Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsekuensi logis dari ditetapkannya Indonesia sebagai Negara hukum maka yang
berarti Indonesia menjungjung tinggi hukum dan kedaulatan hukum. Hal ini sebagai
konsekuensi dari ajaran kedaulatan hukum bahwa kekuasaan tertinggi tidak terletak pada
kehendak pribadi penguasa (penyelenggara negara/pemerintah) melainkan pada hukum.1
Dengan demikian segala hal prilaku masyarakat di Indonesia harus tunduk pada ketentuan-
ketentuan hukum yang telah ditetapkan. Tidak terkecuali mengenai tata cara bertutur kata
pun telah diatur oleh hokum dalam arti, hokum telah menegaskan hal-hal apa saja yang tidak
boleh dilakukan dalam bertutur kata. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya ketentuan
pidana yang mengatur tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik

Penghinaan atau defamation secara harafiah diartikan sebagai sebuah tindakan yang
merugikan nama baik dan kehormatan seseorang. Ukuran suatu perbuatan dapat
dikategorikan sebagai pencemaran nama baik orang lain masih belum jelas karena banyak
faktor yang harus dikaji. Dalam hal pencemaran nama baik atau penghinaan yang hendak
dilindungi adalah kewajiban setiap orang untuk menghormati orang lain dari sudut
kehormatannya dan nama baiknya dimata oranglain. Adanya Hubungan antara kehormatan
dan nama baik dalam hal pencemaran nama baik tersebut, maka dapat dilihat terlebih dahulu
pengertiannya masing-masing. Di sini penulis mengartikan kehormatan ialah sebagai suatu
hal yang berbentuk rasa kehormatan seseorang dimata orang lain atau masyarakat, dimana
setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan sebagai anggota masyarakat yang terhormat.

Menyerang kehormatan berarti melakukan perbuatan menurut penilaian secara umum


menyerang kehormatan seseorang. Rasa hormat dan perbuatan yang termasuk kategori
menyerang kehormatan seseorang ditentukan menurut lingkungan masyarakat pada tempat
perbuatan tersebut dilakukan.2 Rasa kehormatan ini harus diobjektifkan sedemikian rupa dan
harus ditinjau dengan suatu perbuatan tertentu, seseorang pada umumnya akan merasa

Etty Rochaeti, 2012, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Jurnal
1

Wawasan Hukum, Vol. 26 No. 01 Februari 2012. Hlm. 492.


2
Mudzakir, Delik Penghinaan dalam pemberitaan Pers Mengenai Pejabat Publik, Dictum 3, 2004, hal 17

1
tersinggung atau tidak. Dapat dikatakan pula bahwa seseorang anak yang masih sangat muda
belum dapat merasakan tersinggung ini, dan bahwa seorang yang sangat gila tidak dapat
merasa tersinggung itu. Maka, tidak ada tindak pidana penghinaan terhadap kedua jenis
orang tadi.3 Nama baik adalah penilaian baik menurut anggapan umum tentang perilaku atau
kepribadian seseorang dari sudut moralnya. Nama baik seseorang selalu dilihat dari sudut
orang lain, yakni moral atau kepribadian yang baik, sehingga ukurannya ditentukan
berdasarkan penilaian secara umum dalam suatu masyarakat tertentu di tempat mana
perbuatan tersebut dilakukan dan konteks perbuatannya.4

Dengan pentingnya kehormatan seseorang tersebut maka dalam tulisan ini Penulis akan
mencoba menguraikan bagaimana pengaturan mengenai pencemaran nama baik di Negara
Indonesia dan Negara Australia?

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Hukum Indonesia dan Hukum Australia dalam mendefinisikan
Pencemaran Nama Baik?
b. Bagaimana Pengaturan mengenai tindak Pidana Pencemaran Nama Baik di
Indonesia?
c. Bagaimana Pengaturan mengenai tindak Pidana Pencemaran Nama Baik di
Australia?
d. Apa yang menjadi kelemahan Pengaturan mengenai tindak Pidana Pencemaran
Nama Baik di Australia?

3
Prodjodikoro Wiryono, Tindak-tindak Pidana tertentu Di Indonesia, Bandung, PT. Refika Aditama, 2003,
Hal.98
4
Mudzakir, Op.cit, hlm. 18

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Pencemaran Nama Baik dalam Hukum Indonesia dan Hukum Australia.

