terhadap kehidupan keluarga kita hari-hari ini. • Seiring maraknya perkembangan dan penggunaan gadget di masyarakat, nilai-nilai keluarga sedang digiring kepada budaya yang individualistis. KOMUNIKASI YANG MELIBATKAN INTERAKSI MENTAL DAN FISIK SECARA INTERPERSONAL TELAH BERUBAH MENJADI KATA, EMOTICONS. UNGKAPAN KASIH SAYANG LEWAT BELAIAN DAN SENTUHAN TELAH TERGANTIKAN DENGAN SEBUAH PERANGKAT ELECTRONIC YANG TELAH MENJADI SEGALANYA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA KITA 1. KEBUTUHAN UNTUK ONLINE • Tiba-tiba saja dunia kita mengalami banyak pergeseran. Satu diantaranya: online telah menjadi kebutuhan utama yang mempengaruhi banyak individu, keluarga bahkan gereja. • Getting online telah menjadi sebuah pelarian terhadap masalah-masalah yang seharusnya dihadapi dan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan. • Internet is not spiritual realm, meskipun berada di dunia maya (dunia yang tidak kelihatan). • Dunia maya sarat dengan kebohongan yang penuh janji. • Meskipun terdapat banyak informasi yang dapat kita akses dengan mudah, namun tidak semua yang kita terima dari internet / dunia maya merupakan kebenaran. • Update status di social media telah menjadi gaya hidup baru yang mempengaruhi komunikasi di dalam keluarga dan mempengaruhi bagaimana cara kita menggunakan waktu-waktu kita. 2. DIALOG MENJADI SEMAKIN SULIT • Akibat dari mewabahnya budaya online di masyarakat, budaya dialog menjadi semakin sulit. Orang-orang tertentu merasa lebih mudah menangkap dan dipengaruhi pesan yang mereka baca melalui social media (seperti facebook, twitter, path, dll), daripada dengan cara berdialog. • Kebutuhan akan dialog tidak dapat digantikan oleh komunikasi online • Ekspresi manusia telah digantikan oleh simbol-simbol emoticon dalam aplikasi chat kita. • Manusia menjadi lebih mudah mengekspresikan dirinya di dunia maya daripada melalui interaksi langsung melalui pertemuan tatap muka dan dialog. • Internet tidak dapat menjadi substitusi terhadap kebutuhan akan hubungan, karena di dalam dunia maya manusia cenderung lebih mudah untuk berpura-pura (hidup dalam kepura-puraan). 3. MENURUNNYA LOYALITAS • Ketika dialog semakin sulit, maka loyalitas akan menurun. • Komunikasi bukan hanya tentang apa yang ingin kita sampaikan (isi pesan). Tapi juga memuat kandungan emosi, intonasi, ekspresi wajah dan sentuhan yang tidak dapat digantikan dengan komunikasi online. • Loyalitas adalah bentuk komitmen yang ditandai oleh penyerahan waktu dan hak. • Komunikasi dan interaksi langsung yang melibatkan emosi, intonasi, ekspresi dan sentuhan, membentuk terjadinya loyalitas. • Namun sebaliknya, komunikasi melalui media secara online justru mengakibatkan makin menurunnya loyalitas. 4. KONSUMERISME MENJADI ALTERNATIF UNTUK MENGISI KEKOSONGAN • Karena loyalitas menurun, banyak orang mulai mengalami kekosongan. Interaksi melalui media secara online tidak dapat menjadi substitusi (pengganti) bagi kebutuhan akan hubungan melalui interaksi / komunikasi secara langsung. • Itu sebabnya, budaya online menghasilkan serangan "kekosongan." Sebagai bentuk pelarian dari kekosongan tersebut, manusia menjadi semakin konsumtif. • Konsumerisme telah menjadi trend yang menjangkiti budaya generasi kita disebabkan oleh "kekosongan" sebagai hasil dangkalnya hubungan yang diakibatkan budaya online. • Kita tidak menjadi konsumtif karena kita ingin. Kita menjadi konsumtif karena hal tersebut di-create (diciptakan / dibentuk) oleh sistem dunia ini. • Dunia kita sedang dilanda dengan market- trend. Segala sesuatu mengikuti trend • Gereja pun berpotensi terseret oleh arus market-trend • Akibatnya, pendekatan pelayanan yang gereja lakukan lebih berdasarkan segmentasi dan permintaan pasar, bukan berpusat pada kehendak Tuhan. • Mengetahui permintaan jemaat lebih penting daripada mengetahui kehendak Tuhan. GEREJA PERLU KEMBALI PADA HATI TUHAN DAN PADA TUJUAN ORIGINAL TUHAN MENJADIKAN GEREJA DI DUNIA INI. • Di dunia yang serba online, segala sesuatu lebih mudah dipasarkan. Bentuk pemasaran dan penjualan (sales) mengalami perubahan secara drastis. • PRINSIP YANG PERLU KITA KETAHUI: Kemudahan menjadi musuh bagi proses. • Di tengah arus market-trend yang melanda generasi kita, salah satu hal yang saat ini paling banyak diperjual-belikan ialah: hubungan. • Hal tersebut terbukti dengan maraknya bisnis- bisnis yang berbasis network (jaringan) seperti MLM atau bisnis-bisnis semacamnya. • PRINSIP YANG HARUS KITA PAHAMI: Tanpa nilai-nilai Kerajaan yang kuat, nilai-nilai hubungan akan mudah bergeser menjadi semakin manipulatif. 