Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Wilayah Perencanaan


2.1.1. Lokasi Perencanaan
Kabupaten Rokan Hilir merupakan daerah yang terletak pada bagian pesisir
timur Pulau Sumatera antara 1°14’-2°30’ LU dan 100°16’-101°21’ BT. Luas
wilayah Kabupaten Rokan Hilir adalah 8.881,59 km2. Lokasi perencanaan
distribusi air minum dilakukan di Kecamatan Bangko Pusako, Rimba Melintang
dan Tanah Putih Tanjung Melawan Kabupaten Rokan Hilir, Riau dengan luas
wilayah 1.166,39 km2. Peta lokasi perencanaan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peta Lokasi Perencanaan

2.1.2. Kondisi Topografi


Berdasarkan kondisi topografi Kabupaten Rokan Hilir merupakan daerah
dataran rendah. Ketinggian daerah wilayah studi berada di bawah 60 meter dari
permukaan laut. Peta topografi wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

6
7

Gambar 2.2. Peta Topografi Wilayah Studi

2.1.3. Kondisi Kependudukan


Penduduk Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2016 adalah 662.242 jiwa,
dengan laju pertumbuhan penduduk selama sepuluh tahun terakhir yakni dari
tahun 2000-2010 sebesar 4,58 persen per tahun. Sedangkan rasio jenis kelaminnya
adalah 105 yang artinya dari setiap 100 penduduk perempuan ratarata terdapat 105
penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk per kilometer menunjukkan bahwa
Kecamatan Bangko menempati urutan tertinggi yaitu 172 jiwa per kilometer
persegi, sedangkan Kecamatan Rantau Kopar dan Batu Hampar menempati urutan
terendah yaitu 29 dan 30 jiwa per kilometer persegi. Jumlah penduduk Kecamatan
Bangko menempati urutan tertinggi, yaitu 81.635 jiwa, kemudian Kecamatan
Bagan Sinembah 75.205 jiwa, Kecamatan Tanah Putih 69.088 jiwa, Kecamatan
Bangko Pusako 62.887 jiwa, dan Kecamatan Rantau Kopar memiliki jumlah
penduduk terendah, yaitu 6.729 jiwa. Jumlah penduduk pada wilayah studi dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
8

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk pada Wilayah Studi


Kecamatan
Jumlah
Tahun Tanah Putih Tanjung Bangko Rimba Penduduk
Melawan Pusako Melintang
2008 9.650 46.413 31.712 87.775
2009 9.978 47.027 32.132 89.137
2010 12.066 52.115 32.128 96.309
2011 13.155 53.834 32.389 99.378
2012 13.271 55.316 33.659 102.246
2013 13.310 57.569 35.434 106.313
2014 13.701 59.303 36.435 109.439
2015 14.096 61.080 37.443 112.619
2016 14.495 62.887 38.448 115.830
Sumber: Badan Pusat Statistika, 2017

Bila dianalisis perbandingan luas wilayah dengan jumlah penduduk maka


terjadi ketimpangan dalam penyebaran penduduk. Kecamatan Bangko Pusako
yang luasnya 732,52 km2 memiliki 78 penduduk per kilometer persegi,
Kecamatan Rimba Melintang yang luasnya hanya 235,48 km2 memiliki 159
penduduk per kilometer persegi, sedangkan Kecamatan Tanah Putih Tanjung
Melawan yang luasnya 198,39 km2 memiliki 77 penduduk per kilometer persegi.
Penyebaran penduduk yang tidak merata ini akan menimbulkan masalah
kependudukan, kondisi yang kurang sehat bagi kegiatan ekonomi, pertahanan
keamanan dan keadilan sosial lainnya.

2.1.4. Sumber Air Minum Masyarakat di Wilayah Studi


Pada umumnya masyarakat Kabupaten Rokan Hilir khususnya di wilayah
studi menggunakan air kemasan dan air isi ulang sebagai sumber air minum.
Sebagian masyarakat juga menggunakan air sumur untuk memenuhi kebutuhan
air. Selain penggunaan air isi ulang, air kemasan, dan air sumur beberapa rumah
menampung air hujan sebagai alternatif sumber air minum. Sedangkan untuk air
sungai hanya sebagian kecil masyarakat yang menggunakannya. Padahal jika
dilihat secara geografis air sungai memiliki potensi yang sangat besar untuk
dijadikan sumber air minum karena letaknya yang cukup dekat dengan wilayah
studi. Selain itu air sungai juga memiliki kuantitas yang besar untuk melayani
9

penduduk. Rincian penggunaan sumber air minum di wilayah studi dapat dilihat
pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Sumber Air Minum Wilayah Studi Tahun 2016 Menurut Rumah Tangga
Air
Air Kemasan Sungai Air
Kecamatan Sumur Ledeng Jumlah
dan Isi Ulang dan Mata Hujan
Air
Bangko Pusako 9405 3273 - 40 1180 13898
Rimba Melintang 3736 483 37 151 2094 6542
T. P. Tanjung
1080 1453 30 17 281 2861
Melawan
Jumlah 14221 5209 67 208 3555 23301
Persentase (%) 61,03 22,36 0,29 0,89 15,26
Sumber: Badan Pusat Statistika, 2017

Data yang dicantumkan adalah sumber air minum utama yang digunakan
rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan. Berdasarkan data pada Tabel 2.2
diperoleh informasi bahwa masyarakat di wilayah studi sebagian besar
menggunakan air kemasan dan isi ulang sebagai sumber air minum. Disamping itu
hanya sebagian kecil masyarakat yang menggunakan air ledeng (air sistem
perpipaan/air hasil pengolahan) sebagai sumber air minum.

2.2. Sistem Distribusi Air Minum


2.2.1. Sistem Perpipaan
Pada sistem perpipaan unit pelayanannya menggunakan Sambungan Rumah
(SR). Sambungan Rumah adalah jenis sambungan pelanggan yang mensuplai
airnya langsung ke rumah-rumah biasanya berupa sambungan pipa-pipa distribusi
air melalui meter air dan instalasi pipanya di dalam rumah (Dirjen Cipta Karya,
2016).