Mengacu pada Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada dasarnya


Pencemaran Nama Baik dikenal juga istilah penghinaan, yang pada dasarnya adalah
menyerang nama baik dan kehormatan seseorang yang bukan dalam arti seksual sehingga
orang tersebut merasa dirugikan. Kehormatan dan nama baik memiliki pengertian yang
berbeda, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, karena menyerang
kehormatan akan berakibat kehormatan dan nama baiknya tercemar, demikian juga
menyerang nama baik akan berakibat nama baik dan kehormatan seseorang dapat tercemar.
Oleh sebab itu, meyerang salah satu diantara kehormatan atau nama baik sudah cukup
dijadikan alasan untuk menuduh seseorang melakukan penghinaan.5

Apabila kita melihat regulasi terkait dengan pencemaran nama baik, Negara Australia
mengatur pencemaran nama baik secara lebih rinci dengan mengklasifikasikan pencemaran
nama baik ke dalam ranah hukum pidana dan perdata. Pencemaran nama baik yang termasuk
dalam ranah hukum pidana adalah pencemaran nama baik yang mengganggu kepentingan
umum atau menimbulkan kekacauan di masyarakat. Sedang untuk jenis pencemaran nama
baik yang hanya merugikan kepentingan individu semata, diklasifikasikan` ke dalam ranah
hukum perdata.

B. Pengaturan mengenai tindak Pidana Pencemaran Nama Baik di Indonesia.

Menurut R. Soesilo, dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (1991), berdasarkan ketentuan yang ada
di dalam KUHP, ada enam macam penghinaan, yakni :6

a. Menista/smaad (pasal 310 KUHP)


1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan
jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud nyata akan

5
Mudzakir, Delik Penghinaan dalam pemberitaan Pers Mengenai Pejabat Publik, Dictum 3, 2004, hal 18
6
R. Soesilo, KUHP berikut komentar-komentarnya, bandung, politeia 2000 hal 225

3
tersiarnya tuduhan tersebut, dihukum karena menista, dengan hukuman
penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp.
4500,- (empat ribu lima ratus rupiah). Perkataan “menista” berasal dari kata
“nista”. Sebagian pakar mempergunakan kata celaan. Perbedaan istilah
tersebut disebabkan penggunaan kata-kata dalam menerjemahkan kata smaad
dari bahasa Belanda yang berarti hina, rendah, celah, noda. Adapun unsur-
unsur kejahatan menista tersebut adalah :
1. Menuduh seseorang
2. Melakukan suatu perbuatan tertentu
3. Dengan maksud
4. Akan tersiarnya tuduhan tersebut

b. Menista Dengan Tulisan/smaadschrift ( Pasal 310 ayat (2) )


2) (2) Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan,
dipertunjukkan kepada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu
dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-
lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4500,-
3) (3) Tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan, jika ternyata bahwa
sipembuat melakukan hal itu untuk membela kepentingan umum atau
lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri.

c. Memfitnah/laster ( Pasal 311 KUHP )


1) Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan dalam
hal ia diizinkan untuk membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya
sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan
hukuman penjara selama-lamanya empat tahun
2) Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35 no
1-3

4
d. Penghinaan Ringan/eenvoundige belediging (Pasal 315)
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tiada bersifat menista atau menista
dengan tulisan, yang dilakukan kepada seseorang baik ditempat umum dengan lisan
ataupun dengan tulisan maupun dihadapan orang itu sendiri dengan lisan ataupun
dengan perbuatannya, begitupun dengan tulisan yang dikirimkan kepadanya,
dihukum karena penghinaan ringan dengan hukuman penjara selama-lamanya empat
bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4500,-

e. Mengadu Dengan Memfitnah/lasterlijke aanklacht (Pasal 317)


1) Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat
pengaduan atas pemberitaan yang palsu kepada pembesar negeri tentang
seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang tersebut jadi
tersinggung, maka dihukum karena mengadu dengan memfitnah dengan
hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
2) Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35

f. Menyuruh Dengan Memfitnah/lasterlijke verdachtmaking (Pasal 318)


1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan suatu perbuatan menyebabkan orang
lain dengan palsu tersangka melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum,
maka dihukum karena tuduhan memfitnah dengan hukuman penjara selama-
lamanya empat tahun
2) Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35.

