)
Kedudukan/Fungsi Hadist

Menurut ulama isi al-Quran dalam ayat di atas di nasakh oleh


Sunnah di bawah ini

Sabda Rosul  dari Abu Umamah al-Bahili:


Telah menceritakan kepada kami, Abu al-Mugirah, telah
menceritakan kepada kami Isma‟il bin ;Abbas, telah menceritakan
kepada kami Syurahbil bin Muslim al-Khaulaniy berkata dia aku
telah mendengar Aba Amamah al-Bahiliy berkata aku telah
mendengar Rosululloh  dalam khutbahnya pada Haji Wada’:

"Sesungguhnya Alloh telah memberikan kepada tiap-tiap orang


haknya (masing-masing). Maka, tidak ada wasiat bagi ahli
waris". (H.R. Ahmad dan juga al-Arba‟ah, kecuali an-Nasai)
Kedudukan/Fungsi Hadist

Penjelasan:

Kewajiban melakukan wasiat kepada kaum kerabat dekat


berdasarkan surat al-Baqarah ayat 180 di atas, di-nasakh
hukumnya oleh Sunnah yang menjelaskan, bahwa kepada ahli
waris tidak boleh dilakukan wasiat.
 
Sunnah Rosul  eksistensinya sebagai hujjah menduduki posisi
yang sangat kuat, dengan berdasarkan dalil ayat-ayat Al-quran,
Sunnah Rasul ., serta ijma' sahabat. Hubungan Al-quran
dengan Sunnah Nabi  antara satu dengan lainnya tidak bisa
dipisahkan, karena Sunah berfungsi sebagai penjelas Al-quran.
Oleh karenanya bagi mereka yang mengingkarinya dapat
dikatakan menolak isi kandungan Al-quran.
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

1. Hadits Pada Masa Rosululloh  (13 SH s.d. 11 H / 610


s.d. 632 M. 23 tahun.)

 Masa penurunan wahyu (‘ashr al-wahyi) dan masa


pertumbuhan hadits.
 Hadits muncul sebagai penjelasan atas wahyu melalui
perkataan (aqwal), perbuatan (af’al), dan ketetapan
(taqorir) kepada para sahabat.
 Hadits disampaikan melalui; majlis taklim, ceramah/pidato,
nasehat, jawaban nabi atas pertanyaan sahabat, pertanyaan
nabi kepada sahabat, tindakan/perbuatan nabi  dll.
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

Keadaan Sahabat Dalam Menerima Hadits


(Banyak dan Sedikitnya)

Perbedaan kesempatan bersama rosul 


Perbedaan kesanggupan bersama rosul 
Perbedaan pemahaman dan kesungguhan menghafal
Perbedaan waktu awal masuk Islam
Perbedaan kemampuan menulis hadits
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

Sahabat Yang Menulis dan Memiliki Catatan


Hadits:
Abdulloh Amru bin Ash (27 SH s.d. 63 H)
Jabir bin Abdillah (16 SH s.d. 78 H)
Anas bin Malik (10 SH s.d. 93 H)
Abu Huroiroh ad Dausi (19 SH s.d. 59 H)
Abu Syah / Umar bin Saad al-Anmari
Abu Bakar ash-Shidiq (50 SH s.d. 13H)
Ali bin ABi Tholib (23 SH s.d. 40 H)
Abdullah bin Abbas (3 SH s.d. 68 H)
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

2. Hadits Pada Masa Sahabat (Periode: 11 H s.d. 40 H)

 Masa Khulafaur Rosyidin/masa sahabat besar.


 Pembatasan atau memperketat periwayatan hadits (agar tidak
tercampur dengan al-Quran)
 Hadits belum begitu berkembang, sahabat masih fokus dalam
pemeliharaan dan penyebaran al-Qur’an.
 Belum ada usaha resmi menghimpun hadits dalam satu kitab.
 Sahabat berhati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadits,
dg tujuan agar kaum muslimin lebih perhatian dan konsen
kepada belajar al-Quran.
 Para sahabat tersebar di semua wilayah Islam sehingga sulit
mengumpulkan semua hadits secara lengkap.
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

7 Sahabat Yang Banyak Meriwayatkan Hadits:

1. Abu Huroiroh (5374 hadits)


2. Abdulloh ibn Umar (2630 hadits)
3. Anas ibn Malik (2286 hadits)
4. Aisyah binti Abu Bakar (2210 hadits)
5. Abdulloh ibn Abbas (1660 hadits)
6. Jabir bin Abdillah (1540 hadits)
7. Abi Sa’ad al-Khudri (1170 hadits)
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

3. Hadits Pada Masa Tabi’in

 Sebagaimana sahabat, para tabi’in cukup berhati-hati dalam


meriwayatkan hadits.
 Al-Quran sdh terkumpul, sehingga kekuatiran hadist akan
tercampur dengan al-Quran kecil.
 Di akhir periode khulafaur rosyidin, para sahabat sdh banyak yang
menyebar di negeri-negeri Islam, sehingga memudahkan para
tabi’in belajar hadist dari mereka.
 Tabi’in menerima hadits dari sahabat dalam bentuk catatan dan
hafalan, serta melihat praktik ibadah dan mualamah para sahabat.
 Kedua di atas ini saling melengkapi, sehingga tidak ada satu
hadispun yang tercecer atau terlupakan.
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

