Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN HASIL ANALISIS EKONOMI

KOTA CIREBON

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Wilayah dan Kota Semester Ganjil
Tahun Ajaran 2020/2021

Oleh:
SHOLEHA MIFTAH 10070319037
KELAS B

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2020 M/ 1442 H
1. Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan untuk meningkatkan kekayaan
suatu negara atau wilayah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi salah satu
tujuan utama dari pembangunan suatu negara atau wilayah. Pertumbuhan
ekonomi menurut Soubbotina dan Sheram (2000) selain meningkatkan kekayaan
suatu negara juga berpotensi untuk menurunkan kemiskinan dan mengatasi
permasalahan‐permasalahan sosial lainnya. Peranan sektor – sektor ekonomi
terhadap perekonomian Kota Cirebon setiap tahunnya dapat tergambarkan dari
salah satu indikator makro yaitu PDRB. Dengan melihat PDRB yang berisikan
sektor – sektor ekonomi di Kota Cirebon, kita dapat melihat sektor ekonomi yang
memberikan kontribusi cukup dominan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
Kota Cirebon. Selain itu, untuk melihat pertumbuhan sektor ekonomi Kota Cirebon
juga dilakukan dengan menggunakan beberapa metode analisis. Analisis tidak
hanya dilakukan untuk mengukur pertumbuhan sektor ekonomi saja, namun
analisis juga dilakukan untuk melihat ketimpangan yang terjadi di suatu wilayah.
Kota Cirebon merupakan salah satu kota yang terletak di daerah pantai
utara Provinsi Jawa Barat bagian timur. Kota Cirebon terletak pada wilayah
geografis yang strategis, dimana merupakan jalur utama transportasi dari Jakarta
menuju Jawa Barat dan Jawa Tengah melalui daerah utara atau pantai utara
(pantura). Adapun batas administrasi Kota Cirebon adalah sebelah utara dengan
Sungai Kedung Pane, sebelah selatan dengan Sungai Kalijaga, sebelah timur
dengan Laut Jawa, dan sebelah barat dengan Sungai Kanal Banjir/Kabupaten
Cirebon. Perekonomian Kota Cirebon di dominasi oleh sektor perdagangan besar
dan eceran yang diperlihatkan dengan peningkatan angka pertumbuhannya setiap
tahunnya.
2. Gambaran Umum Wilayah Studi
2.1 Kondisi Geografis
Kota Cirebon merupakan salah satu kota yang terletak di daerah pantai
utara Provinsi Jawa Barat bagian timur. Kota Cirebon terletak pada wilayah
geografis yang strategis, dimana merupakan jalur utama transportasi dari Jakarta
menuju Jawa Barat dan Jawa Tengah melalui daerah utara atau pantai utara
(pantura). Keadaan ini tentu saja sangat menguntungkan bagi Kota Cirebon
terlebih dalam bidang perhubungan dan komunikasi. Letak geografis Kota Cirebon
terletak pada posisi 108.33⸰ Bujur Timur dan 6.41⸰ Lintang Selatan pada pantai
utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat. Kota Cirebon merupakan daerah

1
dataran rendah yang memanjang dari barat ke timur sejauh ±8 km, utara ke selatan
sejauh ±11 km, dengan ketinggian dari permukaan laut 5 m.

Gambar 2.1
Peta Administrasi Kota Cirebon
Sumber : wordpress.com

Luas wilayah administrasi Kota Cirebon sebesar 37.358 km2 atau ±3.735,8
ha yang terbagi menjadi 5 kecamatan, 22 kelurahan, 247 Rukun Warga (RW), dan
1.366 Rukun Tetangga (RT). Dengan batas wilayah administrasinya sebagai
berikut :
A. Sebelah Utara : Sungai Kedung Pane

2
B. Sebelah Selatan : Sungai Kalijaga
C. Sebelah Timur : Laut Jawa
D. Sebelah Barat : Sungai Banjir Kanal/Kabupaten Cirebon
Kota Cirebon memiliki iklim tropis dengan 2 (dua) macam musim, yaitu
musim kemarau dan musim hujan dengan bulan basah umumnya lebih banyak
daripada bulan kering. Suhu udara Kota Cirebon terendah dengan rata – rata
23,4⸰C dan suhu yang tertinggi rata – rata 33,6⸰C. Curah hujan per tahun sebanyak
1.732 mm/tahun dengan hari hujan 116 hari atau sebanyak 31,78% per tahun.
Secara topografis, sebagian besar wilayah Kota Cirebon merupakan
dataran rendah dan sebagian kecil merupakan wilayah perbukitan yang berada di
wilayah selatan kota. Kondisi wilayah kota yang sebagian besar berupa dataran
rendah menjadi kendala tersendiri karena kecepatan aliran air hujan yang
terbuang ke laut menjadi lambat dan sangat berpotensi menimbulkan genangan
banjir di beberapa tempat. Oleh karena itu di beberapa titik dibangun stasiun
pompa yang berfungsi mempercepat pembuangan air hujan ke laut.
Kondisi air tanah pada umumnya dipengaruhi oleh intrusi air laut, sehingga
kebutuhan air bersih masyarakat untuk keperluan air minum sebagian besar
bersumber dari pasokan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cirebon
yang sumber mata airnya berasal dari Kabupaten Kuningan. Sedangkan untuk
keperluan lainnya sebagian besar diperoleh dari sumur dengan kedalaman antara
2 – 6 m. Ada beberapa daerah/wilayah kondisi air tanah relatif sangat rendah dan
rasanya asin karena instrusi air laut dan tidak dapat digunakan untuk keperluan air
minum. Di Kota Cirbeon terdapat 4 sungai yang tersebar merata di seluruh
wilayahnya, namun saat ini kondisi sebagian besar sungai tersebut telah
mengalami perubahan dengan indikasi adanya pencemaran air. Regulasi yang
kurang tegas terhadap pengelolaan limbah sebagai salah satu penyebab adanya
indikasi pencemaran air tersebut, selain itu juga hal ini timbul akibat
ketidakpedulian warga yang masih membuang limbah rumah tangganya di sungai.
Pada umumnya tanah di Kota Cirebon adalah tanah jenis regosol yang
berasal dari endapan lava dan piroklasik (pasir, lempung, tanah liat, breksi lumpur,
dan kerikil) hasil intrusi Gunung Ciremai. Secara umum jenis tanah yang tersebar
di Kota Cirebon ini relatif mudah untuk mengembangkan berbagai macam jenis
vegetasi. Namun yang harus jadi perhatian adalah kawasan – kawasan yang
kondisi lingkungan tanahnya telah terjadi penurunan kualitas (degradasi tanah).