Pengaturan mengenai Tindak Pidana penghinaan didalam KUHPidana pada dasarnya


merupakan suatu delik aduan, dalam pengertian supaya bisa dihukum, harus ada pengaduan
dari pihak yang diserang kehormatannya tersebut bahwa penghinaan tersebut nyata-nyata
benar merugikan baginya, kecuali jika penghinaan tersebut ditujukan kepada Presiden dan
Wakilnya, maka penghinaan tersebut dapat langsung dituntut ke pengadilan.7

7
Ibid.

5
Pencemaran nama baik terlihat dari 2 macam, yaitu pencemaran nama baik secara lisan,
dan pencemaran nama baik secara tertulis. Dalam bukunya, Oemar Seno Adji menyatakan
pencemaran nama baik dikenal dengan istilah, dimana dibagi menjadi sebagai berikut :8

a. Penghinaan Materiil
Penghinaan yang terdiri dari suatu kenyataan yang meliputi pernyataan yang objektif
dalam kata-kata secara lisan maupun secara tulisan, maka yang menjadi faktor
menentukan adalah isi dari pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun
lisan. Masih ada kemungkinan untuk membuktikan bahwa tuduhan tersebut
dilakukan demi kepentingan umum.
b. Penghinaan Formil
Dalam hal ini tidak dikemukakan apa isi dari penghinaan, melainkan bagaimana
pernyataan yang bersangkutan itu dikeluarkan. Bentuk dan caranya yang merupakan
faktor menentukan. Pada umumnya cara menyatakan adalah dengan cara-cara kasar
dan tidak objektif. Kemungkinan untuk membuktikan kebenaran dari tuduhan tidak
ada dan dapat dikatakan bahwa kemungkinan tersebut adalah ditutup.

Namun perlu juga kita ingat bahwa dengan berkembangnya tekhnologi informasi, maka
tindak pidana pencemaran nama baik pun dewasa ini telah dilakukan melalui media social.
Hal tersebut lah yang melatarbelakangi adanya pengaturan mengenai tindak pidana
pencemaran nama baik pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.

Dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008 terdapat 19 bentuk tindak pidana dalam Pasal 27
sampai 37. Satu diantaranya merupakan tindak pidana penghinaan khusus, dimuat dalam
Pasa1 27 Ayat (3) yang menyatakan bahwa :

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau


menstransmisikan dan/atau membuat dapat diakses-nya informasi elektronik dan/atau
dokumen yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

8
Oemar Seno Adji, Perkembangan Delik Pers Di Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1990, Hal. 37-38

6
Tindak pidana penghinaan khusus dalam Pasal 27 Ayat (3) jika dirinci terdapat unsur
berikut. Unsur objektif :

1) Perbuatan:
a. mendistribusikan;
b. mentransmisikan;
c. membuat dapat diaksesnya.
2) Melawan hukum: tanpa hak; serta
3) Objeknya:
a. informasi elektronik dan/atau;
b. dokumen elektronik. yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik;

C. Pengaturan mengenai tindak Pidana Pencemaran Nama Baik di Australia.

Ketika kita berbicara mengenai tindak pidana pencemaran nama baik maka kita akan
menemukan fakta bahwa Hukum Australia cenderung mengikuti hukum Inggris pada masalah
pencemaran nama baik, meskipun ada perbedaan diperkenalkan oleh undang-undang dan oleh
keterbatasan konstitusional tersirat pada kekuasaan pemerintah untuk membatasi pidato yang
bersifat politik didirikan di Lange v Australian Broadcasting Association (1997).

Sejak diperkenalkannya undang-undang pencemaran nama baik seragam pada tahun 2005
perbedaan antara fitnah dan pencemaran nama baik telah dihapuskan. Sebuah penilaian
terbaru dari Pengadilan Tinggi Australia memiliki konsekuensi yang signifikan pada
interpretasi hukum. Pada tanggal 10 Desember 2002, Pengadilan Tinggi Australia diturunkan
putusan dalam sengketa pencemaran nama baik internet dalam kasus Gutnick v Dow Jones .
Penghakiman menetapkan bahwa Internet-publikasi yang diterbitkan asing yang memfitnah
seorang Australia dalam reputasi Australia mereka bisa bertanggung jawab di bawah hukum
fitnah Australia. Kasus ini mendapat perhatian di seluruh dunia dan sering dikatakan, tidak
akurat, untuk menjadi yang pertama dari jenisnya. Kasus serupa yang mendahului Gutnick v
Dow Jones adalah Berezovsky v Forbes di Inggris.