5. HILANGNYA RASA BERSALAH • Akan muncul sebuah trend baru berupa hilangnya rasa bersalah karena kegagalan atau kesalahan. • Sebenarnya manusia perlu memiliki rasa bersalah yang sehat untuk mengetahui kesalahan yang mereka lakukan. • Rasa bersalah yang baik akan menggiring seseorang untuk menjauhi dosa atau menggiring orang pada pertobatan. Tidak semua rasa bersalah adalah hal yang buruk. Lack of guilt shows that your conscience is not working • Tidak adanya rasa bersalah menunjukkan bahwa hati nurani kita tidak lagi berfungsi. • Sebagai akibatnya tindak kejahatan akan semakin berkembang. Kejahatan berkembang karena tidak ada lagi rasa bersalah ketika kita melakukan dosa. • PRINSIP YANG HARUS KITA KETAHUI: Hati nurani berfungsi sebagai "wasit" yang memandu serta memberitahu apakah tindakan yang kita ambil benar atau salah. Semakin terbiasa kita melakukan ketidakbenaran dan mengabaikan suara hati nurani kita, maka hati nurani kita akan semakin tumpul (tidak berfungsi). 6. TIDAK MEMPERCAYAI OTORITAS • Kekacauan terjadi ketika orang-orang tidak lagi mempercayai otoritas. Mereka menuntut kesamaan level. Padahal otoritas bukan tentang perbedaan level, melainkan tentang perbedaan fungsi dan kepercayaan • Otoritas di dalam keluarga perlu ditegakkan. Suami harus berfungsi sebagai kepala untuk membawa keluarga mereka hidup di dalam budaya Kerajaan Allah. • Dosa masuk karena pria tidak mengambil tanggung jawab dan menggunakan otoritas yang Allah berikan untuk membawa ia dan keluarganya hidup dalam kehendak Tuhan. • "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh." (Efesus 5:22-23) • Dasar bagi perintah "tunduklah kepada suamimu" bukanlah karena perbedaan tingkatan, melainkan karena perbedaan fungsi. Suami dan isteri adalah dua pribadi yang setara dihadapan Tuhan. Itu sebabnya sebelum perintah di dalam Efesus 5:22- 23 itu diberikan, terdapat Efesus 5:21 yang menjadi dasar bagi ayat tersebut. • "... dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus. • "... submitting to one another in the fear of God ..." (Ephesians 5:21) • Dasar yang diberikan untuk perintah "tunduklah kepada suamimu" harus didahului oleh perintah untuk "saling menundukkan diri" (submitting to one another). • PRINSIP YANG HARUS KITA KETAHUI: Jadi penundukkan diri tidak menandakan bahwa kita berada pada level yang lebih rendah. Penundukkan diri berarti memberi diri untuk berfungsi pada fungsi yang telah TUHAN tetapkan bagi kita. • Alasan mengapa kita "saling menundukkan diri" satu sama lain sebagai suami-isteri, ialah karena kita menghormati Tuhan yang menciptakan pernikahan. • Alkitab menggunakan istilah "di dalam takut (hormat) akan Kristus." 7. KEPERCAYAAN TERHADAP INSTITUSI MULAI MENURUN • Saat ini wabah ketidakpercayaan semakin menyerang masyarakat kita. • Orang-orang kaya lebih mudah mempercayakan dana mereka kepada sukarelawan atau lembaga sosial daripada kepada institusi-institusi mana pun. • Telah terjadi ketidakpercayaan terhadap banyak institusi yang ada dunia ini. • Kepercayaan menjadi hal yang sangat mahal. • Itu sebabnya, kita harus membangun gereja / keluarga yang berintegritas dan bisa dipercaya. • Sebagai salah satu institusi, gereja harus memiliki karakteristik yang bisa dipercaya untuk mengelola dan menyalurkan berkat-berkat Allah. • Kehadiran gereja dan keluarga harus menjadi kesaksian untuk menggiring dunia agar mempercayai dan mempercayakan hidup (dan finansial) mereka kepada Kristus. 8. PRIVATISASI AGAMA • Ketika manusia menjadi semakin individualistis, maka agama-agama menjadi semakin terprivatisasi. • Bahkan telah muncul kekristenan yang menolak gaya hidup komunal, karena mereka berpikir bahwa iman hanyalah urusan pribadi mereka dengan Tuhan. • Cyber-church akan segera menjadi sebuah tawaran dan trend di mana orang tidak lagi merasa perlu berkomunitas. Mereka hanya perlu melakukan streaming melalui internet untuk mengikuti kebaktian dan mendengarkan khotbah. • Dengan begitu, mereka menutup diri terhadap gaya hidup "saling." Mereka menutup diri terhadap teguran, otoritas rohani, tanggung jawab untuk berkorban, melayani sesuai dengan karunia, mengalami gesekan, dan berdiskusi / berdialog tentang iman mereka. 