Anda di halaman 1dari 13

DESAIN THINKING

Pemikiran desain adalah suatu proses atau metode pola


pikir untuk berempati terhadap permasalahan dan
masalah yang berpusat pada manusia. Pemikiran desain
juga dikaitkan dengan resep untuk inovasi produk dan
layanan dalam konteks bisnis dan sosial
Design thinking dibagi menjadi 5 tahap :
EMPHATIZED
Empathize dalam design thinking adalah tahap paling awal yang krusial.
Meski kelima tahapan ini dapat dilakukan secara parallel, tetapi kebanyakan
project memulai dengan tahapan ini.
Dalam tahap ini, kamu harus menaruh empati untuk mengenal pengguna
dan memahami keinginan, kebutuhan, dan tujuan mereka. Tahap ini juga
mengharuskan observer untuk meninggalkan sejenak asumsinya terhadap
pengguna dan mulai memahami mindset pengguna.
Untuk melepaskan diri dari asumsi, kamu bisa menanyakan apa yang
dilakukan pengguna (what), bagaimana dia melakukannya (how), dan
mengapa ia melakukannya (why). Ketiga pertanyaan tersebut akan
membantumu melakukan observasi yang objektif
Agar dapat memahami pengguna dari sisi psikologis hingga emosional,
kamu bisa berinteraksi langsung dengan pengguna. Namun, saat ini, sudah
banyak cara yang bisa digunakan untuk memahami pengguna. Misalnya
seperti menganalisis feedback produk dan mengidentifikasi perilaku
pengguna di media sosial.
DEFINE

Setelah mengumpulkan data yang berkaitan dengan pengguna,


tugasmu selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Selanjutnya,
identifikasi masalah atau hambatan yang dialami pengguna. Tahapan
define dalam design thinking sendiri dilakukan untuk menyebutkan
problem statement.
Dalam menamakan masalah, pastikan kamu menggunakan sudut
pandang pengguna, bukan menekankan aksi yang harus dilakukan
perusahaan. Misalnya, kamu menemukan bahwa terdapat kebutuhan
cairan pelindung tangan untuk melindungi diri dari virus Covid-19.
Dari situ, nyatakan masalah dengan “Masyarakat Indonesia
membutuhkan…” daripada “Perusahaan kita harus membuat…” Ini akan
membantu membedakan dengan jelas problem statement dan tidak
membuat bingung perusahaan terkait penyebutan masalah dengan solusi.
IDEATE

Bermodal pengetahuan keluhan pengguna dan problem statement yang


jelas, sekarang waktunya kamu menyusun ide-ide kreatif sebagai solusi
masalah. Di sinilah, proses kreatif dimulai.
Nielsen Norman Group mendefinisikan ideate sebagai proses menghasilkan
serangkaian gagasan berdasarkan topik tertentu, tanpa ada upaya untuk
menilai atau mengevaluasinya. Makanya, di sini, kamu bebas mengeksplorasi
ide apapun.
Namun, merumuskan ide-ide kreatif tidaklah mudah. Beberapa ide akan
dianggap menarik dan lainnya bisa jadi hanya akan berakhir di tempat sampah.
Oleh karena itu, di tahapan ini kamu dituntut untuk berpikir out-of-the-box.
Kalau kamu kesulitan melahirkan ide-ide cemerlang, kamu bisa mengikuti
beberapa metode ideation yang sering digunakan, seperti brainstorming,
mindmapping, hingga bodystorming (roleplay).
PROTOTYPE

Setelah memilih ide paling jenius, kamu harus membuat


visualisasi dari idemu tersebut. Tahapan ini memang membutuhkan
eksperimen untuk mengubah ide menjadi sesuatu yang tampak.
Prototype sendiri merupakan produk belum jadi, simulasi,
sample yang dapat mengevaluasi ide dan desain yang sudah kamu
rancang, misalnya seperti versi beta dalam pembuatan website.
Tahapan ini penting untuk menguji coba apakah produk yang
digarap sejauh ini sudah sesuai dengan apa yang direncanakan.
Di tahap ini, solusi yang ditawarkan bisa jadi diterima, diperbaiki,
dirancang ulang, bahkan ditolak.maka dari itu, fungsi tahapan ini
memang untuk mempertanyakan ulang apakah produk yang ada
sudah dapat menjawab permasalahan pengguna.
TEST