7
Australia juga mengatur tindak pencemaran nama baik dalam ranah perdata dan pidana
dengan katagori atau syarat tertentu. Pemberian sanksi pidana dalam tindak pencemaran nama
baik di Australia dapat dikatakan sebagai ultimum remidium, yang mana dirasa tindakan
tersebut dapat mengganggu atau membahayakan kepentingan dan kedamaian di masyarakat.
Hal tersebut terlihat berbeda dengan pengaturan tindak pencemaran nama baik di Indonesia.

Australia mengatur delik pencemaran nama baik secara lebih khusus dengan dibentuknya
Defamation Act 2005. Di dalam pengaturannya, Defamation Act 2005 merumuskan delik
pencemaran nama baik ke dalam ranah hukum pidana dan hukum perdata dengan
katagorikatagori tertentu.

Pencemaran nama baik dapat dikatagorikan masuk ke dalam ranah hukum perdata apabila
tindakan tersebut dianggap menggangu reputasi orang lain.9 Di dalam penyelesaian perkara
tersebut, pihak yang melakukan pencemaran nama baik dapat menawarkan penggantian
kerugian kepada pihak yang dirugikan, berupa pembayaran sejumlah uang dan/atau
permintaan maaf dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Article 15,
Defamation Act 2005.

Pencemaran nama baik yang masuk ke dalam ranah hukum pidana atau criminal
defamation diklasifikasikan sebagai tindakan pencemaran nama baik yang tidak hanya
mengganggu reputasi orang lain, namun juga berdampak terhadap komunitas yang lebih luas
dan berpotensi merusak perdamaian di lingkungan masyarakat. Sedang menurut Section 365
dalam Defamation Act of Australia 2005, seseorang yang dikatagorikan melakukan Criminal
Defamation adalah setiap orang yang mempublikasikan suatu pernyataan yang dapat
mencemarkan nama baik orang lain tanpa alasan yang sah, yaitu tanpa mengetahui benar atau
tidaknya dan memiliki niat untuk merusak nama baik orang tersebut tanpa memperhatikan
tindakan tersebut dapat membahayakan orang yang bersangkutan atau bahkan pihak lain,
dapat dipidana maksimum tiga tahun penjara karena dianggap telah melakukan tindak pidana
ringan.

9
Article 12 Defamation Act of Australia 2005

8
D. Kelemahan Pengaturan mengenai tindak Pidana Pencemaran Nama Baik di
Australia.

Sebagaimana kita ketahui dengan sangat berkembang pesatnya bidang tekhnologi dan
informasi di Dunia mengakibatkan kita akan cenderung lebih sering berkomunikasi memalui
internet atau beberapa media social yang sudah mendunia seperti halnya what up, instagram,
telegram, facebook dan lain sebagainya. Dengan melihat fenomena tersebut Negara Indonesia
telah mengatur mengenai perlindungan hokum bagi warganya dalam hal pencemaran nama
baik yang dilakukan di internet atau media elektronik sebagaimana di atur dalam Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Namun apabila kita mengkaji pengaturan di Negara Australia mengenai tindakan


pencemaran nama baik yang dilakukan di internet atau melalui media elektronik, kita akan
menemukan bahwa Undang-Undang pencemaran nama baik di Australia yang terakhir
diperbarui secara substansial pada 2005 yang beberapa aspek di dalamnya berasal dari hukum
Inggris dari abad ke-13 tersebut belum mengakomodir secara khusus mengneai praktik
pencemaran nama baik yang dilakukan di internet atau melalui media elektronik.

