Anda di halaman 1dari 19

ISU ISU ELEKTORAL DALAM Dahliah Umar

KELANGSUNGAN DEMOKRASI Netfid Indonesia/kelaspemilu.org


@kelaspemilu @dahliahumar
DI INDONESIA July 2021
LATAR BELAKANG MASALAH
Konsolidasi demokrasi sejak masa reformasi diharapkan menciptakan negara yang menjunjung tinggi nilai-
nilai demokrasi dan kehadiran negara yang menjunjung tinggi kepentingan warganegara
Nilai-nilai demokrasi mencakup; kebebasan berpendapat dan berserikat, penegakan Hak Asasi Manusia,
penegakan hukum, dan Pemilu yang bebas dan adil yang menciptakan pemerintahan yang melayani. Dengan
demikian harapan-harapan tersebut perlu dinilai perkembangannya, apakah membaik, menurun bahkan dalam
ancaman arus balik menuju otoritarianisme.
Sejalan dengan berlangsungnya sirkulasi kekuasaan, pemilu yang selama ini berlangsung lebih
mengedepankan aspek prosedural daripada substansi, maknanya adalah pemilu menjadi alat untuk meraih
kekuasaan, bukan menciptakan pemerintahan dengan terciptanya fungsi akuntabilitas dan representasi
kepentingan masyarakat.
Kondisi ini menciptakan sebuah bentuk rejim otoriter baru di mana persaingan politik bukan lagi antara partai
politik tetapi antara para oligarki yang mampu mengontrol akumulasi hegemoni eksekutif yang bersifat lintas
partai. Parpol semakin menarik diri ke arah kepentingan elite negara dan menciptakan gap antara kelompok
penentu penyelenggara negara dengan rakyat. Tidak ada lagi demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat,
yang ada adalah demokrasi oleh segelintir elite dan rakyat adalah objek atau konsumer semata.
Hal ini dipengaruhi oleh 2 hal yaitu: desain sistem pemilu, dan kultur/etika politik
PRINSIP PEMILU YANG BEBAS
DAN ADIL
1. Pemilihan reguler dan berkala 7. Surat suara rahasia
2. Hak pilih universal 8. Hasil yang cepat
3. Dilaksanakan oleh suatu lembaga yang 9. Mudah digunakan
independen dan tidak berpihak 10. Satu orang, satu suara, satu nilai
4. Adanya persaingan antarpartai politik 11. Perwakilan parlementer yang sesungguhnya
5. Kebebasan berbicara/media yang bebas 12. Kekuatan pada mayoritas dan minoritas
6. Kebebasan dari kebohongan, pengaruh yang yang terwakili
menyesatkan atau tekanan pada pemilih 13. Pemungutan suara wajib atau sukarela dan
partisipasi penuh

Sumber: IDEA International


PERTANYAAN KUNCI
Mengapa pemilu di era reformasi belum menciptakan persaingan sehat dan
partisipasi yang murni oleh rakyat?
Apa akar permasalahan yang menyebabkan hasil pemilu gagal menciptakan
pemerintahan yang efektif, korupsi merajalela?
Mengapa masih banyak kecurangan dan penyimpangan dalam pemilu?
Tantangan apa saja yang paling tinggi risikonya dalam pemilu dalam usaha
mempertahankan ketahanan demokrasi?
KAJIAN TERKINI TENTANG DEGRADASI DEMOKRASI,
MAKNA KEBEBASAN DAN POLA RELASI NEGARA
DENGAN RAKYAT

1.Berkembangnya kultur dan tindakan otoriter oleh penyelenggara negara/penguasa yang dipilih dalam
pemilu yang demokratis ( Steven Levitsky dan Daniel Ziblat, How Democracies Die (2018))
2.Belum terbentuknya “Shackled Leviathan” yaitu negara dengan keseimbangan kekuatan antara
penyelenggara negara/kekuasaan dengan masyarakat sipil, antithesis dari Despotic Leviathan (kekuatan
dominan peguasa), atau Absent Leviathan (negara yang lemah) (Daron Acemoglu dan James A Robinson;
The Narrow Corridor (2019)).
3.Mass Society Paradigm di mana kelompok masyarakat dengan status sosial dan ketergantungan terhadap
elite tertentu adalah entitas yang bisa dimanipulasi untuk dimobilisasi untuk tujuan-tujuan politik (Michael
Haas: Why Democracy Flounder and Fail (2019))
4.Politik uang dan penyalahgunaan sumberdaya oleh aktor-aktor politik; buku-buku yang dikarang oleh
Edward Aspinall dan Ward Berenschot, Burhanuddin Muhtadi, Mada Sukmadjati, Marcus Mietzner
5.Dominasi seseorang atau sekelompok elit dalam mendisain institusi dan struktur kekuasaan (Oligarki
sumberdaya dan kekuasaan); Oligarchy Jeffrey Winters (2012))
I. ANCAMAN TERHADAP PEMERINTAHAN
YANG TIDAK EFEKTIF DAN SENTRALISTIS

Sistem Pemerintahan presidensial dengan sistem pemilu Proporsional dan multipartai ekstrem (PR) mengakibatkan
tidak ada partai politik yang memenangkan pemilu secara mayoritas, sehingga harus membentuk koalisi. Koalisi yang
terbentuk lebih bersifat pragmatis untuk tujuan power sharing tanpa pertimbangan ideologis/kompromi kebijakan
Sistem Pemilu dengan PR terbuka di satu sisi melemahkan fungsi partai politik dalam arena berkontestasi namun di
sisi lain memperkuat oligarki partai politik dalam penentuan elit partai dan kandidat calon anggota legislatif.
Kemudian ada personalisasi kepemilikan sebagian partai politik yang mempengaruhi dinamika sirkulasi
kepemimpinan parpol. Parpol menjadi tidak mengakar kepada konstituen.
Persyaratan pendirian partai politik sangat berat sehingga dipastikan akumulasi kekuasaan akan tersentralisasi bagi
elite yang memiliki modal kapital besar untuk mempertahankan peta persaingan status quo.
Ambang batas syarat pencalonan yang sangat tinggi untuk pemilihan Presiden dan kepala daerah
4 poin di atas menunjukkan walau rakyat dapat memilih langsung, elit politiklah yang paling menentukan siapa orang-
orang yang bisa dicalonkan untuk dipilih oleh rakyat. Walau rakyat bisa memilih langsung, para olgarkh yang
menentukan orang yang dicalonkan dan dimenangkan
Sistem PR dengan daftar terbuka mengubah cara partai mencari suara dengan menanggalkan ideologi dan positioning
untuk tujuan menggalang sebanyak-banyaknya suara dari seluruh lapisan masyarakat.
PETA KOALISI POLITIK DI DPR RI: KOALISI TANPA
RASA OPOSISI

Di Dalam Kabinet Jokowi-Ma’ruf Di Luar Kabinet Jokowi-Ma’ruf


 
1. PDI Perjuangan 128 kursi/ 5 menteri dan 1 wamen
1. Demokrat 54 kursi
2. Golkar 85 kursi/ 3 menteri
2. PKS 50 kursi
3. Gerindra 78 kursi/ 2 menteri
3. PAN 44 kursi
4. Nasdem 59 kursi/ 3 menteri
 
5. PKB 58 kursi/ 3 menteri
 
6. PPP 19 kursi/ 1 menteri dan 1 wamen
 
427 kursi DPR RI (74%)
148 kursi DPR RI (26%)

Sumber: Tim Kajian Klaster Tata Kelola Demokrasi Program Sarjana Ilmu Politik FISIP Universitas
Indonesia, “Peta Kekuatan Kursi Partai Politik Hasil Pemilu SErentak 2019
https://drive.google.com/drive/folders/12x28mrH9c_-0dW4IQHgA5maSHvZ-TtWE 28 Oktober 2019
IMPLIKASI DESAIN SISTEM PEMILU
TERHADAP DINAMIKA PARPOL DAN
PEMILIH
Sistem pemilihan langsung membutuhkan modal besar, dari segi dukungan dan
biaya sehingga terjadi politik uang dan penyalahgunaan wewenang, jabatan dan
sumber daya negara untuk mengakumulasi pengaruh dukungan dan suara
Sistem Pemilu PR dengan daftar terbuka sangat rumit, banyak penyimpangan dan
kecurangan politik uang karena pemilih memiliki daya tawar tinggi untuk
menentukan pilihan dan pengaruh kultur patron-klien/principal-klien
Kecenderungan Presiden terpilih untuk menggalang koalisi pemerintahan sebesar-
besarnya menghambat terbentuknya oposisi berbasis parpol. Fungsi checks and
balances hilang
Hegemoni eksekutif dalam konflik internal partai
SIKLUS PEMILIHAN, POLITIK
UANG, KORUPSI
Kultur kiientilism di
Masa Orde Baru,
lunturnya Party ID
sejak Pemilu 1999