Pusat-Pusat Pembinaan/Pengajaran Hadits


Madinah Para khulafaur Rasyidin
Makkah Mu’adz bin Jabal, Atab bin Asid, Harits bin Hisyam, Usman bin Tallah,
dan Utbah bin Harits
Kuffah Ali bin Abi Tholib, Sa’ad bin Abi Waqas, dan Abdullah bin Mas’ud
Basrah Anas Bin Malik, Abdullah Bin Abbas, Imran Bin Husain, Ma’qal bin
Yasar, Abdurrahman bin Samrah, dan Abu Said al-Anshori.
Syam Abu Ubaidah al Jahr, Bilal bin Rabbah, Ubadah bin Shammit, Mu’adz
bin Jabal, Sa’ad bin Ubadah, Abu Darda Surahbil bin Hasanah, Khalid
bin Walid, dan Iyadh bin Ganam.
Mesir Amru bin Ash, Uqbah bin Amir, Kharizah bin Hudzafah, dan Abdullah
bin Harits
Maghrib dan Mas’ud bin Aswad al-Balwi, Bilal bin Haris bin Ashim al-Muzani,
Andalusia Salamah bin Akwa, dan Walid bin Uqobah
Yaman Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari
Khurasan Buraidah bin Jusain al-Aslami, al-Hakam bin Amir al-Gifari, Abdullah
bin Qasim al-Aslami, dan Qasim bin Al-Abbas
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

Para Penulis Hadits Di Kalangan Tabi’in


·  Abban bin Usman bin Affan ·   Syurahil bin Syurahbil
·  Ibrahim bin Yazid an-Nakha’i ·  Thawus bin Kaisan al-Yamani
·  Abu Salamah bin Abdurrahman ·  Ad-Dakhlak
·  Abu Qilabah · Abdullah bin Rabbah al-Anshari
· Ummu ad-Darda Juhaiman binti ·  Abdullah bin Humruz
Yahya ·  Ubaidillah bin Rafi’
·   Jabir bin Said al-Azdi ·  Urwah bin az-Zubair
·   Hamran bin Aban ·  Ikrimah
·   Khalid bin Ma’dan ·  Umar bin Abdul Aziz
·   Zakwan Abu Saleh as-Samman  
·   Sa’id bin Jubair
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

Tabi’in Muda (shigar at-Tabi’in) yang


Menuliskan Hadits
·Ibrahim bin Abdul A’la al-Ju’fi · Habib bin Salim al-Anshori
· Ibrohim bin Muslim al-Hajari · Hushain bin Abdurrohman as-
· Ishak bin Abdulloh Sulami
·Ismail bin Abi Kholid al-Ahmasi ·Hafsh bin Sulaiman at-Tamimi
·Ayyub bin Abi Tamimah as- · Hammad bin Abi Sulaiman
Sakhtayani · Zaid bin Rafi’
·Bakir bin Abdillah as-Syayad · Nafi bin Yazid
· Tsabit bin Aslam al-Bannani
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)
4. Masa Kodifikasi Hadits

Latar Belakang

 Kekhawatiran hilangnya hadits, dengan wafatnya para


penghafal hadits
 Kekhawatiran tercampur antara hadits shohih dengan
hadits dhoif
 Karena kawasan Islam yang semakin luas
 Muncul hadits-hadits palsu akibat adanya perpecahan
dalam pemerintahan.
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

Kegiatan Kodifikasi:
Kegiatan dimulai pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, kholifah
VIII Umayyah, melalui intruksinya kepada Abi Bakar bin Muhammad bin
Amr bin Hazm (Gubernur Madinah) dan para ulama Madinah agar
memperhatikan dan mengumpulkan hadits dari para penghafalnya.

Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm berhasil mengumpulkan
hadits, namun menurut ulama kurang lengkap. Disamping itu, ibn Syihab
az-Zuhri berhasil mengumpulkan hadits yang dinilai lebih lengkap oleh
para ulama. Namun karya keduanya tidak bisa dinikmati hingga sekarang
karena lenyap.

Setelah az-Zuhri, ada Malik bin Annas (93-179 H) dengan Al-Muwattha’


yang bisa dinikmati hingga sekarang.
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

5. Masa Seleksi Hadits

 Pada periode sebelumnya hadits mampu dipisahkan antara


hadits maqhtu dan hadits marfu’, namun belum bisa
memilah antara sohih dan dhoif.
 Para ulama bekerja keras untuk memilah dan meneliti
sumber hadits hingga terbentuknya hadits shohih dan
hadits dhoif.
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

Kitab Induk Yang Enam (Kutubus Sittah)

1. al-Jami’ ash-Shohih : Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin


Ibrahim bin Bardzibah al-Bukhori alias “Bukhori” : (194-252 H).
2. al-Jami’ ash-Shohih : Abu Husain Muslim al-Hajaj al-Khusairi
an-Naisaburi alias “Muslim” : (204-261 H).
3. As-Sunan: Abu Daud Sulaiman bin asy-Syiat bin Ishaq as-
Sijistani (202-275 H),
4. As-Sunan: Abu Abdillah ibn Yazid ibn Majjah (207-273 H).
5. As-Sunan: Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzi
(200-279 H),
6.  As-Sunan: Abu Abdurrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali bin
Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Nasa'i. (215 -303 H)
Tadwinus Sunnah
(Pengumpulan Hadits)

6. Penyempurnaan, Dan Pengembangan Sistem Penyusunan


Kitab Hadits.

Penyusunan kitab ini terarah pada usaha pengembalian beberapa


variasi pen-tadwin­-nan terhadap kitab yang ada. Dengan hal tersebut
muncullah Kutub as-Sittah, al-Muwattha’ Malik bin Annas, dan al-
Musnad Ahmad bin Hambal. Pengalihan ini guna menyusun kitab-kitab
 jawami’ (pengumpulan hadits menjadi satu karya)
syarah (kitab komentar dan uraian)
mukhtashar (kitab ringkasan)
men-takhrij (mengkaji sanad dan mengembalikan kepada sumbernya)
athraf (menyusun pangkal hadits sebagai petunjuk materi hadits
keseluruhan)
penyusunan hadits dalam topik tertentu.
Struktur dan Klasifikasi Hadist
Struktur dan Klasifikasi Hadist

َ ‫س ي ِرينَ عَنْ َأبِ ي ه َُر ْي َرة‬ ِ ‫َام َو َحبِيب ٌ عَنْ ُم َح َّم ِد ْب ِن‬ َ ُّ‫س َم ِعيلَ َح َّدثَنَ ا حَ َّما ٌد َع ْن َأي‬
ٌ ‫وب َو ِهش‬ ْ ‫وس ى ْبنُ ِإ‬َ ‫َح َّدثَنَا ُم‬
َ ‫ص َّراةً فَ ُه َو بِا ْل ِخيَا ِر ثَاَل ثَةَ َأيَّ ٍام ِإ ْن ش‬
‫َاء َر َّد َه ا‬ ْ ‫س لَّ َم قَال َ َم ْن ا‬
َ ‫شتَ َرى شَاةً ُم‬ َ ‫ص لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ‫َأنَّ النَّبِ َّي‬
َ ‫صا ًعا ِمنْ طَ َع ٍام اَل‬
‫س ْم َراء‬ َ ‫َو‬
“Telah menceritakan kepada kami Musa Ibn Isma’il, telah
menceritakan kepada kami Hummad dari Ayyub dan Hisyam dan
Habib dari Muhammad Ibn Sirin, dari Abi Hurairah, Sesungguhnya
Nabi . bersabda: “Siapa membeli seekor kambing yang ditahan
susunya, maka baginya hak pilih [khiyar] selama tiga hari. Kalau
suka mengembalikannya, kembalikanlah dengan satu gantang
makanan “Buah kurma masak” bukan gandum.” (HR. Abu Dawud)

Sanad: Mata rantai penutur hadits


Matan: Teks hadits
Rowi: Pengumpul hadits
Struktur dan Klasifikasi Hadist
Struktur dan Klasifikasi Hadist
c
Sanad/Isnad

Arti bahasa; sandaran

Terminologi:
kesinambungan periwayat hingga sampai kepada matan hadits

Abdullah bin al-Mubarok (wafat tahun 182 H) mengatakan:

‫اإلسناد من الدين ولوال اإلسناد لقال من شاء ما شاء‬

"Sanad itu bagian dari agama, seandainya tidak ada sanad,


maka orang akan berkata sekehendaknya sesuai apa yang dia
inginkan"
Struktur dan Klasifikasi Hadist

Rowi
Adalah orang-orang yang menyampaikan suatu hadits.

Sifat-sifat rawi ideal: Bukan pendusta atau tidak dituduh sebagai


pendusta, Tidak banyak salahnya, Teliti, Tidak fasik, Tidak dikenal
sebagai orang yang ragu-ragu (peragu), Bukan ahli bid’ah, Kuat
ingatannya (hafalannya), Tidak sering bertentangan dengan rowi-rowi
yang kuat, Sekurangnya dikenal oleh dua orang ahli hadits pada
jamannya.

