Pembentukan Peraturan Perundang Undangan
Pembentukan Peraturan Perundang Undangan
Oleh:
Helga Nurmila Sari (02040421007)
Imam Setiawan (02040421008)
1 Ragam Bahasa 4 Ketentuan Tambahan
Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa bahasa hukum dalam peraturan perundang-undangan tunduk kepada
kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan
kalimat, teknik penulisan, maupun penulisan ejaan dan tanda bacanya, dengan corak tersendiri, yaitu
mempunyai ciri-ciri kejelasan pengertian, kejernihan dan kelugasan perumusan, kebakuan, keserasian, dan
ketaatasasan dalam penggunaan kata-kata sesuai dengan kebutuhan hukum yang dihadapi.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam peraturan perundang-undangan selanjutnya dipertegas dalam Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan menyebutkan tujuh Dapat dilaksanakan
asas dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan berikut: Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Kejelasan rumusan
Keterbukaan
Kejelasan Ketelitian
Kalimat peraturan perundang-undangan haruslah Ketelitian dalam membuat rumusan norma hukum yang
sederhana, singkat, dan mudah dipahami serta tidak berupa perintah, larangan, atau kebolehan.
berbelit-belit 1 2
Konsistensi Kecermatan
Konsistensi dalam penggunaan kata atau istilah dalam
3 4 Setiap kalimat peraturan perundang-undangan harus
memperhatikan:
peraturan perundang-undangan
1. Jelas subjeknya
2. Jelas predikatnya
3. Jelas Objeknya
Teknik Menyusun • Gunakan kalimat yang tegas, jelas, singkat dan mudah dimengerti
Kalimat Peraturan
Perundang-undangan
02 • Gunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baku
• Gunakan kata “meliputi” untuk memberikan perluasan pengertian kata
Pedoman penyusunan kalimat atau istilah yang sudah diketahui umum tanpa membuat definisi baru
peraturan perundang-undangan
03 • Gunakan kata “tidak meliputi” untuk mempersempit pengertian kata atau istilah yang
sudah diketahui umum tanpa membuat definisi baru
• Hindari pemberian arti kepada kata atau frasa yang maknanya terlalu menyimpang
dari makna yang biasa digunakan dalam pengunaan bahasa sehari-hari
05 • Bila menggunakan istilah secara berulang-ulang, sebaiknya definisikan arti kata atau
frasa tersebut atau gunakan singkatan atau akronim untuk menyerhanakan rumusan dalam
peraturan perundang-undangan
• Hindari pembedaan suatu definisi atau batasan pengertian antara yang tercantum dalam
peraturan yang lebih tinggi dengan yang tercantum dalam peraturan yang lebih rendah
06 • Untuk mengantisipasi perubahan nama departemen atau kementerian, penyebutan nama menteri
sebaiknya didasarkan pada tugas dan tanggung jawab dibidang yang bersangkutan
• Penyerapan kata, frasa, atau istilah bahasa asing yang banyak dipakai dan telah disesuaikan ejaannya
dengan kaidah bahasa Indonesia dapat digunakan jika
1. Mempunyai konotasi yang cocok
2. Lebih sigkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam bahasa Indonesia
Menentukan
Subjek norma adalah pihak yang terkena
Gunakan kalimat aktif
sasaran untuk melaksanakan norma. Dengan
01
Core idea 02
Menentukan Operator
Gunakan kata "dilarang" untuk perintah tidak melakukan
norma dan objek norma 02 sesuatu
atau Predikat norma
03
Core idea 03
Berhati-hati menggunakan kata dapat
Hindari kata yang bermakna samar Hindari kata yang tak berbatas Hindari kata yang berlebihan