3
Kawasan – kawasan tersebut diantaranya adalah kawasan bekas galian C
Argasunya.
2.2 Kondisi Ekonomi
2.2.1 Struktur Perekonomian/Kontribusi Sektor

STRUKTUR PEREKONOMIAN KOTA CIREBON


MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN 2014 - 2018
120

100

80
Presentase

60

40

20

0
2014 2015 2016 2017 2018
Tahun PDRB

A B C D E F G H I J K L M,N O P Q R,S,T,U

Sumber : Perhitungan pribadi.


Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa kontribusi sektor
pertanian,kehutanan, dan perikanan terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon
terus mengalami penurunan dari tahun 2014 – 2018. Pada tahun 2014 kontribusi
yang diberikan oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan terhadap
pembentukan PDRB Kota Cirebon hanya sebesar 0,35% dan terus mengalami
penurunan hingga tahun 2018 menjadi 0,329%. Penurunan ini terjadi karena luas
lahan pertanian Kota Cirebon dari tahun ke tahun semakin menyusut, penyusutan
lahan pertanian diakibatkan alih fungsi lahan untuk pertanian.
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa kontribusi sektor pertambangan dan
penggalian pada tahun 2014 – 2018 terhadap pembentukan PDRB tidak ada. Hal
ini disebabkan oleh ditutupnya lokasi penggalian di Kota Cirebon oleh pemerintah.
Ditutupnya wilayah penggalian ini dikarenakan sering terjadi longsor dan
menimbulkan korban jiwa, selain itu kondisi lingkungan dari lokasi penggalian ini
juga semakin memperhatinkan sehingga lokasi pun harus ditutup. Sehinga sektor
pertambangan dan penggalian tidak memberikan kontribusi pada pembentukan
PDRB Kota Cirebon.

4
Dapat dilihat dari grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
industri pengolahan terhadap pembentukan PDRB di Kota Cirebon pada tahun
2014 – 2018 mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2014 kontribusi
sektor ini sebesar 10,69% dan menurun menjadi 10,16% pada tahun 2018.
Dapat dilihat dari grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
pengadaan listrik dan gas terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon pada tahun
2014 – 2018 mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2014 kontribusi
sektor ini mencapai 1,03% dan menurun pada tahun 2018 menjadi 0,75%.
Dapat dilihat dari grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang terhadap
pembentukan PDRB Kota Cirebon pada tahun 2014 – 2015 mengalami
penurunan. Pada tahun 2014 kontribusi yang diberikan oleh sektor ini terhadap
pembentukan PDRB Kota Cirebon hanya sebesar 0,25% dan terus mengalami
penurunan hingga tahun 2015 sebesar 0,247%. Namun sejak tahun 2016 – 2018
kontribusi sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang
terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan tahun 2015. Pada tahun 2016 kontribusi yang diiberikan
sektor ini meningkat sebesar 0,26% dan terus mengalami peningkatan sampai
tahun 2018 mencapai 0,29%. Hal ini disebabkan oleh kondisi air tanah Kota
Cirebon pada umumnya dipengaruhi oleh intrusi air laut, sehingga kebutuhan air
bersih masyarakat untuk keperluan air minum sangat besar dan pengadaan air
oleh pemerintah pun terus meningkat.
Dapat dilihat dari grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
konstruksi terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon pada tahun 2014 – 2018
cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2014 kontribusi yang diberikan oleh
sektor konstruksi sebesar 10,56% dan terus mengalami penurunan hingga tahun
2018 mencapai angka sebesar 10,14%.
Dapat dilihat dari grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
perdagangan besar dan eceran terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon pada
tahun 2014 – 2018 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2014 kontribusi
yang diberikan oleh sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 32,64% dan
terus mengalami penurunan hingga tahun 2018 mencapai angka sebesar 31,51%.
Namun pada tahun 2017 sempat terjadi peningkatan dibandingkan pada tahun
2016, dimana jika pada tahun 2016 menunjukan angka 31,57% dan pada tahun
2017 meningkat menjadi 31,60% lalu kembali turun pada tahun 2018.

5
Dapat dilihat dari grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
transportasi dan pergudangan terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon pada
tahun 2014 – 2015 mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 kontribusi yang
diberikan oleh sektor ini sebesar 11,17% dan terus mengalami peningkatan hingga
tahun 2015 menjadi 11,81%. Namun pada tahun 2016 hingga tahun 2018
kontribusi sektor ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2015.
Dimana pada tahun 2016 kontribusi yang diiberikan sektor ini menurun sebesar
11,68% dan terus mengalami penurunan sampai tahun 2018 mencapai 11,53%.
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
penyediaan akomodasi dan makan minum terhadap pembentukan PDRB Kota
Cirebon pada tahun 2014 – 2018 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2014
kontribusi yang diberikan sektor ini sebesar 5,11% dan terus mengalami
peningkatan hingga tahun 2018 mencapai angka sebesar 5,36%.
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
informasi dan komunikasi terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon pada tahun
2014 – 2017 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 kontribusi yang
diberikan sektor ini sebesar 4,31% dan terus mengalami peningkatan hingga tahun
2017 mencapai angka sebesar 4,79%. Namun pada tahun 2018 kontribusi sektor
informasi dan komunikasi terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2017, dimana kontribusi pada tahun 2018
hanya sebesar 4,74%.
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
jasa keuangan dan asuransi terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon pada
tahun 2014 – 2015 mengalami penurunan. Pada tahun 2014 kontribusi yang
diberikan sektor ini sebesar 10,63% dan mengalami penurunan hingga tahun 2015
mencapai angka sebesar 10,56%. Namun pada tahun 2016 – 2018 kontribusi yang
diberikan sektor ini terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2015. Dimana pada tahun 2016
kontribusi yang diberikan oleh sektor ini sebesar 10,77% dan terus mengalami
peningkatan hingga tahun 2018 mencapai angka sebesar 11,06%.
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
real estate terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon pada tahun 2014 – 2016
terus mengalami penurunan. Pada tahun 2014 kontribusi yang diberikan sektor ini
sebesar 0,91% dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2016 mencapai
angka sebesar 0,88%. Namun pada tahun 2017 – 2018 kontribusi yang diberikan