Sesuai namanya, di tahap ini, kamu harus menguji prototype kepada


pengguna. Terkadang, testing bersifat opsional. Namun, menguji akan
memberikan keuntungan tersendiri yaitu product review. Dari situ, kamu bisa
memaksimalkan kembali produk tersebut dari feedback dari pengguna.
Meski tahap ini berada di akhir, bukan berarti proses design thinking telah
selesai. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, design thinking adalah
metode non-linear. Proses testing bisa jadi memunculkan kekurangan atau
celah dari proses design thinking lainnya.
Kalau begitu, kamu harus memperbaiki hasil dari proses yang rumpang.
Misalnya, setelah dilakukan testing ternyata pengguna tidak terlalu
membutuhkannya.
Bisa jadi, problem statement yang kamu rumuskan kurang tepat. Maka,
kamu harus mengulang kembali identifikasi masalah di tahapan define, lalu
menentukan kembali ide-ide sebagai solusi masalah.
Contoh Penerapan Design Thinking: Studi Kasus Gojek

Kali ini, kamu akan mengetahui kesuksesan Gojek dalam


menemukan masalah dan memberikan solusi menggunakan
design thinking. Founder Gojek, Nadiem Makarim resah saat
banyak orang tak percaya ojek bisa menjadi pekerjaan profesional.
Keraguan tersebut dijawabnya melalui penemuan inovatif
berupa aplikasi penghubung mitra ojek online dan penumpang
dengan Gojek. Per 2020, Gojek telah mengumpulkan 38 juta
pengguna aktif bulanan, menyabet gelar unicorn pada Mei 2017,
dan menjadi decacorn dua tahun setelahnya.
Berikut tahapan penemuan Gojek menggunakan design
thinking.
EMPHATIZED

• Nadiem mengatakan bahwa sektor ojek sangat bernilai. Ini


berawal dari pengalaman pribadinya yang lebih memilih
naik ojek dibanding membawa mobil sendiri untuk
menghindari kemacetan Jakarta. Nadiem mendapati
bahwa masyarakat juga merasakan keresahan yang sama
dan membutuhkan tranportasi alternatif.
• Di sisi lain, karena sering naik ojek, Nadiem dapat
memahami seluk beluk perjuangan seorang ojek yang
bekerja selama 14 jam sehari dan tidak bertemu anak istri,
tetapi hanya dapat 4 penumpang. Nadiem merasa prihatin
dengan nasib tukang ojek.
DEFINE

Nadiem berusaha menjawab permasalahan yang ada dengan


menekankan bahwa konsumen menghadapi masalah kemacetan setiap
hari. Di sisi lain, terdapat ketidakpastian penghasilan dari tukang ojek,
bahkan setelah bekerja berjam-jam dalam sehari.
Selain itu, Nadiem juga melihat, pada saat banyak ojek tersedia, tidak
banyak penumpang yang membutuhkan jasanya. Namun, saat
penumpang butuh, sang ojek tidak berada di tempat. Kata Nadiem, ini
menyebabkan inefisiensi pasar.
Maka, Nadiem merasa harus membuat terobosan baru untuk
mengakomodasi hal tersebut.
Potential problem statement: “Masyarakat butuh transportasi alternatif
untuk menghindari kemacetan Jakarta dan tukang ojek butuh kepastian
penghasilan (penumpang)”
Ideate

Bermodal keresahan masyarakat atas kemacetan


Jakarta, nasib tukang ojek, dan perumusan problem
statement di atas, Nadiem merumuskan beberapa
solusi. Salah satunya dan yang akan menjadi dasar
pembuatan produknya saat ini, adalah dengan
menciptakan sebuah penghubung antara kebutuhan
penumpang dan tukang ojek.
PROTOTYPE

Pada 2010, Nadiem membuat sebuah call center


untuk ojek konvensional yang berjumlah 20 orang
pengemudi. Setelah mendapat respons positif dari
masyarakat, barulah Gojek mengembangkan
aplikasinya.
TEST

Pada tahun 2015, Gojek merilis aplikasi Go-Ride


untuk melihat respons masyarakat. Tak lama, pengemudi
berbondong-bondong mendaftar, dari yang mulanya 20
orang menjadi 800 orang pada 2015.
Gojek telah sukses menjadi penghubung mitra ojek
online dengan customer yang membutuhkan transportasi
alternatif untuk menghindari kemacetan Jakarta.
Selain layanan utama tersebut, Gojek juga semakin
mengembangkan bisnisnya pada layanan antar makanan,
barang, pembelian barang, jasa kebersihan, dll.

Anda mungkin juga menyukai