9. MENGEJAR TUJUAN YANG LEBIH BESAR • Masyarakat kita telah mengalami kesadaran akan pengejaran terhadap "tujuan yang lebih besar." • Di generasi kita, kesempatan / peluang untuk "mengejar tujuan yang lebih besar" semakin terbuka lebar. • Manusia menjadi semakin egois, ambisius, individualis dan mengandalkan dirinya sendiri. • Ketika orang makin dimotivasi dan didorong untuk mengandalkan diri sendiri, maka mereka akan mengeluarkan Tuhan dari kehidupan mereka. • Kehidupan mereka lebih dibangun di atas dasar "kesadaran akan diri sendiri" daripada di atas dasar "kesadaran akan Allah." 10. MISI PRIBADI MENJADI SEMAKIN BERBEDA-BEDA • "Personal mission become diverse" merupakan gejala dari meningkatnya individualisme. • Budaya dunia sedang berusaha membentuk kita menjadi individualis dan independen di dalam nilai-nilai. • Manusia menjadi semakin didorong untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri dan bukan kepentingan Kerajaan Allah. • Dampaknya ialah: setiap anggota keluarga (atau gereja) menjadi semakin sulit untuk mengalami kesatuan. Kesatuan (unity) yang dimaksud bukanlah keseragaman (uniformity), melainkan menjadi satu dengan tujuan Kerajaan Allah di dalam segala perbedaan yang kita miliki. • Jika orang-orang semakin diberi peluang untuk memiliki nilai-nilai yang berbeda dan independen karena budaya individualisme, humanis dan ambisius, mereka semakin sulit disatukan dalam nilai-nilai dan misi Kerajaan Allah. • Keluarga dan gereja ikut mengalami tekanan untuk menjadi individualis dan menjauhi gaya hidup komunal. • PRINSIP YANG HARUS KITA KETAHUI: Tanpa gaya hidup komunal, kita tidak akan dapat memuridkan dunia. 11. LEBIH MEMPERCAYAI HASIL REVIEW DARIPADA HASIL DISKUSI BERSAMA • Hari-hari ini dan hari-hari ke depan, review akan semakin menjadi sebuah kebutuhan. • Film, buku, tempat makan, tempat berlibur dapat kita ketahui melalui hasil review. • Namun ada hal-hal yang tidak bisa kita kenali melalui review. • Ketergantungan terhadap hasil review dapat mempengaruhi bagaimana kita seharusnya menjalani proses. • Hasil review tidak dapat menggantikan hasil diskusi bersama. • Mengetahui segala sesuatu hanya dengan mencari review, dapat memberi kesempatan bagi tumbuhnya kemalasan. • Sebagai akibatnya gereja dapat dengan mudah terperangkap dalam tipuan Iblis sebagai akibat salah informasi yang diterima melalui hasil review. • Dalam banyak hal, keputusan yang kita buat di dalam keluarga atau gereja haruslah merupakan hasil dari diskusi bersama, bukan sekedar hasil review yang kita terima dari sumber-sumber yang tidak memiliki warna Kerajaan Allah. • Gereja tidak boleh malas untuk menggali dan mencari tahu apa yang perlu mereka ketahui & mengkritisi segala sesuatu dalam terang firman kebenaran. 12. PEMBAYARAN SECARA TUNAI DIGANTIKAN DENGAN PEMBAYARAN MELALUI GADGET/PEMBAYARAN ONLINE • Bentuk pembayaran ke depan akan mengalami perubahan. Penggunaan uang tunai dan cek semakin berkurang. • Metode pembayaran cepat via online dan aplikasi- aplikasi tertentu yang ada di gadget kita, menjanjikan kecepatan dan kepraktisan tingkat tinggi dalam proses pembayaran dan transaksi keuangan lainnya. • Manusia sedang digiring pada kebudayaan serba instan dan tidak menghargai proses. Manusia menjadi lebih "tidak sabar" dan "serba terburu-buru" karena budaya telah memberi mereka pengaruh sedemikian rupa agar semuanya "serba cepat" (instant). Tujuan dari semuanya ini (12 Kebudayaan Yang Mempengaruhi Kita) ialah: menumbuhkan individualisme. • Individualisme merupakan musuh dari nilai- nilai keluarga. Individualisme merupakan musuh dari gaya hidup komunal. • Gereja dan keluarga harus memiliki gaya hidup "Trinitas" (gaya hidup komunal). Gaya hidup komunal (Trinitas) bertentangan dengan gaya hidup individualistis. Church: the manifestation of unseen Jesus! KITA VS AKU • "MARILAH KITA" VS "AKU HENDAK, AKU MAU” • AKU harus semakin dikeluarkan dari KITA! Di dalam KITA harus ada SALING!