6
sektor real estate terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun 2016. Pada tahun 2017 kontribusi yang
diberikan sektor ini sebesar 0,89% dan mengalami peningkatan sebesar 0,90%
pada tahun 2018.
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
jasa perusahaan terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon pada tahun 2014 –
2017 terus mengalami penurunan. Pada tahun 2014 kontribusi yang diberikan
sektor ini sebesar 0,86% dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2017
mencapai angka sebesar 0,844%. Namun pada tahun 2018 kontribusi yang
diberikan sektor ini terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun 2017, dimana pada tahun 2018
kontribusi yang diberikan sebesar 0,845%.
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib terhadap
pembentukan PDRB Kota Cirebon pada tahun 2014 – 2016 mengalami
penurunan. Pada tahun 2014 kontribusi yang diberikan sektor ini sebesar 4,10%
dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2016 mencapai angka sebesar
4,02%. Namun pada tahun 2017 kontribusi sektor administrasi pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial wajib terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon
mengalami peningkatan sebesar 4,15% dan kembali mengalami penurunan pada
tahun 2018 dengan kontribusi mencapai angka 4,12%.
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
jasa pendidikan terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon pada tahun 2014 –
2018 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 kontribusi yang diberikan
sektor ini sebesar 3,30% dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2018
mencapai angka sebesar 3,65%.
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
jasa kesehatan dan kegiatan sosial terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon
pada tahun 2014 – 2018 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2014
kontribusi yang diberikan sektor ini sebesar 1,97% dan terus mengalami
peningkatan hingga tahun 2018 mencapai angka sebesar 2,24%.
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor
jasa lainnya terhadap pembentukan PDRB Kota Cirebon pada tahun 2014 – 2018
terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 kontribusi yang diberikan sektor

7
ini sebesar 2,09% dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2018 mencapai
angka sebesar 2,35%.

DISTRIBUSI PDRB KOTA CIREBON MENURUT


PENGELUARAN TAHUN 2014 - 2018
120

100

80

60

40

20

0
2014 2015 2016 2017 2018
-20

Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT


Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori Net Ekspor Barang dan Jasa

Sumber : Perhitungan pribadi.

Total PDRB pengeluaran dibentuk dari beberapa komponen, yang terdiri


dari komponen pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga (pkrt), pengeluaran
konsumsi akhir lembaga non profit yang melayani rumah tangga (pk-lnprt),
pengeluaran konsumsi akhir pemerintah (pkp), pembentukan modal tetap bruto
(pmtb), ekspor neto (e) atau ekspor minus impor barang dan jasa. Dari grafik
tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun 2014 – 2018 kontribusi konsumsi rumah
tangga sangat besar menyerap PDRB yaitu sekitar 50%, sedangkan kontribusi net
ekspor barang dan jasa memiliki nilai minus yang berarti kontribusinya dalam
menyerap PDRB tidak besar.

8
2.2.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi

LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA CIREBON


TAHUN 2014 - 2018
6,3
6,2
6,1
6
5,9
5,8
5,7
5,6
5,5
5,4
2014 2015 2016 2017 2018

LPE

Laju pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon cenderung mengalami


peningkatan setiap tahunnya dari 2014 – 2018, walaupun pada tahun 2017 sempat
terjadi penurunan laju pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2014 Kota Cirebon
mengalami pertumbuhan sebesar 5,71%; tahun 2015 mengalami peningkatan
pertumbuhan menjadi 5,81%; tahun 2016 mengalami peningkatan pertumbuhan
menjadi 6,08%; tahun 2017 mengalami penurunan pertumbuhan menjadi 5,8%;
dan pada tahun 2018 pertumbuhan kembali mengalami peningkatan menjadi
6,21%.
2.2.3 Pendapatan Perkapita

PENDAPATAN PERKAPITA NOMINAL KOTA CIREBON


TAHUN 2014 - 2018
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2014 2015 2016 2017 2018

Pendapatan Perkapita

Sumber : Perhitungan pribadi.


Grafik diatas menunjukkan bahwa PDRB per Kapita Kota Cirebon terus
mengalami kenaikan selama jangka waktu 5 tahun, dari tahun 2014 – 2018. Pada

9
tahun 2014 pendapatan per kapita mencapai angka 49,16 juta rupiah, dan terus
meningkat pada tahun – tahun setelahnya. Pada tahun 2015 mencapai angka
54,32 juta rupiah, tahun 2016 mencapai angka 58,42 juta rupiah, tahun 2017
mencapai angka 63,26 juta rupiah, dan pada tahun 2018 tumbuh menjadi 68,40
juta rupiah.
2.2.4 Indeks Gini

Gini Rasio Kota Cirebon Tahun


2014 - 2018

2018
2017
2016
2015
2014

0,395 0,4 0,405 0,41 0,415

Sumber : BPS Kota Cirebon.


Gini rasio Kota Cirebon tahun 2014 – 2018 dapat diakatakan mengalami
ketidakstabilan, dimana setiap tahunnya terjadi kenaikan dan penurunan. Pada
tahun 2014 gini rasio Kota Cirebon menunjukan angka sebesar 0,4 dan mengalami
peningkatan pada tahun 2015 menjadi 0,41. Sedangkan, pada tahun 2016
menunjukkan angka sebesar 0,4 dimana mengalami penurunan dari tahun 2015.
Pada tahun 2017 gini rasio Kota Cirebon mengalami peningkatan kembali menjadi
0,41, dan pada tahun 2018 gini rasio Kota Cirebon mengalami penurunan kembali
menjadi 0,4.
2.2.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

IPM KOTA CIREBON TAHUN 2014 - 2018


74,5

74

73,5

73

72,5

72
2014 2015 2016 2017 2018

Sumber : BPS Kota Cirebon.