Pemilu sebagai
Korupsi para anggota industri untuk
lembaga perwakilan, menggalang
kepala daerah dan dukungan yang
aparat sipil negara membutuhkan modal
besar

Politik transaksional
Parpol dimilikii dan
antar calon dan
dikuasai pemilik
parpol dan klientilism
modal/kader latar
antar caleg dan
belakang pengusaha
pemilih

Parpol tergantung
dengan sumberdaya
Kontestasi tidak
negara dengan
seimbang antara
menempatkan kader
calon dengan modal
sebagai menteri, kom
besar dan kecil
BUMN, untuk akses
ekonomi parpol
II. ANCAMAN TERHADAP KEPASTIAN
HUKUM DAN ASAS PEMILU BEBAS
ADIL
Sistem pemilu PR yang sangat rumit menyebabkan banyak penyimpangan dan
manipulasi suara, yang sebagian besar sulit ditelusuri akibat lemahnya peran saksi
parpol/calon anggota legislatif atau friksi antar caleg di internal parpol (caleg)
Desain kelembagaan penyelenggara pemilu KPU, Bawaslu dan DKPP belum mampu
memberi kepastian hukum terhadap perselisihan-perselisihan, terjadi multi
intepretasi, ego kelembagaan dan dualisme putusan oleh dua LPP yang
mempengaruhi legitimasi pemilu; baik dalam Pemilu legislatif (pileg)maupun
pemilu kepala daerah (pilkada)
Konsistensi terhadap sistem PR dengan suara terbanyak terdistorsi dengan keputusan
KPU membatalkan calon terpilih atas permintaan parpol, atau perbedaan pandangan
dalam menindaklanjuti putusan pengadilan
KONTROVERSI KASUS-KASUS
PERSELISIHAN PILEG DAN
PILKADA
Contoh kasus di mana penyimpangan dalam rekapitulasi hasil perolehan suara adalah di daerah pemilihan anggota DPRD Kalimantan Barat
di mana baik MK dan Bawaslu menyatakan ketetapan perbedaan suara dan keduanya memberi putusan. Putusan MK dan Bawaslu
substansinya sama bermakna ada selisih suara dan keputusan KPU dengan hanya menggunakan materi putusan MK tanpa menindaklanjuti
perbaikan selisih berakibat calon terpilih yang dilantik bukan calon yang dinyatakan dengan suara terbanyak dalam rekapitulasi yang
ditelusuri oleh Bawaslu.
Permasalahan kepastian hukum dan legitimasi pilkada 2020 menyangkut perbedaan pandangan antara KPU dan Bawaslu tentang makna
hukuman pidana penjara dan masa tunggu 5 tahun yang menyebabkan calon kepala daerah yang tidak memenuhi syarat menurut penilaian
KPU dinyataan sebaliknya oleh Bawaslu di Boven Digoel (Papua), Dompu (NTB) dan Lampung Selatan (Lampung). Hanya Kabupaten
Nias Utara Bawaslu tidak menganulir keputusan KPU untuk mendiskualifikasi calon yang belum memenuhi masa tunggu 5 tahun setelah
dipidana
Permasalahan legitimasi pilkada menyangkut hasil sengketa pencalonan dimana rekomendasi Bawaslu tidak ditindaklanjuti oleh KPU untuk
mendiskualifikasi calon yang melanggar pasal 71 UU No. 10 Tahun 2016 dan tidak ada usaha banding oleh Bawaslu: Pegunungan Bintang,
Halmahera Utara, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Kutai Kertanegara. Adapun Kab Ogan Ilir ditindaklanjuti oleh