Hindari kata yang bermakna ambigu Hindari kata yang bermakna ganda
01
Pengaucuan lebih dari dua terhadap pasal, Kata “pasal ini” tidak perlu digunakan jika
ayat atau huruf yang berurutan tidak perlu 03 ayat yang diacu merupakan salah satu ayat
menyebutkan, pasal demi pasal, ayat demi dalam pasal yang bersangkutan
ayat, atau hruf demi huruf yang diacu,
tetapi cukup dengan menggunakan frasa
“sampai dengan”
Yup
12
Merumuskan
Norma Hukum • Tulislah kalimat secara singkat
• Letakan setiap bagian dari kalimat pada urutan yang
logis, makna urutan yang logis dapat merujuk pada
kaidah tata bahasa Indonesia. Struktur kalimat terdiri
dari Subyek (S), Predikat (P), Obyek (O), dan
keterangan (K)
• Hindari pengunaan frasa dan klausua yang rancu
• Gunakan kalimat aktif seauh memungkinkan
• Gunakan klausul kata kerja dan kata sifat dari kata
benda
• Gunakan kata positif, walaupun ingin menjelaskan
yang sifatnya negative
Content 2
Partisipasi Masyarakat
Makna Partisipasi Masyarakat
Secara bahasa partisipasi berarti turut berperan serta dalam suatu kegiatan, mulai dari
perencanaan hingga evaluasi. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mendefiniskan partisipasi sebagai
keikutsertaan atau peran serta masyarakat dalam kegiatan pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan
atau penetapan, hingga pengundangan yang dilakukan baik secara lisan maulun
tertulis, baik langsung maupun tidak langsung.
Partisipasi
Masyarakat Ketiga Partisipasi sebagai alat komunikasi
Project 01 Project 02
Partisipasi masyarakat dalam bentuk penelitian Partisipasi masyarakat dalam bentuk diskusi,
lokakarya, dan seminar
Project 03 Project 04
Partisipasi dalam bentuk pengajuan usul inisiatif Partisipasi masyarakat dalam bentuk perencanaan
peraturan perundang-undangan
Idea 06 Idea 01
Partisipasi masyarakat dalam bentuk diskusi, lokakarya, Partisipasi masyarakat dalam bentuk audiensi
dan seminar
06 01
Idea 05 Idea 02
Partisipasi masyarakat dalam bentuk unjuk rasa 05 02 Partisipasi masyarakat dalam bentuk rancangan undang-
undang alternatif
04 03
Idea 04 Idea 03
Partisipasi masyarakat dalam bentuk masukan mellaui Partisipasi masyarakat dalam bentuk masukan melalui
media elektronik media cetak
01
Core idea 02
Tahap post 02
Tuntutan pengajuan terhadap peraturan perundang-undangan
legislative
03
Core idea 03
Sosialisasi peraturan perundang-undangan
3 Ciri Produk 02
Ciri 02
Hukum yang Materi atau substansi norma dalam peraturan
perundang-undangan harus sesuai dengan aspirasi
Responsif masyarakat
03 03
Segala peraturan perundang-undangan yang menjadi peraturan
pelaksana dari peraturan yang dibentuk harus sesuai dengan makna
dan norma dasar yang terkandung dalam peraturan tersebut.
Peralihan
aturan peralihan tidak dijumpai dalam hukum tidak tertulis.
Kerancuan
Peralihan ada juga yang menempatkan dalam Peraturan Penutup.
Lanjutan...
Padahal dalam teknik penyusunan peraturan perundang-undangan kedua ketentuan
tersebut memiliki fungsi yang berbeda secara esensial antara yang satu dan yang lain.
Sebagai contoh mengenai kerancuan dalam menempatkan materi ketentuan peraliahn
tersebut dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Ketentuan Pasal 37 tersebut ditempatkan
dalam peraturan peralihan.
Bandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 159 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, dimana ketentuan dalam Pasal tersebut ditempatkan dalam
Ketentuan Penutup.