10
Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa angka indeks pembangunan
manusia dari tahun 2014 – 2018 di Kota Cirebon mengalami peningkatan yang
cukup tinggi setiap tahunnya. Angka IPM ini dibentuk oleh beberapa komponen
seperti angka harapan hidup yang mencerminkan indeks kesehatan, angka rata –
rata lama sekolah dan harapan lama sekolah yang mencerminkan indeks
pendidikan, serta angka pengeluaran per kapita yang di sesuaikan yang
mencerminkan indeks pengeluaran.
1.3 Metode Analisis
1.3.1 Analisis Ketimpangan Wilayah (Indeks Williamson)
Williamson (1965) meneliti hubungan antar disparitas regional dengan
tingkat pembangunan ekonomi, dengan menggunakan data ekonomi yang sudah
maju dan ekonomi yang sedang berkembang, ditemukan bahwa selama tahap
awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan
terkonsentrasi di daerah – daerah tertentu. Pada tahap yang lebih matang dari
pertumbuhan ekonomi tampak adanya keseimbangan antar daerah dan disparitas
berkurang dengan signifikan.
Untuk mengetahui ketimpangan pembangunan antar wilayah yang terjadi
dapat dianalisis dengan menggunakan indeks ketimpangan regional (regional in
equality) yang dinamakan indeks ketimpangan Williamson (Sjafrizal, 1997).
Rumus menghitung indeks Williamson adalah sebagai berikut:

√Σ(y −y̅ )2 .fin/n


i
IW = y̅

Keterangan :
IW = Indeks Williamson
yi = PDRB per kapita Propinsi
y̅ = PDRB per kapita rata-rata seluruh daerah di Sumatera
fi = jumlah penduduk Propinsi
n = jumlah penduduk seluruh daerah di Sumatera
Indeks Williamson berkisar antara 0 < IW < 1, di mana semakin mendekati
nol artinya wilayah tersebut semakin tidak timpang. Sedangkan bila mendekati
satu maka semakin timpang wilayah yang diteliti (Sjafrizal, 2008).
1.3.2 Analisis Sektor Basis (LQ)
Menurut Tarigan (2004) Location Quotient (LQ) adalah metode tidak
langsung dari ekonomi basis yang membandingkan antara porsi lapangan kerja
atau nilai tambah sektor tertentu di wilayah yang diinginkan dengan porsi lapangan

11
kerja atau nilai tambah sektor yang sama secara nasional. Rumus menghitung LQ
adalah sebagai berikut:
𝐸𝑖
[ 𝐸1]
1
𝐿𝑄 =
𝐸𝑖
[ 𝐸2]
2

Keterangan :
Ei1 = PDRB sektor i wilayah studi
E1 = Total PDRB wilayah studi
Ei2 = PDRB sektor i wilayah referensi
E2 = Total PDRB wilayah referensi
Terdapat tiga kategori hasil perhitungan LQ dalam perekonomian daerah,
yaitu:
a) Jika nilai LQ > 1, maka sektor yang bersangkutan di wilayah studi lebih
berspesialisasi dibandingkan dengan wilayah referensi.
b) Jika nilai LQ < 1, maka sektor yang bersangkutan di wilayah studi kurang
berspesialisasi dibandingkan dengan wilayah referensi.
c) Jika nilai LQ = 1, maka sektor tersebut cukup untuk memenuhi wilayahnya
sendiri namun tidak mampu untuk mengekspor ke daerah lain.
1.3.3 Analisis Daya Saing Ekonomi (Shift - Share)
Shift share merupakan teknik analisis untuk mengetahui kinerja
perkembangan sektor dengan melakukan perbandingan laju pertumbuhan
wilayah, menunjukkan adanya penyimpangan dari perbandingan tersebut, dan
menemukan adanya pergeseran (shift) hasil pembangunan suatu wilayah atau
daerah dengan nasional. Metode ini digunakan pengisolasian faktor yang
menyebabkan perubahan struktur dari sat uke yang lain dalam kurun waktu
tertentu. Shift – share menganalisis apakah suatu sektor di daerah berkembang
pesat dan apakah sesuai dengan wilayah tersebut. Alat analisis ini menggunakan
pertumbuhan tahun awal analisis dan tahun akhir analisis dari daerah dan
nasional.
Menurut Setiono (2011) shift – share memiliki dua komponen dalam
perhitungannya yaitu komponen shift dan komponen share. Komponen share
merupakan pertumbuhan ekonomi suatu sektor di nasional yang menunjukan
tingkat pertumbuhan daerah. Hal tersebut juga mengalami suatu penyimpangan,
yang mana simpangan tersebut merupakan akibat faktor sektoral, dan

12
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu simpangan
tersebut diperhitungkan dengan cara komponen shift.
Komponen shift menunjukkan adanya suatu simpangan yang dibagi lagi
menjadi dua yaitu proportional shift dan differential shift. Proportional shift atau
disebut dengan komponen struktural atau komponen campuran industri yaitu
komponen yang mengukur pergeseran pertumbuhan sektor – sektor daerah
dengan wilayah nasional.Jika nilai proportional shift positif, hal ini menunjukkan
bahwa sektor di nasional mengalami pertumbuhan lebih berkembang pesat
dibanding dengan pertumbuhan keseluruhan di nasional. dan sebaliknya jika
memiliki nilai negatif. Rumus proportional shift adalah sebagai berikut:

PDRB Jawa Barat 2018 Sektor 𝑖 Total PDRB Jawa Barat 2018
𝑃𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑡𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑆ℎ𝑖𝑓𝑡 = −
PDRB Jawa Barat 2014 Sektor 𝑖 Total PDRB Jawa Barat 2014

Differential Shift atau biasa disebut dengan komponen distribusi atau


keunggulan kompetitif yaitu pergeseran pertumbuhan yang lebih cepat atau lambat
dari sektor tertentu di suatu daerah dengan sektor yang sama di nasional, sektor
daerah perkembangannya lebih besar atau lebih kecil dari nasional dapat dillihat
melalui nilai differential shift yang positif atau negatif. Nilai differential shift positif
berarti memiliki keunggulan kompetitif di sektor tersebut, dan apabila negatif
berarti tidak memiliki keunggulan kompetitif.

PDRB Kota Cirebon 2018 Sektor 𝑖 PDRB Jawa Barat 2018 Sektor 𝑖
𝐷𝑖𝑓𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 𝑆ℎ𝑖𝑓𝑡 = −
PDRB Kota Cirebon 2014 Sektor 𝑖 PDRB Jawa Barat 2014 Sektor 𝑖

1.3.4 Analisis Spesialisasi dan Lokalisasi


Menurut Baruwadi (2008) analisis spesialisasi tergolong juga analisis
ekonomi wilayah yang digunakan untuk mengkaji spesialisis suatu wilayah dalam
komoditas agribisnis. Kuosien spesialisasi diperoleh dengan menjumlahkan (vi/vt)
– (Vi/Vt) yang bertanda positif dengan ketentuan : β ≥ 1 : suatu wilayah
menspesialisasikan pada komoditas agribisnis i β. Sedangkan, analisis lokalisasi
merupakan salah satu analisis ekonomi wilayah yang menggunakan untuk
mengukur penyebaran atau konsentrasi relative dari komoditas tanaman
agribisnis. Koefsien lokalisasi diperoleh dengan menjumlahkan (vi/Vi) – (vt/Vt)
yang bertanda positif, dengan ketentuan :
a) α ≥ 1 : komoditas komoditas agribisnis i ter konsentrasi pada suatu kecamatan,
b) α ≤ 1 : komoditas komoditas agribisnis i menyebar pada beberapa kecamatan.
1.3.5 Analisis Sektor Strategis (Tipologi Klassen)

13
Menurut Imelia, E (2006), analisis tipologi klassen digunakan untuk melihat
gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi.
Tipologi Klassen merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi prioritas atau unggulan
suatu daerah.

