Penulis.
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
a. Latar belakang ................................................... 1
b. Maksud Dan Tujuan .......................................... 2
c. Metode penelitian .............................................. 3
BAB II Pembahasan
A. Pandangan Pencemaran Nama Baik .................... 4
B. Dasar Hukum ........................... 36
C. Pengertian dan Unsur Tidak Pidana. ................. 41
D. Pengolongan Tindak Pidana...................................51
E. Grafik Cyber Crime Tahun 2013........................... 65
F Dampak Pencemaran Nama Baik............. 70
G. Aturan Hukum Pencmaran Nama Baik Di Jaringan
Sosial 72
H. Langkah Bagus Jika Nama Baik Di Cemarkan Di
Dunia Maya 74
I . Contoh Kasus 78
BAB III Penutup
1. Kesimpulan Dan Saran... 96
2. Daftar pustaka ................................................ 99
3. Daftar Riwat Hidup .. 104
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pencemaran Nama Baik yang semakin meningkat, memberikan dampak
positif maupun negatif bagi pihak yang menggunakannya. Dari sisi
positif, Jaringan Sosial dapat menembus batas ruang dan waktu, di mana antara
pengguna dan penyedia layanan dapat melakukan berbagai hal di internet tanpa
mengenal jarak dan perbedaan waktu. Sedang sisi negatif, pengaruh budaya luar
yang dapat mempengaruhi budaya pengguna internet itu sendiri.
Perkembangan kejahatan pun semakin luas dan beragam. Mulai dari
internet abuse, hacking, cracking, carding dan sebagainya. Mulai dari coba - coba
sampai dengan ketagihan / addicted, kejahatan di internet menjadi momok bagi
pengguna internet itu sendiri. Jika pada awalnya hanya coba - coba, kemudian
berkembang menjadi kebiasaan dan meningkat sebagai kebutuhan / ketagihan.
Akhir-akhir ini sering kita dengar kasus Pencemaran nama baik lewat
internet. Sebagai contoh pencemaran nama baik sebuah rumah sakit oleh seorang
pasien yang bernama Dokter ira mengejar keadilan ke MA.
Sedangkan dalam UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat (3) yang menyebutkan :
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik.
B. DASAR HUKUM
UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) No. 11 tahun 2008
Pasal 27
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
pengancaman.
Pasal 28
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).
Pasal 36
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 27 sampai pasal 34
yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Pasal 51
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 36
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling
banyak Rp12.000.000.000,00(dua belas miliar rupiah)
Pasal 45
1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
2. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Selain didalam UU ITE No. 11 tahun 2008, didalam KUHP pun terdapat pasal
pasal yang mengatur tentang pencemaran nama baik, berikut pasal pasal
tersebut
Pasal 310 :
1. Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang
dengan sengaja meyerang kehormatan atau nama baik sesorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya diketahui umum,
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2. Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan,
dipertunjukan atau ditempel dimuka umum, maka diancam karena pencemaran
tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
3. Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas
dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Hubungan UU ITE No.11(pasal pencemaran nama baik) dengan HAM dan tujuan
negara RI.
Masalah muncul ketika banyak yang menginginkan UU ITE No. 11 tahun
2008 tersebut di revisi, dikarenakan mereka menganggap dengan adanya UU
tersebut akan membuat kebebasan menyatakan pendapat akan tersisihkan dan juga
tidak sesuai dengan tujuan negara RI, berkaitan dengan hal tersebut, kami akan
mengulas tentang keterkaitan UU ITE No. 11 tahun 2008(terutama pasal
pencemaran nama baik) dengan HAM dalam hal ini kebebasan berpendapat dan
tujuan RI.
Hal pertama yang menjadi masalah yaitu apakah tujuan dibuatnya UU ITE No. 11
tahun 2008 sejalan dengan tujuan negara RI,
Tujuan dari Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
menurut UU ITE No. 11 Tahun 2008 tercantum pada Pasal 4, yaitu:
Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk
memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan
Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab;
dan Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.
