Anda di halaman 1dari 26

ADVIS TEKNIS BRANTAS

BALAI HIDROLOGI DAN LINGKUNGAN KEAIRAN


Juli 2022
BAGIAN TUGAS
4.1
Evaluasi Hasil Studi Rasionalisasi dengan Sebaran
Pos Hidrologi
KESIMPULAN EVALUASI
• Terdapat pos curah hujan yang belum diinvetarisasi dalam pelaksanaan studi
rasionalisasi PCH.
• Pelaksanaan studi rasionalisasi belum mengakomodir seluruh metode menurut
SE Dirjen SDA Nomor: 07/SE/DA/2019.
• Hasil penentuan sebaran pos curah hujan prioritas masih tidak merata pada
wilayah DAS dan mengelompok pada lokasi tertentu.
• Berdasarkan hasil evaluasi, laporan studi rasionalisasi PCH tidak
direkomendasikan untuk analisis alokasi air.
Lokasi Pos Hidrologi Berdasarkan Panduan WMO
• Luasan DAS Brantas yaitu 11.945,9 km2, dengan sebaran topografi didominasi
dataran hingga pegunungan
• Berdasarkan WMO diperlukan sekurang-kurangnya 40 pos curah hujan, 12 pos
duga air dan 5 pos klimatologi.
• Jumlah pos curah hujan prioritas, jumlah pos duga air, dan pos klimatologi eksisting
di DAS Brantas, maka sudah memenuhi persyaratan minimal menurut WMO.
• Sedangkan secara spasial, sebaran pos curah hujan terlihat sangat rapat, tetapi
untuk pos duga air dan pos klimatologi masih terlihat titik-titik yang belum
terpantau.

Catatan:
Minimum jumlah pos untuk wilayah kombinasi dataran dan pegunungan:
PCH: 300 km2 / pos, PDA: 1000 km2 /pos, Pos Klimatologi: 2500 km2 /pos
4.2
Verifikasi dan Validasi Data Pos Hidrologi yang
digunakan untuk Perhitungan Alokasi Air
Sebaran Kualitas Data Pos
Duga Air
Sebaran Kualitas Data Pos Curah Hujan
Sebaran Kualitas Data Pos Klimatologi
REKOMENDASI
• Rekomendasi pos yang digunakan untuk analisis alokasi air dianjurkan dengan panjang data minimal 20 tahun (sesuai
SNI 6738 Tahun 2015) dan kualitas data berkategori baik.
• Jumlah pos yang direkomendasikan:
 Pos Curah Hujan: 229 Pos
 Pos Duga Air: 8 Pos
 Pos Klimatologi: 2 Pos
4.3
Analisis dan Evaluasi Monitoring Kekeringan
Kejadian Kekeringan di DAS Brantas dan Pengaruh Faktor Iklim
• Berdasarkan Pola dan Rencana, Kab/Kota di DAS Brantas yang sering mengalami
kekeringan: Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Mojokerto, dan Jombang tahun 2011-2015
dan 2019
• Terjadi kekeringan pada Daerah Irigasi tahun 2015 yaitu DI Padi Pomahan, DI Menturus,
DI Siman, DI Mrican Kanan, dan DI Lodoyo
• Secara umum, curah hujan tahunan di Indonesia dipengaruhi oleh Sirkulasi Monsun
Asia–Australia, El Niño Southern Oscillation (ENSO), dan Indian Ocean Dipole (IOD)

Kondisi ENSO dan IOD Tahun 2009-2022 (Sumber: Bureau of Meteorology, Australia)
La-Nina El-Nino
IOD/ENSO Netral
Kuat Moderat Lemah Lemah Moderat Kuat
IOD Negatif 2010 2014
IOD Netral 2011,2021,2022 2020 2013, 2017 2018, 2019 2009
IOD Positif 2016 2012 2015
Diringkas dari http://www.bom.gov.au/
Faktor Iklim Penyebab Kekeringan

C u r a h H u ja n T a h u n a n ( m m /ta h u n )
Curah Hujan Tahunan DAS Brantas
• Rataan hujan tahunan dari 229 PCH di DAS Brantas 3000
Tahun 2011-2019
2722
sebesar 1.948 mm 2500
2486
2150

• Tahun 2011-2019: Mojokerto, Jombang, Trenggalek,


1944
2000 1727 1726 1725
1545 1538
1500
dan Tulungagung memiliki hujan tahunan terkecil di 1000

