Anda di halaman 1dari 21

INTERAKSI ANTARA GURU DAN MURID DALAM

PERSPEKTIF SURAT AL-KAHFI AYAT 60-82


TAFSIR TARBAWI

BY MHD. RAFLI HARAHAP DAN OKTA VIAN PANJI SAPUTRA


PENDAHULUAN
Dalam proses kegiatan belajar mengajar harus ada interaksi yang kuat antara seorang guru (pendidik) dan
muridnya (anak didik) sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, keduanya saling membutuhkan
tidak dapat dipisahkan, dalam hal ini akan ter bentuk pendidik yang kuat, sehingga profesionalisme guru terbentuk dan
anak didik yang berkompeten. Dalam proses belajar mengajar guru dan murid secara besama-sama harus memahami
dan berusaha untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan karena banyak tuntutan dengan peningkatan mutu
pendidikan. Guru bisa disebut juga dengan pendidik. Guru adalah sebuah profesi dimana membutuhkan
profesinalisme, mempunyai dedikasi yang tinggi dalam pendidikan, tanpa dedikasi tinggi maka proses belajar
mengajarakan kacau balau. Mendidik bukan hanya mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu kepada yang
belum tahu, tetapi suatu proses membantu seseorang membentuk pengetahuannya sendiri. Proses seseorang dalam
membantu orang lain agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan lewat kegiatan terhadap fenomena dan obyek
yang ingin diketahui.Seorang pendidik di tuntut untuk menjadi tokoh indentifikasi dalam hal keluasaan ilmu dan
keluhuran ahlaknya, sehingga anak didiknya selalu berupaya untuk mengikuti langkah- langkahnya. Kesatuan antara
kepemimpinan moral dan keilmuan dalam diri seorang pendidik dapat menghindarkan anak didiknya dari bahaya
keterpecahan pribadi. Agama juga mengatur hubungan manusia dengan khalik-Nya, hubungan manusia dengan
manusia, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan dirinya yang dapat menjamin memberikan
gambaran akan hal tersebut bukan dalam bentuk doktrin (larangan dan perintah secara langsung) tetapi dalam bentuk
kisah yang hidup, yaitu salah satunya dalam surat al-Kahfi ayat 60-82.
TAFSIR SURAT
AL-KAHFI AYAT
60-82
‫ض َي ُحقُبًا‬ ‫م‬َ ‫ا‬ ‫و‬َ ‫ا‬ ‫ن‬‫ي‬ ‫ر‬ ‫ح‬ ‫ب‬‫ل‬ْ ‫ا‬ ‫ع‬‫م‬ ‫ج‬ ‫م‬ َ
‫غ‬ ُ ‫ل‬‫ب‬ َ ‫ا‬ ‫ى‬ّٓ‫وا ْذ قَال مو ٰسى لفَ ٰتىه ٓاَل اَبرح ح ٰت‬
ْ
ِ ْ ْ ِ َ َ َ َ َ ْ ْ ْ َ ُ َْ ُ ِ ُْ َ َِ
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, “Aku tidak akan berhenti
(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai)
bertahun-tahun.”

َ ‫سيَا ُح ْوتَ ُه َما فَاتَّ َخ َذ‬


َ ‫س ِب ْيلَ ٗه فِى ا ْلبَ ْح ِر‬
‫س َربًا‬ ِ َ‫فَلَ َّما بَلَ َغا َم ْج َم َع بَ ْينِ ِه َما ن‬
“Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu (ikan) itu
melompat mengambil jalannya ke laut itu.”
َ ‫فَلَ َّما َجا َو َزا قَا َل لِفَ ٰتٮهُ ٰا ِتنَا َغ َدٓا َءنَا لَقَ ۡد لَ ِق ۡينَا ِم ۡن‬
َ َ‫سفَ ِرنَا ٰه َذا ن‬
‫صبًا‬
“Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada
pembantunya, "Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih
karena perjalanan kita ini."