2.1.PANDANGAN MONISTIS :
Pandangan Monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat
untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Pandangan
ini memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa didalam pengertian
perbuatan/tindak pidana sudah tercakup didalamnya perbuatan yang dilarang
(Criminal act) dan pertanggung-jawaban pidana / kesalahan ( Criminal
responbility).
Ada beberapa batasan / pengertian tidak pidana dari para sarjana yang menganut
pandangan Monistis :
1. D. SIMON :
Menurut D. Simon, tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang
telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang
dapat dipertanggung jawabkan atas tindakanya dan yang oleh undang-undang
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Dengan batasan
seperti ini, maka menurut D. Simon, untuk adanya suatu tindak pidana harus
dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
1. Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif ( berbuat) maupun
perbuatan Negatif ( tidak beruat )
2. diancam dengan pidana ;
3. melawan hukum;
4. dilakukan dengan kesalahan;
5. oleh orang yang mampu
bertanggung jawab.
Dengan penjelasan seperti tersebut diatas, maka tersimpul, bahwa
keseluruhan syarat adanya pidana teah melekat pada perbuatan pidana. D. Simon
tidak memisahkan antara criminal act dan Criminal responbility. Apabila diikuti
pandangan ini maka ada seseorang yang melakukan pembunuhan Eks Pasal 338
KUHP, tetapi kemudian ternyata orang yang melakukan itu adalah orang yang
tidak mampu beranggungjawab, misalanya karena orang tersebut Gila, maka
dalam hal ini tidak dapat dikatakan telah terjadi tindak pidana. Secara gampang
bisa dijelaskan mengapa peristiwa tersebut tidak dapat disebut tidak pidana, sebab
unsur-unbsur dari tindak pidana tersebut tidak terpenuhi, yaitu unsur orang (
subyek hukum ) yang mampu bertanggungjawab. Oleh karena tidak ada tindak
pidana, maka tidak pula ada pidana ( pemidanaan ).
2. J. BAUMAN :
Menurut J. Bauman, perbuatan / tindak pidana adalah perbuatan yang
memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan
kesalahan.
3. WIRYONO PROJODIKORO.
Menurut Wiryono Projodikoro, perbuatan/tindak pidana adalah suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenai pidana.
3.1 Tindak pidana dimaksud dapat dibedakan secara Kualitatif atas Kejahatan dan
Pelanggaran :
1. KEJAHATAN :
Secara doktrin Ketajahatan adalah Rechtdelicht, yaitu perbuatan perbuatan
yang ebrtentangan dengan kedailan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana
dalam suatu undang-undang atau tidak. sekalipun tidak dirumuskan sebagai delik
dalam undang-undang, perbuatan ini benar-benar dirasakan oleh masyarakat
sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan. Jenis tindak pidana ini
jugasering disebut mala per se. Perbuatan-perbuatan yang dapat
dukualisifikasikan sebagai Rechtdelicht dapat disebut anatara lain pembunuhan,
pencurian dan sebagainya.
2. PELANGGARAN :
Jenis tindak pidana ini disebut Wetsdelicht, yaitu perbuatan-perbuatan
yang oleh masyarakat baru disadari sebagai suatu tindak pidana, karena undang-
undang merumuskannya sebagai delik. Perbuatan-perbuatan ini baru disadari
sebagai tindak pidana oleh masyarakat oleh karena undang-undang
mengancamnya dengan sanksi pidana. tindaka pidana ini disebut juga mala qui
prohibita. Perbuatan-perbuatan yang dapat dikualisifikasikan sebagai sebagai
wetsdelicht dapat disebut misalnya memarkir mobil disebelah kanan jalan,
berjalan dijalan raya disebelah kanan dan sebagainya.
Dalam perkembangannya pembagian tindak pidana secara kualitatif atas
kejahatan dan pelanggaran seperti tersebut diatas tidak diterima. Penolakan
terhadap pembagian tindak pidana secara kualitatif tersebut bertolak dari
kenyataan, bahwa ada juga kejahatan yang baru disadari sebagai tindak pidana
oleh masyarakat setelah dirumuskan dalam undang-undang pidana. Dengan
demikian tidak semua Kejahatan merupakan perbuatan yang benar-benar telah
dirasakan mnasyarakat sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan,
terdapat juga pelanggaran yang memang benar-benar telah dirasakan oleh
masyarakat sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kedailan, sekalipun
perbuatan itu belum dirumuskan sebagai tindak pidana dalam Undang-undang.