2.2.2. Sistem Non Perpipaan


Sistem non perpipaan terdiri dari (Dirjen Cipta Karya, 2016):
1. Perlindungan Mata Air (PMA)
Mata air yang terlindungi adalah yang memiliki bangunan
pelindung/broncaptering.
2. Hidran Umum (HU)
10

Hidran Umum adalah jenis pelayanan pelanggan sistem air minum


perpipaan atau non perpipaan dengan sambungan per kelompok pelanggan
dan tingkat pelayanan hanya untuk memenuhi kebutuhan air minum, dengan
cara pengambilan oleh masing-masing pelanggan ke pusat penampungan.
3. Sumur Gali
Sumur Gali yang terlindungi adalah sumur yang memiliki
emplasemen/pelataran di sekitar sumur yang disemen, serta memiliki
saluran pembuangan air bekas yang dialirkan ke sumur resapan/drainase.
4. Sumur Pompa Tangan (SPT) Dangkal/Dalam
Sumur Pompa Tangan yang terlindungi adalah sumur yang memiliki
emplasemen/pelataran di sekitar sumur yang disemen, serta memiliki
saluran pembuangan air bekas yang dialirkan ke sumur resapan/drainase
yang menggunakan pompa tangan.
5. Sumur Dalam
Sumur Dalam adalah sumur bor/pompa adalah sumur terlindungi yang
menggunakan pompa listrik untuk menaikkan airnya, dengan sumber airnya
berasal dari air tanah pada kedalaman di atas 25 meter.

2.2.3 Sistem Pengaliran


Sistem pengaliran distribusi air minum dipengaruhi oleh keadaan topografi,
lokasi sumber air baku, dan beda tinggi daerah pengaliran atau daerah layanan.
Sistem pengaliran tersebut antara lain:
a. Pengaliran Gravitasi
Air bersih didistribusikan ke daerah layanan dengan memanfaatkan tekanan
akibat gaya gravitasi pada daerah tersebut. Diperlukan beda elevasi antara
sumber dan daerah layanan yang cukup besar supaya tekanan yang
diperlukan dapat dipertahankan.
b. Pengaliran Pemompaan dengan Elevated Reservoir
Sebelum air didistribusikan ke daerah layanan terlebih dahulu dipompa dan
ditampung di reservoir kemudian didistribusikan dengan memanfaatkan
tekanan akibat elevasi reservoir tersebut.
11

c. Pengaliran Pemompaan Langsung


Distribusi air ke daerah layanan dengan mengandalkan tekanan dari pompa,
yang disesuaikan dengan tinggi tekanan minimum.

2.2.4. Pola Jaringan Distribusi


Menurut Sri Venkateswara (2005), terdapat 2 pola jaringan perpipaan
distribusi antara lain:
1. Dead End/Branch
Sistem ini cocok untuk kota yang tidak teratur letaknya. Dalam sistem ini air
mengalir dalam satu arah hanya ke submains dan cabang. Diameter pipa
berkurang di setiap cabang.
Keuntungan menggunakan pola jaringan dead end/branch adalah:
1. Discharge dan tekanan pada titik manapun dalam sistem distribusi dapat
dihitung dengan mudah
2. Katup yang dibutuhkan dalam sistem ini relatif sedikit.
3. Diameter pipa yang digunakan lebih kecil sehingga sistemnya murah dan
ekonomis.
4. Peletakan pipa air yang digunakan sangat sederhana.
Meskipun memiliki beberapa keuntungan pada pola jaringan dead
end/branch juga terdapat kerugian dalam penggunaannya yaitu:
1. Ada stagment air di ujung buntu pipa yang menyebabkan kontaminasi.
2. Selama perbaikan pipa atau katup pada suatu titik seluruh arus setelahnya
kekurangan pasokan.
3. Air yang tersedia untuk memadamkan kebakaran jumlahnya terbatas.
2. Loop
Dari air utama memasuki cabang-cabang di semua jalan di kedua arah
terdiri dari diameter yang sama. Pada titik mana pun tekanannya seimbang
dari dua arah karena jaringan pipa yang saling berhubungan.
Beberapa keuntungan penggunaan pola loop adalah:
1. Dalam hal perbaikan bagian distribusi yang sangat kecil akan ikut
terpengaruh.
12

2. Setiap titik menerima pasokan dari dua arah dan dengan tekanan lebih
tinggi.
3. Air tambahan dari cabang lainnya tersedia untuk pemadam kebakaran.
4. Adanya sirkulasi air sehingga polusi tidak terjadi karena stagnasi.
Sedangkan kerugian menggunakan pola loop adalah:
1. Penggunaan pipa lebih panjang dan jumlah katup yang dibutuhkan lebih
banyak sehingga ada kenaikan biaya dari konstruksi.
2. Perhitungan ukuran pipa dan tekanan kerja pada berbagai titik di sistem
distribusi lebih rumit dan sulit.
Menurut Trifunovic (2006) kedua pola loop dan branch dapat
dikombinasikan yang disebut combined network system dimana pola ini umum
digunakan pada jaringan distribusi air minum.

