Khutbah Pertama
َ ُ َْ ُْ ُ ْ ُ َ ْ َ َ ُ َ َ َ ْ َ ﱠ
، َو ُﻌ ْﻮذ ِﺑﺎ ِ ِﻣﻦ ﺷﺮو ِر أﻧﻔ ِﺴﻨﺎ،ِإ ﱠن ا َ ْﻤﺪ ِﻟﻠ ِﮫ ﻧ ْﺤ َﻤ ُﺪ ُﻩ َو ْﺴﺘ ِﻌ ْﻴﻨ ُﮫ َو ْﺴﺘﻐ ِﻔ ُﺮ ُﻩ
ُ.ﻀﻠ ْﻞ َﻓ َﻼ َ ﺎد َي َﻟﮫ ْ َو َﻣ ْﻦ ُﻳ،ﷲ َﻓ َﻼ ُﻣﻀ ﱠﻞ َﻟ ُﮫ ُ َﻣ ْﻦ َ ْ ﺪﻩ،َو َﺳ ّ َﺌﺎت َأ ْﻋ َﻤﺎﻟ َﻨﺎ
ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ
ُ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ ْ َُ ْ َ ََ ﱠ َ َ
. َوأﺷ َ ُﺪ أ ﱠن ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ًﺪا َﻋ ْﺒ ُﺪ ُﻩ َو َر ُﺳ ْﻮﻟ ُﮫ،ﷲ َو ْﺣﺪ ُﻩ ﻻ ﺷ ِﺮْ َﻚ ﻟ ُﮫ وأﺷ ﺪ أن ﻻ ِإﻟﮫ ِإﻻ
َ َ َ َ َ َ َ َ َا ﱠﻟﻠ ُ ﱠﻢ
ﺻ ِ ّﻞ َﻋ ﻧ ِﺒ ِّ ﻨﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋ َء ِاﻟ ِﮫ َوأ ْ َ ِﺎﺑ ِﮫ َو َﻣ ْﻦ ﺗ ِﺒ َﻌ ُ ْﻢ ِﺑ ِﺈ ْﺣ َﺴ ٍﺎن ِا َﻳ ْﻮ ِم
ّ
.اﻟﺪ ْﻳ ِﻦ
ِ
َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ َ َ َ َ َﱠ َ ْ َ ْ َ ُ
َ ْ ْ ْ ُ َ َ َ ْ ﱠ َ ُ َ َ
.ﷲ وﻃﺎﻋ ِﺘ ِﮫ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﻔ ِ ﻮن ِ او ِﺻﻴﻜﻢ وﻧﻔ ِ ِﺑﺘﻘﻮى: ﷲ ِ ﻓﻴﺎ ِﻋﺒﺎد:أﻣﺎ ﻌﺪ
ََ َ ُ ﱠ َ َ ﱠ ُ ْ ُ ْ ْ َ ْ َ َﱡَ ﱠ َ َ ُ ﱠ َ َ ُ َ َ
))ﻳﺎ أ ﺎ اﻟ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا اﺗﻘﻮا اﻟﻠﮫ ﺣﻖ ﺗﻘﺎ ِﺗ ِﮫ وﻻ:ﷲ َﻌﺎ ِ اﻟﻘﺮ ِآن اﻟﻜ ِﺮ ِﻢ ﻗﺎل
َ َ
ُْ َ ُ ﱠ
.((ﺗ ُﻤﻮﺗ ﱠﻦ ِإﻻ َوأﻧﺘ ْﻢ ُﻣ ْﺴ ِﻠ ُﻤﻮن
َ ُ َ ُ ْ َْ َ َ َْ
اﳌ ْﺮ ُء َﻋ ِد ِﻳﻦ ﺧ ِﻠ ِﻴﻠ ِﮫ ﻓﻠ َﻴﻨﻈ ْﺮ أ َﺣ ُﺪﻛ ْﻢ َﻣ ْﻦ ُﻳﺨ ِﺎﻟ ُﻞ
“Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya, maka hendaklah seseorang di
antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman dekat.” (H.r.
Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi).
Jika berteman dengan orang baik, maka kebaikan pula yang akan diperoleh. Sebaliknya, jika
berteman dengan orang yang berperangai buruk, maka keburukan yang akan didapatkan. Oleh sebab
itu, Islam memberikan tuntunan yang tegas dalam persoalan ini agar umat Islam tidak salah dalam
memilih teman, menyatakan afiliasi, atau menggabungkan diri dengan sebuah kelompok.