Gambar 1.3
Klasifikasi Tipologi Klasen Menggunakan Komponen Shift-Share
Sumber : Bahan Ajar Mata Kuliah Ekonomi Wilayah dan Kota, 2020.

1.4 Hasil Analisis dan Interpretasi


1.4.1 Analisis Ketimpangan Wilayah (Indeks Williamson)
Nilai indeks Williamson Kota Cirebon pada tahun 2019 belum dapat
dilakukan, hal ini dikarenakan tidak tersedianya data PDRB per kecamatan yang
ada di Kota Cirebon. Akan tetapi nilai Indeks Williamson Provinsi Jawa Barat dapat
ditentukan pada tahun 2019, dimana hal ini juga dapat menentukan apakah Kota
Cirebon mengalami ketimpangan atau tidak karena Kota Cirebon termasuk ke
dalam wilayah Provinsi Jawa Barat. Indeks Williamson Provinsi Jawa Barat yang
dihasilkan dari perhitungan yaitu sebesar 0,665. Angka tersebut > 0,5 sehingga
dapat dikatakan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan antar kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Barat adalah ketimpangan tingkat tinggi. Hal ini juga dapat terlihat
dari perbedaan pendapatan perkapita tertinggi adalah Kabupaten Bekasi dengan
nilai Rp. 327.729.762 dan terendah Kota Banjar dengan nilai Rp. 4.357.463.
1.4.2 Analisis Sektor Basis (LQ)

LQ Rata -
Kategori Lapangan Usaha LQ 2014 LQ 2018
rata
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,041418 0,040006 0,040712
B Pertambangan dan Penggalian 0 0 0
C Industri Pengolahan 0,241998 0,22814 0,235069
D Pengadaan Listrik dan Gas 2,012986 2,006676 2,009831
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
E
Limbah, dan Daur Ulang 3,564744 3,393147 3,478945
F Konstruksi 1,301293 1,204848 1,253071
G Perdagangan Besar dan Eceran 2,068857 2,1291 2,098979
H Transportasi dan Pergudangan 2,312749 2,120605 2,216677

14
Penyediaan Akomodasi dan Makan
I
Minum 2,015207 1,899173 1,95719
J Informasi dan Komunikasi 1,674606 1,617803 1,646204
K Jasa Keuangan dan Asuransi 4,422323 4,220127 4,321225
L Real Estate 0,826663 0,800256 0,813459
M,N Jasa Perusahaan 2,122162 1,957818 2,03999
Administrasi Pemerintahan,
O
Pertahanan, dan Jaminan Sosial 1,859324 1,783907 1,821616
P Jasa Pendidikan 1,269511 1,245745 1,257628
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,084603 2,892699 2,988651
R,S,T,U Jasa Lainnya 1,117874 1,094152 1,106013
Sumber : Perhitungan pribadi.
Sektor basis pertama adalah jasa keuangan dan asuransi, dimana
merupakan sektor yang memiliki kekuatan ekonomi sangat baik di Kota Cirebon
dan memiliki nilai LQ rata – rata 4,32. Jasa keuangan dan asuransi yang ada di
Cirebon adalah BPR (Bank Perkreditan Rakyat), keuangan non – bank, LKM
(Lembaga Keuangan Mikro), serta pasar modal. Kekuatan ekonomi yang sangat
baik pada sektor ini salah satunya disebabkan oleh perkembangan BPR. Sektor
basis kedua dengan nilai LQ rata – rata 3,47 adalah sektor pengadaan air,
pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang. Hal ini berkaitan dengan adanya
pengadaan jumlah kebutuhan air bersih yang cukup besar dikarenakan kondisi
tanah Kota Cirebon pada umumnya dipengaruhi oleh intrusi air laut, sehingga
kebutuhan air bersih masyarakat untuk keperluan air minum sangat besar.
Sektor basis ketiga dengan nilai LQ rata – rata 2,98 adalah sektor jasa
kesehatan dan kegiatan sosial. Kegiatan jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang
cukup luas cakupannya, dimulai dari pelayanan kesehatan yang diberikan
tenaga profesional, dan fasilitas kesehatan lainnya. Kegiatan penyediaan jasa
kesehatan dan kegiatan sosial di Kota Cirebon mencakup: jasa klinik; puskesmas;
praktik dokter; dan jasa lainnya yang dilakukan oleh para medis serta kegiatan
kemanusiaan yang dilakukan oleh relawan dalam melakukan kegiatan sosial.
Sektor basis keempat dengan nilai LQ rata – rata 2,22 adalah sektor transportasi
dan pergudangan.
Sektor basis kelima dengan nilai LQ rata – rata 2,09 adalah sektor
perdagangan besar dan eceran. Hal ini berkaitan dengan kegiatan usaha utama
penduduk Kota Cirebon adalah dalam bidang perdagangan, kegiatan
perdagangan di Kota Cirebon di dominasi oleh reparasi mobil. Sektor basis
keenam dengan nilai LQ rata – rata 2,03 adalah sektor jasa perusahaan kategori
jasa perusahaan merupakan gabungan dari 2 (dua) kategori, yakni M dan N.
Kategori M mencakup kegiatan profesional, ilmu pengetahuan, dan teknik yang