2.2.5. Sistem Pemompaan


Head pompa ditentukan berdasarkan perhitugan hidrolis. Perhitungan head
debit pompa distribusi ditentukan berdasarkan fluktuasi pemakaian air dalam satu
hari. Pompa harus mampu mensuplai debit air saat jam puncak dengan
menyediakan pompa cadangan (SNI 7509-2011).
a. Pompa Penguat
1. Pemasangan pompa penguat diperlukan untuk menaikkan tekanan
berdasarkan pertimbangan teknis sebagai berikut:
a) kehilangan tekanan/sisa tekan;
b) kondisi topografi;
2. Lokasi stasiun pompa penguat harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a) elevasi muka tanah stasiun pompa harus termasuk dalam disain
hidrolis sistem distribusi;
b) terletak diatas untuk banjir dengan periode ulang 50 tahun, jika tidak
ada data ditempatkan pada elevasi paling tinggi dari pengalaman
waktu banjir;
c) mudah dijangkau dan sedekat mungkin dengan masyarakat atau
pemukiman;
13

3. Kapasitas pompa ditentukan sebagai berikut:


a) pada sistem langsung (direct boosting), debit pompa sesuai dengan
debit melalui pipa. Jika pompa penguat dipasang pada pipa distribusi,
pompa harus mampu memompakan air sesuai dengan fluktuasi
kebutuhan air wilayah pelayanan. Sistem perpipaan harus dilengkapi
dengan pipa by pass dengan ukuran sama dengan pipa tekan yang
dilengkapi katup searah untuk mencegah palu air;
b) pada sistem tidak langsung, volume tangki hisap minimum ditentukan
sesuai dengan waktu penampungan selama 30 menit, jika debit
pengisian dan debit pemompaan konstan. Volume tangki hisap
minimum untuk penampungan selama 2 jam atau sesuai dengan debit
masuk dan keluar, jika debit pengisian dan pemompaan berfluktuasi.
Debit pompa distribusi ditentukan berdasarkan fluktuasi pemakaian
air dalam satu hari. Pompa harus mampu mensuplai debit air saat jam
puncak dimana pompa besar bekerja dan saat pemakaian minimum pompa
kecil yang bekerja.
b. Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan dalam Pemilihan Pompa
1. Kapasitas dan total head pompa mampu beroperasi dengan efisiensi
tinggi dan bekerja pada titik optimum sistem;
2. Tipe pompa
Pemilihan tipe pompa dilakukan berdasarkan kondisi-kondisi sebagai
berikut:
a) bila ada kekhawatiran terendam air, gunakan pompa tipe sumbu
vertikal;
b) bila total head kurang dari 6 m ukuran pompa (bore size) lebih dari
200 mm, menggunakan tipe mixed flow atau axial flow;
c) bila total head Iebih dari 20 m, atau ukuran pompa lebih kecil dari 200
mm, digunakan tipe centrifugal;
d) bila head hisap lebih dari 6 m atau pompa tipe mixed-flow atau axial
flow yang lubang pompanya (bore size) lebih besar dari 1500 mm,
gunakan pompa tipe sumbu vertical;
14

3. Kombinasi pemasangan pompa harus memenuhi syarat titik optimum


kerja pompa. Titik optimum kerja pompa terletak pada titik potong antara
kurva pompa dan kurva sistem. Penggunaan beberapa pompa kecil lebih
ekonomis dari pada satu pompa besar. Pemakaian pompa kecil akan Iebih
ekonomis pada saat pemakaian air minimum di daerah distribusi.
Perubahan dari operasi satu pompa ke operasi beberapa pompa
mengakibatkan efisiensi pompa masing-masing berbeda-beda;
4. Pompa cadangan diperlukan untuk mengatasi suplai air saat terjadi
perawatan dan perbaikan pompa. Pemasangan beberapa pompa sangat
ekonomis, dimana pada saat jam puncak semua pompa bekerja. dan
apabila salah satu pompa tidak dapat berfungsi, maka kekurangan suplai
air ke daerah pelayanan tidak terlalu banyak;
c. Peningkatan Kapasitas Pompa
Peningkatan kapasitas pompa pada stasiun pompa eksisting dapat
ditingkatkan dengan penambahan jumlah pompa, memperbesar ukuran
impeller pompa atau mengganti pompa lama dengan pompa baru. Setiap
alternatif tersebut harus dievaluasi dalam perancangan teknik perpompaan.
Pompa dapat diinstalasi secara seri maupun parallel. Pompa yang terhubung
secara seri akan menghasilkan debit setara dengan satu pompa, tetapi head pompa
kira-kira sama dengan jumlah masing-masing head pompa dalam sistem. Pompa
yang terhubung secara parallel akan memberikan tekanan yang sama karena
semua pompa akan bekerja melawan head eksternal yang sama, tetapi debit yang
dihasilkan merupakan jumlah debit dari semua pompa.

2.2.6. Pipa Distribusi


Perencanaan lay-out jaringan pipa distribusi ditentukan berdasarkan SNI
7509-2011:
1. Situasi jaringan jalan di wilayah pelayanan; jalan-jalan yang tidak saling
menyambung cocok untuk sistem cabang. Jalan-jalan yang saling
berhubungan membentuk jalur jalan melingkar atau tertutup, cocok untuk
sistem tertutup, kecuali bila kepadatan penduduk rendah;
15

2. Kepadatan penduduk rendah dipilih lay-out pipa berbentuk cabang;


3. Keadaan topografi dan batas alam wilayah pelayanan;
Ukuran diameter pipa distribusi ditentukan berdasarkan aliran pada jam
puncak dengan sisa tekan minimum di jalur distribusi, pada saat terjadi kebakaran
jaringan pipa mampu mengalirkan air untuk kebutuhan maksimum harian dan tiga
buah hidran kebakaran masing-masing berkapasitas 250 gpm dengan jarak antar
hidran maksimum 300 m. Faktor jam puncak terhadap debit rata-rata tergantung
pada jumlah penduduk wilayah terlayani sebagai pendekatan perencanaan. Ukuran
diameter pipa pembawa minimum 100 mm. Ukuran diameter pipa pembagi 50
mm; Panjang pipa distribusi pembagi maksimum antar titik simpul (node)
pelayanan 1 (satu) sel utama, maksimum 1.500 m. Kriteria diameter pipa
distribusi dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3. Kriteria Diameter Pipa Distribusi
Pipa Pipa Pipa Pipa
Cakupan Sistem Distribusi Distribusi Distribusi Distribusi
Utama Pembawa Pembagi Pelayanan
Sistem Kecamatan ≥100 mm 75-100 mm 75 mm 50 mm
Sistem Kota ≥150 mm 100-150 mm 75-100 mm 50-75 mm
Sumber : Menteri Pekerjaan Umum, 2016

Alokasi kebutuhan air pada setiap titik simpul (node) jaringan sel utama dan
sel dasar dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Wilayah pelayanan dibagi menjadi beberapa wilayah pelayanan kecil atau
blok-blok pelayanan;
2. Untuk wilayah pelayanan yang tipikal, alokasi kebutuhan air disetiap node
diperkirakan besarnya sesuai dengan persentase bagian luas wilayah
pelayanan;
3. Untuk daerah yang tidak tipikal secara umum, alokasi kebutuhan air harus
dihitung sesuai dengan peruntukkannya. Contohnya taman-taman umum,
industri besar, dan lain-lain;

2.2.7 Software EPANET 2.0 dalam Analisis Jaringan Distribusi


EPANET 2.0 adalah program komputer yang melakukan simulasi dari
hidrolika dan kualitas air dalam jaringan pipa bertekanan. Jaringan terdiri dari
16

pipa, node (sambungan pipa), pompa, katup dan tangki penyimpanan atau waduk.
EPANET melacak aliran air di setiap pipa, tekanan pada setiap node, tinggi air di
setiap tangki, dan konsentrasi zat kimia Sepanjang jaringan selama periode
simulasi terdiri dari beberapa langkah waktu. Selain zat kimia, umur air dan
sumber tracing juga bisa disimulasikan.
Pemodelan hidrolik berfitur lengkap dan akurat merupakan prasyarat untuk
melakukan pemodelan kualitas air yang efektif. EPANET berisi analisis hidrolik
mutakhir yang memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut (Rossman, 2000):
1. Menghitung headloss gesekan dengan menggunakan Hazen-Williams,
Darcy- Weisbach, atau Chezy-Manning formula.
2. Termasuk minor loses untuk tikungan, alat kelengkapan, dan lain-lain.
3. Model pompa dengan kecepatan konstan atau variable.
4. Menghitung energi dan biaya pemompaan.
EPANET dapat terintegrasi untuk melakukan editing dalam pemasukan
data, running simulasi dan melihat hasil running dalam berbagai bentuk (format),
termasuk kode-kode yang berwarna pada peta jaringan, tabel data-data, grafik,
serta citra kontur. Gambar 2.3. memperlihatkan tampilan ruang kerja (workspace)
pada software EPANET 2.0 yang didalamnya merupakan contoh jaringan
distribusi yang terdiri dari sumber (reservoir) yang menggunakan pompa ke dalam
pola jaringan loop. Pada contoh ini jaringan distribusi juga menggunakan pipa
yang menuju ke sebuah tangki penyimpanan pada sistem.

2.2.7.1 Komponen Fisik


Beberapa komponen Fisik yang nantinya sebagai masukan atau input ke
dalam pemodelan jaringan sistem distribusi, diantaranya adalah:
1. Data Gambar
Data gambar merupakan komponen data yang sangat penting untuk
membentuk suatu jaringan distribusi. Dengan adanya data gambar ini akan
mempermudah dalam memahami pola jaringan sistem distribusi yang akan
dibuat modelnya. Untuk suatu sistem jaringan eksisting data gambar akan
memuat antara lain:
17

a. Jalur pipa, model sambungan, material pipa, diameter pipa dan lain-lain.
b. Lokasi beberapa elemen sistem seperti reservoir, tangki maupun valve.
c. Data kontur tekanan daerah layanan.
d. Elevasi tiap-tiap node.
e. Informasi dasar seperti lokasi jalan, nama jalan, zona perencanaan,
sungai, dan lain-lain.
f. Serta beberapa fasilitas lainnya.
g. Beberapa jenis data gambar yang dipakai antara lain peta topografi, as-
built drawing, peta dan gambar digital, data sistem informasi geografis
dan lain-lain.

Gambar 2.3 Workspace EPANET 2.0 Beserta Contoh Jaringan Sederhana


Sumber: Rossman, 2000
18

2. Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai node batas untuk kontrol awal gradien hidrolis
suatu sistem distribusi sekaligus sebagai penyuplai air dengan kapasitas
besar dan Hydraulic Grade Line (HGL) yang besar pula. Nilai HGL pada
reservoir dapat di tentukan dengan nilai konstan, dimana HGL ini diset
untuk dapat melayani seluruh area pelayanan yang mengambil air dari suplai
reservoir ini.
Dalam pemodelan jaringan sistem distribusi, reservoir ini dapat berupa:
Sumber air, clear well, Instalasi Pengolahan Air Minum, dapat juga berupa
titik injeksi air/supplai air ke dalam sistem distribusi jika dalam pemodelan
tersebut sistem mendapatkan air dari supplai pipa utama meskipun dalam
kondisi sebenarnya di lapangan tidak ada reservoir, dengan ketinggian HGL
tertentu. Dalam hal ini reservoir berfungsi sebagai titik acuan untuk
mengontrol tekanan dalam sistem.
3. Storage Tank
Dalam suatu pemodelan, storage tank ini juga berfungsi sebagai node batas,
namun yang membedakan dengan reservoir adalah HGL yang terjadi dalam
tangki ini berfluktuasi tergantung keluar masuknya air. Volume storage tank
ini umumnya terbatas, sehingga pada kondisi tertentu tangki ini dapat berisi
penuh dan dapat kosong sama sekali.
Beberapa model tangki storage yang dapat ditemui di sistem distribusi
antara lain:
a. Tangki yang terdapat pada sistem dengan kondisi langsung tersambung
pada sistem dengan permukaan yang bebas.
b. Tangki storage yang berupa tangki tekan (hydropneumatic) tersambung
dengan sistem distribusi, disini air akan mengalami peningkatan HGL
karena adanya peningkatan tekanan dalam tangki.
c. Elevated reservoir, dimana air masuk ke tangki storage dengan jalan
pemompaan, yang selanjutnya air akan masuk ke sistem distribusi
dengan cara gravitasi dengan HGL sesuai ketinggian elevated reservoir.
19