KPU Ogan Ilir, yang kemudian dianulir oleh Mahkamah Agung dan Kabupaten Banggai ditindaklajuti oleh KPU Banggai kemudian
dianulir oleh Pegadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Distorsi makna sistem Pemilu dengan daftar terbuka ketentuan peraih kursi parpol untuk caleg dengan suara terbanyak adalah pada kasus
penetapan Calon Anggota DPR dan DPRD Terpilih dari Partai PDI Perjuangan dan Partai Gerindra yang memberhentikan caleg terpilih
secara sepihak dan menggantinya dengan caleg lain. KPU menindaklajuti dengan proses klarifikasi yang sangat singkat dan caleg terpilih
diganti tanpa mendapatkan kesempatan untuk banding sebagaimana yang diatur dalam aturan perundang-undangan.
PERMASALAHAN2 TERKAIT
KUALITAS PARTISIPASI MASYARAKAT
Runtuhnya party ID/ideologi kepartaian; Sistem pemilu PR dengan open list menyebabkan pergeseran pola relasi
antara parpol dengan pemilih dari yang sebelumnya berlandaskan identitas/ideologi menjadi transaksional (patron-
klien)
Polarisasi identitas pendukung calon Presiden konsisten dalam 2 pilpres terakhir; pemilih menjadi terbelah dan
menciptakan konflik horizontal
Kekerasan dalam pemilu akibat perselisihan/public trust yang rendah terhadap penyelenggaraan pemilu/pilkada dan
perlawanan terhadap hasil pemilu/hasil sengketa
Kebebasan mengungkapkan pendapat dan kebebasan dari potensi mengalami kekerasan dan dipersekusi/mengalami
masalah hukum akibat berbeda pendapat atau mengkritik
Kebebasan dari intimidasi akibat posisi sebagai ASN, karyawan atau subordinasi lainnya
Disinformasi yang mempengaruhi dan mendistorsi pola pikir pemilih dalam mengambil keputusan
Konsistensi platform calon yang meragukan menyebabkan pemilih menjadi lebih pragmatis dan mentransaksikan
pilihan
Politik Uang
ETIKA POLITIK
Media yang independen dan berimbang belum tercapai dengan masih adanya kepemilikan
jaringan media oleh pengurus partai politik
Koalisi pemerintah dimanfaatkan untuk mengakses sumber-sumber kekuasaan berupa posisi
formal, non formal, dan posisi strategis lainnya seperti di BUMN dan memanfaatkan jaringan
menentukan kebijakan nasional dan lokal misal; soal perizinan usaha dan eksplorasi lahan,
bantuan sosial, dan fasilitas publik untuk konstituen pemenang pemilu
Rangkap jabatan oleh pejabat negara
Olgarki dan hubungan kekeluargaan dalam lingkaran kekuasaan
Masih banyak pelanggaran yang memengaruhi legitimasi pemilu/pilkada oleh penyelenggara
pemilu
Institusi peradilan dikuasai dan dimanipulasi untuk kepentingan politik; pelemahan KPK melalui
revisi UU KPK, Revisi UU MK, dll
6
REKAPITULASI PENANGANAN PERKARA
TAHUN 2012 - 2020
Amar Putusan
Perkara Jumlah
Perkara Naik Perkara
No. Tahun Pengaduan Sedang Teguran Tertulis Berhenti Berhenti Berhenti dari Teradu
Sidang Diputus Rehabilitasi Ketetapan
Diperiksa (Peringatan) Sementara Tetap Jabatan Diputus

1 2012 99 30 30 0 20 18 0 31 0 3 72
2 2013 606 141 141 0 399 133 14 91 0 28 665
3 2014 879 333 333 0 627 336 5 188 3 122 1.281
4 2015 478 115 115 0 282 122 4 42 2 13 465
5 2016 323 163 163 0 376 173 3 46 2 10 610
6 2017 304 140 140 0 276 135 19 50 8 5 493
7 2018 521 319 319 0 522 632 16 101 21 40
1.332
8 2019 506 331 331 0 808 552 4 77 17 46
1.504
9 2020 242 119 77 42 141 141 2 17 3 0
304
Jumlah 3969 42
1.691 1.649 3.451
2.242 67 643 56 267 6.726
Persentase 42,21% 51,3% 33,33% 0,99% 9,55% 0,83% 4,% 100%
Keterangan Perkara Perkara Perkara Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang

Diberikan Sanksi : 42,6% Data DKPP s.d 10 Oktober 2020


15

MODUS PELANGGARAN ETIKA


PENYELENGGARA PEMILU TAHUN 2017
No MODUS PELANGGARAN JUMLAH No MODUS PELANGGARAN JUMLAH

1 Manipulasi Suara 5 9 Intimidasi dan Kekerasan 2


2 Penyuapan 0 10 Pelanggaran Hukum 17
3 Perlakuan Tidak Adil 11 11 Tidak adanya Upaya Hukum yang 10
Efektif
4 Pelanggaran Hak Pilih 0
12 Penipuan saat pemungutan Suara 0
5 Kerahasiaan Suara dan Tugas 1
13 Pelanggaran Netralitas dan 25
6 Penyalahgunaan kekuasaan 7 Keberpihakan

7 Konflik kepentingan 4 14 Konflik Internal Institusi 1

8 Kelalaian pada Proses Pemilu 26 15 Lain-lain 0

TOTAL : 109
Sumber: DKPP Outlook 2018
MODUS PELANGGARAN
TAHUN 2019

Sumber: Laporan Kinerja DKPP Tahun 2019


17

MODUS PELANGGARAN ETIKA


PENYELENGGARA PEMILU TAHUN 2020

No MODUS PELANGGARAN JUMLAH No MODUS PELANGGARAN JUMLAH

1 Manipulasi Suara 35 8 Intimidasi dan Kekerasan 2

2 Suap 6 9 Pelanggaran Hukum 4

3 Perlakuan Tidak Adil 68 10 Tidak adanya Upaya Hukum yang 27


Efektif
4 Pelanggaran Hak Pilih 0
11 Kecurangan saat pemungutan 14
5 Kerahasiaan Suara dan Tugas 1 Suara
12 Pelanggaran Netralitas dan 13
6 Penyalahgunaan kekuasaan 29 Keberpihakan
Konflik kepentingan 13 Konflik Internal Institusi 2

14 Lain-lain 34
7 Kelalaian pada Proses Pemilu 146

TOTAL : 381
Sumber: DKPP Outlook 2020
APA YANG HARUS
DILAKUKAN?
Memperkuat kajian akademik dan tematik tentang implikasi disain pemilu terhadap perkembangan
demokrasi dan sistem politik di Indonesia dengan mempresentasikan data, analisa dan rekomendasi-
rekomendasi kepada khalayak untuk menciptakan opini dan pemahaman baru untuk publik.
Mengadvokasi konsep-konsep kebijakan dan perubahan UU Pemilu dan Partai Politik dengan
mengambil posisi baik sebagai advokat, kelompok penekan atau kelompok pendukung
perubahan/pembaharu bagi yang mereka yang duduk dalam posisi strategis
Jaringan masyarakat sipil untuk perubahan penting namun perlu kanal-kanal khusus untuk membongkar
sekar-sekat hambatan, yang paling efektif adalah partai politik atau organisasi politik lainnya.
Membentuk gelombang gerakan baru Pro Demokrasi untuk perubahan (Angkatan 2020s)
Menyampaikan narasi-narasi yang teruji namun lebih persuasif untuk meyakinkan khalayak
Membangun kekuatan politik baru dari anak muda, mencari figur alternatif yang menjadi penyeimbang
yang bisa dimulai melalui kontestasi politik lokal
TERIMA KASIH

Dahliah Umar
@kelaspemilu @dahliahumar
Kanal Pemilu dan Demokrasi
www.kelaspemilu.org
Menara Ravindo Lt. 15 Jl. Kebon Sirih Raya Menteng Jakarta Pusat
Tel 08121019343

Anda mungkin juga menyukai