‫ت َو َم ۤا اَ ۡن ٰسٮنِ ۡيهُ اِاَّل الش َّۡي ٰط ُن‬ َ ‫س ۡيتُ ۡال ُح ۡو‬ ِ َ‫ص ۡخ َر ِة فَاِنِّ ۡى ن‬َّ ‫ت اِ ۡذ اَ َو ۡينَ ۤا اِلَى ال‬
َ ‫قَا َل اَ َر َء ۡي‬
َ ‫اَ ۡن اَ ۡذ ُك َر ٗ‌ه‌ۚ َواتَّ َخ َذ‬
‫س ِب ۡيلَ ٗه فِ ۡى ۡالبَ ۡح ِر‌ ۖ‌ َع َجبًا‬
“Dia (pembantunya) menjawab, "Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu
tadi, maka aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa
untuk mengingatnya kecuali setan, dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang
aneh sekali."
‫صا‬ َ َ‫قَا َل ٰذ لِ َك َما ُكنَّا نَ ۡب ِغ‌ۖ فَ ۡارتَدَّا َع ٰلٓى ٰاثَا ِر ِه َما ق‬
ً ‫ص‬
“Dia (Musa) berkata, "Itulah (tempat) yang kita cari." Lalu keduanya
kembali, mengikuti jejak mereka semula.

‫فَ َو َج َدا َع ۡب ًدا ِّم ۡن ِعبَا ِدنَ ۤا ٰاتَ ۡي ٰنهُ َر ۡح َمةً ِّم ۡن ِع ۡن ِدنَا َو َعلَّمۡ ٰنهُ ِم ۡن لَّ ُدنَّا ِع ۡل ًما‬
“Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah
Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari
sisi Kami.”
َ ۡ‫قَا َل لَ ٗه ُم ۡو ٰسى َهلۡ اَتَّ ِب ُع َك َع ٰلٓى اَ ۡن تُ َعلِّ َم ِن ِم َّما ُعلِّم‬
‫ت ُر ۡش ًدا‬
“Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau
mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu
(untuk menjadi) petunjuk?"

َ ‫قَا َل اِنَّ َك لَ ۡن تَ ۡستَ ِط ۡي َع َم ِع َى‬


‫ص ۡب ًرا‬
“Dia menjawab, "Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.”
‫صبِ ُر َع ٰلى َما لَمۡ تُ ِح ۡط ِب ٖه ُخ ۡب ًرا‬
ۡ َ‫ف ت‬
َ ‫َو َك ۡي‬
“Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau
belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"

ۤ ‫صا ِب ًرا َّواَل‬ ‫قَال ستَج ُدن ۡۤى ا ۡن َ هّٰللا‬


ِ ‫اَ ۡع‬
‫ص ۡى لَ َك اَمۡ ًرا‬ َ ُ ‫شٓا َء‬ ِ ِ ِ َ َ
Dia (Musa) berkata, "Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang
sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun."
‫ش ۡى ٍء َح ٰتّٓى اُ ۡح ِد َث لَـ َك ِم ۡنهُ ِذ ۡك ًرا‬
َ ‫قَا َل فَاِ ِن اتَّبَ ۡعتَ ِن ۡى فَاَل تَ ۡسـَٔ ۡـل ِن ۡى َع ۡن‬
Dia berkata, "Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang
sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu."

ۡ ۡ ٰۤ
َ ‫س ِف ۡينَ ِة َخ َرقَ َها‌ ؕ قَا َل اَ َخ َرقتَ َها لِتُغ ِر‬
‫ق اَ ۡهلَ َها‌ ۚ لَقَ ۡد‬ َ
َّ ‫فَا ْنطَلَقَا َحتّى اِذا َر ِكبَا ِفى ال‬
‫ش ۡيــًٔـا اِمۡ ًرا‬ َ ‫ِج ۡئ‬
َ ‫ت‬
Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa)
berkata, "Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?" Sungguh,
engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar
َ ‫قَا َل اَلَمۡ اَقُلۡ اِنَّ َك لَ ۡن تَ ۡستَ ِط ۡي َع َم ِع َى‬
‫ص ۡب ًرا‬
Dia berkata, "Bukankah sudah aku katakan, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan mampu
sabar bersamaku?"