4. Junction atau Node


Junction merupakan representasi pertemuan/ penyambungan 2 atau lebih
pipa (penyambungan umumnya dilakukan dengan adanya fitting. Kebutuhan
air diperoleh dari proyeksi sambungan pelanggan dan konsumsi per kapita
sesuai dengan standart desain atau dari kriteria desain.
Node dibuat dengan pedoman sebagai berikut:
a. Setiap percabangan pipa.
b. Penggantian atau perubahan diameter.
c. Setiap terdapat tapping.
Node-node ini juga dapat menggambarkan letak valve, aksesoris pipa
5. Pipa
Informasi data yang akurat mengenai jaringan pipa, yaitu jenis pipa,
diameter, panjang pipa dan headlosses pada pipa sangat diperlukan untuk
membuat model jaringan. Untuk jenis pipa dapat dilihat dari angka
kekasaran pipa (dalam persamaan Hazen William dinotasikan lambang C).
Data diameter dan jenis pipa ini akan berpengaruh terhadap headloss yang
terjadi sepanjang pipa tersebut. Sedangkan data mengenai panjang pipa yang
menghubungkan antar node berpengaruh terhadap headloss yang terjadi
dalam pipa. Sedangkan data minor loses merupakan data koefisien
kehilangan tekanan akibat aksesoris pipa dan lain-lain.
Kehilangan tekanan minor akibat belokan, percabangan, sambungan dan
lain-lain (aksesoris) dalam hal simulasi umumnya tidak dihitung secara
detail, bahkan untuk beberapa kehilangan tekanan di aksesoris diabaikan
karena hf-nya terlalu kecil.
6. Pompa
Data ini memperlihatkan kebutuhan daya pompa agar sistem distribusi dapat
berjalan dengan baik. Data yang dimasukkan pada titik ini akan berpengaruh
pada semua tekanan pada semua node yang ada pada sistem jaringan
distribusi. Data yang masuk dimasukkan berupa head pompa, efisiensi
pompa, serta daya pompa.
20

7. Valve
Data masukan untuk elemen ini berupa jenis valve/katup, besarnya bukaan
valve (status valve). Data masukan tersebut akan berpengaruh terhadap
sistem hidrolis dalam sistem distribusi. Pengontrolan valve ini disesuaikan
dengan kondisi lapangan. Peletakan valve juga disesuaikan dengan letaknya
di lapangan.

2.2.7.2 Komponen Non Fisik


Selain komponen fisik, EPANET menggunakan tiga jenis informasi yaitu
kurva, pola (patterns), dan kontrol yang menggambarkan aspek operasional sistem
distribusi.
1. Kurva
Kurva adalah objek yang berisi data yang mewakili hubungan antara dua
nilai. Model EPanet memiliki jenis kurva berikut:
a. Pump curve
Kurva pompa mewakili hubungan antara head dan laju aliran yang dapat
dialirkan oleh pompa. Head adalah head yang diperoleh air dari pompa
dan diplot pada sumbu vertikal (Y) dengan datuan feet (meter). Laju
aliran diplot pada sumbu horizontal (X) dalam unit debit. Kurva pompa
yang valid harus mengalami penurunan head seiring dengan peningkatan
aliran.
b. Efficiency curve
c. Volume curve
d. Headloss curve
2. Pengontrolan/Perintah Pengontrolan
Pengontrolan ini merupakan perintah yang kita berikan pada elemen-elemen
dalam pemodelan jaringan sistem distribusi. Pengontrolan yang dilakukan
didasarkan parameter yang terjadi pada sistem distribusi. Sebagai contoh
kita akan memberikan perintah dalam pemodelan berupa mematikan pompa
saat tekanan pada pipa mencapai 10 bar atau mematikan pompa ke tangki
setelah level air pada tangki mencapai ketinggian tertentu dan pompa akan
menyala lagi pada ketinggian tertentu.
21

3. Tipe Simulasi
Salah satu bagian mendasar dalam topologi jaringan yang telah diketahui
untuk perbaikan dan evaluasi model tergantung pada tujuan. Ada dua tipe
simulasi dasar yang sering digunakan, yaitu:
a. Steady State Simulation
Perhitungan pemodelan dengan kondisi sistem tetap, baik itu aliran debit,
tekanan, pengoperasian pompa maupun posisi valve. Dimana
diasumsikan batasan kondisi dalam sistem tidak terjadi perubahan
terhadap waktu.
b. Extended Period Simulation
Perhitungan dalam model yang mempertimbangan perubahan dinamis
dalam sistem pada jangka waktu tertentu.

2.3. Metode Proyeksi Penduduk


Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun 2007
untuk memproyeksikan jumlah penduduk terdapat 3 metode yang umum
digunakan yaitu:
1. Metode Aritmatika
Proyeksi jumlah penduduk dengan Metode Aritmatika menggunakan rumus:
Pn = P0 + Ka (Tn – T0) ...................................... (II.1)

....................................................... (II.2)

Dengan:
Pn = Jumlah penduduk tahun ke-n
P0 = Jumlah penduduk tahun dasar
Tn = Tahun ke-n
T0 = Tahun dasar
Ka = Konstanta aritmatik
P1 = Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun ke 1
P2 = Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun terakhir
T1 = Tahun ke 1 yang diketahui
T2 = Tahun ke 2 yang diketahui
22

2. Metode Geometrik
Proyeksi jumlah penduduk mengunakan Metode Geometrik dapat dihitung
dengan rumus:
................................................. (II.3)
Dengan:
Pn = Jumlah penduduk tahun ke-n
P0 = Jumlah penduduk tahun dasar
r = Laju pertumbuhan penduduk
n = Jumlah interval tahun

3. Metode Least Square


Proyeksi jumlah penduduk menggunakan Metode Least Square dapat
dihitung dengan rumus:
.................................................... (II.4)
Dengan:
Y’ = Nilai Variabel berdasarkan garis regresi
X = Variabel independen
a = Konstanta
b = Koefisien arah regresi linear
Adapun persamaan a dan b adalah sebagai berikut:

........................................ (II.5)

.......................................... (II.6)

Pemilihan metode proyeksi dilakukan dengan menghitung standar deviasi


(simpangan baku) dan koefisien korelasi.
a. Standar Deviasi

........................... (II.7)