15
membutuhkan tingkat pelatihan yang tinggi dan keterampilan khusus dan kategori
N mencakup berbagai kegiatan yang mendukung operasional secara umum.
Sektor basis ketujuh dengan nilai LQ rata – rata 2,009 adalah sektor
pengadaan listrik dan gas. Sektor basis ke delapan dengan nilai LQ rata – rata
1,96 adalah sektor penyediaan akomodasi makan dan minum. mencakup
penyediaan akomodasi penginapan jangka pendek untuk pengunjung dan
pelancong lainnya serta penyediaan makan dan minuman untuk konsumsi
segera atau melalui kegiatan perdagangan besar dan eceran. Dimana Kota
Cirebon sendiri merupakan salah satu tujuan/destinasi wisata masyarakat lokal
maupun non – lokal.
Sektor basis ke Sembilan dengan nilai LQ rata – rata 1,82 adalah sektor
administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial. Sektor basis ke
sepuluh dengan nilai LQ rata – rata 1,65 adalah sektor informasi dan komunikasi
yang mencakup produksi dan distribusi informasi dan produk kebudayaan,
persediaan alat untuk mengirimkan atau mendistribusikan produk-produk ini
berupa data dari kegiatan, komunikasi, informasi, teknologi informasi, dan
pengolahan data serta kegiatan jasa informasi lainnya seperti kegiatan industri
telekomunikasi dan industri pemograman.
Sektor basis ke sebelas dengan nilai LQ rata – rata 1,26 adalah sektor jasa
pendidikan. Jasa pendidikan mencakup kegiatan pendidikan pada berbagai
tingkatan dan untuk berbagai pekerjaan yang mencakup pendidikan negeri dan
swasta. Sektor basis kedua belas dengan nilai LQ rata – rata 1,25 adalah sektor
konstruksi. Sekktor basis ketiga belas dengan nilai LQ rata – rata 1,11 adalah
sektor jasa lainnya yang merupakan gabungan dari 4 kategori yang mempunyai
kegiatan cukup luas meliputi: kesenian, hiburan, dan rekreasi; jasa reparasi
komputer, dan barang keperluan pribadi dan perlengkapan rumah tangga; jasa
perorangan yang melayani rumah tangga; kegiatan yang mengahasilkan
barang dan jasa oleh rumah tangga yang digunakan sendiri untuk memenuhi
kebutuhan, jasa swasta lainnya termasuk kegiatan badan internasional seperti
PBB, Badan Regional, IMF, dan lain sebagainya.
Sedangkan sektor – sektor lapangan usaha non – basis terdiri dari 4 sektor.
Dimana Sektor non basis dengan nilai LQ rata – rata 0 adalah sektor
pertambangan dan penggalian, hal ini dikarenakan tidak adanya kegiatan
pertambangan dan penggalian akibat lokasi penggalian di tutup oleh pemerintah.
Lalu sektor non basis dengan nilai LQ rata – rata 0,04 adalah sektor pertanian,

16
kehutanan, dan perikanan, hal ini dikarenakan menyempitnya luas lahan pertanian
yang digunakan untuk kegiatan non pertanian seperti permukiman penduduk,
sehingga Kota Cirebon pun dalam penyediaan beras harus mengimpor dari daerah
tetangga. Sektor non basis dengan nilai LQ rata – rata 0,24 adalah sektor
pengadaan listrik dan gas. Sektor non basis dengan nilai LQ rata – rata 0,81 adalah
sektor real estate.
1.4.3 Analisis Daya Saing Ekonomi (Shift – Share)

Kategori Lapangan Usaha Proportional Differential


Shift Shift
Pertanian, Kehutanan,
A
dan Perikanan -0,13688 -0,01521
Pertambangan dan
B
Penggalian -0,30113 -0,93422
C Industri Pengolahan 0,01146 -0,04676
Pengadaan Listrik dan
D
Gas -0,38196 0,01516
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
E
Limbah, dan Daur
Ulang 0,030493 -0,03567
F Konstruksi 0,05299 -0,07048
Perdagangan Besar
G
dan Eceran -0,05576 0,059798
Transportasi dan
H
Pergudangan 0,077221 -0,08382
Penyediaan Akomodasi
I
dan Makan Minum 0,150019 -0,0524
Informasi dan
J
Komunikasi 0,3872 -0,02218
Jasa Keuangan dan
K
Asuransi 0,063953 -0,03341
L Real Estate 0,110805 -0,01568
M,N Jasa Perusahaan 0,142418 -0,08005
Administrasi
Pemerintahan,
O
Pertahanan, dan
Jaminan Sosial -0,07977 -0,02363
P Jasa Pendidikan 0,126603 0,002521
Jasa Kesehatan dan
Q
Kegiatan Sosial 0,22598 -0,06218
R,S,T,U Jasa Lainnya 0,152232 -0,00097
Sumber : Perhitungan pribadi.

Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor pertanian,


kehutanan, dan perikanan menunjukkan nilai negatif dari proportional shift dan
differential shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih lambat dari
pertumbuhan seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat dan terjadi pergeseran sektor
tersebut di Kota Cirebon akibat dari pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan yang lama di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak
memiliki keunggulan kompetitif (tidak dapat berdaya saing). Secara keseluruhan

17
sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami penurunan atau
kemunduran diantara sektor – sektor lainnya di Kota Cirebon maupun di Provinsi
Jawa Barat.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor pertambangan dan
penggalian menunjukkan nilai negatif dari proportional shift dan differential shift.
Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih lambat dari pertumbuhan seluruh sektor
di Provinsi Jawa Barat dan terjadi pergeseran sektor tersebut di Kota Cirebon
akibat dari pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian yang lama di
Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak memiliki keunggulan
kompetitif (tidak dapat berdaya saing). Secara keseluruhan sektor pertambangan
dan penggalian mengalami penurunan atau kemunduran diantara sektor – sektor
lainnya di Kota Cirebon maupun di Provinsi Jawa Barat.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor industri
pengolahan menunjukkan nilai positif dari proportional shift dan nilai negatif dari
differential shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih cepat dari pertumbuhan
seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak
memiliki keunggulan kompetitif (tidak dapat berdaya saing). Secara keseluruhan
sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat cenderung semakin meningkat,
namun di Kota Cirebon sektor tersebut tidak kompetitif sehingga peranannya
cenderung menurun.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor pengadaan listrik
dan gas menunjukkan nilai negatif dari proportional shift dan nilai positif dari
differential shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih lambat dari
pertumbuhan seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat dan terjadi pergeseran sektor
tersebut di Kota Cirebon akibat dari pertumbuhan sektor pengadaan listrik dan gas
yang lama di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon memiliki
keunggulan kompetitif (dapat berdaya saing). Secara keseluruhan sektor
pengadaan listrik dan gas mengalami penurunan atau kemunduran di Provinsi
Jawa Barat, namun mengalami peningkatan di Kota Cirebon dan cenderung
semakin kompetitif.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor pengadaan air,
pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang menunjukkan nilai positif dari
proportional shift dan nilai negatif dari differential shift. Artinya pertumbuhan sektor
tersebut lebih cepat dari pertumbuhan seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat.
Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak memiliki keunggulan kompetitif (tidak dapat