3.2. Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana Formil dan tindak pidana
Materiil :
1. Tindak pidana Formil :
Adalah tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan pada Perbuatan
yang dilarang, dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa tindak pidana Formil
adalah tindak pidana yang telah dianggap terjadi/selesai dengan telah
dilakukannya perbuatan yang dilarang dalam undang-undang, tanpa
mempersoalkan akibat. Tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai tindak
pidana Formil dapat disebut misalnya pencurian sebagaimana diatur dalam pasal
362 KUHP, penghasutan sebagaimana diatur dalam pasal 160 KUHP dan
sebagainya.
Untuk memberikan gambaran tentang apa yang dimaksud Tindak Pidana Formil
dan Tindak Pidana Materiil. berikut ini akan diberikan ilustrasi sebagai berikut :
Contah I :
Terdorong keingan untuk memiliki Sepeda motor, Sia A berniat mencuri
Sepeda motor Tentangganya yang disimpan diteras rumahnya. Ketika ada
kesempatan, diambilah Sepeda motor milik tentangga si A tersebut. Namun ketika
Si A sudah mengambil dan membawa sepeda motor tersebut, ia diketahui /
kepergok pemiliknya ketika tetangganya sedang keluar dari pintu rumahnya ,
seketika itu dimintalah kembali Sepeda motor miliknya itu dari Si oleh A .
Contah II :
Si A merasa dendam dengan temannya yang bernama Gondang, karena
Gondang sering mengejeknya, Karena merasa dendam itu, ia berniat membunuh
Gondang. Dengan membawa alat berupa sebilah pedang , menunggulah si A
ditempat dimana Gondang akan lewat. Setelah lewat, dibacoklah tubuh Gondang
dengan sebilah pedang yang sudah dipersiapkan oleh Si A. Namun bacokan itu
tidak tepat sasaran, hingga bacokan itu hanya mengakibatkan Gondang
mengalami luka-luka saja, dan tidak sampai meninggal dunia.
Pada contoh I tersebut telah memberikan ilustrasi delik Formil. Meskipun
akibat dari pencurian itu belum terjadi, yaitu dimilikinya sepeda motor itu oleh Si
A, tetapi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh Si A dianggap sudah terjadi
atau sudah selesai. Pencurian yang dilakukan oleh Si A dianggap telah selesai,
dengan telah dilakukannya perbuatan yang dilarang dalam tindak pidana
pencurian yaitu mengambil, tanpa perlu dipersoalkan akibat dari pengambilan itu.
Pada contoh II diilustrasikan delik / tindak pidana Materiil. Dalam kasus
ini sekalipun Si Gondang melakukan pembacokan dengan niat membunuh, tetapi
karena akibat pembacokan itu belum terjadi, yaitu kematian, maka Si Gondang
tidak dapat dikatakan telah melakukan pembunuhan. Dalam hal ini oleh karena
akibat kematian atau hilangnya nyawa sebagai syarat mutlak dalam delik Materiil
belum terjadi, maka juga berarti tindak pidana pembunuhan itu belum terjadi.
Dalam kasus ini yang terjadi barulah percobaan pembunuhan.
3.3. Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana / delik Comissionis, delik
Omisionis dan delik Comisionis per omnisionis :
1. Delik Comissionis :
Adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, yaitu berbuat
sesuatu yang dilarang misalnya melakukan pencurian, penipuan, pembunuhan dan
sebagainya.
2. Delik Omissionis :
Adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap pemerintah, yaitu berbuat
sesuatu yang diperintah misalnya tidak menghadap sebagai saksi dimuka
persidangan Pengadilan sebagaimana ditentukan dalam pasal 522 KUHP.
3 Delik Comissionis per Omissionis Comissa.
Adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, akan tetapi
dilakukan dengan cara tidak berbuat.