........................... (II.8)
23

Dengan:
S = Standar deviasi
Xi = Variabel independen x (jumlah penduduk)
X’ = Rata-rata x
n = Jumlah data

b. Nilai Korelasi ( r )
Pertimbangan untuk pemilihan proyeksi penduduk berdasarkan nilai
koefisien korelasi diambil dari pernyataan seberapa dekat hubungan antar
variabel X dan Y, dalam pengambilan pernyataan nilai korelasi ini
digunakan pernyataan yang menyatakan r = 1 atau mendekati 1,
Rumus koefisien korelasi:

r2 = ........................... (II.9)

Pemilihan metode tersebut dengan pertimbangan pada:


1. Koefisien (r) harus bernilai 1 atau mendekati 1.
2. Standar deviasi (SD) harus yang paling kecil. Karena nilai standar deviasi
yang kecil menunjukan bahwa data yang didapat dari proyeksi tidak
berbeda jauh dengan data aslinya.

2.4. Kebutuhan Air


Kebutuhan air masyarakat diperoleh berdasarkan kebutuhan domestik,
kebutuhan non domestik, cadangan kebakaran, dan persen kehilangan sebagai
pencegahan apabila terjadi kehilangan air pada jaringan perpipaan.

2.4.1. Standar Kebutuhan Air


Standar kebutuhan air masyarakat mencakup konsumsi air untuk sambungan
rumah, kehilangan air pada sistem perpipaan, cadangan air untuk pemadaman
kebakaran, serta kebutuhan pada jam puncak dan harian maksimum. Standar
tersebut mengacu pada beberapa peraturan seperti pada Tabel 2.4.
24

Tabel 2.4. Standar Perencanaan Kebutuhan Air


No. Uraian Standar Kebutuhan
1 Konsumsi air SR (Perkotaan) [1] 120 (L/o/h)
2 Konsumsi air SR (Pedesaan) [1] 60 (L/o/h)
3 Kehilangan air [2] 15% dari kebutuhan total
4 Hidran kebakaran [3] 5% dari kebutuhan domestik
Sumber : [1] Kementerian Pekerjaan Umum, 2015, [2] Kementerian Pekerjaan Umum, 2007
[3]
Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 2001

Kebutuhan air non domestik mencakup kegiatan seperti sekolah, sarana ibadah,
peternakan, perkantoran, dan lain-lain. Standar kebutuhan air untuk kegiatan non
domestik dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Standar Kebutuhan Air untuk Kegiatan Non Domestik
Fasilitas Standar kebutuhan air Satuan
Pendidikan
TK 40
SD 40
SMP 50 L/orang/hari [1]
SMA 80
SMK 80
Sarana Kesehatan
Rumah sakit 350 L/bed/hari [2]
Poliklinik
1000 L/unit/hari [3]
Puskesmas
Sarana Ibadah
Masjid 2000
Surau 1500
L/unit/hari [4]
Gereja Kristen 600
Gereja katolik 600
Perindustrian
Industri kecil, mikro 25 L/orang/hari [2]
Sarana Ekonomi
Supermarket 900
L/unit/hari [5]
Minimarket 900
Restoran 5000
L/unit//hari [5]
Pasar 5000
Hotel/penginapan 180 L/bed/hari [6]
Perkantoran
Kantor 45 L/orang/hari [6]
[1] [2]
Sumber: Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 2003, Trifunofic, 2006,
[3]
The World Bank Office Manila, 2012, [4] PPSAB, Jawa Barat, [5] Direktorat
Jenderal Cipta Karya, 2007, [6] Rao, 2005
25

2.4.2. Perhitungan Kebutuhan Air


Untuk sebuah sistem penyediaan air minum, perlu diketahui besarnya
kebutuhan dan pemakaian air. Kebutuhan air dipengaruhi oleh besarnya populasi
penduduk, tingkat ekonomi dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, data
mengenai keadaan penduduk daerah yang akan dilayani dibutuhkan untuk
memudahkan permodelan evaluasi sistem distribusi air minum. Kebutuhan air
bersih berbeda antara kota yang satu dengan kota yang lainnya (Ray & Joseph,
1991).
Menurut Al-Layla (1978), pembagian kebutuhan air dapat diklasifikasikan
antara lain :
1. Kebutuhan domestik
Merupakan kebutuhan air bersih untuk rumah tangga dan sambungan kran
umum yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk tahun perencanaan.
Kebutuhan air daerah domestik dialyani dengan sambungan rumah (SR) dan
hidran umum (HU).
2. Kebutuhan non domestik
Kebutuhan non domestik adalah kebutuhan air bersih selain untuk keperluan
rumahtangga dan sambungan kran umum, seperti penyediaan air bersih
untuk perkantoran, perdagangan serta fasilitas sosial seperti tempat-tempat
ibadah, sekolah, hotel, puskesmas, militer serta pelayanan jasa umum
lainnya.
3. Kebutuhan air untuk cadangan pemadam kebakaran
Kebutuhan air untuk cadangan kebakaran adalah kebutuhan air untuk
cadangan apabila terjadi kebakaran, sehingga apabila terjadi kebakaran debit
air untuk kebutuhan konsumen tidak mengalami gangguan. Kebutuhan air
untuk cadangan pemadaman kebakaran ini dapat dihitung dengan persamaan
(Al-layla, 1978) :
...........................(II.10)
Dengan:
Q = debit kebakaran (L/ menit)
P = jumlah penduduk dalam ribuan.
26

Atau dengan persamaan:


............................(II.11)
Dengan:
Q = debit kebakaran (gallon/ menit)
P = jumlah penduduk dalam ribuan.
4. Kebocoran dan kehilangan air
Kehilangan air pada sistem penyediaan air minum adalah sejumlah air yang
hilang dari sistem (non revenue). Besarnya kebutuhan air akibat kebocoran
dan kehilangan air cukup signifikan. Kebocoran dan kehilangan air ini dapat
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Kesalahan dalam pembacaan meteran.
b. Adanya sambungan tanpa izin (illegal tapping).
c. Adanya kebocoran dalam sistem penyediaan air minum itu sendiri.