18
berdaya saing). Secara keseluruhan sektor pengadaan air, pengelolaan sampah,
limbah, dan daur ulang di Provinsi Jawa Barat cenderung semakin meningkat,
namun di Kota Cirebon sektor tersebut tidak kompetitif sehingga peranannya
cenderung menurun.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor konstruksi
menunjukkan nilai positif dari proportional shift dan nilai negatif dari differential
shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih cepat dari pertumbuhan seluruh
sektor di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak memiliki
keunggulan kompetitif (tidak dapat berdaya saing). Secara keseluruhan sektor
konstruksi di Provinsi Jawa Barat cenderung semakin meningkat, namun di Kota
Cirebon sektor tersebut tidak kompetitif sehingga peranannya cenderung
menurun.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor perdagangan
besar dan eceran menunjukkan nilai negatif dari proportional shift dan nilai positif
dari differential shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih lambat dari
pertumbuhan seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat dan terjadi pergeseran sektor
tersebut di Kota Cirebon akibat dari pertumbuhan perdagangan besar dan eceran
yang lama di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon memiliki
keunggulan kompetitif (dapat berdaya saing). Secara keseluruhan sektor
perdagangan besar dan eceran mengalami penurunan atau kemunduran di
Provinsi Jawa Barat, namun mengalami peningkatan di Kota Cirebon dan
cenderung semakin kompetitif.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor transportasi dan
pergudangan menunjukkan nilai positif dari proportional shift dan nilai negatif dari
differential shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih cepat dari pertumbuhan
seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak
memiliki keunggulan kompetitif (tidak dapat berdaya saing). Secara keseluruhan
sektor transportasi dan pergudangan di Provinsi Jawa Barat cenderung semakin
meningkat, namun di Kota Cirebon sektor tersebut tidak kompetitif sehingga
peranannya cenderung menurun.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor penyediaan
akomodasi dan makan minum menunjukkan nilai positif dari proportional shift dan
nilai negatif dari differential shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih cepat
dari pertumbuhan seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota
Cirebon tidak memiliki keunggulan kompetitif (tidak dapat berdaya saing). Secara

19
keseluruhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum di Provinsi Jawa
Barat cenderung semakin meningkat, namun di Kota Cirebon sektor tersebut tidak
kompetitif sehingga peranannya cenderung menurun.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor informasi dan
komunikasi menunjukkan nilai positif dari proportional shift dan nilai negatif dari
differential shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih cepat dari pertumbuhan
seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak
memiliki keunggulan kompetitif (tidak dapat berdaya saing). Secara keseluruhan
sektor informasi dan komunikasi di Provinsi Jawa Barat cenderung semakin
meningkat, namun di Kota Cirebon sektor tersebut tidak kompetitif sehingga
peranannya cenderung menurun.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor jasa keuangan dan
asuransi menunjukkan nilai positif dari proportional shift dan nilai negatif dari
differential shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih cepat dari pertumbuhan
seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak
memiliki keunggulan kompetitif (tidak dapat berdaya saing). secara keseluruhan
sektor jasa keuangan dan asuransi di Provinsi Jawa Barat cenderung semakin
meningkat, namun di Kota Cirebon sektor tersebut tidak kompetitif sehingga
peranannya cenderung menurun.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor real estate
menunjukkan nilai positif dari proportional shift dan nilai negatif dari differential
shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih cepat dari pertumbuhan seluruh
sektor di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak memiliki
keunggulan kompetitif (tidak dapat berdaya saing). Secara keseluruhan sektor real
estate di Provinsi Jawa Barat cenderung semakin meningkat, namun di Kota
Cirebon sektor tersebut tidak kompetitif sehingga peranannya cenderung
menurun.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor jasa perusahaan
menunjukkan nilai positif dari proportional shift dan nilai negatif dari differential
shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih cepat dari pertumbuhan seluruh
sektor di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak memiliki
keunggulan kompetitif (tidak dapat berdaya saing). Secara keseluruhan sektor jasa
perusahaan di Provinsi Jawa Barat cenderung semakin meningkat, namun di Kota
Cirebon sektor tersebut tidak kompetitif sehingga peranannya cenderung
menurun.

20
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor administrasi
pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial menunjukkan nilai negatif dari
proportional shift dan differential shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih
lambat dari pertumbuhan seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat dan terjadi
pergeseran sektor tersebut di Kota Cirebon akibat dari pertumbuhan sektor
administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial yang lama di Provinsi
Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak memiliki keunggulan kompetitif
(tidak dapat berdaya saing). Secara keseluruhan sektor administrasi
pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial mengalami penurunan atau
kemunduran diantara sektor – sektor lainnya di Kota Cirebon maupun di Provinsi
Jawa Barat.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor jasa pendidikan
menunjukkan nilai positif dari proportional shift dan differential shift. Artinya
pertumbuhan sektor tersebut lebih cepat dari pertumbuhan seluruh sektor yang
ada di Provinsi Jawa Barat dan terjadi pergeseran sektor tersebut di Kota Cirebon
akibat dari pertumbuhan sektor jasa pendidikan yang berkembang pesat di
Provinsi Jawa Bart. Hal ini berarti sektor jasa pendidikan Kota Cirebon memiliki
keunggulan kompetitif. Secara keseluruhan sektor jasa pendidikan mengalami
peningkatan dibandingkan seluruh sektor yang ada di Kota Cirebon dan Provinsi
Jawa Barat, meskipun peningkatannya tidak lebih besar dari peningkatan di Jawa
Barat.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor jasa kesehatan
dan kegiatan sosial menunjukkan nilai positif dari proportional shift dan nilai negatif
dari differential shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih cepat dari
pertumbuhan seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota
Cirebon tidak memiliki keunggulan kompetitif (tidak dapat berdaya saing). Secara
keseluruhan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial di Provinsi Jawa Barat
cenderung semakin meningkat, namun di Kota Cirebon sektor tersebut tidak
kompetitif sehingga peranannya cenderung menurun.
Dari tabel hasil perhitungan dapat diketahui pada sektor jasa lainnya
menunjukkan nilai positif dari proportional shift dan nilai negatif dari differential
shift. Artinya pertumbuhan sektor tersebut lebih cepat dari pertumbuhan seluruh
sektor di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut di Kota Cirebon tidak memiliki
keunggulan kompetitif (tidak dapat berdaya saing). Secara keseluruhan sektor jasa
lainnya di Provinsi Jawa Barat cenderung semakin meningkat, namun di Kota