Sifat-sifat para rowi ini telah dicatat dari zaman ke zaman oleh ahli-
ahli hadits yang semasa, dan disalin dan dipelajari oleh ahli-ahli
hadits pada masa-masa yang berikutnya hingga ke masa sekarang.
Rowi yang tidak ada catatannya dinamakan maj’hul , dan hadits yang
diriwayatkannya tidak boleh diterima.
Struktur dan Klasifikasi Hadist

Rowi dari Sanad Hadits di Atas:


1. Abu Dawud
Nama lengkap : Sulaiman ibn al-‘Asy’ats ibn Syidad ibn ‘Amru ibn Amir,
Lahir 202 H dan wafat hari Jum’at 16 Syawwal 275 H di Bashrah.
Diantara guru-gurunya adalah : Sulaiman ibn Harb, Muslim ibn
Ibrahim, Abdullah ibn Raja’, Abi al-Walid al-Tayalisi, Musa ibn
Isma’il dll.
Diantara murid-muridnya adalah : Abu Isa, Ibrahim ibn Hamdani, Abu
al-Tayyib Ahmad ibn Ibrahim, Abu Bakr an-Najad.
Pernyataan ahli hadits tentang dirinya : Abdurrahman ibn Abi Hatim:
Tsiqah, Muhammad ibn Mukhlad : Aqra’u lahu ahl zamanuhu bi al-
Hifdzi wa al-taqaddam fih, Musallamah ibn al-Qasim al-Andalusi :
Tsiqah Zahidan Arifan.
Struktur dan Klasifikasi Hadist

2. Musa ibn Isma’il


Nama lengkap : Musa ibn Isma’il (Abu Salamah), Lahir di Bashrah
dan Wafat di Bashrah 223 H.
Di antara Guru-gurunya adalah : Abban ibn Yazid, Ibrahim ibn
Sa’ad, Isma’il ibn Ja’far ibn Abdurrahman ibn Auf, Isma’il ibn
Ja’far Abi Katsir, Tsabit ibn Yazid, Hummad ibn Salamah dll.
Di antara Murid-muridnya adalah : Ahmad ibn al-Hasan ibn
Humaidi, Hasan ibn Ali ibn Muhammad, Abdurrahman ibn Abd al-
Wahhab, Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim. dll.
Pernyataan ahli hadits tentang dirinya : Abd al-Walid al-Toyalisi :
Tsiqah Shuduq, Yahya ibn Mu’ayan : Tsiqah Ma’mun, Ibn Hibban :
min al-Mttaqanin, Sementara selain ulama diatas menyatakan
Musa ibn Isma’il Tsiqah.
Struktur dan Klasifikasi Hadist

3. Hummad ibn Salamah


Nama lengap : Hummad ibn Salamah (Abu Salamah), lahir
di Bashrah dan wafat tahun 167 H
Di antara Guru-gurunya adalah : Abu Ashim, Azraq ibn Qays,
Aslamah ibn Malik, Anas ibn Sirin, Hisyam ibn Hasan dll.
Diantara murid-muridnya adalah : Ibrahim ibn al-Hajjaj ibn
Zayd, Ahmad ibn Ishaq ibn Zayd, Ishaq ibn Manshur, Aswad
ibn Amir, Musa ibn Isma’il dll.
Pernyataan ahli hadits tentang dirinya : As-sajiy : Hafidz
Tsiqah Ma’mun, Ibn Hibban : Dzakarohu fi as-Tsiqah,
Sementara selain dua ulama diatas menilai tsiqah.
Struktur dan Klasifikasi Hadist

4. Hisyam ibn Hasan


Nama lengkap : Hisyam ibn Hasan (Abu Abdillah) Lahir di Bashrah dan
wafat tahun 148 H
Di antara Guru-gurunya adalah : Abu Idris, anas ibn Sirin, Ayyub ibn
Taymiyyah ibn Kaysan, Jamil ibn Marrah, Hasan ibn Abi al-Hasan
Yasar, Muhammad ibn Sirin Dll.
Di antara Muruid-muridnya adalah : Abu Bakr ibn ‘Iyasy ibn Salim,
Ishaq ibn Yusuf, Tsabit ibn Yazid, Ja’far ibn Sulaiman, Hafsh ibn
Ghiyats ibn Thalaq Hummad ibn Salamah dll.
Pernyataan ahli hadits tentang dirinya : Ibn Abi Arubah : Ma Ra’aytu
Ahfadzu ‘an ibn sirin minhu, Ahmad ibn Hanbal : Shalih la ba’ts bih,
Abu Hatim al-Razy : Shuduq, Al-‘ajli : Tsiqah Hasan al-Hadits,
Sementara selain kelima ulama diatas mengatakan bahwa Hisyam in
Hasan Tsiqah.
Struktur dan Klasifikasi Hadist