Di dalam Al-Qur`an Allah telah menggambarkan seseorang yang mengalami penyesalan di
akhirat karena salah memilih teman saat di dunia. Dia mengambil jalan yang salah karena pengaruh
buruk temannya. Tanpa disadari, sedikit demi sedikit dia telah dijauhkan dari petunjuk Al-Qur`an,
1
sehingga membuatnya tersesat dari jalan yang diridhai Allah. Gambaran itu Allah jelaskan di dalam surat
Al-Furqan ayat 27 sampai 29:
Menggigit dua jari yang dilakukan orang zalim kelak di akhirat adalah ekspresi penyesalan yang
mendalam. Dia menyesal karena telah menyelisihi jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saat di dunia,
sehingga di akhirat dia tidak mampu bergabung bersama kafilah Rasulullah. Penyebabnya adalah
pengaruh buruk teman dekatnya yang membuat dia selalu lalai dari kebaikan.
Al-Qur`an menyebut teman dekat yang memiliki tabiat seperti itu sebagai setan, meskipun
wujudnya adalah manusia. Bukanlah satu hal yang mengherankan jika manusia bisa berperan sebagai
setan, karena hakikatnya setan itu berasal dari kalangan jin maupun manusia. Sebagaimana yang
difirmankan Allah dalam surat An-Nas:
َ َ ﱠ ﱠ ُ ْ َ ُ ُ َ ّ ﱠ
ِﻣ ْﻦ ﺷ ّ ِﺮ. ﺎس
ِ اﻟﻨ ﮫ ﻟ
ِ ِ إ ﺎسِ اﻟﻨ ﻚ ﻠ
ِ ِ
َ اﻟﻨﺎس
ﻣ ِ ﻗﻞ أﻋﻮذ ِﺑﺮ ِب
ِﻣ َﻦ ﺎس
ُ ُ ر ﱠ
اﻟﻨ و ﺪ ﺻ ُ ﱠاﻟ ِﺬي ُﻳ َﻮ ْﺳﻮ ْاﻟ َﻮ ْﺳ َﻮاس ا ْ َ ﱠﻨﺎس
س
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ﱠ َ ﱠ
ﺎسِ ا ِ ﻨ ِﺔ واﻟﻨ
Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia.” Raja manusia. Sembahan
manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang tersembunyi. Yang membisikan (kejahatan)
ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia. (Q.s. An-Nas: 1-6).
Setan bagi manusia berperan sebagai “khadzul” (pengkhianat), yaitu berpura-pura baik tetapi
kenyataannya dia menjerumuskan manusia pada keburukan. Demikianlah yang dilakukan oleh seorang
teman yang berperangai buruk. Dia menjanjikan harapan-harapan baik, mengajak untuk bersenang-
senang dan berhura-hura; seakan-akan semua itu adalah kebahagiaan yang diinginkan. Tetapi justru
hakikatnya semua itu adalah kelalaian yang semakin menjauhkan diri dari keridhaan Allah.
Teman yang buruk akan selalu memberikan pengaruh negatif pada keyakinan, pemikiran,
persepsi, dan perilaku seseorang. Jika dia tidak menyukai Islam, maka dia akan memberikan label-label
buruk dan citra negatif terhadap Islam agar sang teman mengikuti pemikirannya. Jika dia mencintai
2
kemaksiatan, maka dia akan menampakan kemaksiatan itu seakan-akan indah dan benar agar sang
teman turut di dalamnya. Sungguh berbahaya teman seperti itu.
Sedangkan berteman dengan orang yang salih akan memberikan banyak manfaat. Ia akan selalu
mengajak kita kepada kebaikan dan menjauhi kemaksiatan. Ia menjadi penolong kita ketika kesusahan.
Ia menjadi pelipur lara dalam kesedihan. Ketika kita sangat memerlukan nasihat dan bimbingan, teman
yang salih selalu bersedia membimbing dan mengarahkan. Ia tidak akan mengumbar aib dan keburukan
kita kepada orang lain. Bahkan akan membela dan membersihkan nama kita ketika ada orang yang
menfitnah atau menyiarkan keburukan kita di depan orang banyak.
Mari kita renungkan pengaruh pertemanan dengan orang-orang jahat dalam kisah Abu Thalib.