ِ َ‫َؤاخ ۡذ ِن ۡى بِ َما ن‬
‫س ۡيتُ َواَل تُ ۡر ِه ۡق ِن ۡى ِم ۡن اَمۡ ِر ۡى ُع ۡس ًرا‬ ِ ُ‫قَا َل اَل ت‬
Dia (Musa) berkata, "Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau
membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku."
ۡ ۡ ۡ ٰ ٰۤ
ٍ ‫سا َز ِكيَّةً ۢ ِب َغ ۡي ِر نَـف‬
‫س‬ َ ‫فَا ْنطَلَقَا َحتّى اِ َذا لَقِيَا ُغل ًما فَقَتَلَ ٗه ۙ قَا َل اَقَتَل‬
ً ‫ت نَـف‬
‫ش ۡيــًٔـا ُّن ۡـك ًرا‬
َ ‫ت‬ َ ‫ؕ لَـقَ ۡد ِج ۡئ‬
Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka
dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, "Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena
dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar."

َ ‫قَا َل اَ لَمۡ اَ قُ ْل لَّ َك اِنَّ َك لَ ۡن تَ ۡستَ ِط ۡي َع َم ِع َى‬


‫ص ۡب ًرا‬
Dia berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?"
َ ‫ى ۚ قَ ۡد بَلَ ۡـغ‬
‫ت ِم ۡن لَّ ُدنِّ ۡى‬ ‌ۡ ِ‫ص ِح ۡبن‬ َ ‫سا َ ۡلـتُ َك َع ۡن‬
ٰ ُ‫ش ۡى ۢ ٍء بَ ۡع َد َها فَاَل ت‬ َ ‫قَا َل اِ ۡن‬
‫ُع ۡذ ًرا‬
Dia (Musa) berkata, "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi
engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar)
menerima alasan dariku."

ۤ ۡ ۤ ۤ ٰۤ
‫ضيِّفُ ۡو ُه َما فَ َو َج َدا فِ ۡي َها ِج َدا ًرا ُّي ِر ۡي ُد اَ ۡن‬
َ ُّ ‫ي‬ ‫ن‬ۡ َ ‫ا‬ ‫ا‬‫و‬ۡ ‫ب‬َ
َ َ ‫ا‬َ ‫ف‬ ‫ا‬ ‫ه‬ َ ‫ل‬‫ه‬ۡ َ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫م‬
ََ‫ع‬ ‫َط‬ ‫ت‬ ۡ
‫ۨاس‬   ‫ة‬ ‫ي‬
َِ َ‫ر‬ۡ َ ‫ق‬ ‫ل‬‫ه‬ۡ َ ‫ا‬ ‫ا‬ َ ‫ي‬َ ‫ت‬َ ‫ا‬ ‫ا‬ َ
‫ذ‬ ِ ‫طلَقَا َح‬
‫ا‬ ‫ى‬ّ ‫ت‬ َ ‫فَا ْن‬
‫ش ۡئ َت لَـتَّ َخ ۡذ َت َعلَ ۡي ِه اَ ۡج ًرا‬ ِ ‫ض فَاَقَا َم ٗ‌ه ؕ قَا َل لَ ۡو‬ َّ َ‫يَّ ۡـنق‬
Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua
meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka,
kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya.
Dia (Musa) berkata, "Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu."
‫ش ۡينَ ۤا اَ ۡن ُّي ۡر ِهقَ ُه َما طُ ۡغيَانًا َّو ُك ۡف ًرا‬ َ ‫‌ َواَ َّما ۡال ُغ ٰل ُم فَ َك‬
ِ ‫ان اَبَ ٰوهُ ُم ۡؤ ِمنَ ۡي ِن فَ َخ‬
Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia
akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.

َ ‫فَا َ َر ۡدنَ ۤا اَ ۡن ُّي ۡب ِدلَ ُه َما َر ُّب ُه َما َخ ۡي ًرا ِّم ۡنهُ َز ٰكوةً َّواَ ۡق َر‬
‫ب ُر ۡح ًما‬
Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih
baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).

‫صا ِل ًحـا ۚ فَا َ َرا َد‬َ ‫ان اَبُ ۡو ُه َما‬ َ ‫ان لِ ُغ ٰل َم ۡي ِن يَتِ ۡي َم ۡي ِن فِى ۡال َم ِد ۡينَ ِة َو َك‬
َ ‫ان تَ ۡحتَ ٗه َك ۡن ٌز لَّ ُه َما َو َك‬ َ ‫َواَ َّما ۡال ِج َدا ُر فَ َك‬
‫ى ؕ ٰذ لِكَ ت َۡا ِو ۡي ُل‬
‌ۡ ‫ش َّد ُه َما َويَ ۡست َۡخ ِر َجا َك ۡن َز ُه َما ۖ َر ۡح َمةً ِّم ۡن َّربِّكَ‌ ۚ َو َما فَ َع ۡلتُ ٗه َع ۡن اَمۡ ِر‬ ُ َ‫َربُّ َك اَ ۡن يَّ ۡبلُ َغ ۤا ا‬
َ ‫َما لَمۡ تَ ۡس ِط ْع َّعلَ ۡي ِه‬
‫ص ۡب ًرا‬
Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta
bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang shalih. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai
dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat
bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar
terhadapnya."
Tafsir ayat 60-82
QS. Al-Kahf
Dari kisah Nabi Musa As dan Nabi Khidir As yang diceritakan dalam al-Qur’an pada Surat al-Kahfi ayat 60-82, penulis menyimpulkan
beberapa kode etik yang dapat digunakan ketika berinteraksi dengan guru, yakni:
1. Murid harus mempunyai semangat yang tinggi dan tidak putus asa dalam mencari ilmu, meski jarak yang ditempuh jauh dan
membutuhkan waktu yang lama. Ini adalah nilai yang terkandung dalam surat al-Kahfi ayat 60-64 yang menceritakan perjuangan Nabi
Musa As untuk mencari Nabi Khidir As. Dalam tafsir al-Thabary dikisahkan bahwa Nabi Musa As meminta Yusya’ bin Nun yang menjadi
rekan perjalanan untuk membawakan makanan untuknya, karena benar-benar lelah usai menjalani perjalanan jauh dalam mencari Nabi
Khidir As.
2. Seorang murid harus bersikap sopan kepada gurunya, dalam cerita tersebut tergambarkan ketika Nabi Musa meminta izin untuk
mengikuti (baca: belajar) kepada Nabi Khidir As. Menurut al-Thabary kata ‘abdan min ‘ibadina pada ayat 65 merujuk kepada Nabi Khidir
As. Ayat selanjutnya menceritakan bagaimana Musa As kemudian mendatangi khidir seraya mengatakan keinginannya untuk berguru
kepada Nabi Khidir. “Musa berkata kepada Khidir, ‘Bolehkah aku mengikutimu?”
3. Berbaik-sangka dan meyakini bahwa guru lebih pandai dari murid. Dengan melakukan hal ini akan muncul sifat ketawadu’an kepada
guru serta dengan sendirinya akan menghilangkan sifat sombong. Nilai tersebut diisyaratkan dalam frasa mimma ullimta rusydan (di
antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu). Ini selaras dengan filosofi gelas kosong. Kesombongan pelajar ibarat gelas yang
merasa penuh sehingga tidak akan dapat diisi lagi tambahan ilmu dari gurunya.
4. Murid tidak selayaknya mudah merasa tersinggung, tatkala guru melemahkan/ merendahkan murid dengan perkataannya. “Musa berkata:
‘Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun.” (Al-Kahfi:
69). Ayat tersebut merupakan respon dari perkataan Nabi Khidir As yang telah melemahkan Nabi Musa As dengan perkataan:
“Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu
belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? (Al-Kahfi: 67-68). Dalam ayat 68, dapat kita simpulkan bahwa ketika guru
melakukan sesuatu yang terlihat seperti melemahkan/merendahkan seorang murid, sesungguhnya hal itu disebabkan oleh keadaan guru
yang lebih mengetahui suatu perkara dibandingkan muridnya. Jadi, terkadang logika murid tidak mampu menangkap rasionalitas tindakan
seorang guru. Di sisi lain, ayat ini dapat dimaknai sebagai sebuah motivasi Nabi Musa As untuk lebih bersabar/lebih giat dalam belajar
agar dapat memahami perkataan/tindakan gurunya.
5. Mempunyai komitmen untuk menjalankan perintah guru. Musa berkata: “InsyaAllah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang
sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun.” (Al-Kahfi: 69). Ayat ini merupakan jawaban Musa As terhadap
pernyataan Khidir As bahwa Musa As tidak akan pernah dapat sabar terhadapnya dikarenakan ketidaktahuan Musa As. Akan tetapi, komitmen
untuk bersabar telah dinyatakan Musa As dari awal kebersamaannya dengan gurunya (Khidir As).