5. Muhammad ibn Sirin


Nama lengkap : Muhammad ibn Sirin Mawla ibn Malik (Abu Bakr)
Lahir di Bashrah dan wafat tahun 110 H
Di antara guru-gurunya adalah : Abu Ubaidah ibn Hudzaifah, Anas
ibn Malik, Harits ibn Ruba’i, Hudzaifah ibn al-Yaman, Hafshah bint
Sirin Abu Hurairah dll
Di antara Murid-muridnya adalah : Hisyam ibn Hasan, Abu
Ma’an ibn Anas, Asma’ ibn Ubaid, Jarir ibn Hazm ibn Namir dll.
Pernyataan ahli hadits tentang dirinya : Ibn ‘Awn : Yahditsu bi al-
Haditsi ‘ala Hurufihi, Ahmad ibn Hanbal : Min al-Tsiqah,
Muhammad ibn Sa’id : Tsiqah Ma’mun, Ibn Hibban : Hafidz
Mutaqun, Sementara Selain empat ulama’ diatas mengatakan
bahwa Muhammad ibn Sirin Tsiqah.
Struktur dan Klasifikasi Hadist

6. Abu Huroiroh
Nama lengkap Abdurrahman ibn Sakhr (Abu Huraurah)
lahir dan wafat di madinah tahun 57 H
Diantara Guru-gurunya adalah : Ubay ibn Ka’b ibn Qays,
Aslamah ibn Zaid ibn Haritsah, Bashrah ibn Abi Bashrah,
Hasan ibn Tsabit dll.
Diantara murid-muridnya adalah : Ibrahim ibn Isma’il,
Ibrahim ibn Abdullah ibn Hanin, Abu al-Rabi’,
Muhammad ibn Sirin dll.
Pernyataan ahli hadits tentang dirinya:
‫من الصحابة ورتبتهم أسمى مراتب العدالة والتوثيق‬
Struktur dan Klasifikasi Hadist

Matan
Arti bahasa; kuat, kokoh, keras.
Terminologi; ucapan atau lafadz-lafadz hadist yang
terletak sesudah perowi dari sanad yang akhir. Matan
ialah redaksi dari hadits’
Klasifikasi Hadist

Jumlah Penutur
(Jumlah Rowi)

Tingkat Keaslian Hadits

Keutuhan Rantai Sanad

Bermulanya Ujung Sanad


Klasifikasi Hadist
Klasifikasi Hadist

Klasifikasi Hadits
Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria
yakni
1) Bermulanya Ujung Sanad
2) Keutuhan Rantai Sanad
3) Jumlah Penutur (Jumlah Rowi)
4) Serta Tingkat Keaslian Hadits (Dapat Diterima Atau
Tidaknya Hadits Bersangkutan).
Klasifikasi Hadist
A. Berdasarkan Ujung Sanad
Hadits Marfu’ (terangkat) adalah hadits yang sanadnya berujung langsung
pada Nabi Muhammad (contoh: hadits di atas)

Hadits Mauquf (Terhenti) adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para
sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan
yang menunjukkan derajat marfu’.

Hadits Maqthu’ (terpotong) adalah hadits yang sanadnya berujung pada para
tabi’in (penerus) atau sebawahnya.

Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya
bahwa Ibnu Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka
berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu”. Keaslian hadits yang
terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan
rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting
mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah dari ucapan
para sahabat maupun tabi’in di mana hal ini sangat membantu dalam area
perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, Science of Hadits ).
Klasifikasi Hadist
Klasifikasi Hadist

B. Berdasarkan Keutuhan Rantai/Lapisan Sanad


Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni
1) Maushul,
2) Mursal ,
3) Munqothi’ ,
4) Mu’allaq ,
5) Mu’dlol dan
6) Mudallas .

Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan
dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di
atasnya.
Ilustrasi sanad: Pencatat hadits > Penutur 5> Penutur 4> Penutur 3 ( tabi’ut
tabi’in ) > Penutur 2 ( tabi’in ) > Penutur 1 (para shohabi ) > Rosululloh 
Klasifikasi Hadist
B. Berdasarkan Keutuhan Rantai/Lapisan Sanad
Hadits Maushul Sebuah hadits tergolong musnad apabila
urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada
bagian tertentu. Urut-urutan penutur memungkinkan
terjadinya penyampaian hadits berdasarkan waktu dan kondisi,
yakni rowi-rowi itu memang diyakini telah saling bertemu dan
menyampaikan hadits. Hadits ini dinamakan muttashilus sanad
atau maushul .
Hadits Mursal, bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan
kata lain seorang tabi’in menisbatkan langsung kepada
Rasulullah (contoh: seorang tabi’in (penutur 2) mengatakan
“Rosululloh berkata…” tanpa ia menjelaskan adanya sahabat
yang menuturkan kepadanya).
Klasifikasi Hadist

Hadits Munqothi’ , bila sanad putus pada salah satu


penutur, atau pada dua penutur yang tidak berturutan,
selain shahabi.. Hadits Mu’dlal , bila sanad terputus pada
dua generasi penutur berturut-turut.
Hadits Mu’allaq , bila sanad terputus pada penutur 5
hingga penutur 1, alias tidak ada sanadnya.
Contoh:“Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai
kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan….” tanpa ia
menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah.
Hadits Mudallas , bila salah satu rawi mengatakan “.. si A
berkata ..” atau ” Hadits ini dari si A ..” tanpa ada kejelasan
“.. kepada saya ..”; yakni tidak tegas menunjukkan
Klasifikasi Hadist
C. Berdasarkan Jumlah Penutur
jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan
beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut.