Beliau menjadi pembela dan penolong Rasulullah sejak beliau diutuskan. Akan tetapi, pada akhir
hayatnya, ia menolak untuk bersyahadat “tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah” karena
pengaruh buruk pemuka-pemuka Makkah. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam
Muslim dalam kitab Shahih mereka,
Demikianlah pertemanan dengan orang jahat bisa sejauh itu memberikan kemudharatan kepada
seseorang. Sebaliknya, berteman dengan orang baik, akan mengangkat derajat dan memberikan
kemuliaan. Bacalah kisah Ash-habul Kahfi dalam Al-Qur’an. Seekor anjing yang derajatnya rendah,
menjadi mulia dan terabadikan dalam Al-Qur’an karena bergaul dengan orang-orang salih. Padahal ia
hanyalah seekor anjing biasa, tidak berbeda dengan binatang lainnya. Akan tetapi karena pertemanannya
dengan orang-orang salih, ia ikut mendapat karomah tidur selama 309 tahun dan kisahnya terabadikan
dalam kitab paling suci dan mulia sepanjang sejarah manusia.
3
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Dalam konteks pergaulan yang lebih luas kita juga perlu berhati-hati dalam menyatakan afiliasi
ataupun keberpihakan pada sebuah kelompok. Apalagi dalam memilih kelompok untuk bergabung di
dalamnya. Haruslah dipastikan bahwa kelompok tersebut adalah kumpulan orang-orang yang memiliki
visi Rabbani dan tidak menyimpang dari jalan agama. Pengaruh buruk satu orang teman saja sudah
membahayakan, apalagi pengaruh sekelompok orang yang menebarkan keburukan, tentu lebih
berbahaya.
Pilihlah teman atau kelompok yang selalu mengingatkan kita kepada Allah, yaitu orang-orang
berilmu yang dengan ilmunya Allah jadikan indah pribadinya. Tetaplah bersama mereka dalam kondisi
apapun, karena keselamatan ada bersama mereka. Janganlah tergiur untuk meninggalkan mereka dan
bergabung bersama orang-orang fasik, betapapun tawaran kenikmatan dunia merayu-rayu. Pepatah
َ َ َ َ َ َْ ْ َ َ ُ ْ َ
Arab mengatakan, ﺎك ﻻ َﻣ ْﻦ أ ْ َ ﻜ َﻚ “ ﺻ ِﺪﻳﻘﻚ ﻣﻦ أﺑTemanmu adalah yang membuat kamu
menangis bukan yang membuat kamu tertawa.” Maksud ungkapan itu adalah orang yang membuat
menangis karena mengingat Allah dan dosa-dosa, bukan orang yang membuat tertawa karena
kesenangan dunia yang melalaikan.
Bagi seorang mukmin memilih teman atau kelompok bukanlah persoalan sepele, karena dia
menentukan jati dirinya dalam beragama. Oleh sebab itu kita perlu memohon petunjuk kepada Allah
agar dipilihkan teman-teman dan kelompok yang tepat bagi kita untuk melangkah bersama di jalan
Allah. Bersama mereka kita menempa diri menjadi pribadi yang dicintai Allah dan berjuang seiringan.
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Dalam konteks kehidupan bernegara, memilih seorang pemimpin juga tidak boleh mengabaikan
orang-orang yang ada di sekitarnya. Para pembisik yang berada dalam lingkaran utama seorang tokoh
akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan dan keberpihakannya. Sejarah mencatat, para pemimpin
yang zalim selalu dikelilingi orang-orang yang jahat. Lihatlah Fir’aun yang mempunyai perdana menteri
yang lebih buruk darinya yaitu Haaman. Lihatlah Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, seorang gubernur zalim
yang membunuh banyak shahabat yang mempunyai penasehat yang jahat bernama Yazid bin Abi
Muslim. Para pembisik itulah yang mempunyai peran yang besar dalam membuat para pemimpin yang
zalim menjadi semakin zalim. Maka, hendaknya kita menjadikan hal ini sebagai pertimbangan dalam
memilih para pemimpin kita.
Semoga Allah memberikan karunia kepada kita teman-teman yang salih, lingkungan masyarakat
yang salih dan juga para pemimpin yang salih. Amin Ya Rabbal Alamin.