Contohnya : Seorang ibu yang membunuh anaknya dengan cara tidak
memberi air susu ( pelanggaran terhadap larangan untuk membunuh sebagaimana
diatur dalam pasal 338 atau 340 KUHP ).
3.4.Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana Kesengajaan dan tindak pidana
kealpaan ( delik dolus dan delik Culpa ):
1. Tindak pidana kesengajaan / delik dolus adalah delik yang memuat unsur
kesengajaan.
Misalnya : Tindak pidana pembunuhan dalam pasal 338 KUHP, tindak
pidana pemalsuan mata uang sebagaimana diatur dalam pasal 245 KUHP dan
sebagainya.
2. Tindak pidana kealpaan / delik culpa adalah delik-delik yang memuat unsur
kealpaan.
Misalnya : Delik yang diatur dalam pasal 359 KUHP, yaitu karena
kealpaannya mengakibatkan matinya orang, delik yang diatur dalam pasal 360
KUHP, yaitu karena kealpaannya mengakibatkan orang lain luka dan sebagainya.
3.5.Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana / delik tugal dan delik ganda :
1. Delik Tunggal adalah delik yang cukup dilakukan dengan satu kali perbuatan.
Artinya delik ini dianggap telah terjadi dengan hanya dilakukan sekali perbuatan.
Misalnya : Pencurian, penipuan, pembunuhan dan lain sebagainya .
2. Delik Ganda adalah delik yang untuk kualifikasinya baru terjadi apabila
dilakukan beberapa kali perbuatan..
Misalnya : Untuk dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana / delik dalam
pasal 481 KUHP, maka penadahan itu harus terjadi dalam beberapa kali. Apabila
hanya satu kali terjadi, maka masuk kualifikasi pasal 480 KUHP ( Penadahan
biasa ).
3.6.Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana yang berlangsung terus dan
tindak pidana yang tidak berlangsung :
1. Tindak pidana berlangsung terus adalah tindak pidana yang mempunyai ciri,
bahwa keadaan / perbuatan yang terlarang itu berlangsung terus. Dengan demikian
tindak pidananya berlangsung terus menerus.
Misalnya : Tindak pidana yang diatur dalam pasal 333 KUHP yaitu tindak
pidana merampas kemerdekaan orang. Dalam tindak pidana ini, selama orang
yang dirampas kemerdekaannya itu belum dilepas ( misalnya disekap didalam
kamar ), maka selam itu pula tindak pidana itu masih berlangsung.
2. Tindak pidana yang tidak berlangsung terus adalah yang mempunyai ciri, bahwa
keadaan / perbuatan yang terlarang itu tidak berlangsung terus. Jenis tindak pidana
ini akan selesai setelah denmgan telah dilakukannya perbuatan yang dilarang atau
telah timbulnya akibat.
Misalnya : Tindak pidana pencurian, pembunuhan penganiayaan dan
sebagainay.
3.7.Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana aduan dan tindak pidana bukan
aduan :
1. Tindak pidana Aduan adalah tindak pidana yang penuntutannya hanya dilakukan
apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena atau yang dirugikan / korban.
Dengan demikian, apabila tidak ada pengaduan, terhadap tindak pidana tersebut
tidak boleh dilakukan penuntutan. Tindak pidana aduan dapat dibedakan dalam
dua jenis yaitu :
a. Tindak Pidana Aduan Absolut :
Adalah tindak pidana yang mempersyaratkan secara absolute adanya
pengaduan untuk penuntutannya.
Misalnya : Tindak pidana perzinaan dalam pasal 284 KUHP, tindak pidana
pencemaran nama baik dalam pasal 310 KUHP dan sebagainya. Jenis tindak
pidana ini menjadi aduan, karena sifat dari tindak pidananya relative.
b.Tindak Pidana Aduan Relatif :
Pada prinsipnya jenis tindak pidana ini bukanlah merupakan jenis tindak
pidana aduan. Jadi dasarnya tindak pidana aduan relative merupakan tindak
pidana laporan ( tindak pidana biasa ) yang karena dilakukan dalam lingkungan
keluarga, kemudian menjadi tindak pidana aduan.