1) Hadits Mutawatir; Adalah hadits yang diriwayatkan oleh


sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat
kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta
bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa
sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan generasi (thaqabah)
berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad
minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40
orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat
dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (lafaz
redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma’nawy (pada
redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap
riwayat)
Klasifikasi Hadist
Klasifikasi Hadist

2) Hadits Ahad; hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok


orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits
ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :

 Ghorib , bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah


satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan
lain mungkin terdapat banyak penutur)
 Aziz , bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah
satu lapisan, pada lapisan lain lebih banyak)
 Masyhur , bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau
lebih penutur pada salah satu lapisan, dan pada lapisan lain
lebih banyak) namun tidak mencapai derajat mutawatir.
Dinamai juga hadits mustafidl.
Klasifikasi Hadist
D. Berdasarkan Tingkat Keaslian Hadits (Diterima/Ditolak)
1) Hadits Shohih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits
shohih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
= Sanadnya bersambung (lihat Hadits Maushul di atas);
= Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak
baik, tidak fasik, terjaga muruah (kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
= Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup umur (baligh ) dan
beragama Islam.
= Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz ) serta tidak ada sebab
tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadits ( ’illat ).
2) Hadits Hasan , bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, namun ada sedikit
kelemahan pada rawi(-rawi)nya; misalnya diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tidak
sempurna ingatannya. Namun matannya tidak syadz atau cacat.
3) Hadits Dhoif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa
hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau
diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung
kejanggalan atau cacat.
4) Hadits Maudlu’ , bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai
sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
Klasifikasi Hadist
E. Jenis-Jenis Lain
Hadits Matruk , yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu hadits yang
hanya diriwayatkan oleh seorang rawi saja dan rawi itu dituduh berdusta.
Hadits Mungkar , yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi
yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi
yang tepercaya/jujur.
Hadits Mu’allal , artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits
yang di dalamnya terdapat cacat yang tersembunyi ( ’illat ). Menurut Ibnu
Hajar Al Atsqalani bahwa hadits Mu’allal ialah hadits yang nampaknya baik
tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut
hadits Ma’lul (yang dicacati) dan disebut hadits Mu’tal (hadits sakit atau
cacat).
Hadits Mudlthorib , artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh seorang rawi melalui beberapa sanad dengan matan (isi)
kacau atau tidak sama atau bahkan kontradiksi dengan yang
dikompromikan
Klasifikasi Hadist

E. Jenis-Jenis Lain
Hadits Maqlub , yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh rawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang
atau sebaliknya, baik dalam hal matan (isi) atau sanad (silsilah)
Hadits Gholie , yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga
pengertiannya berubah.
Hadits Mudroj , yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh rawi,
misalnya penjelasan-penjelasan yang bukan berasal dari Nabi
Hadits Syadz , hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
rawi yang tepercaya namun bertentangan dengan hadits lain yang
diriwayatkan dari rawi-rawi yang lain. Hadits syadz bisa jadi berderajat
shahih, akan tetapi berlawanan isi dengan hadits shahih yang lebih kuat
sanadnya. Hadits yang lebih kuat sanadnya ini dinamakan Hadits Mahfuzh.
Takhrij Hadist
Takhrij al-Hadits:
 Kegiatan penelitian tentang hadits baik dari segi sanad,
rowi, maupun matan hadits.

 Menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang


mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan
menjelaskan derajatnya ketika diperlukan
 Menunjukan asal usul hadits dan mengemukakan sumber
pengambilannya dari berbagai kitab hadits yang disusun
Mukhorrijnya langsung, kegiatan takhrij seperti ini
sebagaimana yang dilakukan oleh para penghimpun hadits
dari kitab-kitab hadits, misalnya Ibnu Hajar al-‘Asqalani
yang menyusun kitab Bulugh al-Maram.
Takhrij Hadist
Kegunaan Dan Manfaat Takhrij:
 Mengetahui sumber asal hadits yang ditakhrij.
 Mengetahui di tolak atau diterimanya hadits-hadits tersebut. Dengan cara ini,
kita akan mengetahui hadits-hadits yang pengutipannya memerhatikan kaidah-
kaidah ulumul hadits yang berlaku sehingga hadits tersebut menjadi jelas, baik
asal-usul maupun kualitasnya.
 Meneliti dan menjelaskan tentang hadits dengan menyebutkan para periwayat
dalam sanad hadits tersebut.
 