ْ ّ َ َ ْ َ ْ َ ْ ُ ُْ ْ ْ َ ْ َََ َ ْ َ ﱠ ْ ُ ََ ْ ُ َ َ َ
اﻟﺬﻛ ِﺮ ِ ﺎت و
ِ وﻧﻔﻌ ِ و ِإﻳﺎﻛﻢ ِﺑﻤﺎ ِﻓﻴ ِﮫ ِﻣﻦ ﻳ،ك ﷲ ِ وﻟﻜﻢ ِ اﻟﻘﺮ َ ِآن اﻟﻌ ِﻈﻴ ِﻢ ﺑﺎر
َ ْ ْ ُْ ُ َ ْ ْ َ َ َ َ ُ َ
َ َوأ ْﺳﺘﻐﻔ ُﺮ، أﻗ ْﻮ ُل ﻗ ْﻮ ْ ﺬا،ا ْ َ ﻜ ْﻴﻢ
ﷲ اﻟ َﻌ ِﻈ ْﻴ َﻢ ِ ْ َوﻟﻜ ْﻢ َو ِﻟ َﺴﺎ ِﺋ ِﺮ اﳌﺴ ِﻠ ِﻤ ن ِ ِ ِ ِ ُْ
ْ ّ ُ ْ َُ ْ َ ُ ُ ّ ُ ُْ ْ َ ْ َ َ ْ َ
ﻓﺎﺳﺘﻐ ِﻔﺮوﻩ ِإﻧﮫ ﻮ اﻟﻐﻔﻮر اﻟﺮ ِﺣﻴ ِﻢ،ﺎت ِ واﳌﺴ ِﻠﻤ
4
Khutbah Kedua
5
ّﱠ ُُ َ َ َ َﱠ َ ۡ ۡ َ َ َ ۡ َ َ ﱠ ۡ َ َ َ ُ ۡ َ ۡ
ﺎﻹ ۡﻳ َﻤ ِﺎنَ ،وﻻ ﺗ ۡﺠ َﻌ ۡﻞ ِ ﻗﻠ ۡﻮ ِ ﻨﺎ ِﻏﻼ ِﻟﻠ ِﺬ ۡﻳ َﻦ
ر ﻨﺎ اﻏ ِﻔﺮ ﻟﻨﺎ و ِ ِﻹﺧﻮا ِﻧﻨﺎ اﻟ ِﺬﻳﻦ ﺳﺒﻘﻮﻧﺎ ِﺑ ِ
َ ﱠ ُ ٌ ُ
َآﻣﻨ ۡﻮا َرﱠ ﻨﺎ ِإﻧ َﻚ َرؤ ۡوف ﱠر ِﺣ ۡﻴﻢ.
َﱠ َ ََ ۡ َ َۡ ُ َ َ َ ۡ ﱠ ۡ َ ۡ ۡ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ُ ۡ َ ﱠ َ ۡ َ
ﺎﺳ ِﺮۡ َﻦ.
ر ﻨﺎ ﻇﻠﻤﻨﺎ أﻧﻔﺴﻨﺎ و ِإن ﻟﻢ ﻐ ِﻔﺮ ﻟﻨﺎ وﺗﺮﺣﻤﻨﺎ ﻟﻨﻜﻮﻧﻦ ِﻣﻦ ا ِ
َ ُ َ ﱠُ ﱠ ْ ُ ْ ََ ُ َ ﱠُ ﱠ ْ ُ ْ ََ
ﺼﺮ ِإﺧ َﻮاﻧﻨﺎ ِ ْ ِ ّﻞ َﻣ ٍﺎن َﻳﺎ َر ﱠب ﺼ ْﺮ ِإﺧ َﻮاﻧﻨﺎ ُﻣ ْﺴ ِﻠ ِﻤﻲ أ ْﻳ ُﺠﻮر ،اﻟﻠ ﻢ اﻧ اﻟﻠ ﻢ اﻧ
ْ َ َ
ﺎﳌ ْ ن.
اﻟﻌ ِ
ﱡَۡ َ َ َ ً َ َۡ َ َ َ َ ً َ َ َ َ َ ﱠ َٓ َ
اب اﻟﻨﺎر. ِﺧﺮ ِة ﺣﺴﻨﺔ و ِﻗﻨﺎ ﻋﺬ َرَ ﻨﺎ َءا ِﺗﻨﺎ ِ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﺣﺴﻨﺔ ِو
ّ َ ۡ َ ُۡ َ ُ َ ۡ َ
ُﺳ ۡﺒ َﺤﺎن َرِّ َﻚ َر ِ ّب اﻟ ِﻌ ﱠﺰ ِة َﻋ ﱠﻤﺎ َﻳ ِﺼﻔ ۡﻮنَ ،و َﺳﻼ ٌم َﻋ اﳌ ۡﺮ َﺳ ِﻠ نَ ،وا َ ۡﻤ ُﺪ ِﻟﻠ ِ ٰﮫ َر ِ ّب
ﱠَ َ ۡ َٰ َ َ
اﻟﺼﻼة... اﻟ َﻌﻠ ِﻤ نَ ،وأ ِﻗ ۡﻴ ُﻤ ۡﻮا
6