DAS Brantas dengan rataan hujan tahunan di Mojokerto 500

dan Jombang -35%, Trenggalek -32%, Tulungagung -31%, 0


2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

terhadap hujan tahunan rata-rata DAS Brantas


Tahun

Curah Hujan Tahunan Rerata 2011-2019

• 2018-2019: tahun terkering dengan hujan rata-rata


tahunan (1.545 dan 1538 mm), dikarenakan akumulasi
defisit hujan yang panjang akibat El-Nino Moderat
selama dua tahun berturut-turut
• 2015: tahun terkering kedua (1.725 mm), terjadi kondisi
amat sangat kering dengan terjadinya El-Nino kuat dan
IOD positif. Mojokerto mengalami penurunan hujan
hingga -32%, Jombang -29%, Tulungagung -13%,
Trenggalek -46%, Malang -30%, dan Kediri -19%.
Rekomendasi Analisis Kekeringan dan Dampak
Perubahan Iklim
• Untuk menghindari kerancuan definisi kejadian kekeringan di masa mendatang, direkomendasikan
menggunakan metode Standardized Precipitation Index (Pd T-02-2004-A: Perhitungan Indeks Kekeringan
Dengan Menggunakan Teori Run) dan Standardized Runoff Index (R-0 Pedoman Perhitungan Indeks
Kekeringan Hidrologi di Sungai)

• Dalam RPSDA disebutkan akibat dari perubahan iklim diproyeksikan WS Brantas mengalami penurunan
rata- rata aliran rendah, terjadi kekeringan yang parah pada iklim masa depan, temperatur/suhu udara
akan meningkat, dan meningkatnya evapotranspirasi
• Mengingat dampak perubahan iklim berbeda-beda tergantung dengan karakteristik wilayah,
direkomendasikan untuk melakukan analisis dampak perubahan iklim khususnya pada air permukaan di
DAS Brantas
Kesimpulan

• Kejadian kekeringan di DAS Brantas terjadi dikarenakan adanya defisit curah hujan. Curah hujan di
DAS Brantas dipengaruhi oleh pengaruh musiman, ENSO, dan IOD.
• Pada tahun 2015 terjadi kondisi amat sangat kering dengan terjadinya El-Nino kuat dan IOD
positif, hal ini menyebabkan penurunan hujan tahunan hingga -46% yang kemudian menyebabkan
banyak daerah irigasi serta mata air mengalami kekeringan. Sedangkan pada tahun 2019, terjadi
kekeringan di hampir seluruh wilayah DAS Brantas dikarenakan akumulasi defisit hujan yang
panjang sejak tahun 2018.
• Untuk laporan monitoring kekeringan selanjutnya, direkomendasikan menggunakan metode
Standardized Precipitation Index dan Standardized Runoff Index serta dilakukan analisis dampak
perubahan iklim pada air permukaan di DAS Brantas.
Analisis Mutu Air
Pemantauan Kualitas Air dan Sedimentasi
• Pemantauan kualitas air
dilaksanakan oleh BBWS Brantas
pada 36 titik di DAS Brantas dengan
15 Parameter yang diuji
• Pemantauan dilaksanakan 1-3 kali
setiap tahun
• Hasil pemantauan kualitas air
dibandingkan dengan:
– Pemantauan sebelum tahun
2021: baku mutu kelas II PP No.82
tahun 2001
– Pemantauan pada tahun 2021:
baku mutu kelas II PP No.22
tahun 2021
• Pemantauan sedimentasi belum
pernah dilaksanakan di DAS Brantas
Hasil Perhitungan Status Mutu Air (Metode Storet) pada 36 Lokasi Tahun 2016-2021

Hasil Status Mutu Air (Sumber: BBWS Brantas) Hasil Status Mutu Air (Sumber: BBWS Brantas)
No Lokasi No Lokasi
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2016 2017 2018 2019 2020 2021

1 Jembatan Sengguruh Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat 23 Jembatan Joyoboyo Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat

2 Jembatan Brawijaya Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Sedang 24 Jembatan Bungkuk Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat

3 Jembatan Trisula Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat 25 Jembatan Jagir Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat
26 Jembatan Nginden Intan Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat
4 Jembatan Karangrejo Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Sedang
27 Tambangan Wonorejo Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat
5 Tambangan Maesan Mojo Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Sedang
28 Jembatan Yos Sudarso Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat
6 Jembatan Jong Biru Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang
29 Jembatan Petekan Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat
7 Jembatan Lama Kertosono Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang
30 Jembatan Ngoro Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat
8 Tambangan Ngrombot Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang 31 Jembatan Porong Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat
9 Jembatan Begendheng Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang 32 Jembatan Carat Gempol Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat
10 Jembatan Munung Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Ringan 33 Tambangan Tlocor Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat
11 Jembatan Ploso Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang 34 Sumber Brantas Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Sedang
12 Tambangan Cheil Jedang Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Berat 35 Jembatan Brantas Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang
13 Tambangan Betro Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat 36 Jembatan Pendem Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat

14 Jembatan Les Padangan Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Sedang Memenuhi Baku Mutu Cemar Sedang
15 Jembatan Pulorejo Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Berat
16 Jembatan Tol Mojokerto Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat
17 Jembatan Perum Jetis Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Berat
18 Jembatan Jetis Marmoyo Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Berat Cemar Sedang
19 Jembatan Perning Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat
20 Jembatan Legundi Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Ringan Cemar Berat
21 Jembatan Bambe Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat

22 Jembatan Karangpilang Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Sedang Cemar Sedang Cemar Berat
Laporan Hasil Pemantauan Kualitas Air
NO TAHAPAN HASIL PEMANTAUAN HASIL EVALUASI
1 Penentuan Titik Hasil Pemantauan pada 36 Lokasi Terdapat lokasi anak sungai yang belum terpantau kualitas airnya, sedangkan pada
Lokasi lokasi tersebut terdapat pemanfaat air irigasi dan PDAM.

2 Pengambilan Pada laporan tidak dicantumkan SNI Pengambilan sampel perlu mengacu terhadap SNI 6989.57-2008 dan pengujian
sampel dan maupun standar method dalam kualitas air parameter lapangan, seperti: pH dan DHL (SNI 06-6989.11-2004), suhu
Pengukuran kualitas pelaksanaan pengambilan sampel dan (APHA AWWA WEF 2550-B-2012), dan DO (APHA AWWA WEF 4500-OC-2012) untuk
air di lapangan pengukuran kualitas air di lapangan menghindari ketidaksesuaian hasil pemantauan.

3 Pengujian Sampel di Pada laporan tidak dicantumkan Pengujian sampel di laboratorim perlu mengacu terhadap Standar Methods for
Laboratorium metode yang digunakan pada setiap Examination of Water and Wastewater APHA 2012 dan PP No. 22 Tahun 2021
parameter yang dihasilkan

4 Data Hasil Pengujian Pemantauan dilaksanakan 1-3 kali Pemantauan yang hanya dilakukan 1 kali dalam setahun tidak dapat
setiap tahun pada 36 lokasi. menggambarkan kondisi kualitas air di lapangan, karena pemantauan baiknya
dilaksanakan minimal 2 kali setiap tahun (musim kemarau dan hujan).

5 Evaluasi Data Hasil Setiap lokasi dihasilkan 15 parameter Terdapat potensi ketidaksesuaian hasil pemantauan yaitu parameter Oksigen
Pengujian hasil pengujian terlarut (DO), BOD, COD di beberapa lokasi pemantauan. Dapat dipengaruhi dari
pelaksanaan pengujian dan alat pengujian sampel.

Sebagian besar lokasi parameter yang Mengamati hasil pemantauan yang dibandingkan dengan penggunaan lahan, maka
melebihi baku mutu kelas II yaitu hasil pemantauan pada titik lokasi yang didominasi oleh lahan permukiman dan
Kekeruhan, TSS, BOD dan fecal coli pertanian akan berdampak terhadap meningkatnya parameter fisik, kimia dan
biologi. Sehingga hasil pemantauan sudah sesuai dengan penggunaan lahan.
Peta Penggunaan Lahan DAS Brantas

• Berdasarkan peta
penggunaan lahan
tahun 2019
didominasi oleh
lahan pertanian
dan permukiman
• Pada lingkaran
merah lokasi yang
tidak terdapat
pemantauan
Kesesuaian Mutu Air dan Pemanfaatannya
Pemanfaat Air Industri, PDAM, dan Irigasi
 Terdapat 100 Pemanfaat air
industri dan 11 pemanfaat air
PDAM
 Kualitas air untuk PDAM harus
memenuhi baku mutu kelas I dan
untuk industri harus memenuhi
baku mutu kelas II (PP No.22
Tahun 2021)
 Terdapat 15 Daerah Irigasi dan
kualitas airnya harus memenuhi
baku mutu air kelas IV (PP No.22
Tahun 2021)