Catatan
sudah ada pada saat peraturan yang baru mulai berlaku, perlu dilakukan
penyempurnaan pada rumusan petunjuk Nomor 100
Ketentuan penutup memuat :
1. Penunjukan organ atau lata kelengkapan yang melaksanakan undang-undang
2. Nama singkat PUU
3. Status PUU yang sudah ada
4. Saat mulai berlaku
Konsekuensi Hukum sebelum, pada saat, maupun sesudah peraturan baru itu dinyatakan berlaku, harus tunduk pada peraturan yang baru
Berhubungan erat jika peraturan baru tersebut ternyata diberlakusurutkan (kecuali pada peraturan tentang pidana dan/atau
pemidanaan yang tidak diperbolehkan berlaku surut dengan syarat, pemberlakuan surut itu tidak boleh memberikan beban
konkret pada masyarakat) maka penyimpangan/penundaan sementara dapat diberlakukan
Aturan tambahan adalah ketentuan yang berisi tambahan norma terhadap substansi
pokok yang hendak diatur dalam undang-undang. Dikatakan sebagai ketentuan
tambahan, karena isinya bukan substansi yang bersifat utama atau pokok, melainkan
hanya menyangkut hal-hal lain yang seharusnya menjadi materi undang-undang lain.
Penunjukan Organ undangan bersifat menjalankan (eksekutif), misalnya, penunjukan pejabat tertentu
yang diberi kewenangan untuk memberikan izin, dan mengangkat pegawai.
Pertama Kedua
Nama singkat tidak memuat pengertian yang Nama Peraturan Perundang-undangan yang sudah
menyimpang dari isi dan nama peraturan. singkat tidak perlu diberikan nama singkat.
1 2
Ketiga Keempat
Bagi nama Peraturan Perundang-undangan yang panjang dapat
3 4 Sinonim tidak dapat digunakan untuk nama singkat.
dimuat ketentuan mengenai nama singkat dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. nomor dan tahun pengeluaran peraturan yang bersangkutan
tidak dicantumkan;
2. nama singkat bukan berupa singkatan atau akronim, kecuali
jika singkatan atau akronim itu sudah sangat dikenal dan tidak
menimbulkan salah pengertian.
Kedua Kelima
Status PUU yang Rumusan pencabutan Peraturan Perundang-undangan diawali Pencabutan Peraturan Perundang-undangan disertai dengan
Ketiga Keenam
Demi kepastian hukum, pencabutan Peraturan Perundang- Untuk mencabut Peraturan Perundang-undangan yang
undangan tidak dirumuskan secara umum tetapi menyebutkan telah diundangkan tetapi belum mulai berlaku, gunakan
dengan tegas Peraturan Perundang-undangan yang dicabut. frasa ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku.
Mulai Berlakunya Tidak menggunakan frasa ... mulai berlaku efektif pada tanggal ...
atau yang sejenisnya, karena frasa ini menimbulkan ketidakpastian
Keyword 03
Undang-Undang mengenai saat berlakunya suatu Peraturan Perundang-undangan
yaitu saat diundangkan atau saat berlaku efektif.
Jika ada alasan yang kuat untuk memberlakukan Peraturan Perundang-undangan lebih awal daripada saat
pengundangannya (berlaku surut), diperhatikan hal sebagai berikut:
Keyword 07
1. ketentuan baru yang berkaitan dengan masalah pidana tidak ikut diberlakukan surut
2. rincian mengenai pengaruh ketentuan berlaku surut dimuat dalam ketentuan peralihan
3. awal dari saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan ditetapkan tidak lebih dahulu daripada
saat rancangan Peraturan Perundang-undangan tersebut mulai diketahui oleh masyarakat
Lanjutan... Keyword 08 pelaksanaannya tidak boleh ditetapkan lebih awal daripada saat
mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan yang mendasarinya.
Keyword 10
yang tingkatannya lebih tinggi itu dilakukan, jika Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi itu dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian materi
muatan Peraturan Perundang-undangan lebih rendah yang dicabut itu.