Kitab yang diperlukan ketika melakukan Takhrij Hadits:
 Hidayatul Bari ila Tartibi Ahaditsil Bukhori,
 Mu’jam AlFadzi wala Siyyama al-Garibu Minha atau Fahras li Tartibi Ahaditsi
Sokhikh Muslim,
 Miftahus Shokhihain, al-Bughyatu fi Tartibi Ahaditsi al-Hiyah al-Jamius
Shogir,
 al Mu’jam al Mufahras li al Alfadzi Hadits Nabawi.
Ahli Hadits (Ulama Hadist)
dan Kitab-Kitabnya
1. Pengertian
Ibnu al-Qoyim dalam kitabnya I'lam al-Muwaqi'in mengatakan, bahwa
ulama dalam Islam itu ada dua, yang pertama adalah al-Huffadz, yaitu para
ahli hadits yang menghafal hadits, memvalidasi dan menyampaikannya
kepada umat.
 
Pengertian lainnya adalah orang-orang yang menghafal, meriwayatkan
serta memiliki kemampuan mendalam terhadap hadits-hadits Rosulullah 
dalam memisahkan hadits yang shahih dengan yang lemah, memisahkan
hadits yang pantas dijadikan sebagai argumentasi dan mana yang tidak,
serta memahami dan mengamalkannya sesuai dengan pemahaman ulama
ahlussunnah wal jama’ah bukan atas dasar pemikiran akals semata,
sehingga tidak mendatangkan hadits shohih namun menyebutkan
pemahaman-pemahaman yang aneh dan tidak dikenal dikalangan ulama
ahlussunnah wal jama’ah.
Ahli Hadits (Ulama Hadist)
dan Kitab-Kitabnya
Imam-Imam Perawi Hadist (Kutubus Sab'ah)
 
1). Imam Al-Bukhori (W. 256 H)
Muhammad bin Hatim Warroq Al-Bukhori rohimahuloah
menceritakan, “Aku bermimpi melihat Bukhari berjalan di
belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap kali Nabi
mengangkat telapak kakinya maka Abu Abdillah (Bukhari) pun
meletakkan telapak kakinya di situ.” (Hadyu Sari, hal. 656)

Imam Bukhori lahir dengan nama lengkap Abu Abdillah


Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughiroh bin
Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhari
Ahli Hadits (Ulama Hadist)
dan Kitab-Kitabnya
 Imam-Imam Perawi Hadist (Kutubus Sab'ah)

 2). Imam Muslim (w. 261 H)


Nama lengkap beliau adalah Abul Hasan Muslim bin Hajjaj bin
Muslim bin Warad bin Kausyaz Al Qusyairi An Naisaburi. Al Qusyairi
di sini merupakan nisbah terhadap nasab (silsilah keturunan) dan An
Naisaburi merupakan nisbah terhadap tempat kelahiran beliau, yaitu
kota Naisabur, bagian dari Persia yang sekarang manjadi bagian dari
negara Rusia. Tentang Al Qusyairi, seorang pakar sejarah,  ‘Izzuddin
Ibnu Atsir, dalam kitab Al Lubab Fi Tahzibil Ansab (37/3) berkata:
“Al Qusyairi adalah nisbah terhadap keturunan Qusyair bin Ka’ab bin
Rabi’ah bin ‘Amir bin Sha’sha’ah, yang merupakan sebuah kabilah
besar. Banyak para ulama yang menisbahkan diri padanya”.
Ahli Hadits (Ulama Hadist)
dan Kitab-Kitabnya
 Imam-Imam Perawi Hadist (Kutubus Sab'ah)

 3) Imam An-Nasaai (w. 303 H)


Nama lengkap Imam al-Nasa’i adalah Abu Abd al-Rohman
Ahmad bin Ali bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-
khurasani al-Qadi. Lahir di daerah Nasa’ pada tahun 215 H.
Ada juga sementara ulama yang mengatakan bahwa beliau lahir
pada tahun 214 H. Beliau dinisbahkan kepada daerah Nasa’ (al-
Nasa’i), daerah yang menjadi saksi bisu kelahiran seorang ahli
hadis kaliber dunia. Beliau berhasil menyusun sebuah kitab
monumental dalam kajian hadis, yakni al-Mujtaba’ yang di
kemudian hari kondang dengan sebutan Sunan al-Nasa’i.
Ahli Hadits (Ulama Hadist)
dan Kitab-Kitabnya
 Imam-Imam Perawi Hadist (Kutubus Sab'ah)

 4). Imam Abu Dawud (w. 275 H)


Abu Dawud memiliki nama lengkap Sulaiman bin al-Asy’as bin
Ishak bin Basyir bin Syidad bin Amar al-Azdi as-Sijistani.
Beliau adalah Imam dan tokoh ahli hadits, serta pengarang kitab
sunan. Beliau dilahirkan tahun 202 H. di Sijistan.

