Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KELOMPOK

HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN

Anggota Kelompok:

1. I Dewa Gede Surya Pradita 1804554001


2. I Gusti Jaya Khanaka Putra 2004551278
3. I Dewa Nyoman Wira Yusti Ananda 1904551378
4. Ida Bagus Nyoman Wirabuana Kusuma 1804551438

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
A. Bahasa yang Digunakan dalam Undang-undang

Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan di Indonesia, terdapat bahasa yang


digunakan untuk menyusunnya. Bahasa ini disebut sebagai bahasa hukum atau ada pula yang
menyebutnya sebagai bahasa perundang-undangan. Namun perlu diketahui bahwa bahasa
hukum atau bahasa perundang-undangan ini bukanlah suatu bentuk bahasa baru. Bahasa
hukum ini pada dasarnya adalah bahasa yang tetap tunduk pada kaidah bahasa yang berlaku di
Indonesia, baik itu dari segi tata bahasa, pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik
penulisan, atau dapat pula dari segi pengejaannya. Jika melihat hal tersebut, dapat dilihat bahwa
bahasa hukum ini tidak memiliki perbedaan yang berarti dari bahasa Indonesia pada umumnya.
Jika mengacu pada apa yang dikemukakan oleh Hadikusumo, yang dimaksud sebagai bahasa
hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan
keadilan untuk mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi dalam
masyarakat. Namun, karena bahasa hukum bagian dari bahasa Indonesia yang modern, maka
dalam penggunaannya ia harus tetap, terang, monosentrik dan memenuhi syarat estetika Bahasa
Indonesia.

Di Indonesia, suatu peraturan perundang-undangan memiliki peran untuk mengatur masyarakat


secara luas. Bahasa sangat rawan menimbulkan suatu kerancuan yang dapat membingungkan
masyarakat atau orang banyak. Oleh karena itu, bahasa hukum haruslah memiliki isi yang
benar, bahasa yang baku, efektif, tidak berbelit-belit dan bertele-tele, serta tidak boleh memiliki
makna yang ganda. Dan dalam mengidentifikasi suatu bahasa yang digunakan dalam peraturan
perundang- undangan, terdapat beberapa ciri mengkhusus yang bisa dilihat, di antaranya adalah
sebagai berikut:

• Lugas dan pasti yang dimaksudkan untuk menghindari kesamaan arti atau kerancuan
suatu maksud dari kata yang tercantum
• Bercorak hemat atau sederhana dimana hanya kata yang diperlukan yang dipakai.
• Obyektif dan menekan rasa subyektif atau pendapat yang bersifat bias
• Membakukan makna kata-kata yakni suatu ungkapan atau istilah yang digunakan
secara konsisten
• Memberikan definisi secara cermat tentang nama, sifat, atau kategori hal yang
didefinisikan.
• Penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan dalam bentuk
tunggal.
• Penulisan huruf awal dari kata, frasa atau istilah yang sudah didefinisikan atau
diberikan batasan pengertian, nama jabatan, nama profesi, nama
institusi/lembagapemerintah/ketatanegaraan, dan jenis Peraturan Perundang-undangan
dan rancangan Peraturan Perundang-undangan dalam rumusan norma ditulis dengan
huruf kapital. Di sini contohnya dapat dilihat dalam penulisan kata berikut: Wajib
Pajak, Rancangan Peraturan Pemerintah, Presiden, Mahkamah Konstitusi.
• Tegas, jelas, dan mudah dimengerti
• Tidak menggunakan kata yang tidak menentu dalam kalimat yang tidak jelas
• Menggunakan kata yang baku
• Dalam satu Peraturan Perundang-undangan yang sama tidak menggunakan beberapa
istilah yang berbeda untuk menyatakan satu pengertian yang sama serta satu istilah
untuk beberapa pengertian yang berbeda.

Namun penulis lainnya memiliki pendapat yang berbeda namun sedikit menyerupai mengenai

aturan dari suatu bahasa hukum. Matanggui dalam bukunya menyampaikan bahwa bahasa yang

digunakan dalam suatu perundang-undangan harus memiliki ciri sebagai berikut:

a. Bentuk kata harus benar;

b. Makna kata harus tepat;

c. Kalimat harus jelas, benar, dan tepat;

d. Istilah khas;

e. Tidak menyapa orang secara pribadi;

f. Gaya pemakaian yang khas;

g. Penulisan mengikuti Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan;

h. Norma hukum disampaikan lewat kalimat

Penggunaan istilah yang tepat sangatlah penting dalam proses pembentukan undang-undang.

Bahasa hukum yang telah sesuai dengan ciri-ciri di atas akan selaras dengan asas yang tertuang
di
dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan, yakni pada Pasal 5 huruf (b) yakni asas asas kejelasan rumusan. Asas kejelasan
rumusan

dapat didefinisikan sebagai setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan

teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta

bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam

interpretasi dalam pelaksanaannya

Identifikasi bahasa

1. Bahasa Peraturan Perundang-undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah tata


Bahasa Indonesia, baik pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan,
maupun pengejaannya.
2. Bahasa Peraturan Perundang-undangan bercirikan kejernihan atau kejelasan
pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan
kebutuhan hukum baik dalam perumusan maupun cara penulisan sebagai berikut:
a. Lugas dan pasti karena menghindari kesamaan arti / kerancuan.
b. Bercorak hemat (sederhana), hanya kata yang diperlukan yang dipakai.
c. Obyektif dan menekan rasa subyektif (tidak emosi dalam mengungkapkan
tujuan atau maksud).
d. Membakukan makna kata-kata, ungkapan atau istilah yang digunakan secara
konsisten;
e. Memberikan definisi secara cermat tentang nama, sifat atau kategori hal yang
didefinisikan.
f. Penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan dalam
bentuk tunggal: contoh : buku-buku → buku murid-murid → murid
g. Penulisan huruf awal dari kata, frasa atau istilah yang sudah didefinisikan atau
diberikan batasan pengertian, nama jabatan, nama profesi, nama institusi/
lembaga pemerintah/ ketatanegaraan, dan jenis Peraturan Perundang-undangan
dan rancangan Peraturan Perundang-undangan dalam rumusan norma ditulis
dengan huruf kapital. Contoh: - Pemerintah - Wajib Pajak - Rancangan
Peraturan Pemerintah

TEGAS, JELAS, SINGKAT, DAN MUDAH DIMENGERTI

Misalnya:

Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir
bathin yang satu kepada yang lain

Sebaiknya:

Suami istri wajib saling mencintai, menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin

TIDAK MENGGUNAKAN KATA ATAU FRASA YANG ARTINYA TIDAK


MENENTU ATAU KONTEKSNYA DALAM KALIMAT TIDAK JELAS

Contoh:

1. minuman keras > minuman beralkohol.


2. meja hijau > pengadilan
3. jeruji besi > penjara

KEBAKUAN

1. Contoh tidak baku:


Rumah itu pintunya putih. Sebaiknya: Rumah itu mempunyai pintu yang berwarna
putih.
2. Contoh tidak baku:
Izin usaha perusahaan yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 dapat dicabut. Sebaiknya Perusahaan yang melanggar kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dapat dicabut izin usahanya.

Anda mungkin juga menyukai