6. Bertanya kepada guru sesuai dengan izin dan kondisi sang guru. Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu
menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Al-Kahfi:70).

7. Adanya penyesalan dan permintaan maaf kepada guru, ketika murid melakukan kesalahan. Musa berkata: “Janganlah kamu
menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.” (Al- Kahfi:73).

8. Seorang murid harus siap menerima konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukan. Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku
dengan kamu; kelak akan kuberitahu kan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (Al- Kahfi:
78).

Poin-poin di atas menunjukkan nilai-nilai penghormatan murid kepada guru. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskannya sedikit-
banyak terkait permasalahan etika murid terhadap guru.
This could be the part of the presentation where you
can introduce yourself, write your email...
01 02 03
COMPANY TARGET SERVICES
Here you can describe the Here you can describe the Here you can describe the
topic of the section topic of the section topic of the section
YOU COULD USE THREE
COLUMNS, WHY NOT?

MARS JUPITER VENUS

Despite being red, Mars is It’s a gas giant and the Venus has a very
actually a cold place biggest planet in the Solar poisonous atmosphere
System
Mafhum Tarbawi
Bila dicermati dalam al-Qur'an Surat al-Khafi Ayat 60-82 terdapat nilai pendidikan
Akhlak yang terkadung didalamnya diantarannya:
1. Akhlak terhadap Allah, yang di tunjukkan dalam surat Al- Kahfi ayat 81-82 dapat meliputi baik
sangka kepada Allah, taat terhadap perintah Allah rendah hati terhadap Allah. Dalam hal ini
memberikan pelajaran juga kepada manusia agar tidak segera mengingakari sesuatu yang tidak
disukai dan di anggap tidak baik, karena boleh jadi ada hikmah di baliksemua itu. Karena pada
umunya pertimbangan akal yang jernih tidaklah selalu sama dengan gejala perasaan ketika
menghadapai kenyataan. Manusia supaya tidak lekas sombong atau bertinggi hati kepada orang
lain karena jika dibandingkan dengan kebesaran keilmuaan Allah adalah tidak seberapa.
2. Akhlak terhadap sesama manusia, yang di tunjukkan dalam surat al-Kahfi ayat 66 dan 69, yaitu
berupa rendah hatiterhadap guru bahwa seorang yang mau belajar (murid atau peserta didik atau
siswa) harus mengakui dirinya masih banyak hal yang belum di mengerti. Guru diharapkan mampu
memberi pencerahan keilmuan sampai murid memahami dan mengerti. Oleh karena itu murid
harus rendah diri kepada guru, tidak akan membantah atau durhaka dan merendahkan dirinya
dihadapan guru, dan guru boleh menolak permintaan murid jika ia meminta sesuatu yang tidak
sanggup dilakukannya. Contoh lain yang merupakan akhlak terhadap sesama manusia yaitu sabar,
menepati janji, memberi maaf kepada orang yang salah, semangat belajar, dan segera meminta
taubat jika berbuat khilaf..
3. Akhlak manusia terhadap lingkungan, yang ditunjukkan dalam surat al-Kahfi ayat 77. Di anjurkan
kepada manusia untuk peduli terhadap lingkungan sekitarnya, terutama yang menyangkut
kepentingan bersama dan menjaganya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
SEKIAN TERIMA KASIH

Terima kasih atas perhatiannya,


kurang lebihnya mohon maaf.
Saya tutup presentasi hari ini
dengan membaca hamdalah.

Anda mungkin juga menyukai