Misalnya : Tindak pidana pencurian dalam keluarga dalam pasal 367
KUHP, tindak pidana penggelapan dalam keluarga dalam pasal 367 KUHP dan
sebagainya.
2. Tindak pidana bukan aduan adalah tindak pidana yang tidak mempersyaratkan
adanya pengaduan untuk penuntutannya :
Misalnya : Tindak pidana pembunuhan, pencurian penggelapan, perjudian dan
sebagainya.
3.8 Tindak pidana Biasa ( dalam bentuk pokok ) dan tindak pidana yang
dikualisifikasikan :
1. Tindak pidana dalam bentuk pokok adalah bentuk tindak pidana yang
paling sederhana, tanpa adanya unsure yang bersifat memberatkan.
2. Tindak pidana yang dikualifikasikan yaitu tidak pidana dalam bentuk
pokok yang ditambah dengan
adanya unsur pemberatan, sehingga ancaman pidananya menjadi lebih
berat.
Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai berikut :
Tindak pidana dalam pasal 362 KUHP merupakan bentuk pokok dari
pencurian, sedangkan tindak pidana dalam pasal 363 KUHP dan 365 KUHP
merupakan bentuk kualifikasi / pemberatan dari tindak pidana pencurian dalam
bentuk pokok ( pasal 362 KUHP ).
Tindak pidana dalam pasal 372 KUHP merupakan bentuk pokok dari
penggelapan, sedangkan tindak pidana dalam pasal 374 KUHP dan 375 KUHP
merupakan bentuk kualifikasi / pemberatan dari tindak pidana penggelapan dalam
bentuk pokok ( pasal 372 KUHP ).
- Dampak Negatif
a Membunuh karakter seseorang dengan mencitrakan
seseorang dengan kata-kata yang memalukan yang
terkadang tidak begitu baik jika dibaca oleh banyak
orang
b Dapat mengganggu mental seseorang yang menjadi
korbannya
c Banyak yang melakukan posting yang tidak
seharusnya di posting
d Banyak orang yang tidak mengetahui dampak dari
postingan yang membuat orang lain tersinggung
e. Banyak orang yang tidak mengerti akan UU ITE yang berlaku sehingga banyak
yang tidak perduli kalau mau melakukan yang menyimpang dijejaring social.
Ada 2 (dua) langkah yang dapat diambil jika nama baik kita tercemar di
dunia maya seperti Facebook:
I. CONTOH KASUS
4.1. Kasus Prita Mulyasari
Semua pasti sudah mengetahui kasus yang terjadi pada Prita Mulyasari,
ibu rumah tangga yang di tahan di LP wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009
karena melakukan pencemaran nama baik melalui internet terhadap Rumah Sakit
OMNI Internasional Tangerang.
Kami akan coba jelaskan kasus yang menyita banyak perhatian semua
kalangan, kasus tersebut bermula ketika Prita menyebarkan e-mail kepada
sepuluh orang temannya yang berisi keluhannya terhadap Rumah Sakit tersebut.
Email tersebut kemudian menyebar luas ke mailing list, isinya hanya
menggambarkan pengalamannya bersinggungan dengan rumah sakit OMNI
internasional. Hal tersebut diklaim pihak rumah sakit sebagai tindakan
pencemaran nama baik yang menyebabkan kerugian dalam bentuk materil
maupun dalam bentuk immateril. Tindakan yang dilakukan oleh pelaku
pencemaran nama baik di internet tersebut dapat di kategorikan sebagai
suatu tindakan pidana karena telah mengganggu ketertiban umum dan adanya
pihak yang dirugikan dari adanya tindakan pencemaran nama baik melalui
internet tersebut.
Berikut kronologis kasus Prita Mulyasari yang harus berurusan dengan
pihak berwenang akibat mengirim email keluhan :
7 Agustus 2008
Prita memeriksa kesehatan ke Rumah Sakit Omni Internasional yang berada
didaerah Serpong Tangerang dengan keluhan pusing dan panas. Dari hasil
pemeriksaan didapati hasil Thrombosit 27.000 (normal 200.000) dengan suhu
badan 39 derajat. Kemudian langsung dirawat di rumah sakit dengan di diagnosa
menderita penyakit demam berdarah.
8 Agustus 2008
Prita mendapat revisi hasil pemeriksaan kemarin yang awalnya 27.000 tapi
sekarang berubah jadi 181.000. kemudian prita mulai mendapat banyak suntikan
obat.
9 Agustus 2008
Prita mendapatkan suntikan obat lagi. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara.
Malamnya Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena
tangan kanan juga bengkak, dia memaksa agar infus diberhentikan dan menolak
disuntik lagi.
10 Agustus 2008
Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian
lab terkait revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan
mata kiri.
11 Agustus 2008
Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita
memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis
yang menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi
thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000.
Pasalnya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat
inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya
memang tidak valid.
Di rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia
terserang virus yang menular.
15 Agustus 2008
Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak
rumah sakit ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain
dengan judul Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra. Emailnya menyebar
ke beberapa milis dan forum online.
30 Agustus 2008
Prita mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com.
5 September 2008
Rumah Sakit Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal
Khusus.
22 September 2008
Pihak Rumah Sakit Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh
costumernya.
8 September 2008
Kuasa Hukum Rumah Sakit Omni Internasional menayangkan iklan berisi
bantahan atas isi email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.
24 September 2008
Gugatan perdata masuk.
11 Mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata Rumah Sakit
OMNI. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan Rumah Sakit
OMNI. Prita divonis membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai
pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril.
Prita langsung mengajukan banding.
13 Mei 2009
Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga
dilaporkan oleh OMNI.
2 Juni 2009
Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima
keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang.
3 Juni 2009
Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA
membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul
kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota.
4 Juni 2009
Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN
Tangerang.
Info terakhir, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi gugatan
perdata Prita Mulyasari melawan Rumah Sakit Omni Internasional. Dengan
keluarnya vonis tersebut Prita dibebaskan dari seluruh ganti rugi.
Majelis Hakim tingkat kasasi pada tanggal 29 September 2010 telah
menjatuhkan putusan yang pada pokoknya Mengabulkan permohonan kasasi dan
membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Banten.
Majelis Hakim tingkat Kasasi dalam putusannya adalah menolak seluruh
gugatan dari Para Penggugat. Yang menarik dari perkara Prita Tersebut ada
beberapa kaidah hukum yang bisa ditarik, yaitu diantaranya sebagai berikut :
Bahwa mengungkap sebuah perasaan berupa keluhan tentang apa yang telah
dialami selama menjalani proses pengobatan, baik berupa pelayanan selama di
rawat inap maupun tindakan medis lainnya selama berada di rumah sakit yang
dituangkan dalam sebuah email lalu disebar luaskan melalui email ke alamat
email kawan-kawannya, tidaklah kemudian lalu dapat dipandang sebagai
perbuatan melawan hukum;
Bahwa tindakan mengirim atau menyebarkan email yang berisi keluhan
tersebut kepada kawan-kawannya, juga bukan merupakan sebuah penghinaan,
oleh karena hal tersebut bukan dimaksudkan untuk menyerang pribadi seseorang
atau instansi, melainkan hal tersebut adalah merupakan sebuah kenyataan atau
fakta tentang apa yang dialami berkenaan dengan pelayanan medis;
Bahwa email adalah merupakan sebuah media komunikasi yang bersifat
personal dan tertutup dan hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mengakses
dan membacanya, dengan demikian bukan merupakan media yang bersifat umum
dimana setiap orang dapat membuka dan membacanya, seperti media umum
lainnya;
Bahwa mengeluh sebuah pelayanan medis dengan menggunakan surat
elektronik terbuka pada sebuah situs (customer@banksinarmas.com), lalu
mengirimkan hal tersebut kepada kawan-kawannya melalui email, masih
dianggap dan dinilai dalam batas-batas kewajaran dalam kerangka penyampaian
informasi dengan menggunakan jenis saluran yang tersedia;
Bahwa hak untuk menyampaikan informasi melalui berbagai media,
secara konstitusional telah diakui dan dijamin dalam pasal 28 F UUD 1945 yang
menentukan bahwa " setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia'
Bahwa adanya putusan hakim pidana yang telah menyatakan terdakwa dibebaskan
dari tindak pencemaran nama baik, terkait dengan gugatan perdata, putusan
pidana tersebut dapat dijadikan bahan dan dipakai sebagai salah satu dasar / alasan
untuk menentukan bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut bukanlah sifat
melawan hukum, sehingga dapat membebaskan dirinya dari adannya tuntutan
ganti rugi secara perdata atas gugatan pencemaran nama baik/perbuatan melawan
hukum.
Senin (18/3/2013).
Permasalahan yang dia alamai dia tumpahkan dalam email yang dia kirim periode
23 April hingga September 2010. Emailnya berisi curhat apa yang dialami di
kantornya, terutama perilaku tak senonoh atasannya. Email ini membuat orang
yang digunjing merasa tidak nyaman dan mempolisikan hal tersebut.
Kasus ini mengingatkan masyarakat atas apa yang dialami oleh Prita
Mulyasari. Meski akhirnya Prita dibebaskan di tingkat Peninjauan Kembalil (PK)
MA, namun Prita sempat merasakan dinginnya penjara karena email curhat yang
dia sebar soal keluhan layanan rumah sakit.
Kesimpulan
Di dunia ini banyak hal yang memiliki dualisme yang kedua sisinya saling
berlawanan. Seperti teknologi informasi dan komunikasi, hal ini diyakini sebagai
hasil karya cipta peradaban manusia tertinggi pada zaman ini. Namun karena
keberadaannya yang bagai memiliki dua mata pisau yang saling berlawanan, satu
mata pisau dapat menjadi manfaat bagi banyak orang, sedangkan mata pisau
lainnya dapat menjadi sumber kerugian bagi yang lain, banyak pihak yang
memilih untuk tidak berinteraksi dengan teknologi informasi dan komunikasi.
Saran
Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang mestinya kita hindari atau kita
berantas keberadaannya. Cyberlaw adalah salah satu perangkat yang dipakai oleh
suatu negara untuk melawan dan mengendalikan kejahatan dunia maya
(cybercrime) khususnya dalam hal kasus cybercrime yang sedang tumbuh di
wilayah negara tersebut. Seperti layaknya pelanggar hukum dan penegak hukum.
Pencemaran nama baik (Defamation) adalah tindakan mencermarkan nama
baik seseorang dengan cara menyatakan sesuatu baik melaui lisan ataupun tulisan.
Demikian makalah ini kami susun dengan usaha yang maksimal dari tim
kami, kami mengharapkan yang terbaik bagi kami dalam penyusunan makalah ini
maupun bagi para pembaca semoga dapat mengambil manfaat dengan
bertambahnya wawasan dan pengetahuan baru setelah membaca tulisan yang ada
pada makalah ini.
Namun demikian, sebagai manusia biasa kami menyadari keterbatasan
kami dalam segala hal termasuk dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu
kami mengharapkan kritik atau saran yang membangun demi terciptanya
penyusunan makalah yang lebih sempurna di masa yang akan datang. Atas segala
perhatiannya kami haturkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Adji, Oemar Seno. 1990. Perkembangan Delik Pers di Indonesia. Jakarta: Erlangga;
-----------. 1997. Mass Media dan Hukum, cet.2. Jakarta: Erlangga;
Ali, Chaidir. 1991. Badan Hukum, Cet 2. Bandung: Alumni;
Ali, Mahrus. 2011. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika;
Anwar. H. A. K. Moh. 1994. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) Jilid 1.
Bandung: Citra Aditya Bakti;
Arief, Barda Nawawi. 1990. Perbandingan Hukm Pidana. Jakarta: Rajawali Pers;
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
Hlm. 75
Anoname.2011. Majalah Interaksi Acuan Hukum dan Kemasyarakatan. Diambil dari
: http://berita.kafedago.com/kirimkomentar.asp (24 April 2012 pukul 22.32)
Andi hamzah, Boedi D. Marsita.1987.Aspek- aspek Pidana dibidang komputer. Jakarta
:Sinar Grafika.
Chazawi, Adami. 2007. Pelajaran Hukum Pidana Bag. 2. Penafsiran Hukum Pidana,
Dasar Peniadaan Pidana, Pemberatan dan Peringanan, Kejahatan Aduan,
Perbarengan dan Ajaran Kausalitas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada;
Halim et.al, 2009. Menggugat Pasal-Pasal Pencemaran Nama Baik. Jakarta: LBH Pers;
Harahap, M. Yahya. 1985. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika;
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50a9eddf4ab16/barang-bukti-pencemaran-
nama-baik
http://robot-jaringan.blogspot.com/2012/10/tinjauan-hukum-islam-terhadap.html
http://ajigoahead.blogspot.com/2013/11/finah-tuduhan-palsu.html
Hukum Anak Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) hlm.2-3.
http://www.baliorange.web.id/kasus.
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/06/17/dosen-fisip-ui-jadi-tersangka-
pencemaran-nama-baik
http://rakyatsulsel.com/jadi-tersangka-pencemaran-nama-baik-arsyad-minta-perlindungan-
kpjkb.html
http://ilmuta.weebly.com/computer-crime/e-procurement
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/06/17/dosen-fisip-ui-jadi-tersangka-
pencemaran-nama-baik
http://rakyatsulsel.com/jadi-tersangka-pencemaran-nama-baik-arsyad-minta-perlindungan-
kpjkb.html
http://ilmuta.weebly.com/computer-crime/e-procurement
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/06/17/dosen-fisip-ui-jadi-tersangka-
pencemaran-nama-baik
http://www.gresnews.com/berita/tips/8039-aturan-hukum-pencemaran-nama-baik-di-
jejaring-sosial/
http://rajawalinews.com/11178/langkah-bagus-jika-nama-baik-dicemarkan-di-dunia-maya/
http://www.lnassociates.com/articles-libel-law-in-indonesia.html
http://budi.insan.co.id Diakses 24 April 2012 pukul 22.48
http://www.gatra.com/2004-10-13/. Cybercrime di Era Digital. Diakses 24 April 2012
pukul 22.10
Ibrahim, Johnny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:
Bayumedia Publishing;
Junaedhie, Kurniawan. 1991. Ensiklopedia Pers Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama;
Kansil, C.S.T. 1992. Pengantar Ilmu Hukum, Jilid 1. Jakarta: Balai Pustaka;
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil. 2004. Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta:
Pradnya Paramita;
Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang. 2010. Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu
Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi. Jakarta: Sinar Grafika
Lamintang, P.A.F. 1990. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet. 2. Bandung: Sinar
Baru;
Marpaung, Leden. 1997. Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Pengertian dan
Penerapannya. Jakarta: PT Grafindo Persada;
-------------, Leden. 2010. Proses Penanganan Perkara Pidana, Buku 2. Jakarta: Sinar
Grafika;
Mudzakir. 2004. Delik Penghinaan dalam Pemberitaan Pers Mengenai Pejabat
Publik, Dictum 3;
Muis, A. 1996. Kontroversi Sekitar Kebebasan Pers: Bunga Rampai Masalah Komunikasi,
Jurnalistik, Etika dan Hukum Pers. Jakarta: PT. Mario Grafika;
Prodjodikoro, Wiryono. 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung: PT.
Refika Aditama;
Samidjo. 1985. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung: Armico;
Setiyono, H. 2001. Kejahatan Korporasi Analisis Viktimologi dan Pertanggungjawaban
Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing;
Soedarto. 1975. Hukum Pidana I A dan I B. Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman;
-----------.1990. Hukum Pidana I A dan I B. Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman;
Soekanto, Soerjono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press;
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2011. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada;
Soesilo, R. 1994. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Serta Komentarnya Pasal Demi
Pasal. Bogor: Politeia;
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta:
Ghalia Indonesia;
Sugandhi, R. 2001. KUHP dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional;
Syahdeini, Remy. 2006. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Jakarta: Grafitipers;
Wahidin, Samsul. 2006. Hukum Pers. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
Wiryawan, Hari. 2007. Dasar-dasar Hukum Media. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;