PENDAHULUAN Bahasa PUU pada dasarnya tunduk pada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya. Namun bahasa PUU mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan maupun cara penulisan. Bahasa Hukum, yaitu bahasa yang dapat ditegakan di hadapan hukum. CIRI-CIRI BAHASA PERATURAN lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti atau kerancuan; bercorak hemat hanya kata yang diperlukan yang dipakai; objektif dan menekan rasa subjektif (tidak emosi dalam mengungkapkan tujuan atau maksud); membakukan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan secara konsisten; memberikan definisi atau batasan pengertian secara cermat; penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan dalam bentuk tunggal; dan penulisan huruf awal dari kata, frasa atau istilah yang sudah didefinisikan atau diberikan batasan pengertian, nama jabatan, nama profesi, nama institusi/lembaga pemerintah/ketatanegaraan, dan jenis PUU dan rancangan PUU dalam rumusan norma ditulis dengan huruf kapital. KARAKTERISTIK BAHASA PUU 1. Kejelasan makna 2. Kepaduan pikiran 3. Kelugasan 1. KEJELASAN MAKNA • Gagasan dan ungkapan yang disampaikan menuntut kejelasan dalam pemilihan kata maupun kalimat, sehigga tidak menimbulkan multitafsir. • Penyusunan kalimat dalam bahasa PUU harus cermat, sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh si penerima. CONTOH • Pasal 1 UU No. 11/PnPs/1963: “Dipersalahkan melakukan tindak pidana subversi: Barang-siapa melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud atau nyata-nyata dengan maksud atau yang diketahuinya atau patut diketahuinya dapat memutar balikkan, merongrong atau menyelewengkan ideologi negara Pancasila atau haluan negara.” • Klausul “memutar balikkan, merongrong atau menyelewengkan ideologi negara” dalam Pasal tersebut tidak jelas maknanya, sehingga menimbulkan multitafsir. 2. KEPADUAN PIKIRAN Bahasa PUU sebagai bahasa ilmiah harusnya disusun secara cermat dan tepat, sehingga mempunyai kesatuan makna yang jelas atau tidak bertentangan satu sama lain, misalnya dalam putusan pengadilan, antara pertimbangan (motivering) dan putusan harus bersesuaian. CONTOH: PUTUSAN PENGADILAN TIPIKOR, JAKARTA NO. 54/PID.B/TPK/2012/PN.JKT.PST • Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas dapat diperoleh fakta bahwa Terdakwa telah menerima hadiah atau janji berupa uang untuk pemenuhan 5% dari nilai proyek, di mana janji tersebut diberikan oleh Permai Group/Mindo Rosalina Manullang kepada Terdakwa, dan berdasarkan fakta-fakta sebagaimana diuraikan di atas ternyata dapat dibuktikan atas janji tersebut dilakukan penyerahan sejumlah uang adalah sebanyak 4 (empat) kali dengan jumlah sebesar Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) dan sebesar US $. 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu Dollar Amerika Serikat), di mana merupakan realisasi janji yang diberikan oleh Permai Group melalui saksi Mindo Rosalina Manulang kepada Terdakwa, meskipun dalam penyerahan hadiah berupa mata uang rupiah maupun mata uang dollar Amerika diterima secara tidak langsung oleh Terdakwa, yaitu melalui orang lain, kurir atau orang kepercayaan Terdakwa, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian hadiah atau janji tersebut adalah dalam hubungannya dengan usulan atau pembahasan proyek di Kemendiknas. • Menyatakan Terdakwa ANGELINA PATRICIA PINGKAN SONDAKH telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan “TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. • Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa ANGELINA PATRICIA PINGKAN SONDAKH, dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan 3. KELUGASAN • Kelugasan adalah apa adanya, kesahajaan atau kesederhanaan. • Satu kata atau kalimat dalam bahasa hukum harus memiliki satu makna. • Disusun dengan kalimat yang padat dan jelas, tidak terlalu panjang. • Kelugasan dalam bahasa hukum memerlukan tiga pendekatan: dari sudut bahasa, yaitu harus dipahami kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar, sehingga setiap kata dan kalimat mempunyai pengertian yang jelas, runtut dan mudah dipahami; dari sudut hukum, yaitu memahami dengan sesungguhnya pokok substansi hukum; dari segi psikologi massa, yaitu perlu diketahui dengan siapa hukum itu dibicarakan atau dengan kata lain harus dilihat dan dinilai apakah orang yang menerima komunikasi tersebut memahami apa yang dibicarakan. CONTOH • Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan ...” • Bahasa dalam Pasal 2 tersebut memenuhi aspek kelugasan karena dirumuskan secara padat, jelas dan tidak terlalu panjang. PEMILIHAN KATA menghindari kata yang mengandung ganda; menghindari kata yang tak berbatas: antara lain, seperti, misalnya; menghindari kata yang berlebihan; menggunakan kata secara konsisten; menggunakan kata “dan” dan “atau” secara tepat. KATA/ISTILAH ASING Kata asing yang digunakan harus didahului kata bahasa Indonesia. Kata asing ditulis dengan huruf miring dan ditulis dalam kurung. Contoh: penggabungan (merger) - otoritas pelabuhan (port authority) - penjagaan laut dan pantai (sea and coast guard) PENGGUNAAN KATA “DALAM” DAN “PADA” BAHASA PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN Tidak menggunaan kata atau frasa yang artinya tidak menentu atau konteksnya dalam kalimat tidak jelas. Contoh: Istilah minuman keras mempunyai makna yang kurang jelas dibandingkan dengan istilah minuman beralkohol. Dalam merumuskan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, gunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baku. Contoh kalimat yang tidak baku: Izin usaha perusahaan yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dicabut. Contoh kalimat yang baku: Perusahaan yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dicabut izin usahanya. BAHASA PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN Tidak memberikan arti kepada kata atau frasa yang maknanya terlalu menyimpang dari makna yang biasa digunakan dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Contoh: Pertanian meliputi pula perkebunan, peternakan, dan perikanan. Rumusan yang baik: Pertanian meliputi perkebunan. PILIHAN KATA ATAU ISTILAH Gunakan kata paling, untuk menyatakan pengertian maksimum dan minimum dalam menentukan ancaman pidana atau batasan waktu. Contoh: … dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Contoh untuk Perda: … dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). PILIHAN KATA ATAU ISTILAH Untuk menyatakan maksimum dan minimum bagi satuan: a. waktu, gunakan frasa paling singkat atau paling lama untuk menyatakan jangka waktu; Contoh 1: Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Contoh 2: Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak surat Pimpinan DPR diterima. b. waktu, gunakan frasa paling lambat atau paling cepat untuk menyatakan batas waktu. Contoh: Surat permohonan izin usaha disampaikan kepada dinas perindustrian paling lambat tanggal 22 Juli 2011. c. jumlah uang, gunakan frasa paling sedikit atau paling banyak; d. jumlah non-uang, gunakan frasa paling rendah dan paling tinggi. PILIHAN KATA Kata “harus” digunakan untuk pemenuhan persyaratan. Contoh: Untuk dapat diangkat sebagai ketua BEM harus memenuhi syarat: a. Semester 4 (empat); b. Indeks Prestasi Kumulatif paling rendah 3,25 (tiga koma dua lima). Kata “wajib” digunakan untuk menyatakan keharusan sehingga umumnya dilekati dengan sanksi. Contoh: Setiap mahasiswa wajib memakai membawa UUD NRI Tahun 1945 pada saat mengikuti perkuliahan. FONT PENULISAN
Naskah Peraturan Perundang-
undangan diketik dengan jenis huruf Bookman Old Style, dengan huruf 12, di atas kertas F4. PENUTUP LEBIH DETAIL DAPAT DIBACA DALAM LAMPIRAN II UU NO. 12 TAHUN 2011 TENTANG PPP TERIMA KASIH