Anda di halaman 1dari 24

Muamalah di luar jual beli

Ariyah (Pinjam meminjam)


Ariyah adalah memberikan manfaat
sesuatu yang halal kepada orang
lain untuk diambil manfaatnya
dengan tidak merusakkan zatnya
agar dapat dikembalikan zat barang
itu. Dalam hal ariyah terdapat rukun
dan syaratnya yaitu sebagai berikut:
Rukun Ariyah
1. Mu’ir (orang yang meminjamkan)
2. Musta’ir (peminjam)
3. Mu’ar (barang yang dipinjamkan)
4. Shighat, yakni sesuatu yang menunjukkan
kebolehan untuk mengambil manfaat, baik
dengan ucapan maupun perbuatan.
Landasan Syara’
     Memberikan pinjaman adalah perbuatan baik dan dianjurkan (mandub). Bahkan
ulama salaf sangat menekankan hal ini, yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunah.

a. Al-Qur’an

(G ­ 9$#ur)qçRur$yès?ur ’n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3“uqø#( 


           
Artinya:
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan taqwa.” 
(QS. Al-Maidah : 2)

b. As-Sunah

Dalam hadis Bukhari dan Muslim dari Anas, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW, telah
meminjamkan kuda dari Abu Thalhah, kemudian beliau mengendaraiya.
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang jayyid dari
Shafwan Ibn Umayyah, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah meminjam perisai
dari Shafwan bin Umayyah pada waktu perang hunaian. Shafwan  bertanya, “Apakah
engkau merampasnya, ya Muhammad?” Nai menjawab, “Cuma meminjam dan aku
bertanggung-jawab.”
Syarat Ariyah
Ulama fiqih mensyaratkan dalam akad ariyah sebagai berikut:

a. Mu’ir Berakal Sehat


                        Dengan demikian, orang gila dan anak kecil yang tidak berakal tidak dapat
meminjamkan  barang. Ulama hanafiyah tidak mensyaratkan sudah baligh, sedangkan
ulama lainnya menambahkan bahwa yang berhak meminjamkan adalah orang yang
dapat berbuat kebaikan sekehendaknya, tanpa dipaksa, bukan anak kecil, bukan orang
bodoh dan bukan orang yang sedang pailit (bangkrut).

b. Pemegangan Barang Oleh Peminjam


Ariyah adalah transaksi dalam berbuat kebaikan, yang dianggap sah memegang     
barang adalah peminjam, seperti halnya dalam hibah.

c. Barang (Mu’ar)  dapat dimanfaatkan tanpa merusak zatnya,


jika Mu’ar tidak dapat dimanfaatkan, akad tidak sah. Para ulama telah menetapkan
bahwa ariyah dibolehkan terhadap setiap barang yang dapat diambil manfaatnya dan
tanpa merusak zatnya, seperti meminjamkan tanah, pakaian, binatang, dan lain-lain.
HUTANG PIUTANG
Hutang piutang adalah menyerahkan
sesuatu kepada orang lain dengan
perjanjian akan mengembalikan
dengan jumlah yang sama.
Hukum memberi utang
Memberi utang hukumnya sunnah bahkan
dapat menjadi wajib, misalnya mengutangi
orang yang terlantar tau yang sangat
membutuhkannya. Memang tidak syak lagi
bahwa hal ini adalah suatu pekerjaan yang
sangat besar faedahnya terhadap
masyarakat, karena tiap-tiap orang dalam
masyarakat biasanya memerlukan
pertolongan orang lain.
Rukun utang piutang

a)      Adanya lafaz (kalimat mengutangi, seperti “saya


utangkan ini kepada engkau” jawab yang berutang, “saya
mengaku berutang kepada engkau”.

b)      Adanya orang yang berpiutang dan yang berutang

c)      Adanya barang yang diutangkan tipa-tiap barang yang


dapat dihitung boleh dihutangkan. Begitu pula
mengutangkan hewan, maka dibayar dengan jenis hewan
yang sama.
   Gadai
Pengertian gadai
Proses penitipan/penyerahan suatu barang berharga dari seseorang kepada orang
lain/ lembaga sebagai jaminan dalam utang-piutang disebut gadai. Kalau tempat
penitipannya itu berupa lembaga, maka kita kenal dengan sebutan “Pegadaian”.
Hal ini berdasarkan pada firman Allah SWT.:
Artinya:

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang.”(Q.S. Al-Baqarah/2: 283)

Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan dari Anas:


Artinya:

“Rasulullah saw., menyerahkan barang jaminan berupa baju besi kepada orang
Yahudi di Madinah sewaktu beliau berutang gandum untuk keluarganya.”
(H.R. Ahmad al-Bhukari dan an-Nasai)
Hukum gadai
Dari penjelasan ayat dan hadis tersebut para ulama fikih menetapkan
hukum gadai adalah sunah bagi yang memberikan utang dan mubah bagi
yang berutang. 
HIWALAH
Pengertian hiwalah

Hiwalah adalah memindahkan utang dari


tanggungan seseorang kepada
tanggungan orang lain.
Rukun hiwalah

a)      Adanya muhil


b)      Adanya muhal
c)      Adanya muhal alaih
d)     Adanya utang muhil kepada muhal
e)      Adanya utang muhal alaih kepada muhil
f)       Adanya sighot (lafal yang diucapkan
dalam transaksi).
Syarat hiwalah
Syarat hiwalah antar lain sebagai berikut:
a)      Kerelaan antara muhil dan muhal
b)      Persamaan besar utang antara muhil kepada
muhal dan utang muhal alaih kepada muhil
c)      Kesamaan jenis pembayaran utang.
Hukum hiwalah
Dasar dibolehkannya transaksi hiwalah adalah hadis di bawah ini.
Rasulullah saw. bersabda:

Artinya:
“Orang yang mampu membayar utang apabila salah seorang dari kamu
memindahkan utangnya kepada orang lain hendaklah diterima pemindahan-
pemindahan itu. “
(H.R. Ahmad Baihaki).
Upah
    Pengertian Upah

Ijarah atau upah adalah memberikan


sesuatu baik berupa uang atau barang
kepada seseorang sebagai ganti atas jasa
mengerjakan pekerjaan tertentu dengan
batas waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak. 
Hukum memberi upah
Firman Allah SWT.:
Artinya:
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada
mereka upahnya.”( Q.S. at-Talaq/65: 6)

Rasulullah saw. juga mewajibkan setiap umat Islam untuk memberikan upah kepada
siapa saja telah memberikan jasa atau manfaatkan kepada kita. Sebaliknya Rasullullah
saw. mengancam orang-orang yang telah memanfaatkan tenaga dan jasa seseorang,
tapi tidak mau memberi upahnya dengan memasukkan mereka ke dalam tiga golongan
yang akan menjadi musuh Rasulullah saw.   

Dari ayat di atas Allah memerintahkan kepada kita untuk memberika upah kepada
orang-orang yang telah selesai melakukan tugas yang kita bebankan kepada mereka.
Kecuali jika pemilik jasa atau pekerja tersebut mengerjakan pekerjaannya dengan suka
rela tanpa minta imbalan apapun.
Syarat-syarat ijarah (upah)

Syarat-syarat tersebut antara lain sebagai berikut:

a.       Jelasnya pekerjaan yan harus dikerjakan.


b.      Pekerjaannya tidak melanggar ajaran Islam.
c.       Jelasnya upah atau imbala yang akan diterima oleh
pihak kedua.
Rukun ijarah atau upah
Akad atau transaksi upah adalah alat yang terjadi antara dua belah pihak
dengan didukung faktor-faktor yang lain, jika salah satunya tidak ada maka
transaksi tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai transaksi upah. Dalam
Islam, semua komponen tersebut disebut dengan rukun.

Rukun-rukun dalam transaksi upah adalah sebagai berikut:

a)      Adanya orang yang membutuhkan jasa.


b)      Adanya pekerja.
c)      Adanya jenis pekerjaan yang harus dikerjakan.
d)     Adanya upah.
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai