Anda di halaman 1dari 22

Journal Reading

An evaluation of the clinical features of measles virus infection


for diagnosis in children within a limited resources setting
Oleh:

Pembimbing:
dr. Maretha Sukmawardani, Sp.A

KEPANITERAAN SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSI JEMURSARI SURABAYA
2023
Penulis :
Dominicus Husada, Kusdwijono, Dwiyanti Puspitasari,
Leny Kartina, Parwati Setiono Basuki dan Ismoedijanto

Publisher :
BMC Pediatrics

Tahun Publikasi :
2020

2
Pendahuluan
Campak merupakan masalah kesehatan yang berulang baik di negara maju maupun negara berkembang.
WHO merekomendasikan IgM anti campak sebagai metode standar untuk mendeteksi virus; namun, masih
banyak daerah yang belum mampu melakukan uji serologi IgM anti campak. Bahkan pada pelayanan
kesehatan di Indonesia saat keadaan wabah, pemeriksaan IgM sebagian besar tidak tersedia.

Oleh karena itu, gambaran klinis yang khas diperlukan untuk


menegakkan diagnosis campak agar penularan infeksi
penyakit tersebut dapat ditanggulangi terutama dalam
keadaan wabah

3
Metode
Design observasional

Dieksklusi
Subjek awal (n=89)
Lost to follow up n=5
Riwayat penggunaan steroid dalam 2 minggu terakhir n=2

Subjek dinilai berdasarkan kriteria inklusi (n= 82) Kriteria inklusi :


Anak berusia 6-144 bulan dengan demam (minimal 38.3 C)
dengan ruam makulopapular yang luas selama 3 hari, disertai
batuk, coryza atau konjungtivitis
Partisipan dinilai berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik

Partisipan diperiksa IgM anti campak pada hari


ketiga setelah onset rash timbul dan hari ketujuh
pada pasien dengan hasil pertama ragu ragu

Partisipan dinilai berdasarkan 7 tanda klinis


(demam, rash eritema, cough, coryza,
conjunctivitis, kolpik’s spot dan rash
hiperpigmentasi) setidaknya 2 kali selama periode
4
evaluasi
Hasil Penelitian
Diskusi
Malnutrisi dan Campak

Banyak peserta dalam penelitian ini memiliki masalah gizi.

• Malnutrisi menyebabkan gangguan sistem imun. Sehingga lebih gampang untuk terkena campak
• Subyek dengan infeksi campak cenderung memiliki berat badan lebih rendah dari rata-rata anak.
• Ruam campak pada anak kurang gizi cenderung menghasilkan konfluens yang lebih besar dan
biasanya sering berkembang menjadi warna merah tua yang disertai deskuamasi yang lebih banyak.

6
Diskusi
Vaksinasi Campak

Banyak peserta dalam penelitian ini memiliki masalah gizi.

• Pada tahun 2013 dan 2014, sebanyak 11.521 dan 12.943 kasus campak dilaporkan di seluruh
Indonesia.
• Cakupan vaksinasi campak di beberapa daerah pada tahun 2013 lebih rendah dari 70%.
• Indonesia melakukan kampanye vaksin campak rubella (MR) pada tahun 2017 (hanya di Pulau Jawa)
dan tahun 2018 (wilayah lainnya).
• Di Pulau Jawa sendiri cakupannya mencapai hampir 100% dari prediksi target sebelumnya.
• Sayangnya, pada tahun 2018, cakupan di luar Pulau Jawa sangat minim sehingga menimbulkan
keraguan besar terhadap kemampuan Indonesia dalam mencegah wabah campak.

7
Hasil Penelitian
Diskusi
Klinis campak tersering

Klinis tersering yang ditemukan pada partisipan adalah demam, rash eritematosa dan
setidaknya salah satu dari gejala batuk/coryza/conjungtivitis

Hal tersebut sesuai dengan studi oleh Ciccone et al dan Chan et al yang menyatakan bahwa gejala
tersering yang ditemukan pada pasien dengan campak ialah demam dan rash, kemudian diikuti dengan
gejala lainnya.

9
Diskusi
Tanda patognomonis : Koplik Spot

Bercak Koplik dianggap sebagai tanda patognomonis infeksi virus campak.

• Pada penelitian ini, spesifisitas dan nilai prediktif positif dari bercak Koplik sama-sama 100%.
• Semua pasien dengan bercak Koplik pada penelitian ini memiliki Ig M anti campak positif.
• Bercak Koplik biasanya terlihat sejak 1–2 hari sebelum hingga 1–2 hari setelah timbulnya ruam
pertama namun pada penelitian ini pasien yang datang sudah memiliki ruam yang telah menyebar
keseluruh tubuh mereka sehingga pada penelitian ini dianggap kurang sensitif.

10
Diskusi
Tanda patognomonis : Koplik Spot

Bercak Koplik dianggap sebagai tanda patognomonis infeksi virus campak.

• Pada penelitian ini didapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian lain sebelumnya
yang menemukan bahwa hanya 47,4% dari total peserta yang memiliki bercak Koplik, dengan
spesifisitas 86,1%.
• Review oleh Perry dan Halsey menyebutkan bahwa bercak Koplik hanya akan terlihat di antara 60-
70% pasien campak.
• Sebuah studi oleh Zenner et al. di London mengungkapkan bahwa PPV (Positive Predictive Value)
pada pasien dengan suspek campak secara klinis adalah 50%, tetapi jika didapatkan adanya Koplik's
spot PPV akan meningkat menjadi 80%.

11
Diskusi
Tanda patognomonis : Koplik Spot

Bercak Koplik dianggap sebagai tanda patognomonis infeksi virus campak.

• Di Jepang, Kimura et al. menunjukkan bahwa sensitivitas dan spesifisitas bercak Koplik masing-masing
adalah 48 dan 80%. Dari 3023 partisipan dalam penelitian ini, hanya 717 yang didapatkan memiliki
Koplik spot.
• Tingkat positif bercak ini juga didapatkan pada pasien yang dideteksi memiliki infeksi virus lainnya
sebesar 20-30%.

Kesimpulannya, bercak Koplik tidak menunjukkan manifestasi campak yang spesifik, meskipun
spesifisitas yang menyertai campak cukup tinggi.

12
Hasil Penelitian
Anak-anak yang lebih kecil punya prevalensi yang lebih rendah pada batuk, konjungtivitis, dan hiperpigmentasi,
namun didapatkan memiliki lebih banyak coryza dan Koplik Spot. Anak yang lebih muda mengalami lebih
banyak komplikasi (6 dari 19, atau 31,6%) daripada yang lebih tua (12 dari 63, atau 19,1%).
Diskusi
Perbedaan klinis antara rentang usia

Terdapat perbedaan klinis antara anak yang lebih muda (<1 tahun) dan anak yang lebih
tua (>1 tahun)

• Hasil pada penelitian ini berbeda dengan sebuah studi di Hong Kong oleh Chan et al. Mereka
menemukan bahwa anak-anak yang lebih muda memiliki durasi demam yang lebih pendek,
ruam muncul lebih awal, dan insiden konjungtivitis dan hiperpigmentasi yang lebih sedikit.
Tidak ada perbedaan mengenai batuk, coryza, Koplik spot, dan komplikasi terkait lainnya.

• Hasil diatas berbeda dengan yang didapatkan pada penelitian ini dimana anak yang lebih kecil
memiliki lebih banyak coryza, Koplik spot, dan komplikasi lainnya, sedangkan didapatkan
lebih sedikit batuk, konjungtivitis, dan hiperpigmentasi.

14
Hasil Penelitian
Setelah menambahkan ruam hiperpigmentasi ke dalam kombinasi demam, ruam eritematosa, batuk, dan coryza
atau demam, ruam eritematosa, batuk, dan bercak Koplik, didapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV,
dan likelihood ratio menjadi lebih baik
Hasil Penelitian
Diskusi
Kriteria klinis campak sebagai alat diagnostik

Ruam hiperpigmentasi dianggap sebagai gejala klinis yang signifikan dari infeksi virus
campak.
• Persentase gambaran klinis demam, ruam makulopapular, dan ruam hiperpigmentasi pada penelitian
kami serupa dengan yang ditemukan oleh Chan, dimana dalam penelitian ini, ruam hiperpigmentasi
terjadi pada 137 (83%) dari semua peserta.

• Studi lain di Inggris oleh Ramsay et al. menemukan bahwa kombinasi demam, batuk, pilek, dan
konjungtivitis memiliki gambaran yang hampir sama dengan banyak kelompok infeksi lainnya selain
campak.

17
Diskusi
Kriteria klinis campak sebagai alat diagnostik

Kriteria klinis demam, ruam makulopapular dan ruam hiperpigmentasi sebagai


parameter skrining surveilans campak

• Nilai sensitivitas untuk demam pada penelitian ini didapatkan tinggi (90,7%) untuk demam, ruam
makulopapular, dan ruam hiperpigmentasi menunjukkan bahwa parameter ini dapat digunakan untuk
skrining sebagai surveilans campak.
• Hiperpigmentasi menambah nilai yang signifikan sehubungan dengan identifikasi campak
• Studi ini dapat menjadi dasar bagi Kementerian Kesehatan di Indonesia untuk memodifikasi kriteria
diagnosisnya dengan memasukkan hiperpigmentasi, sebagai salah satu kriteria skrining untuk
mendiagnosis campak dalam situasi wabah terutama saat ruam makulopapular telah menghilang.

18
Diskusi
Kriteria klinis campak sebagai alat diagnostik

Perbedaan nilai sensitifitas, spesifisitas, PPV dan NPV

• Dalam studi di Florida, California, dan New York pada 1980-an (182 peserta), sensitivitas, spesifisitas,
PPV, dan NPV dari kasus klinis masing-masing adalah 88, 48, 74, dan 70%.
• Di New York antara tahun 1994 dan 1995 (99 peserta, antara 1 dan 14 tahun) dan di Venezuela antara
tahun 1993 dan 1995 (379 peserta, antara 1 dan 14 tahun), nilai sensitivitas, spesifisitas, PPV, dan
NPV adalah masing masing 50, 69, 4, dan 98%, dan 76, 51, 35, dan 86%.
• Studi keempat di Suriname (121 peserta, 52% di antaranya berusia <5 tahun, dan 15% berusia 15
tahun atau lebih) menunjukkan nilai sensitivitas, spesifisitas, PPV, dan NPV 100, 23, 1, dan 100%.

19
Diskusi
Kriteria klinis campak sebagai alat diagnostik

Perbedaan nilai sensitifitas, spesifisitas, PPV dan NPV

Perbedaan sensitifitas dan spesifisitas pada penelitian yang disebutkan sebelumnya dipengaruhi
perbedaan insiden campak yang sedang terjadi pada negara masing masing.

• Insiden campak yang rendah menghasilkan nilai spesifisitas dan PPV yang rendah.
• Di negara di mana kasus campak hampir hilang seperti pada negara maju, nilai prediktif positif
(PPV) dari serologi IgM menurun karena semakin banyak hasil positif palsu yang diperoleh.
• Di sisi lain, di negara dengan insiden rendah, NPV akan lebih tinggi

20
Kesimpulan

Ruam hiperpigmentasi ditemukan pada sebagian besar subjek dengan campak dalam penelitian
ini. Gabungan gejala demam, ruam makulopapular, dan ruam hiperpigmentasi dapat digunakan
sebagai alat skrining untuk mendeteksi infeksi campak, bahkan sebelum uji serologi konfirmasi
Ig M anti campak dilakukan. Namun demikian, sekali lagi, hal tersebut tidak dapat menggantikan
tes serologi anti-campak Ig M. Manfaat hal tersebut, bagaimanapun, menjadi penting dalam
pengaturan wabah, agar dokter dapat membuat diagnosis definitif dari kasus-kasus awal
sesegera mungkin. Selain itu, dokter juga harus mengandalkan gambaran klinis selain
hiperpigmentasi sebagai diagnosis awal, karena hiperpigmentasi ditemukan pada tahap
selanjutnya dari penyakit.

21
Jazzakumullahu khairan katsiron

TERIMA KASIH

22

Anda mungkin juga menyukai