Dengan belum adanya kepastian hokum mengenai praktik pencemaran nama baik yang
dilakukan di internet atau melalui media elektronik. Maka penyelesaian permasalahan hokum
tersebut akan cenderung membutuhkan waktu yang lama dan cenderung tidak efektif.
Berdasarkan data yang dikelurkan oleh Rebuplika.id menjelaskan terdapat Analisis Profesor
Peter Fray dan Profesor Derek Wilding dari Universitas Teknologi di Sydney menyebutkan,
ada 609 kasus pencemaran nama baik di Australia antara 2013 dan 2017. Menurut mereka,
ada peningkatan kasus terkait postingan digital melibatkan warga biasa, bukan selebriti, yang
menggugat karena mereka nama baiknya dicemarkan di medsos. Bahkan dalam artikel
tersebut mencontohkan salah satu kasus yang dialami oleh seorang wanita di Canberra
bernama Heather, yang mana penyelesaian kasus pencemaran nama baik melalui Facebook
tersebut hingga menghabiskan waktu hingga 2 tahun lamanya.

Berdasarkan hal tersebut sudah jelas bahwa kelemahan terbesar dari hokum Australia
adalah tidak adanya pengaturan khusus yang mengatur mengenai praktik pencemaran nama
baik yang dilakukan di internet atau melalui media elektronik.

9
BAB III
SIMPULAN

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan pada Bab I dan mengkaitkannya latar
belakang tersebut dengan pembahasan yang telah dipaparkan pada Bab II maka dalam bab ini
Penulis akan menarik kesimpulan berupa:
1) Menurut Hukum Indonesia Pencemaran Nama Baik dikenal juga istilah penghinaan, yang
pada dasarnya adalah menyerang nama baik dan kehormatan seseorang yang bukan
dalam arti seksual sehingga orang tersebut merasa dirugikan. Sedangkan menurut hokum
Australia Pencemaran nama baik yang termasuk dalam ranah hukum pidana adalah
pencemaran nama baik yang mengganggu kepentingan umum atau menimbulkan
kekacauan di masyarakat. Sedang untuk jenis pencemaran nama baik yang hanya
merugikan kepentingan individu semata, diklasifikasikan` ke dalam ranah hukum
perdata.
2) Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik berdasarkan ketentuan yang ada di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Terbagi menjadi enam macam penghinaan,
yakni Menista/smaad (pasal 310 KUHP), Menista Dengan Tulisan/smaadschrift ( Pasal
310 ayat (2), Memfitnah/laster ( Pasal 311 KUHP ), Penghinaan Ringan/eenvoundige
belediging (Pasal 315), Mengadu Dengan Memfitnah/lasterlijke aanklacht (Pasal 317)
dan Menyuruh Dengan Memfitnah/lasterlijke verdachtmaking (Pasal 318);
3) Pencemaran nama baik dapat dikatagorikan masuk ke dalam ranah hukum perdata
apabila tindakan tersebut dianggap menggangu reputasi orang lain. Di dalam
penyelesaian perkara tersebut, pihak yang melakukan pencemaran nama baik dapat
menawarkan penggantian kerugian kepada pihak yang dirugikan, berupa pembayaran
sejumlah uang dan/atau permintaan maaf dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana yang
diatur dalam Article 15, Defamation Act 2005. Sedangkan Pencemaran nama baik yang
masuk ke dalam ranah hukum pidana atau criminal defamation diklasifikasikan sebagai
tindakan pencemaran nama baik yang tidak hanya mengganggu reputasi orang lain,
namun juga berdampak terhadap komunitas yang lebih luas dan berpotensi merusak
perdamaian di lingkungan masyarakat. Sedang menurut Section 365 dalam Defamation
Act of Australia 2005

10
4) Kelemahan terbesar dari hokum Australia adalah tidak adanya pengaturan khusus yang
mengatur mengenai praktik pencemaran nama baik yang dilakukan di internet atau
melalui media elektronik

11
DAFTAR PUSTAKA

Adji, Oemar Seno. 1990. Perkembangan Delik Pers Di Indonesia, Jakarta: Erlangga.

Article 12 Defamation Act of Australia 2005

Mudzakir. 2004. Delik Penghinaan dalam pemberitaan Pers Mengenai Pejabat Publik, Dictum
3.

Rochaeti, Etty 2012, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa
Pajak, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 26 No. 01 Februari 2012.

Soesilo, R.., 2000. KUHP berikut komentar-komentarnya, Bandung: Politeia.

Wiryono, Prodjodikoro. 2003. Tindak-tindak Pidana tertentu Di Indonesia, Bandung: PT. Refika
Aditama.

12

Anda mungkin juga menyukai