2.4.2.1. Kebutuhan Domestik


Besar kebutuhan domestik yang diperlukan dihitung rerata kebutuhan air per
satuan orang perhari. Kebutuhan air perorang perhari disesuaikan dengan dimana
orang tersebut tinggal. Setiap kategori kota tertentu mempunyai kebutuhan akan
air yang berbeda. Semakin besar kota maka tingkat kebutuhan air juga akan
semakin besar.
Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk tahun
perencanaan. Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan persamaan berikut:
......................... (II.12)
Dengan:
a = jumlah pemakaian (liter/orang/hari)
b = jumlah penduduk daerah pelayanan (jiwa)

2.4.2.2. Kebutuhan Non Domestik


Kebutuhan non domestik melayani pemakai air yang kegiatannya secara
resmi bukan rumah tangga seperti untuk pemakai air sosial (rumah ibadah dan
pendidikan), toko/niaga, penginapan/hotel, kantor, industri dan pelabuhan.
27

2.4.3. Kehilangan Air


Kehilangan air fisik/teknis maksimal 15%, dengan komponen utama
penyebab kehilangan atau kebocoran air adalah sebagai berikut (Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun 2007):
a. Kehilangan air non fisik/teknis (konsumsi tak resmi, ketidakakuratan meter
pelanggan dan kesalahan penanganan data)
b. Kehilangan air fisik/teknis (kebocoran pada jaringan distribusi, kebocoran
dan luapan pada reservoir, kebocoran pada pipa dinas hingga meter
pelanggan).

2.4.4. Fluktuasi Pemakaian Air


Variasi perubahan pemakaian air oleh konsumen dari waktu ke waktu secara
periodik disebut fluktuasi. Berdasarkan fluktuasi pemakaian air ini dapat
ditentukan standar perencanaan yaitu berupa perkiraan faktor jam puncak dan
harian maksimum sehingga dapat mengoptimalkan produksi air dan meningkatkan
pelayanan.

2.4.4.1. Kebutuhan Harian Maksimum


Kebutuhan air harian maksimum merupakan jumlah pemakaian air
terbanyak dalam satu hari selama satu tahun. Debit pemakaian harian maksimum
digunakan sebagai acuan dalam membuat sistem transmisi air baku air minum.
Perbandingan antara debit pemakaian harian maksimum dengan debit rata-rata
akan menghasilkan faktor maksimum. Faktor hari maksimum berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 27 Tahun 2016 berkisar antara 1,10 –
1,50. Untuk menghitung pemakaian air harian maksimum dapat menggunakan
persamaan (Noerbambang & Morimura, 2000):
................................(II.13)

Dengan:
Q(max day) = pemakaian air harian maksimum (liter/detik)
f(max day) = faktor harian maksimum
Qh = pemakaian air rata-rata (liter/detik)
28

2.4.4.2. Kebutuhan pada Jam Puncak


Kebutuhan air pada jam puncak merupakan jam dimana terjadi pemakaian
air terbanyak dalam 24 jam. Faktor jam puncak (fp) mempunyai nilai yang
berbanding terbalik dengan jumlah penduduk. Semakin tinggi jumlah penduduk
maka besarnya faktor jam puncak akan semakin kecil. Hal ini terjadi karena
dengan bertambahnya jumlah penduduk maka aktivitas penduduk akan semakin
beragam sehingga fluktuasi pemakaian akan semakin kecil pula. Faktor jam
puncak berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 27 Tahun 2016
berkisar antara 1,15 – 3,0. Untuk menghitung pemakaian air pada jam puncak
menggunakan persamaan berikut (Noerbambang & Morimura, 2000):
..............................(II.14)

Dengan:
Q(peak hour) = pemakaian air pada jam puncak (liter/detik)
f(peak hour) = faktor jam puncak
Qh = pemakaian air rata-rata (liter/detik)

2.5. Reservoir
Menurut Fungsi dari reservoir antara lain adalah untuk menyimpan air
bersih yang siap didistribusikan, meratakan debit air dalam sistem jaringan
distribusi serta mengatur tekanan air dalam jaringan distribusi. Berdasarkan
lokasinya reservoir dibedakan menjadi (Joko Tri, 2010):
a. Elevated Reservoir
Reservoir yang penempatannya di atas menara.
b. Ground Reservoir
Reservoir yang penempatannya pada permukaan tanah.

2.6. Kriteria Perpipaan Distribusi dan Hidrolika Aliran


Jaringan perpipaan merupakan suatu rangkaian pipa yang saling terhubung
satu sama lain secara hidrolis, sehingga apabila di satu pipa mengalami perubahan
debit aliran maka akan terjadi penyebaran pengaruh ke pipa pipa yang lain.
Pengaruh ini dapat di deteksi dari segi perubahan tekanan yang ada di pipa
(Dharmasetiawan, 2004). Untuk mencapai hasil perencanaan yang optimal dalam
29

usaha penyediaan dan pendistribusian air bersih kepada masyarakat diperlukan


suatu kriteria desain. Kriteria ini digunakan untuk mendesain sistem jaringan dan
menentukan diameter pipa. Kriteria perpipaan distribusi mengacu pada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 27/PRT/M/2016 tentang Penyelenggaraan
Sistem Penyediaan Air Minum seperti pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kriteria Pipa Distribusi
No. Uraian Notasi Kriteria
1 Debit Perencanaan Q puncak Kebutuhan air jam
puncak
Qpeak = Fpeak x Qrata-
rata
2 Faktor Jam Puncak Fpuncak 1,15-3,0
3 Faktor Harian Maksimum Fmaks 1,1-1,5
4 Kecepatan Aliran Air dalam Pipa
a) Kecepatan Minimum V min 0,3 – 0,6 m/det
b) Kecepatan Maksimum
 Pipa PVC atau ACP V.max 3,0 – 4,5 m/det
 Pipa Baja atau DCIP V.max 6,0 m/det
 Pipa HDPE[1] V max 7,6 m/det
5 Tekanan Air dalam Pipa (0,5 – 1,0) atm, pada titik
a) Tekanan minimum h min jangkauan pelayanan
b) Tekanan maksimum terjauh
 Pipa PVC atau ACP h max 6 – 8 atm
 Pipa baja atau DCIP h max 10 atm
 Pipa PE 100 h max 12,4 MPa
 Pipa PE 80 h max 9,0 MPa
6 Kehilangan Tekanan dalam Pipa[2]
 Diameter Pipa kecil (< 100 mm)
5-10 m/km
 Diameter Pipa menengah (100-400)
hl 2-5 m/km
mm
1-2 m/km
 Diameter Pipa besar (> 400 mm)
Sumber : Menteri Pekerjaan Umum, 2016
[1]
Plastic Pipe Institute, 2009, [2]Trifunovic, 2006

