Anda di halaman 1dari 4

FORMULASI KEBIJAKAN DAN LEGAL DRAFTING

OLEH :
Perdi Petrus

(4520021052)

DOSEN :
ADE FERRY AFRISAL S.H.,M.Sc.

PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BOSOWA
2022/2023
BAHASA PERUNDANG-UNDANGAN

 Bahasa adalah suatu sistem lambang suara atau bahasa yang digunakan dalam masyarakat
untuk berkomunikasi.
 Bahasa perundang-undangan diperlukan karena didalamnya terdapat 3 kebenaran dasar
yaitu:
a. Apa yang disampaikan dalam tulisan tidak selalu dapat diterima sama oleh setiap
orang.
b. Makna yang disampaikan berada dalam pikiran perancang, bukan dalam kata atau
simbol yang akan digunakan.
c. Karena kata-kata yang terbatas maka komunikasi selalu tidak sempurna untuk
mewakili objek atau hal dikomunikasikan.
 Bahasa perundang-undangan adalah suatu ragam bahasa (Indonesia) dengan sifat dann
tujuan yang khusus (jerni, jelas, lugas, baku, serasi, dan taat atas asas yang sesuai dengan
kebutuhan). Menurut Anton Moeliono bahasa perundang-undangan itu harus jelas, tepat,
tidak boleh bermakna ganda, serta tidak menyapa orang secara pribadi.
 Teknik penulisan dalam membuat Bahasa Perundang-undangan yaitu berpedoman pada
tata bahasa Indonesia dalam pembentukan kata seperti kata tunggal (pemerintah), kata
majemuk (sadar hukum), kata turunan (sentralisasi), kata berulang (undang-undang) atau
frase (lembaran negara).
 Dalam membuat suatu perundang-undangan kita perlu memperhatikan pilihan kata atau
istilah yang digunakan, seperti :
a. Pengecualian : kecuali, selain, di samping.
b. Pengandaian : jika, apabila, dalam hal, pada saat.
c. Komulatif dan Alternatif : dan, atau, dan/atau.
d. Maksimum dan minimum : paling banyak, paling sedikit.
 Beberapa kesalahan dalam penulisan bahasa perundang-undangan seperti, kalimat “
Kecuali dikenai sanksi pidana, PNS yang terbukti... diwajibkan...” (maksudnya :
mengatur kewajiban lain, bukan pengecualian).
 Dalam menyusun definisi nominal harus memperhatikan sinonim atau persamaan kata,
kamus atau penunjukan kelas terhadap benda atau barang, dan etomologis atau
penggunaan kata asing yang diperlukan harus dijelaskan secara tepat dalam bahasa
Indonesia. Sedangkan dalam menyusun definisi secara formal harus sesuai dengan
ekuivalen yaitu konverbilitas (dapat dipertukarkan) anatara definiendum (yang
didefinisikan) dan definies (yang mendefinisikan), hondaro penggunaan kata yang
sifatnya pararel, pengulangan kata definiens, kata negatif, dan definisi yang berjejal atau
mengandung norma.
 Kalimat dalam bahasa perundang-undangan harus tegas, jelas, singkat dan mudah
dimengerti.
 Struktur kalimat dalam bahasa perundang-undangan harus bersifat subjek dan predikat.
Subjek dalam hal kalimat yag dibicarakan, pelaku suatu tindakan, dan predikat dalam hal
yang membicarakan sesuatu.
 Tata bahasa yang tepat digunakan dalam bahasa perundang-undangan yang sesuai hukum
terdapat dalam peraturan Keppres No. 90 Tahun 1995 tentang Perlakuan Pajak
Penghasilan atas Bantuan yang diberikan untuk Pembinaan Keluarga Prasejahtera dan
Keluarga Sejahtera Pasal 2 ayat (1) “Wajib Pajak Badan mauoun Orang Pribadi .... dapat
membantu...”.
 Singkatan yang tepat digunakan dalam penggunaan bahasa perundang-undangan seperti
kata pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib, kata Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah menjadi APBD.
 Penggunaan kata serapan harus mempunyai konotasi yang cocok, lebih singkat
dibandingkan dengan padanannya dalam bahasa Indonesia, lebih mudah tercapainya
kesepakatan dan lain-lain.
 Pemakaian kata dalam penggunaan bahasa dalam perundang-undangan ada beberapa
macam sesuai penempatannya contohnya penggunaan kata paling, kecuali, di samping
atau selain yaitu :
a. Pemakaian kata “paling” digunakan untuk menjelaskan pengertian maksimum
batasan waktu atau jumlah. Contoh, “.....diancam dengan pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta
rupiah)”.
b. Pemakaian kata “kecuali” digunakan untuk menyatakan makna tidak termasuk
dalam suatu golongan/kategori, ditempatkan diawal kalimat, jika yang
dikecualikan induk kalimat. Contoh, kecuali PNS Golongan IV, seluruh Pegawai
UGM wajib mengikuti upacara.
c. Pemakaian kata “di samping” atau “selain” digunakan dalam menyatakan makna
termasuk atau kewajiban lain. Contoh, “ di samping menjalani pidana penjara,
terpidana juga dikenai denda.”
 Adapun teknik pengacuan dalam bahasa penulisan perundang-undangan diantaranya :
a. Usahakan setiap Pasal atau kebulatan ketentuan tanpa mengacu pada pasal lain.
b. Hanya digunakan terhadap peraturan yang lebih tinggi.
c. Menyebut secara tegas nomor pasal atau ayat .
d. Hindarkan pemakaian rumusan sebagaimana dimaksud pasal/ayat “terdahulu”,
“tersebut”, “Pasal/ayat ini”.

Anda mungkin juga menyukai