21
Cirebon sektor tersebut tidak kompetitif sehingga peranannya cenderung
menurun.
1.4.4 Analisis Spesialisasi dan Lokalisasi
Dari perhitungan yang telah dilakukan nilai koefisien spesialisasi Kota
Cirebon tahun 2019 adalah 0,41. Nilai ini < 1, artinya adalah Kota Cirebon tidak
terspesialisasi di sektor tertentu atau dapat dikatakan tidak terjadi spesialisasi
secara sektoral dalam pembangunan perekonomian wilayah Kota Cirebon.
Sedangkan, untuk nilai koefisien lokalisasi sektor pertanian di beberapa wilayah
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2019 adalah 0,47. Nilai <1, artinya
adalah aktivitas sektor pertanian tersebar di seluruh wilayah Jawa Barat atau tidak
terpusat (tidak terkonsentrasi) hanya pada satu wilayah saja
1.4.5 Analisis Sektor Strategis (Tipologi Klassen)

Kategori Lapangan Usaha Analisis Klassen

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Tipe IV Terbelakang


B Pertambangan dan Penggalian Tipe IV Terbelakang
Tipe II Cenderung
C Industri Pengolahan
Berpotensi
D Pengadaan Listrik dan Gas Tipe III Berkembang
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Tipe II Cenderung
E
Limbah, dan Daur Ulang Berpotensi
Tipe II Cenderung
F Konstruksi
Berpotensi
G Perdagangan Besar dan Eceran Tipe III Berkembang
Tipe II Cenderung
H Transportasi dan Pergudangan
Berpotensi
Tipe II Cenderung
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Berpotensi
Tipe II Cenderung
J Informasi dan Komunikasi
Berpotensi
Tipe II Cenderung
K Jasa Keuangan dan Asuransi
Berpotensi
Tipe II Cenderung
L Real Estate
Berpotensi
Tipe II Cenderung
M,N Jasa Perusahaan
Berpotensi
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan
O Tipe IV Terbelakang
Jaminan Sosial
Tipe I Pertumbuhan
P Jasa Pendidikan
Pesat
Tipe II Cenderung
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Berpotensi
Tipe II Cenderung
R,S,T,U Jasa Lainnya
Berpotensi
Sumber : Analisis dan Perhitungan pribadi.
Berdasarkan analisis tipologi klassen yang telah dilakukan berdasarkan
pada data shift - share (proportional shift dan differential shift) maka diperoleh hasil
bahwa sektor lapangan usaha yang ada di Kota Cirebon tahun 2014 – 2018
terdapat 1 sektor yang termasuk ke dalam Tipe I pertumbuhan pesat, yaitu sektor

22
jasa pendidikan. Lalu terdapat 11 sektor yang termasuk ke dalam Tipe II
cenderung berpotensi yaitu sektor industri pengolahan; pengadaan air,
pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang; konstruksi; transportasi dan
pergudangan; penyediaan akomodasi dan makan minum; informasi dan
komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estate; jasa perusahaan; jasa
kesehatan dan kegiatan sosial; dan jasa lainnya. Terdapat 2 sektor yang termasuk
ke dalam Tipe III berkembang yaitu sektor pengadaan listrik dan gas serta
pedagang besar dan eceran. Untuk Tipe IV terbelakang terdapat 3 sektor yang
termasuk ke dalamnya yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan; pertambangan
dan penggalian; serta administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial.
1.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
1.5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis ekonomi yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan:
a) Nilai indeks Williamson Kota Cirebon pada tahun 2019 belum dapat dilakukan,
hal ini dikarenakan tidak tersedianya data PDRB per kecamatan yang ada di
Kota Cirebon. Akan tetapi dapat diketahui indeks Williamson Provinsi Jawa
Barat pada tahun ini sebesar 0,665. Angka tersebut > 0,5 sehingga dapat
dikatakan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat adalah ketimpangan tingkat tinggi.
b) Kota Cirebon mempunyai 11 sektor basis menurut lapangan usahanya pada
tahun 2014 - 2018, dan mempunyai 4 sektor non basis. Dimana sektor basis
dengan nilai terbesar ada pada sektor jasa keuangan dan asuransi, sedangkan
sektor basis dengan nilai terkecil ada pada sektor pertambangan dan
penggalian.
c) Perubahan dan pergeseran sektor - sektor lapangan usaha di Kota Cirebon
memiliki rata-rata nilai yang positif, dan memiliki keunggulan kompetitif untuk
sektor pengadaan listrik dan gas, perdagangan besar dan eceran, serta jasa
pendidikan.
d) Kota Cirebon tidak terspesialisasi di sektor tertentu atau dapat dikatakan tidak
terjadi spesialisasi secara sektoral dalam pembangunan perekonomian wilayah
Kota Cirebon. Dan aktivitas sektor pertanian tersebar di seluruh wilayah Jawa
Barat atau tidak terpusat (tidak terkonsentrasi) hanya pada satu wilayah saja.
e) Sektor jasa pendidikan merupakan sektor yang strategis di Kota Cirebon karena
termasuk ke dalam tipe I pertumbuhan pesat, sedangkan sektor pertanian,

23
pertambangan, serta sektor administrasi pemerintahan termasuk ke dalam tipe
IV terbelakang.
1.5.2 Rekomendasi
Untuk mencapai tingkat perekonomian yang lebih baik, masih diperlukan
investasi untuk pengembangan sektor-sektor yang belum dapat memenuhi
kebutuhan barang dan jasa di Kota Cirebon. Pemerintah dan masyarakat Kota
Cirebon hendaknya dapat meminimalisir penggunaan lahan pertanian untuk
kepentingan di luar pertanian, karena hal ini berdampak pada menyempitnya lahan
untuk mengembangkan pertanian. Pemerintah Kota Cirebon hendaknya mulai
membuka kembali lokasi pertambangan dan penggalian, namun disamping itu
harus disusun undang – undang yang menjadi dasar dan pedoman untuk
melakukan kegiatan tersebut, dan di terapkannya sanksi – sanksi yang tegas bagi
para pelanggar, serta dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan. Sektor –
sektor yang sudah berkembang baik hendaknya dijadikan prioritas
pengembangan.

24

Anda mungkin juga menyukai