2.6.1. Persamaan Energi


Persamaan energi yang dirangkai dengan persamaan headloss akan
membantu engineer untuk menentukan kearah mana air mengalir secara hidrolis
dan seberapa cepat air tersebut mengalir di dalam saluran tertutup. Terdapat dua
jenis energi dalam air yaitu kinetik dan potensial. Energi kinetik muncul ketika air
30

sedang bergerak. Semakin cepat air bergerak, semakin banyak energi kinetik yang
digunakan. Energi potensial adalah hasil dari tekanan air. Energi total dalam air
adalah jumlah energi kinetik dan energi potensial. Prinsip Bernoulli menyatakan
bahwa energi total air atau fluida selalu konstan; oleh karena itu, ketika aliran air
dalam sistem meningkat, tekanannya menurun. Ketika air mulai mengalir dalam
sistem hidrolik, tekanan menurun. Ketika aliran air berhenti, tekanan kembali
naik.
Dalam sebuah sistem hidrolis dikenal istilah Energy Grade Line (EGL) dan
Hydraulic Grade Line (HGL). Energy Grade Line adalah garis yang mewakili
total energi head pada yang mengalir dalam pipa. Menurut persamaan bernoulli
total energi head adalah penjumlahan dari tiga energi head (head elevasi (z), head
tekanan (y), dan head kecepatan (v2/2g). Dimana head elevasi adalah tekanan
berdasarkan elevasi, head tekanan adalah ketinggian kolom air yang diberikan
tekanan hidrostatik, dan head kecepatan adalah energi yang muncul akibat
kecepatan air. Persamaan energi untuk aliran dalam pipa adalah (Spellman,
2009).:
...................................... (II.15)

Dengan z1 dan z2 adalah elevasi suatu tempat (m), y1 dan y2 adalah head
tekanan (m), v1 dan v2 adalah kecepatan pada pipa (m/s), g adalah percepatan
gravitasi (m/s2), hl adalah headloss atau kehilangan tekanan akibat gesekan
disepanjang pipa dan aksesoris pipa (m). Gambar 2.4 menunjukkan diagram
Energy Grade Line (EGL) dan Hydraulic Grade Line (HGL) yang mewakili dua
titik.

Gambar 2.4. Energy Grade Line (EGL) dan Hydraulic Grade Line (HGL)
Sumber: Spellman, 2009
31

Kehilangan energi tetap terjadi dikarenakan adanya hambatan aliran akibat


gesekan pada sepanjang pipa.

2.6.2. Persamaan Kontinuitas


Aliran pipa dianalisis dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan
persamaan energi. Untuk menghitung debit aliran dalam pipa adalah digunakan
persamaan (Swamee & Sharma, 2008):
................................................ (II.16)

Dengan:
Q = debit aliran (m3/detik)
D = diameter pipa (m)
v = kecepatan aliran (m/detik)
Berdasarkan persamaan kontinuitas dapat didefenisikan bahwa debit aliran
air yang memasuki sistem sama dengan debit aliran air yang keluar.
................................................... (II.17)
................................................ (II.18)

Dengan Q adalah debit aliran (m3/detik), A adalah luas penampang pipa (m2), dan
v adalah kecepatan aliran (m/detik). Kecepatan fluida lebih besar pada penampang
yang luasnya lebih kecil atau sebaliknya kecepatan fluida lebih kecil pada
penampang yang luasnya lebih besar.

2.6.3. Kehilangan Tekanan (Headloss)


Rumus kehilangan tekanan dalam pipa (SNI 7509-2011):

................................ (II.19)

Dengan:
hf = kehilangan tekanan (m)
L = panjang pipa (m)
Q = debit (m3/detik)
C = koefisien Hazen William untuk pipa
D = diameter pipa (m)
32

Nilai faktor C, seperti yang digunakan dalam rumus Hazen-Williams,


menunjukkan koefisien kekasaran. Nilai C pada masing-masing jenis pipa dapat
dilihat pada Tabel 2.7
Tabel 2.7 Nilai Koefisien C Persamaan Hazen-William
Jenis Pipa Faktor C
Asbestos cement 140
Brass 140
Brick sewer 100
Cast iron:
10 years old 110
20 years old 90
Ductile iron (cement lined) 140
Concrete or concrete lined:
Smooth, steel forms 140
Wooden forms 120
Rough 110
Copper 140
Fire hose (rubber lined) 135
Galvanized iron 120
Glass 140
Lead 130
Masonry conduit 130
Plastic 150
Steel:
Coal-tar enamel lined 150
Riveted 110
Tin 130
Wood stave 120
Sumber: Spellman, 2003

Koefisien C tidak berubah terhadap kecepatan. Nilai C bergantung pada jenis pipa
dan usia. Berdasarkan penelitian, umumnya nilai faktor C menurun 1 setiap
tahunnya.
Menurut Dharmasetiawan (2004) nilai koefisien C Persamaan Hazen-
William untuk pipa High Density Poly Ethylene (HDPE) adalah 130. Nilai C yang
tinggi menggambarkan kondisi pipa yang halus, sedangkan nilai C yang rendah
menggambarkan kondisi pipa yang kasar (Spellman, 2003).

Anda mungkin juga menyukai