 Lokasi pemantauan jika dibandingkan dengan lokasi pemanfaat air irigasi, PDAM, dan
industri. Maka terdapat beberapa pemanfaat air yang tidak diketahui kondisi kualitas airnya.
Evaluasi Kesesuaian Kualitas Air
Dengan Pemanfaatan Air
• Terdapat parameter yang melebihi baku
mutu kelas I pada 55% pemanfaat air
PDAM dan melebihi baku mutu kelas II
pada 87% pemanfaat air Industri
• 60% daerah irigasi memanfaatkan air
sesuai dengan baku mutu kelas IV
• Sebagian pemanfaat air PDAM, industri
dan irigasi tidak dapat diketahui kondisi
kualitas airnya karena tidak adanya
pemantauan.
• Perlu dilakukan pemantauan secara
berkala pada setiap titik lokasi pemanfaat
air yang disesuaikan dengan baku mutu
peruntukannya
Pengaruh Sedimentasi terhadap Umur Layan Waduk

• Berdasarkan Dokumen Pola dan Rencana WS Kapasitas Kapasitas Kapasitas


Waduk/ Tahun Tampungan Total Tampungan Efektif Tampungan Mati
Brantas, sedimentasi pada DAS Brantas
Bendung Survei Volume Persen Persen Persen
disebabkan: (juta m3) (%)
Volume
(%)
Volume
(%)
(juta m )
3
(juta m )
3

1. Erupsi Gunung Kelud dan Gunung Semeru di W. 1988 21,50 100,0 2,50 100,0 19,00 100,0
hulu Sungai Brantas, Sengguruh 2014 1,1 5,1 0,6 24 0,5 2,6
2. Erosi lahan di daerah hulu Sungai Brantas, W. Sutami
1973 343,00 100,0 233,00 100,0 90,0 100,0
2014 158,5 46,2 135,4 58,1 23,1 25,6
3. Longsoran pada tebing sungai dan anak Sungai
1977 36,11 100,0 29,43 100,0 6,68 100,0
Brantas. W. Lahor
2014 29 80,3 24,5 83,2 4,5 67,3
• Berdasarkan perhitungan produk sedimen dari 1977 24,00 100,0 5,20 100,0 18,80 100,0
W. Wlingi
erosi lahan, paling tinggi berasal dari Sub-DAS 2013 4,8 20 2,0 38,4 2,8 14,8
Widas dan Ngrowo-Ngasinan. B. Lodoyo
1983 5,20 100,0 5,00 100,0 0,20 100,0
• Sedimentasi menyebabkan penurunan kapasitas 2013 2,7 51,9 2,3 46 0,3 150
1970 62,30 100,0 50,10 100,0 12,20 100,0
tampungan W. Selorejo
2014 34,8 55,8 33,3 66,4 1,4 11,4
• Tampungan yang mengalami penurunan paling 2000 122 100,0 106 100,0 16 100,0
W. Wonorejo
besar terjadi pada Waduk Sengguruh dengan 2011 107,2 87,8 97 91,5 10,1 63,1
persentase tampungan total tahun 2014 hanya 1981 32,9 100,0 28,4 100,0 4,5 100,0
W. Bening
5.1% dari total tampungan awal. Selanjutnya 2012 27,8 84,4 25,4 89,4 2,4 53,3
penurunan paling besar yaitu Waduk Wlingi
sebesar 20% dari total tampungan awal.
Kesimpulan
• Sedimentasi diakibatkan oleh erosi lahan, longsoran tebing, dan erupsi
gunung, menyebabkan pendangkalan pada waduk dengan kapasitas
tampung total yang berkurang drastis dibandingkan awal pengoperasian
waduk, terutama di Waduk Sengguruh dan Waduk Wlingi.
• Diperlukan upaya dalam menanggulangi tingginya sedimentasi tersebut
dikarenakan akan berdampak terhadap berkurangnya tampungan air
yang dapat dimanfaatkan pada musim kemarau.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai