masyarakat yang dengan kemauannya sendiri berusaha untuk meningkatkan kesadaran hukum bagi dirinya. Sedangkan
Kesadaran Hukum Masyarakat adalah nilai yang hidup dalam masyarakat dalam bentuk pemahaman dan ketaatan atau
kepatuhan masyarakat terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu kegiatan penyebarluasan informasi dan pemahaman terhadap norma hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku guna mewujudkan dan mengembangkan kesadaran hukum masyarakat sehingga tercipta budaya
hukum dalam bentuk tertib dan taat atau patuh terhadap norma hukum dan peraturan perundang undangan yang berlaku
demi tegaknya supremasi hukum merupakan salah satu tugas pokok yang harus dilaksanakan oleh Tim Penggerak
PKK melalui kader yang terlatih dalam bidang Kadarkum. Penyuluhan Hukum diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan
kesadaran hukum masyarakat yang lebih baik sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan
kewajibannya sebagai warga negara dan mewujudkan budaya hukum dalam sikap dan perilaku yang sadar, patuh, dan taat
terhadap hukum serta menghormati hak asasi manusia. adapun materi hukum yang disuluhkan meliputi peraturan
perundang-undangan tingkat Pusat dan Daerah, khususnya tentang PDKRT, HAM, KHA, TPPO (trafficking), Narkoba, dan
lain-lain.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor : M.01-PR.08.10 TAHUN 2006 tentang Pola Penyuluhan
Hukum, Metode Penyuluhan Hukum dilaksanakan dengan pendekatan :
1. persuasif yakni penyuluh hukum dalam melaksanakan tugasnya harus mampu meyakinkan masyarakat yang
disuluh, sehingga mereka merasa tertarik dan menaruh perhatian serta minat terhadap hal-hal yang disampaikan
oleh penyuluh;
2. edukatif yakni penyuluh hukum harus bersikap dan berperilaku sebagai pendidik yang dengan penuh kesabaran
dan ketekunan membimbing masyarakat yang disuluh ke arah tujuan penyuluhan hukum;
3. komunikatif yakni penyuluh hukum harus mampu berkomunikasi dan menciptakan iklim serta suasana sedemikian
rupa sehingga tercipta suatu pembicaraan yang bersifat akrab, terbuka dan timbal balik; dan
4. akomodatif yakni penyuluh hukum harus mampu mengakomodasikan menampung dan memberikan jalan
pemecahannya dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami terhadap permasalahan-permasalahan
hukum yang diajukan oleh masyarakat.
1. ceramah;
2. diskusi;
3. temu sadar hukum;
4. pameran;
5. simulasi;
6. lomba kadarkum;
7. konsultasi hukum;
8. bantuan hukum; dan/atau
9. dalam bentuk lain.
Buat pengendara motor, jangan coba-coba jalan di trotoar kalau enggak mau kehilangan
Rp 500.000. Masih banyak lagi pasal-pasal yang terangkum dalam Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan yang siap menjerat pengendara
karena kebiasaan buruk atau lalai saat berkendara.
Undang-undang tersebut sudah ketok palu. Nah, supaya Anda tidak kena tilang, inilah
beberapa peraturan tersebut.
1. Motor harus lengkap nomor polisi. Hilang satu kena Pasal 280. Bunyinya (diringkas),
orang, yang mengendarai motor tidak dipasangi tanda nomor (pelat nomor) yang ditentukan
polisi sebagaimana yang dimaksud Pasal 68 ayat1, dipidana kurungan 2 bulan atau denda
paling banyak Rp 500.000
2. Punya SIM. Nekat berkendara tanpa mengantongi surat izin mengemudi (SIM) (sesuai
Pasal 281) dikenakan Pasal 77 ayat 1 dipidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau
denda paling banyak Rp.1 juta.
3. Jangan SMS atau telepon saat berkendara, mabok, dan lainnya. Itu mengganggu
konsentrasi pengendara. Pasal 283 siap menjerat dengan bunyi: Setiap orang yang
mengemudikan kendaraan bermotor secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau
dipengaruhi suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi
di jalan sebagai diatur dalam Pasal 106 ayat 1 dipidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan
atau denda Rp 750.000.
4. Jalan di trotoar. Pasal 106 ayat 2 akan menjerat dengan hukuman berupa kurungan 2
(dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 karena dalam pasal tersebut jelas
disebutkan, Anda tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda kala
mengemudikan kendaraan bermotor.
5. Standar motor tak lengkap. Perhatikan kaca spion, lampu utama, rem, penunjuk arah,
pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban. Bila tidak memenuhi persyaratan
teknis dan laik jalan, maka sebagaimana dimaksud Pasal 106 ayat 3 juncto Pasal 48 ayat 2
dan ayat 3, (pelanggar) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda
paling banyak Rp 250.000.
6. Marka jalan. Simak Pasal 287. Yang melanggar aturan perintah atau larangan yang
dinyatakan dengan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud Pasal 106 ayat 4 huruf a atau
marka jalan (Pasal 106 ayat 4 huruf b) dipidana dengan pidana kurungan 2 (dua) bulan
atau denda palilng banyak Rp 500.000.
7. Helm harus logo SNI. Pakai helm "cetok" atau helm proyek bakal diadang Pasal 106
ayat (8), yaitu dipidana dengan pidana kurungan a (satu) bulan atau denda paling banyak
Rp 250.000. Helm harus memenuhi standar SNI.
8. Boncengan tiga atau lebih. Mengangkut penumpang lebih dari satu, sebagaimana
disebut dalam Pasal 106 ayat 9, dipidana dengan pidana kurungan 1 (satu) bulan atan
denda paling banyak Rp 250.000.
9. Balap liar. Yang suka kebut-kebutan, apalagi balap liar sebagaimana disebutkan Pasal
115 huruf b, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp 3 juta.
10. Menerobos palang pintu kereta api. Bagi yang menerobos lintasan rel kereta,
sementara palang pintu sudah ditutup dan sinyal sudah bunyi, Pasal 114 siap menjerat
mereka dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp
750.000. (Chuenk)
Sebelum kita berbicara tentang hak-hak dari Tersangka / Terdakwa dan Terpidana, kita harus
tahu dulu perbedaan antara seorang terdakwa dengan Terpidana.
Bahwa berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 1, yang dimaksud
dengan:
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Terdakwa adalah seorang Tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di persidangan.
Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Setelah kita mengetahui difinisi dari masing-masing status seseorang barulah kita dapat
berbicara tentang hak-haknya didalam melakukan proses hukum yang berlaku.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, ada baiknya kami sampaikan jenis-jenis pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
Pidana terdiri atas:
a. pidana pokok:
1. pidana mati;
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda;
5. pidana tutupan.
b. pidana tambahan
1. pencabutan hak-hak tertentu;
2. perampasan barang-barang tertentu;
3. pengumuman putusan hakim.
Baik pidana kurungan maupun pidana penjara adalah merupakan pidana pokok dalam
hukum pidana. Mengenai pembedaan pidana penjara dan pidana kurungan, pada dasarnya
merupakan sama-sama bentuk pidana perampasan kemerdekaan sebagaimana dipaparkan
oleh S.R Sianturidalam bukunya berjudul Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya (2002: 471), berikut kutipannya:
Pidana kurungan adalah juga merupakan salah satu bentuk pidana perampasan
kemerdekaan, akan tetapi dalam berbagai hal ditentukan lebihringan dari pada
yang ditentukan kepada pidana penjara.
Selain itu Jan Remmelink dalam bukunya berjudul Hukum Pidana (2003: 476)
menyebutkan bahwa :
Terhadap tindak pidana pelanggaran, maka pidana kurungan merupakan satu-
satunya bentuk pidana badan yang dimungkinkan. Namun demikian, pidana kurungan
tidak terbatas pada pelanggaran saja tetapi juga terhadap beberapa bentuk kejahatan,
yaitu yang dilakukan tanpa kesengajaan (Pasal 114, 188, 191ter, 193, 195, 197, 199,
201, 359, 360, 481 KUHP), semua diancamkan pidana penjara maupun pidana
kurungan.
Sehingga, dapat kami simpulkan bahwa perbedaan pidana kurungan dan pidana penjara
antara lain adalah sebagai berikut :
Mengenai lamanya pidana penjara dan pidana kurungan yang Anda contohkan yakni 10 tahun
pidana penjara dan 10 tahun pidana kurungan, maka dapat kami sampaikan
bahwa perbandingan yang Anda sampaikan kurang tepat. Karena merujuk pada uraian di atas
dapat diketahui bahwa untuk pidana kurungan hanya dapat dijatuhkan paling lama 1 tahun dan
dengan pemberatan menjadi 1 tahun 4 bulan. Jadi, tidak mungkin pidana kurungan diberikan
sampai 10 tahun lamanya.
2. Mengenai penafsiran pidana seumur hidup, seperti telah kami sampaikan sebelumnya dalam jawaban
klinik Pidana Seumur Hidup bahwa yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup adalah satu
dari dua variasi hukuman penjara yang diatur dalam pasal 12 ayat (1) KUHP. Selengkapnya, pasal 12
ayat (1) KUHP berbunyi, pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu. Dalampasal
12 ayat (4) KUHP dinyatakan, pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi
dua puluh tahun.
Dari bunyi pasal 12 ayat (1) KUHP tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan pidana penjara seumur hidup adalah penjara selama terpidana masih hidup hingga
meninggal. Ketentuan tersebut sekaligus menolak pendapat bahwa hukuman penjara seumur
hidup diartikan hukuman penjara yang dijalani adalah selama usia terpidana pada saat vonis
dijatuhkan.
Apabila pidana penjara seumur hidup diartikan hukuman penjara yang dijalani adalah selama
usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan, maka yang demikian menjadi pidana penjara selama
waktu tertentu. Contohnya, jika seseorang dipidana penjara seumur hidup ketika dia berusia 21
tahun, maka yang bersangkutan hanya akan menjalani hukuman penjara selama 21 tahun. Hal
itu tentu melanggar ketentuan Pasal 12 ayat (4) KUHP, di mana lamanya hukuman yang
dijalani oleh terpidana - yaitu 21 tahun - melebihi batasan maksimal 20 tahun.
Jadi, yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup adalah pidana penjara yang
dijalankan sampai berakhirnya usia/meninggalnya terpidana yang bersangkutan.
Pelaksanaan hukum
Adanya hukum itu adalah untuk ditaati, dilaksanakan atau ditegakkan.
Pelaksanaan hukum atau law enforcement oleh petugas penegak hukum yang
tegas, konsekuen, penuh dedikasi dan tanggung jawab akan membantu
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Tidak atau kurang adanya sikap
yang tegas dan konsekuen dari para petugas penegak hukum, kurangnya
dedikasi dan tanggung jawab akan minmbulkan sikap acuh ta acuh dari
masyarakat dan memberi peluang serta perangsang untuk terjadinya
onrecht.
Setiap petugas penegak hukum harus bersikap tegas dan konsekuen terhadap
setiap pelanggaran hukum yang terjadi. Tegas dan konsekuen dalam arti tidak
ragu-ragu menindak setiap pelanggaran kapan saja dan di mana saja.
Pengabdian dalam tugas dan rasa tanggung jawab merupakan persyaratan yang
penting bagi setiap petugas penegak hukum.
Pelaksanaan hukum yang tegas dan konsekuen serta penuh dedikasi dan
tanggung jawab akan menimbulkan rasa aman dan tenteram di dalam
masyarakat. Orang tahu kepada siapa harus mencari perlindungan hukum dan
dapat mengharapkan perlindungan hukum itu tanpa adanya kemungkinan akan
dipersukar, tidak dilayani atau dipungut beaya yang tidak semestinya. Kalau
sampai terjadi sebaliknya maka orang tidak akan merasa aman dan tenteram.
Untuk mengadukan atau melaporkan suatu pelanggaran hukum saja segan
karena tidak yakin akan dilayani dengan baik atau ditindak pelanggaran hukum
yang dilaporkan itu.
Oleh karena itu maka perlu ada kontrol atau pengawasan terhadap para
petugas penegak hukum dalam menjalankan tugasnya melaksanakan atau
menegakkan hukum. Pengawasan ini tidak cukup dilakukan oleh pimpinan
setempat saja, tetapi harus dilakukan juga oleh pimpinan pusat. Banyak hal-hal
yang terjadi di daerah tidak diketahui atau lepas dari sorotan pimpinan pusat.
Lebih-lebih mengingat banyaknya laporan-paporan ke pusat yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Maka oleh karena itu secara ajeg pimpinan dari pusat harus
turun ke bawah.
Mengingat bahwa praktek hukum itu pada hakekatnya merupakan suatu chaos,
tidak teratur secara sistematis dan merupakan sleur sebagaimana sifat
praktek pada umumnya, maka sekali-kali para petugas penegak hukum perlu ke
luar dari suasana sleur dari praktek untuk mendapatkan refreshing. Di dalam
praktek hukum ada kecenderungan orang untuk mengabaikan teori dan sistem,
maka oleh karena itu sangat penting fungsi penataran bagi para petugas
penegak hukum.
Akhirnya demi suksesnya peningkatan dan pembinaan kesadaran hukum
masyarakat masih diperlukan partisipasi dan kooperasi dari para pejabat dan
pemimpin-pemimpin.