5). Imam At-Tirmidzi (w. 279 H)


Salah satu ulama besar yang dimiliki kaum muslimin ini bernama
lengkap Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa as-Sulami at-
Tirmidzi. Dan beliau memiliki nama kunyah Abu ‘Isa.Imam ahli
hadis ini dilahirkan pada tahun 209 Hijriyah di sebuah daerah
bernama Tirmidz.
Ahli Hadits (Ulama Hadist)
dan Kitab-Kitabnya
 Imam-Imam Perawi Hadist (Kutubus Sab'ah)

 6). Imam Ibnu Majah (w. 273 H)


Sunan Ibnu Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang
kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai
pengetahuan luas dan banyak menghafal hadits.
Imam Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’i al-Qarwini,
pengarang kitab As-Sunan dan kitab-kitab bemanfaat lainnya. Kata “Majah” dalam
nama beliau adalah dengan huruf “ha” yang dibaca sukun; inilah pendapat yang
sahih yang dipakai oleh mayoritas ulama, bukan dengan “ta” (majat) sebagaimana
pendapat sementara orang. Kata itu adalah gelar ayah Muhammad, bukan gelar
kakeknya, seperti diterangkan penulis Qamus jilid 9, hal. 208. Ibnu Katsir dalam Al-
Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52.
Imam Ibnu Majah dilahirkan di Qaswin pada tahun 209 H, dan wafat pada tanggal
22 Ramadhan 273 H. Jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar.
Sedangkan pemakamannya dilakukan oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan
Abdulloh serta putranya, Abdulloh.
Ahli Hadits (Ulama Hadist)
dan Kitab-Kitabnya
 Imam-Imam Perawi Hadist (Kutubus Sab'ah)

7)  Imam Malik (w. 179 H)


Mālik ibn Anas bin Malik bin ‘Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas
(lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah
al-Humyari al-Asbahi al-Madani), (Bahasa Arab: ‫نأنس‬55555‫كب‬55‫ل‬55‫)ما‬, lahir di
(Madinah pada tahun 714M / 93H), dan meninggal pada tahun 800M /
179H). Ia adalah pakar ilmu fikih dan hadits, serta pendiri Mazhab Maliki.
Ia menyusun kitab Al Muwaththa’, dan dalam penyusunannya ia
menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70
ahli fiqh Madinah. Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang
meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya
berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal
hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin
Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.
Ahli Hadits (Ulama Hadist)
dan Kitab-Kitabnya
 Imam-Imam Perawi Hadist (Kutubus Sab'ah)
8). Imam Ahmad (w. 241 H)
Nama lengkap beliau adalah “Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal
bin Asad Asy-Syaibani”. Kun-yah beliau adalah “Abu Abdillah”, karena salah
satu anak laki-laki beliau bernama Abdullah. Beliau berasal dari Bani Dzuhli
bin Syaiban, suatu keturunan yang menisbahkan dirinya kepada Kabilah
Bakr bin Wail. Beliau dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H. Di usia
kecilnya, beliau menjalani hari-hari dalam keadaan yatim karena bapak
beliau telah meninggal di usia muda, ketika beliau masih kecil. Bapak beliau
termasuk salah satu aktivis di dunia dakwah. Dengan penuh kesabaran,
ibunya mendidik beliau dan mengarahkan beliau untuk senantiasa
menuntut ilmu agama. Peran ibunya telah mengantarkan beliau pada
kedudukan yang tinggi disebabkan ilmu. (Tarikh Tasyri` Al-Islami, Master
Text Book of Mediu, hlm. 181)

Al-Musnad. Dalam kitab ini, beliau mengumpulkan hadis-hadis


berdasarkan urutan nama perawi dari sahabat. Kitab ini memuat 30.000
Ahli Hadits (Ulama Hadist)
dan Kitab-Kitabnya
 Imam-Imam Perawi Hadist (Kutubus Sab'ah)

9). Imam Ad-Darimi (w. 255 H)

Salah satu yang digelar dengan sebutan al-Hâfîzh al-Kabîr dalam ilmu Hadis dan Ilmu-
ilmunya adalah ‘Abdullah bin ‘Abdurrahmân bin al-Fadhîl bin Bahram bin
‘Abdusshamad at-Tamîmî as-Samarkandî ad-Dârimî. Beliau lebih dikenal dengan
panggilan Imam ad-Dârimî, nama daerah yang dinisbahkan kepada beliau yaitu
Dârimî. Kuniyah beliau adalah Abu Muhammad. Beliau dilahirkan pada tahun 181
Hijriah bertepatan dengan tahun wafatnya ulama Hadis di abad ke 2 yang bernama
‘Abdullah bin Mubaraq bin Wâdih al-Hanzholi at-Tamîmî. Berkata Ishâq bi Ibrâhim Al-
Warrâq: Aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Abdurrahmân berkata: Aku dilahirkan pada
tahun dimana wafatnya Ibnu Mubâraq yaitu pada tahun 181 H. Para ulama Hadis
menetapkan katagori tingkatan kepada ulama-ulama terdahulu untuk memudahkan
mengetahui masa kehidupan mereka. Ibnu Hajar al-‘Asqalâni dalam bukunya Taqrîbut
Tahzîb menjelaskan ada 12 tingkatan (thabaqah) ulama Hadis. Imam Ad-Dârimî
termasuk dalam tingkatan (thabaqah) ke 11, semasa dengan Imam Bukhari dan
Muslim.

Anda mungkin juga menyukai